Anda di halaman 1dari 14

Syndrome of Inappropriate Antidiuretic

Hormone Secretion (SIADH)

Oleh :

VISTA PADMA SARI 20100707360803001

MEGA UTARI 20100707360803002

BELLA DWI RAHAYU 20100707360803003

PRESEPTOR

dr. Yulson Rasyid, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI RSUD

M. NATSIR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

BAITURRAHMAH PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui
rangsang haus dan pengeluarannya melalui urin, secara hormonal hal ini diatur
oleh arginin vasopresin (AVP) sebagai ‘hormon anti diuretik’. SIADH
(Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion ) adalah sindrom yang
mekanismenya berlawanan dengan hal tersebut, karena gagalnya keluaran air
bebas melalui urin, kepekatan urin terganggu, hiponatremia, hipoosmolalitas dan
natriuresis. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian SIADH
adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135 mEq/L.
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang, survey
NIH , AS) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada
kurang dari 200.000 penduduk AS. Walau jarang pada pasien dewasa, pada anak
sering menyertai kondisi pasien dengan hipotonik normovolemia dan
hiponatremia. Angka insiden yang pasti sulit diketahui, karena penyakit ini
bersifat sementara atau kronis. Pada kondisi lain berhubungan dengan gejala efek
samping obat atau lesi pada paru atau sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi
cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia
lanjut dengan hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara
SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang
signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian SIADH meningkat bila pasien
menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada anak yang rawat
inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit dan
kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk
meningkatkan kesembuhannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pengertian dari SIADH (Syndrome of inappropriate


antidiuretic hormone secretion)?

2. Bagaimanakah etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan


diagnostik,penatalaksanaan, dan komplikasi pada pasien dengan SIADH
(Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion)?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Mampu memahami diagnosa pada pasien dengan SIADH (Syndrome of


inappropriate antidiuretic hormone secretion)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Memahami Definisi SIADH

b. Memahami Etiologi SIADH

c. Memahami Manifestasi Klinis SIADH

d. Memahami Patofisiologi SIADH

e. Memahami Pemeriksaan Diagnostik pada SIADH

f. Memahami penatalaksanaan pada SIADH

g. Memahami Komplikasi SIADH


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI
SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik
atau yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter
syndrome. SIADH dapat didefiisikan sebagai Gangguan produksi hormon
antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia. SIADH adalah
suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh ketidakmampuan
ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal dari
hipofisis posterior.1
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan
pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam
tingkat yang lebih ringan. 2
SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena ekresi ADH yang
berlebihan dari lobus posterior dan dari sumber ektopik yang lain.3
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan
pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam
tingkat yang lebih ringan.2
SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah
gangguan pada hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan pelepasan
ADH dari hipofisis posterior.4

2.2 ETIOLOGI
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan
gangguan hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan
kelenjar hipofise dalam memproduksi hormone).1 Pada kasus lainnya, missal:
beberapa keganasan (ditempat lain dari tubuh) bisa merangsang produksi
hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus lainnya seperti
dibawah ini:5
a. Kelebihan vasopressin
b. Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun
trauma pada otak.
c. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin
(vinuristin, cisplatin, dan ocytocin)
d. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi
pituitary anterior
e. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma
pancreatic yang dapat mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
f. Cidera Kepala
g. Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
h. Obat- obatan seperti
a. cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)
b. Carbamazepine (obat anti kejang)
c. Tricilyc (antidepresan)
d. Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).
i. Meningitis
j. Kelebihan ADH

Faktor Pencetus :
a. Trauma Kepala
b. Meningitis.
c. Ensefalitis.
d. Neoplasma.
e. Cedera Serebrovaskuler.
f. Pembedahan.
g. Penyakit Endokrin.

2.3 MANIFESTASI KLINIS


Gejala yang sering muncul adalah:6
1. Hiponatremi (penurunan kadar natrium )
2. Mual, muntah, anorexia, diare
3. Takhipnea
4. Retensi air yang berlebihan
5. Letargi
6. Penurunan kesadaran sanpai koma.
7. Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma , menyebabkan produksi
urine yang kurang terlarut.
8. Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan
9. Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular
Menurut Sylvia (2005). Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan
SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu
dilakukan pemeriksaan tingka osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin,
Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas pengisian cairan:
1. Na serum >125 mEq/L.
a. Anoreksia.
b. Gangguan penyerapan.
c. Kram otot.
2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.
a. Sakit kepala, perubahan kepribadian.
b. Kelemahan dan letargia.
c. Mual dan muntah.
d. Kram abdomen.
3. Na serum < 1115 mEq/L.
a. Kejang dan koma.
b. Reflek tidak ada atau terbatas.
c. Tanda babinski.
d. Papiledema.
e. Edema diatas sternum.

