Paper - Cauda Equina Syndrome
Paper - Cauda Equina Syndrome
DISUSUN OLEH:
Gita Kumala Dewi (140100090)
Sofie Regina Herman (140100121)
Dhira Vindy Amanda (140100123)
Dewi Gita Maharani (140100155)
Widyadhari Rara Satya (140100240)
PEMBIMBING:
dr. Benny, Sp OT (K)
2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
PIMPINAN SIDANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan paper kami yang berjudul “Sindroma Kauda
Ekuina”. Penulisan paper ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
kami, “dr. Benny, Sp. OT (K)” yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
paper ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di
Indonesia.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
2.2. Anatomi..................................................................................................... 1
BAB I
PENDAHULUAN
Korda spinalis melancip pada ujung yang dekat dengan vertebra lumbal
pertama, membentuk konus medullaris. Perpanjangan fibrosa dari korda ini
merupakan filum terminal. Gumpalan dari radik saraf di dalam rongga
subarachnoid distal yang membentuk konus medullaris adalah cauda equina.
Akar saraf ini merupakan hubungan antara anatomi sistem saraf pusat ( SSP
) dan sistem saraf perifer. Saraf ini secara anatomis terletak sesuai dengan segmen
tulang belakang dari mana mereka berasal dan berada dalam cairan cerebrospinal (
CSF ) dalam ruang subarachnoid pada kantung dural yang berakhir pada tingkat
vertebra sacral kedua.
Meskipun lesi secara teknis melibatkan akar saraf dan merupakan cedera
saraf perifer, kerusakan pada cauda equina syndrome dapat bersifat irreversible
dan memerlukan tindakan operasi darurat. Diagnosis dini dan dekompresi bedah
2
dini sangat penting untuk hasil yang menguntungkan pada kebanyakan pasien
dengan cauda equina syndrome.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis sindroma kauda ekuina.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
sindroma kauda ekuina serta melakukan penatalaksanaan awal yang tepat,
cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.
1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang sindroma
kauda ekuina.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
sindroma kauda ekuina.
1
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1` Definisi
2.2 Anatomi
1. Tujuh ruas pertama disebut tulang leher. Ruas pertama dari tulang
leher disebut tulang atlas, dan ruas kedua berupa tulang pemutar atau poros.
2. Dua belas ruas berikutnya membentuk tulang punggung. Ruas-
ruas tulang punggung pada bagian kiri dan kanannya merupakan tempat
melekatnya tulang rusuk.
3. Lima ruas berikutnya merupakan tulang pinggang. Ukuran tulang
pinggang lebih besar dibandingkan tulang punggung. Ruas-ruas tulang
pinggang menahan sebagian besar berat tubuh dan banyak melekat otot-otot.
4. Lima ruas tulang kelangkangan (sacrum), yang menyatu,
berbentuk segitiga terletak dibawah ruas-ruas tulang pinggang.
5. Bagian bawah ruas tulang belakang disebut tulang ekor (coccyx),
tersusun atas 3 sampai dengan 5 ruas tulang belakang yang menyatu.
Foramen vertebra adalah cincin tipis tulang vertebra yang terdiri dari bagian
corpus, pediculus, dan lamina. Setiap segmen tulang belakang memiliki karakter
2
yang berbeda. Foramen vertebra dari kumpulan tiap level vertebra akan
membentuk canalis vertebralis, ruang dimana medulla spinalis berada.
2.3 Etiologi
Cauda equina syndrome disebabkan oleh penyempitan kanal tulang
belakang yang menyebabkan tertekannya akar saraf pada bagian bawah medula
spinalis. Banyak penyebab CES telah dilaporkan, termasuk herniasi, pecahnya
diskus intradural, stenosis tulang belakang sekunder untuk kondisi lain tulang
belakang, luka trauma, tumor primer seperti ependymomas dan schwannomas,
tumor metastasis, kondisi infeksi, malformasi arteri atau perdarahan, dan cedera
iatrogenik.1
Penyebab paling umum dari CES adalah sebagai berikut :1,3
Stenosis lumbalis
o Penyempitan ujung dari canalis spinalis dapat berasal dari perkembangan
abnormal atau proses degeneratif.
o Kasus-kasus berat dari spondylolistesis dan Paget disease dapat menjadi
cauda equina sindrom akibat inflamasi jangka panjang.
