Anda di halaman 1dari 18

SCANLINE

1. Pengertian Metoda Scanline


Metode scanline adalah sebuah garis pada permukaan batuan yang digunakan untuk mengukur
semua rekahan yang berpotongan dengan garis tersebut (Brady & Brown, 2004). Pada
penelitian Herlambang (2014) disebutkan bahwa rekahan memiliki beberapa unsur, yaitu jenis,
kedudukan, panjang, jarak atau spasi antar rekahan, bukaan, dan morfologi rekahan.

Dengan menggunakan metode scanline, rekahan dalam ukuran milimeter dapat terekam, karena
datanya diperoleh secara langsung di lapangan. Namun, pengambilan data secara langsung di lapangan
memiliki keterbatasan, salah satunya adalah akuisisi datanya terbatas, dan hanya dapat memperoleh
singkapan yang dapat dijangkau oleh manusia.

2. Tujuan Scanline
Scanline merupakan salah satu metode dalam discontinuity survey. Dalam discontinuity survey,
karakter rock mass di suatu tempat penting untuk diketahui secara mendalam. Termasuk dalam
hal ini adalah discontinuities karena discontinuities/diskontinuitas merupakan komponen dari
rock masss dan mempengaruhi segala jenis pekerjaan rekayasa. Diskontinuitas adalah bidang
lemah pada suatu rock mass dengan nilai tensile strength/kuat tarik sangat kecil bahkan tidak
memiliki nilai kuat tarik (Bell,2007).

Dalam keilmuan geologi, sebuah rekahan diakuisisi secara manual dengan menggunakan
metode scanline. Data yang diamati adalah unsur-unsur rekahan, mencakup jenis rekahan,
kedudukan, panjang, spasi, bukaan, dan morfologi rekahan.
Gambar 1. Paramater-parameter utama dalam discontinuity survey (Hudson, 1989; dalam Hudson dah
Harrison, 1997)

Gambar 2. Keterangan mengenai metode scanline, B-B’: Scanline; A: Bukaan Rekahan; S: Spasi Rekahan;
dan L: Panjang Rekahan (Sapiie, 1998 dalam Herlambang, 2014)
3. Data Scanline
Secara sistematik, teknik pengambilan data dalam metoda scanline meliputi:
1. Pengukuran panjang, arah kemiringan dan kemiringan scanline.
2. Pengukuran arah dan kemiringan lereng.
3. Pengukuran atribut diskontinuitas, yang terdiri dari:
 Orientasi diskontinuitas,
 Panjang diskontinuitas,
 Jarak/spasi diskontinuitas,
 Kondisi diskontinuitas,
 Lebar bukaan diskontinuitas.
4. Penentuan kondisi umum keairan (kering, Lembab, basah)
5. Penilaian koefisien kekasaran permukaan diskontinuitas (JRC).

Gambar 3. Sketsa Pengukuran Bidang Diskontunuiti dengan Metoda Scanline (Kramadibarata, 1996)
4. Teknik Pengambilan Data Scanline
Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui orientasi bidang diskontinuitas pada permukaan
yang dianggap mewakili orientasi bidang diskontinuitas batuan secara keseluruhan. Cara
pengambilan data dengan metode scanline sampling adalah dengan mencatat semua
karakteristik bidang diskontinuitas yang memotong tali yang dibentangkan disepanjang
permukaan batuan dengan batasan 30 cm ke atas dan 30 cm ke bawah dari garis pengamatan.

Gambar 4. Sketsa stasiun pengamatan diskontunuitas (metode scanline)

Arah dari scanline ini harus dicatat. Sedapat mungkin arah dari scanline sama di semua segmen
untuk mengurangi bias pengukuran. Batas toleransi perbedaan arah scanline adalah 20°,
sehingga perbedaan tersebut masih dapat diabaikan.
 Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Peralatan Penelitian


No Peralatan Kegunaan
1 Kompas Mengukur arah
2 Palu geologi Mengambil sampel batuan
3 Penggaris Mengukur tebal material pengisi kekar
4 Meteran Mengukur panjang scanline
5 Besi pengait/paku Mencokel material pengisi kekar
6 Kamera Mengambil gambar
7 Clipboard Sebagai alas kertas ketika menulis, sebagai
alat bantu untuk mengukur bidang rekahan
8 Alat tulis Mencatat data lapangan
9 GPS Mengukur koordinat
10 Schmidt Hammer Mengukur kuat tekan kekuatan batuan di
lapangan terutama permukaan kekerasan
dan ketahanan penetrasi