2.4 PATOFISIOLOGI
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes
ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan
ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume
dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi

Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus


ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan
hiponatremi delusional.Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam
urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap,akibatnya urin menjadi
pekat. Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi
ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh
ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.7

Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan


tubuh dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme
patofisiologi yang bertanggung jawab akan SIADH , yaitu
a. Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini
disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom
guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat
atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif pernafasan juga
akan mengalami SIADH.
b. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik
– hipofisis , yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).
c. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan .
bermacam-macam obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan
ADH . obat-obat tersebut termasuk nikotin , transquilizer, barbiturate,
anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid , obat-obat hipoglikemia,
asetominofen , isoproterenol dan empat anti neoplastic : sisplatin,
siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.3

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal
terhadap Na)
2. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na
dan Kalium sedikit.
3. Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun,tergantung ion mana yang
hilang dengan DNA.
4. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH
dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis
urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.
5. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya: kelebihan
cairan melawan dehidrasi.
6. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi
natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L.
7. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.
8. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
9. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia,
hipokalemia, peningkatan natrium urin.7

2.6 PENATALAKSANAAN
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus yang
mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3% tepat di
gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi.
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:8
1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang
ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH,
misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan
adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi
masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa
sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-
gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal
cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan
tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan
yang cermat masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
dan dukungan emosional.
Rencana non farmakologi
a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
b. Pembatasan sodium
Rencana farmakologi
a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik
saline 3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan
peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload)
cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh
kegagalan jantung kongestif.
Pengobatan khusus = prosedur pembedahan
Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH
bersal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk
menghilangkan tumor tersebut.
Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :7
a. Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di
programkan untuk membantu pasien merencanakan masukan cairan
yang diizinkan(menghemat cairan untuk situasi social dan rekreasi).
b. Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu,
gunakan diuretic secara kontinyu.
c. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
d. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah,
anoreksia segera lapor dokter.
e. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial
efek samping.
f. Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.
g. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala
sampai sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih
parah,maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH
di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan larutan natrium
klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium plasma.
Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik,maka terapi untuk
menghilangkan tumor tersebut.

2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:9
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai
normal urea dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah.
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada
nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat
dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan
sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik
yang tidak semestinya.
2. overload tipe hipotonik
Lazim disebut “Keracunan Air”. Ketidakseimbangan cairan tubuh
dimana seluruh tubuh akan berada dalam keadaan hipotonik, disertai
dengan osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan
ekstraseluler akan pindah ke kompartemen intraseluler. Terjadi expansi air
berlebihan diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit berkurang
karena dilusi (rendahnya elektrolit serum). Dalam kondisi berpindahnya
cairan seperti ini, tubuh sangat sulit mengkompensasinya. Faktor penyebab
tubuh menjadi overload hipotonik adalah SIADH (kumpulan gejala karena
malfungsi hormon antidiuretik)
3. Penurunan Osmolaritas (plasma)
Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L.
Sementara penurunan osmolaritas plasma terjadi akibat Kerja hormon
ADH yang berlebihan dan gangguan pada ginjal dalam meekskresikan
cairan.Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke
intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema
otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang dapat
menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.
4. Hipokalemia
Nilai norman kalium dalam darah adalah (3,5 - 5,0 MEQ/L).
Penyebab utama kehilangan kalium adalah penggunaan obat-obatan
diuretik yang juga menarik kalium misalnya: tiazid dan furosemid)
(Tamsuri anas 2009).
5. Hipomagnesemia
Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 – 2,1 Mg/l).
Hipomagnesemia dapat terjadi karena penggunaan beberapa obat dalam
jangka waktu lama (diuretik, siplantin) (Tamsuri anas 2009).
Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan agak
mirip. Pada banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi SIADH kurang jelas
dan sulit dibedakan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

SIADH ditandai oleh peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis


posterior.Peningkatan pengeluaran ADH biasanya terjadi sebagai respon
terhadap peningkatan osmolalitas plasma (penurunan konsentrasi air plasma)
atau penurunan tekanan darah.Penyebabnya adalah
cedera,pembedahan,tumor-tumor si luar SSP terutama karsinoma
bronkogenik.Tanda-tanda : Retensi urine,penurunan pengeluaran urine,mual
dan muntah yang semakin parah seiring dengan intoksikasi air.

5.2 Saran
Bagi penderita SIADH yang masih ringan,retriksi cairan cukup
dengan pembatasan cairan dan pembatasan sodium.Dan penderita dianjurkan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dan mengikuti prosedur diit yang
dianjurkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gill G, Huda B, Boyd A, Skagen K, Wile D,


Waston I, et el. Characteristics and mortality of severe hyponatremia – a
hospital-based study. Clin Endocrinol (Oxf) 2014;65:246-9.
2. Raftopoulus H. Diagnosis and management
of hyponatremia in cancer patient. Support care cancer 2010;15:1341-7.
3. Milionis HJ, Liamis GL, Elisaf MS. The
hyponatremia patient a systemic approach to laboratory diagnosis. JAMC
2012;166(8):1056-62.
4. Siregar P. frekuensi kejadian hyponatremia
pada pasien usia lanjut yang rawat inap di rumah sakit siloam, lippo-
karawaci, Tangerang, forthcoming 2012.
5. Berghmans T, Peasmans M, body JJ.A
prospective study on hyponatremia in medical cancer patient: epidemiology,
aetiology and differential diagnosis. Support care cancer 2010;15:1341-7.
6. Hines RL, Marschall KE. Fluid,
Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam Handbook for Stoelting’s
Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed. Philadelphia: Elsevier Inc. 2013;
18: h.216 – 230.
7. Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan
Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Jakarta: Indeks; 2010. 6 (5) : h.272 – 98.
8. Gross P,D, Reimann D, Henschkowski J,
Damian M. Treatment of severe hyponatremia : convetional and novel
aspects, J Am Soc nephrol 2010;12:S10-14.
9. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam
Clinical Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Cambridge: Cambridge
University Press.2012;1:h.1–10.

Anda mungkin juga menyukai