Trauma tulang belakang (termasuk patah tulang)
o Terjadinya fraktur yang menyebabkan subluxatio dapat menimbulkan
kompresi dari cauda equina.
o Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi dari cauda
equina.
o Manipulasi spinal menimbulkan subluxatio yang menyebabkan cauda
equina sindrom.
Hernia nukleus pulposus (penyebab 2-6 % kasus CES)
o Laporan insiden dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus
lumbal yang berkisar antara 1-15%.
o 90% dari herniasi diskus lumbal terjadi antara L4-L5 atau L5-S1.
o 71 % Kasus dari herniasi diskus menjadi cauda equina sindrom terjadi pada
pasien dengan riwayat Low Back Pain (LBP) kronik dan 30 %
perkembangan cauda equina sindrom merupakan gejala pertama dari
herniasi diskus lumbal.
o Laki-laki usia 40 sampai 50 tahun cenderung banyak menderita cauda
equina sindrom sebagai akibat dari herniasi diskus.
4
o Kebanyakan kasus dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus
yaitu masuknya partikel besar membentuk tonjolan material diskus, yang
diperkirakan sekitar satu per tiga dari diameter canalis.
Neoplasma (termasuk metastasis, astrocytoma, neurofibroma, meningioma dan
20 % dari semua tumor tulang belakang mempengaruhi daerah ini).
o Cauda equina sindrom dapat disebabkan oleh neoplasma spinal primer atau
metastase yang biasanya berasal dari prostat pada laki-laki.
o 96 % Dari cauda equina sindrom berasal dari perkembangan neoplasma
spinal yang segera ditandai dengan gejala nyeri yang berat.
o Penemuan terakhir termasuk kelemahan ekstermitas bawah berasal dari
keterlibatan dari radik ventral.
o Pasien biasanya menunjukkan gejala hipotonus dan hiporeflek.
o Kehilangan sensorik dan disfungsi spinchter sering ditemukan.
Schwannoma
Schwannoma adalah neoplasma berkapsul jinak yang secara struktur
identik dengan sinsitium dari sel schwan.
Pertumbuhan-pertumbuhan ini dapat timbul dari nervus perifer atau
nervus simpatis.
Schwannoma dapat dilihat menggunakan myelografi, tetapi standar
patokannya adalah MRI. Schwannoma menunjukkan gambaran
5
2.4 Epidemiologi
Angka kejadian cauda equina syndrome realtif cukup jarang, baik yang
disebakan oleh trauma maupun yang bukan disebakan oleh trauma di mana
dilaporkan hanya 4-7 kasus dari 10.000-100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan
sebagai laporan kasus karena kelangkaannya. Meskipun jarang terjadi, itu adalah
diagnosis yang harus diperhatikan pada pasien yang mengeluh sakit punggung
bagian bawah ditambah dengan keluhan neurologis, terutama gejala kencing.1
CES yang disebakan oleh trauma dapat terjadi pada segala usia. Sedangkan
CES yang bukan disebakan oleh trauma terjadi terutama pada orang dewasa yaitu
pada usia 40-50 tahunan dan lebih sering terjadi pada pria sebagai akibat dari
morbiditas bedah, penyakit sendi tulang belakang, metastase kanker, ataupun
abses epidural.1
7
2.5 Patofisiologi
CES mungkin akibat dari setiap lesi yang menekan akar saraf cauda equina.