Gambar 5. Peralatan yang digunakan


 Referensi parameter diambil di lapangan

Tabel 2. Discontinuity Survey Data Sheet (Sumber: Lab.Geologi Teknik ITB)


Parameter data yang di ambil berdasarkan tabel discontinuity survey (Sumber: Lab.Geologi
Teknik ITB) terdiri dari 14 data yang harus diambil dalam metoda scanline, terdiri dari:

1. Stasion or Depth (untuk pemboran)

Lokasi rekahan/bidang diskontunuitas yang diukur, ditulis/dicatat dalam tabel tersebut


dengan menggunakan kode/angka.

Gambar 6. Sketsa/lintasan bidang diskontunuitas yang diukur

2. Tipe diskontunuitas/rekahan

Tipe rekahan/diskontuinuitas terdiri dari:

 Fault zone
 Joint
 Cleavage
 Schistosity
 Shear
 Fissure
 Tension crack
 Foliation
 Bedding

Pada tabel tersebut diisi dengan kode angka, sesuai dengan tipe
rekahan/diskontunuitas, seperti dibawah ini:

3. Dip

Mengukur dip/kemiringan dari bidang diskontunuitas yang diukur, pengukuran dip


bidang diskontunuitas dilakukan dengan kompas (Gambar 7).

Gambar 7. Pengukuran dip bidang diskontunuitas


Cara pengukuran sebagai berikut:

• Posisikan kompas geologi tegak lurus dengan arah strike yang sudah digaris pada
clipboard dan dalam posisi vertical.

• Letak nivo tabung harus berada diatas.


• Nol-kan klinometer.

• Masukan gelembung pada nivo tabung ketengah dengan menggerakan klinometer


yang terletak dibagian belakang kompas.

• Bacalah sudut yang terletak diatas angka klinometer.

4. Dip-direction

Mengukur dip-direction dari bidang diskontunuitas yang diukur, pengukuran dip-


direction bidang diskontunuitas dilakukan dengan kompas. Dip Direction adalah azimut
dari arah dip yang diproyeksikan ke bidang horizontral (seperti trend dari fitur linear dalam
pengukuran trend dan plunge), yang dimana arahnya tegak lurus ( 90°) dari arah strike.

Cara pengukuran sebagai berikut:

• Letakkan kompas geologi (bagian belakang) sejajar dengan garis strike yang telah
digaris pada clipboard.

• Masukkan gelembung nivo mata sapi ketengah.

• Setelah gelembung nivo mata sapi ketengah, tahan panah dengan penahan jarum,
lalu bacalah dip directionnya.

Gambar 8. Pengukuran dip-direction bidang diskontunuitas


5. Persintense (kemenerusan)

Persistence (kemenerusan) adalah dimensi panjang dari suatu bidang diskontinuitas.


Pengukuran kemenerusan ini biasanya dilakukan dalam 1 dimensi, tetapi tidak
memungkinkan pengukuran kemenerusan dari core.

Gambar 8. Persistense (kemenerusan) pada suatu singkapan (Price, 2007)

Pada gambar a, terdapat kemenerusan diskontinuitas cukup panjang yang memiliki arah
relatif sejajar dengan strike sandstone. Sementara itu, pada gambar b, diskontinuitasnya
memiliki kemenerusan yang relatif lebih pendek dibandingkan panjang dari
kemenerusan pada gambar a, relatif sejajar dengan arah strike sandstone.
Persistense (kemenerusan) pada tabel data discontunuitas dibagi menjadi 3 (tiga
) dan diisi dengan kode angka, seperti dibawah ini:
Gambar 9. Profil persistence bidang diskontinuitas

6. Termination

Adalah ujung/penghentian dari persistense (kemenerusan), dapat dilihat dengan kasat


mata. Dibagi menjadi 3 dalam tabel data diskontunuitas tersebut, dan diisikan dengan
kode angka dalam tabel tersebut sesuai dengan bentuknya.

7. Aperture (bukaan)

Aperture/width adalah Bukaan (aperture) dari diskontinuitas dapat diisi oleh material
hasil pelapukan yang berasal secara in situ maupun tertransport dari tempat lain (Price,
2007).
Tabel 3. Deskripsi keadaan pada permukaan diskontunuitas (Barton, 1973)

Aperture dpat diukur dengan mistar pada bidang diskontunuitasnya, dalam tabel data
diskontuitas dibagi menjadi 8 (delapan) dan diisikan dengan kode angka berdasarkan
jenis/besaran aperture bidang diskontunuitas tersebut.

