Anda di halaman 1dari 4

Yang dimaksud dalam BKP (Barang Kena Pajak) adalah barang bergerak atau barang tidak bergerak

maupun barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini. Biasanya
barang tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau pajak khusus untuk barang
mewah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. Barang
yang berwujud misalnya mobil, rumah, sepeda motor dan lain-lain. Barang yang tidak berwujud
misalnya hak paten, hak cipta, merk dagang dan lain-lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan JKP (Jasa Kena Pajak) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan
suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/fasilitas/kemudahan/hak
tersedia untuk dipakai, termasuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan dengan bahan dan
petunjuk pemesanan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN. Jasa Kena Pajak (JKP)
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PKP sendiri tidak termasuk
di dalamnya pengusaha kecil sebagaimana telah ditetapkan oleh keputusan Menteri Keuangan. Kecuali
jika pengusaha tersebut ingin perusahaannya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Bagi
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau
Pajak PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya.

Jasa apa saja yang dikecualikan menjadi JKP


Jasa yang dikecualikan menjadi JKP yaitu,
1. Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi pelayanan dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis,
ahli kesehatan, jasa akupuntur, dan fisioterapi, kebidanan, jasa paramedik dan perawat, jasa rumah
sakit, klinik kesehatan, dan labolatorium kesehatan, psikolog, pengobatan alternatif termasuk
pengobatan yang dilakukan paranormal.

2. Jasa pelayanan social, meliputi pelayanan panti jompo, panti asuhan, pemadam kebakaran, lembaga
rehabilitasi, jasa pelayanan olahraga kecuali yang memiliki sifat komersial.

3. Jasa pengiriman perangko dan surat, meliputi jasa pengiriman surat dengan perangko yang ditempel.

4. Jasa asuransi, meliputi asuransi jiwa, asuransi kerugian, dan reasuransi yang dilakukan perusahaan
asuransi kepada pemegang asuransi. Jasa di bidang asuransi ini tidak termasuk jasa penunjang seperti
agen asuransi, konsultan asuransi dan penilai kerugian asuransi.

5. Jasa keuangan, meliputi jasa penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito dan tabungan. Serta dokumen lain yang kedudukannya dipersamakan
dengan surat-surat berharga tersebut.

6. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos

7. Jasa pendidikan, yang termasuk jasa Pendidikan tidak kena PPN adalah jasa pendidikan sekolah dan
jasa penyelenggara pendidikan di luar sekolah, seperti berbagai kursus keterampilan dan kursus bahasa
asing.
8. Jasa keagamaan, meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa khotbah/dakwah, jasa penyelenggaraan
kegiatan keagamaan.

9. Jasa penyelenggaraan kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan, idang kesenian dan
hiburan yang tidak dikenakan PPN meliputi setiap bidang kesenian yang telah dikenakan pajak daerah.
Hal ini diterapkan untuk menghindari penerapan pajak berganda.

10. Jasa penyiaran yang bukan iklan, meliputi jasa penyiaran radio dan televisi yang diselenggarakan
pemerintah maupun pihak swasta yang tidak dibiayai sponsor dan tidak bersifat iklan.

11. Jasa angkutan umum di darat dan air

12. Bidang perhotelan, ,eliputi jasa persewaan kamar di beberapa tempat yang termasuk kategori
tempat penginapan (motel, losmen, hotel, dll), jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara
pertemuan.

13. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi jasa pencarian dan penyediaan tenaga kerja, jasa
penyelenggara latihan tenaga kerja.

14. Jasa penyediaan tempat parker, meliputi penyediaan lahan yang dilakukan oleh pemilik tempat
parkir kepada para pengguna dengan dipungut bayaran.

15. Jasa katering

Barang apa saja yang dikecualikan menjadi BKP


Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang – undang menetapkan sebaliknya. Jenis
barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok –
kelompok barang berikut:
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti
Minyak Mentah, Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung
oleh masyarakat, Panas bumi, Asbes, batu tulis, setengah permata, batu kapur, batu apung, batu
permata, bentonit, dolomite, feldspar, garam batu, marmer, Batu bara sebelum diproses menjadi
briket batubara Bijih besi , biji nikel, biji timah.
b. Barang- barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti: beras, gabah,
jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium, daging, telur yaitu
telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan , diasinkan, atau dikemas, susu, yaitu susu
perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan
gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas, buah-buahan, yaitu buah buahan
segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses pencucian, disortasi, dipotong, diiris, degrading,
dan atau dikemas atau tidak dikemas.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan
dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga.
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga ( saham, obligasi dan lainnya )

apa yang dimaksud dengan PM


PPN Masukan adalah pajak yang telah dipungut oleh PKP pada saat Pembelian Barang/Jasa Kena Pajak
(BKP/JKP) dalam masa pajak tertentu. Pajak Masukan dapat dijadikan Kredit Pajak untuk
memperhitungkan sisa pajak terhutang. PPN masukan juga bisa disebut dalam bahasa inggris
sebagai VAT in (Value Added Tax In), Singkatnya jika pemilik usaha sebagai PKP melakukan pembelian
barang, lalu barangnya ada unsur PPN-nya, maka itu menjadi Pajak Masukan bagi pemilik usaha.

apa saja yang tidak boleh dikreditkan?


Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan Berdasarkan Pasal 9 ayat 8 UU PPn atas Pengeluaran:

1. Perolehan BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini memberikan
kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
tidak dapat dikreditkan
2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 atau ayat 9 atau tidak mencantumkan nama, alamat,
dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
6. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat 6.
7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak.
8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan
9. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena
Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2a.
10. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau mendapat
fasilitas PPN dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 5 dan pasal 16B ayat 3.

apa yang dimaksud dengan PK


Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena
Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau ekspor Jasa Kena Pajak. Setiap pemilik
usaha yang sudah menjadi PKP wajib mengenakan Pajak atas Barang/Jasa yang dijualnya. Pajak Keluaran
juga sering disebut sebagai VAT Out (Value Added Tax Out). Di akhir masa pajak, PKP harus menghitung
besaran PPN Keluarannya untuk dibayarkan ke Kantor Pajak. Jika PKP memiliki saldo Pajak Masukan
maka saldo tersebut dapat dikreditkan (dikurangi) dari besaran PPN Keluarannya dalam masa pajak yang
sama.

bagaimana perhitungan PPN
Untuk tarif PPN yang dibebankan kepada konsumen adalah PPN atas pembelian barang sebesar 10%
dari nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau harga barang itu sendiri. Untuk dapat menghitung PPN,
rumus yang harus digunakan yakni: Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 10% x DPP.
Contohnya yaitu:

PT. Edelweiss merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjual Barang Kena Pajak (BKP) pada PT.
Berkah dengan harga Rp 70.000.000. Maka, PPN terutang yang perlu disetorkan adalah:

PPN Terutang: 10% x Rp 70.000.000 = Rp 7.000.000

Jadi, Rp 7.000.000 merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh PT. Edelweiss dari PT. Berkah

Anda mungkin juga menyukai