Akar saraf ini sangat rentan terhadap cedera, apabila memiliki epineurium yang
kurang berkembang. Epineurium yang berkembang dengan baik dapat melindungi
cauda equina dari tegangan dan tarikan.4
Studi ini menunjukkan bahwa tidak hanya besar obstruksi tetapi panjang
dan kecepatan obstruksi juga penting dalam merusak wilayah CE. Hasil yang
sama dilaporkan dalam penelitian lain, di mana Takahashi et al melaporkan
penurunan aliran darah ke saraf segmen menengah ketika terdapat 2 titik tekanan
di sepanjang jalur saraf pada cauda equina.4
Penelitian lain telah mempelajari potensial aksi dalam segmen aferen dan
eferen saraf di wilayah CE setelah aplikasi kompresi balon. Para peneliti
melaporkan bahwa tekanan 0-50 mmHg tidak mempengaruhi potensial aksi (di
mana ambang batas untuk gangguan potensial aksi adalah 50-75 mmHg), dan
defisit yang signifikan terjadi ketika tekanan meningkat menjadi 100-200 mmHg.4
Nyeri punggung bawah (low back pain) dapat dibagi menjadi nyeri lokal
dan radikuler. Nyeri lokal umumnya dalam, timbul akibat iritasi jaringan lunak
tubuh dan tulang belakang. Sedangkan nyeri radikuler umumnya tajam, terasa
menusuk akibat kompresi akar saraf dorsal. Proyek nyeri radikuler sesuai
distribusi dermatomal. Low back pain pada CES mungkin memiliki beberapa
karakteristik khusus. Pasien dapat melaporkan tingkat keparahan atau pemicu
tertentu, seperti kepala berputar, yang tampaknya tidak biasa.1
Nyeri yang berat (severe pain) adalah temuan awal pada 96% pasien dengan
CES sekunder untuk neoplasma tulang belakang. Kelemahan motorik ekstremitas
bawah timbul akibat keterlibatan akar ventral. Selain itu, ekstremitas bawah
9
tampak hipotonia dan hiporeflexia serta timbul defisit sensorik dan disfungsi
sfingter.1
2.7 Diagnosis
Pada lebih 85% kasus, gejala dan tanda klinis CES berkembang dalam
waktu kurang dari 24 jam. Terdapat tiga variasi CES yang sudah diketahui :4
• Nyeri tungkai atau nyeri menjalar ke kaki yang bersifat akut atau
kronik
Pemeriksaan Fisik4
Radik Defisit
Nyeri Defisit motorik Defisit reflek
Saraf sensorik
Kelemahan quadricep
Penyusutan
Paha Medial ringan, fleksi
L2 Paha atas ringan
Anterior panggul, adduksi
suprapatella
paha
Kelemahan
Paha lateral Patella atau
L3 Paha bawah quadricep, ekstensi
anterior suprapatella
lutut, adduksi paha
Posterolateral, lutut
anterior tibia
Bulbocavernosus;
S3-5 Perineum Saddle Sphincter
anal
Pemeriksaan Penunjang4
X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin
dapat dilakukan dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran
adanya perubahan destruktif pada vertebra, penyempitan diskus intervertebralis
atau adanya spondilosis, spondilolistesis
Pemeriksaan urodinamik sangat berguna untuk menilai derajat dan sebab dari
disfungsi sphingter, sebaiknya pantau pemulihan dari fungsi kandung kemih
yang disebabkan oleh operasi dekompresi.
2.8 Penatalaksanaan
Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada CES.
Terapi umumnya ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.5
Medikamentosa5
• Agen vasodilator
• Agen anti-inflamasi
Pembedahan5
Pada beberapa kasus dari cauda equina sindrom, dekompresi segera dari
kanalis spinalis adalah pilihan terapi yang tepat. Tujuannya adalah untuk
memebebaskan tekanan saraf pada cauda equina dengan memindahkan alat-alat
yang mengkompresi dan meningkatkan ruang kanalis spinalis. Dulunya, pada
penderita cauda equina sindrom diyakini perlu dilakukan bedah segera dengan
dekompresi bedah selama 48 jam dari awal onset gejala.