Gambar 10. Profil Aperture bidang diskontinuitas


8. Filling (isian)

Filling (isian) adalah material pengisi dari rekahan, bisa berupa air, clay mineral dan
mineral lainnya. Seringkali isian dari sebuah bukaan diskontinuitas berupa air yang
mengalir melalui rekahan-rekahan.

Gambar 11. Bentukan isian bidang diskontunuitas

Pada tabel data diskontunuitas, filling (isian) dibagi menjadi 8 (delapan) berdasarkan
tipe isian pada bidang diskontunuitas tersebut. Kemudian diisi dengan kode angka pada
tabel tersebut sesuai dengan tipenya.

Gambar 12. Profil bentukan isian bidang diskontunuitas


9. Strenght of Filling

Strenght of filling/compressive strenght, nilai kekerasan intake rock pada bidang


diskontunuitas. Didapat dari hasil pengujian schimdt hammer atau palu geologi.

Tabel 4. Klasifikasi batuan berdasarkan nilai uniaxial compressive strengt/UCS (Wyllie dan Mah,
2004)

Klasifikasi batuan berdasarkan nilai uniaxial compressive strengt/UCS (tabel data diskontunuitas)
10. Surface Roughnees (kekasaran)

Surface Roughness adalah adalah tipe kekasaran orde kedua (second-order asperity)
yakni berkuruan lebih kecil dan tergerus ketika pergerakan diskontinuitas. Giani (1992)
parameter kekasaran menunjukkan indeks tidak rata dan gelombang pada
diskontinuitas batuan. Diskontinuitas bergelombang dicirikan oleh skala indulasi yang
besar, sedangkan diskontinuitas tidak rata ditandai oleh skala kekasaran kecil. Selain itu
menurut Wyllie dan Mah (2004) secara umum bentuk permukaan diskontinuitas
memiliki permukaan yang kasar, jika berbentuk indulasi akan memiliki permukaan halus
dan jika planar maka bidang permukaannya slickensides.

Gambar 10. Survei kekasaran disingkapan (Giani, 1992), Tipe kekasaran (Price, 2007)

Dalam tabel data diskontinuitas dibagi menjadi 3 (tiga) tipe kekasaran, diisikan dengan
kode angka berdasarkan tipe kekasaran bidang diskontunuitasnya, sebagai berikut:

Gambar 12. Profil bentukan kekasaran bidang diskontunuitas


11. Surface Shape (bentuk kekasaran)

Bentuk dari kekasaran (Roughness) dari bidang diskontunuitas,

Gambar 11. Tipe kekasaran (Price, 2007)

12. JRC (Joint Roughness)

JRC ( Joint Rougness Coefficient ) Salah satu parameter diskontinuitas dalam klasifikasi
rock mass rating dari Q (Rock Tunneling Quality Index). JRC berhubungan dengan
pengukuran kekasaran (Roughness), JRC adalah tipe dari keaksaran dari bidang
diskontunuitas.

Berdasarkan tabel data diskontunuitas tersebut, JRC dibagi menjadi 3 (tiga):

1. 0 cm: Slickenslide, planar


2. 5-10 cm: Smooth, undulating
3. 15-20 cm: Rough, stepped
Gambar 12. Profil tingkat kekasaran untuk nilai kisaran JRC (Barton, 1977)

13. Water Flow

Kondisi air tanah yang terlihat pada permukaan bidang yang diukur. Dalam tabel data
diskontinuitas kondisi air tanah bidang yang diukur, dapat diisi dengan kode angka
dalam tabel tersebut sesuai dengan kondisi air tanahnya.

14. Spacing (spasi rekahan)

Spacing adalah jarak antar discontinuity set yang memotong garis scanline. Nilai jarak
spasi yang perlu diukur adalah jarak tegak lurus dari diskontinuitas yang ada terhadap
garis scanline.
Gambar 13. Profil spacing bidang diskontinuitas

Angka spasi yang didapatkan pada bidang perlapisan memiliki deskripsi diskontinuitas
secara mekanika sebagai berikut:

Tabel 5. Nilai spacing terhadap deskripsi mekanika diskontinuitas (BS EN ISO 14689; dalam Price, 2007)

Anda mungkin juga menyukai