Rehabilitasi Medik5
- Perawatan kulit
Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan pasien
memerlukan tirah baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor risiko
terjadinya ulkus dekubitus pada daerah-daerah tubuh tertentu yang mengalami
penekanan terus menerus. Usaha terhadap pencegahan penanganan dekubitus
harus dimulai segera setelah terjadinya cedera. Dasar perawatan adalah
membebaskan tonjolan tulang dari tekanan setiap 2-3 jam sekali.
- Lower Motor Neuron Bladder Training
Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif,
penekanan / pemijatan kandung kemih dengan mengejangkan otot-otot
abdomen dan diafragma yang tidak mengalami paralisis serta dibantu manual
kompresi (maneuver Crede) dapat dilakukan untuk membantu pengosongan
kandung kemih (pertama kali dilakukan 2 minggu setelah terjadinya cedera).
Bila ini gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi pengosongan kandung
kemih ( biasanya terjadi setelah 2-8 minggu). Dapat juga dilakukan usaha
dengan kateter intermiten setiap 4-6 jam untuk melatih pengosongan kandung
kemih secara efektif. Bila pengosongan kandung kemih sudah dapat terjadi,
maka usaha selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang
hari dan perawat membantu melakukan penekanan secara manual di malam
hari saat membalik posisi pasien. Setelah penderita menguasai tehnik
pengosongan kandung kemih ini dengan baik, maka frekuensi pengosongan
dapat diatur sendiri.
Fisioterapi5
Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada berbagai
macam program fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan sindrom
kauda equina dan tentunya tidak semuanya cocok diberikan untuk setiap pasien.
Jelas pemberian latihan ini disesuaikan dengan keadaan klinis pasien dan juga
gangguan neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut. Adapun program-
program tersebut antara lain:
16
1. Gerakan pasif.
Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif
dan full ROM, sekurang – kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk
mencegah terjadinya kontraktur, karena gerakan pasif tersebut memelihara
tonus dan panjang otot, serta melancarkan aliran darah dari ekstremitas inferior
yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya trombosis yang disebabkan
aliran darah biasanya ditempat tersebut sangat lambat.
2. Keseimbangan duduk.
Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat
saat mula-mula di pindah ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi pasien
dapat duduk tegak dengan baik. Paralisis otot-otot tubuh seringkali
mengganggu keseimbangan dan bagi pasien hal ini dirasakan sangan
mengganggu. Jika duduk tegak maka pasien akan merasakan gejala-gejala
seperti hipotensi antara lain pusing dan mual. Biasanya secara bertahap pasien
dapat menyesuaikan diri. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat digunakan tilt
table untuk membantu pasien membiasakan diri duduk tegak.
3. Berenang
Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena
akan membantu dan mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif
berfungsi. Ban dan jaket penyelamat dapat digunakan untuk pengaman dan
memperbesar rasa percaya diri pasien. Jika pasien ragu-ragu, maka terapis
dapat membantu dengan menyangga tubuh pasien pada tempat yang
sensoriknya masih berfungsi. Latihan renang ini dari sejak awalnya sudah
dapat dikembangkan menjadi salah satu latihan yang dapat menyenangkan
sekaligus sebagai suatu rekreasi.
4. Gym work
Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan sepenuhya
aktifitas otot-otot yang persyarafannya masih baik. Latihan dengan tahanan,
per dan beban, press up, dan memanjat dengan tali.
5. Mat work (senam lantai di matras),
17
Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis
kursi roda sangat tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan berat
badan dan ditentukan oleh kekuatan lengan (1,2,3). Tempat kaki yang dapat
dibuka dan berputar, ketinggian yang dapat diatur serta sandaran tangan yang
dapat dilepaskan merupakan bentuk standart.
Latihan mengendalikan kursi roda diberikan sampai pasien betul – betul
yakin akan kemampuannya. Antara lain latihan tersebut adalah bagaimana cara
– cara melintasi pintu, permukaan lantai yang tidak rata, kemiringan dari
“trotoar”. Kepada pasien juga diajarkan cara–cara mundur dengan baik.
9. Ortotik
Pada trauma medula spinalis daerah torako lumbal dapat diberikan torako
lumbal brace. Prinsip kerja ini alat ini adalah memberikan penekanan pada 3
buah titik yang dikenal dengan “three point pressure”. Penekanan tersebut
diberikan dibagian antero distal yang terletak diatas pubis, dibagian antero
proksimal pada sternum, sedangkan dibagian posterior tekanan diberikan pada
daerah thorax bagian distal hingga lumbal bagian proksimal yang berupa
“padding”.
Sedangkan pada trauma medula spinalis daerah torako lumbo sakral dapat
diberikan torako lumbo sakral brace (TLSO). Prinsip kerja alat ini untuk
menghambat gerakan tulang punggung kearak fleksi, ekstensi, laterofleksi.
“Frame dan padding” yang menahan otot – otot abdominal mulai dari
umbilikus sampai daerah supra pubis. Gambar menunjukkan salah satu bentuk
torako lumbo sakral brace yaitu Goltwait brace.
Lesi pada T12 – L1 mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik
mulai dari panggul ke bawah. Pada keadaan ini diperlukan pola jalan “swing
throuh” yang memerlukan energi 6 kali lebih besar dibandingkan keadaan
normal untuk setiap meternya. Pasien yang mampu berjalan dengan pola ini
dan dalam kecepatan yang cukup baik 60 m/menit sangat jarang.
19
2.9 Prognosis
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
Identitas Pasien
Nama : Pangihutan
Umur : 54 tahun
Suku : Batak
Agama : Islam
Anamnesis
KU : Nyeri pinggang
T : Hal ini telah dialami pasien sejak 1 tahun ini dan memberat dalam 3
minggu SMRS. Nyeri tidak dapat ditunjuk dengan 1 jari. Nyeri berkurang saat
berbaring dan memberat dengan pergerakan. Nyeri menjalar dari bagian pinggang
hingga ke kaki. Pasien juga mengeluh lemah pada saat berdiri dan berjalan. Pasien
tidak dapat buang air kecil sejak 2 hari ini. BAB dalam batas normal. Pasien juga
mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan tidak dapat ereksi sejak 2 hari ini.
Riwayat trauma disangkal. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Status Presens
TD : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 89 bpm
21
Leher:
Thoraks:
Peranjakan : 1 cm
Abdomen:
• I : Simetris
• P : Soepel, nyeri tekan epigastrium (+), H/L/R tidak teraba. Benjolan (-)
• P : Timpani
Ekstremitas:
Kanan Kiri
a. Brachialis + +
a. Radialis + +
Status Lokalisata
Tulang Belakang :
Ekstremitas Bawah :
Kanan Kiri
a. femoralis + +
a. popliteal + +
a. dorsalis pedis + +
- Move :
o Sistem motorik : 33333 / 33333
o Sistem neurologis : Saddle Anesthesia (+)
o Refleks fisiologis : +/+
o Refleks patologis : - /-
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb : 14.1 (13-16)
Hematokrit : 40 (39-54)
Faal Hemostasis
Waktu Protombin
Pasien : 15.7
kontrol : 13.90
INR : 1.13 (0.8-1.30)
APTT
Kimia Klinik
Glukosa Darah : 86
BUN : 10
Ureum : 21
Kreatinin : 0.78
Natrium : 136
Kalium : 3.4
Klorida : 102
Radiologi :
Thorax dewasa PA
- Aorta elongasi dan kalsifikasi
- Suspek bronkopneumonia DD/ : Proses spesifik
25
Kesan :
26
Diagnosa Banding
- Sidroma Kauda Ekuina
- Spondilosis
- HNP
- Spondilolistesis
- Stenosis Spiral
Diagnosis Kerja
Tatalaksana IGD
Rencana:
- MRI
27
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all.
Cauda equina and conus medullaris syndromes. March 2013. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#aw2aab6b2b4, 27
Oktober 2013.