Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Jihad dan terorisme adalah dua istilah yang akhir-akhir ini
menjadi fokusperhatian dunia internasional. Masyarakat dunia
internasional berasumsi bahwa kedua istilah tersebut–yang berwujud
menjadi gerakan beberapa kelompok aktivis yang ada dalam Islam adalah
dua sisi yang yang tidak dapat dipisahkan. Penguasa negaranegara Barat
(Amerika dan Eropa) yang diprakarsai oleh Pemerintah Amerika Serikat
(Bush Yunior) dan Inggris (T. Blaire) bersama sekutunya (Eropa) telah
memvonis bahwa jihad dan terorisme dalam Islam adalah satu dokrtin
yang wajib dilaksanakan dalam menghadapi musuh-musuh Islam
(Ba’abduh, 2005:61).

Masyarakat muslim internasional, pada umumnya, menyangsikan apa


benar terorisme adalah salah satu implementasi dari jihad? Tokoh
fungsionaris organisasi masyarakat dan kelompokkelompok aktivis Islam
berbeda pendapat dalam menanggapi dan menyingkapi wacana yang
krusial ini, baik yang ada di negara Islam Timur Tengah, maupun yang ada
di Indonesia. Bahkan sejak dunia memasuki abad modern, term jihad
banyak didiskusikan secara ilmiah, baik oleh para akademisi, maupun oleh
para aktivis gerakan Islam. Jika diperhatikan, istilah jihad dan terorisme
sangat berbeda. Jihad dari bahasa Alquran (Arab) memiliki makna baik,
sementara terorisme berasal dari bahasa Latin (Eropa) yang bermakna
mengancam, menakutkan, dan tercela. Namun dalam wacana politik,
pemaknaan dan gerakan dapat dipertemukan, terletak dari siapa atau
kelompok mana yang menafsirkan dan berkepentingan dengannya.
Berdasarkan uraian di atas, masalah pokok yang akan dikaji dalam
tulisan ini adalah bagaimana jihad dan terorisme dalam perspektif hukum

1
Islam? Permasalahan ini akan dikaji dengan menggunakan pendekatan
hukum Islam.

1.2 BATASAN MASALAH


1.2.1 Pengertian Islam, Teroris dan Islam
1.2.2 Pandangan Islam terhadap Jihad dan Terorisme
1.2.3 Upaya pemberantasan terorisme

1.3 RUMUSAN MASALAH


1.3.1 Pengertian Islam, Jihad dan Terorisme
1.3.2 Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya terorisme?
1.3.3 Bagaimana pandangan Islam terhadap Terorisme?
1.3.4 Bagaimana kedudukan jihad sebagai medium perlawanan dengan
cara terorisme?
1.3.5 Bagaimana upaya pemberantasan terorisme?

1.4 TUJUAN PERMASALAHAN


1.4.1 Mengetahui pengertian Islam, Jihad dan Terorisme
1.4.2 Mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya Terorisme
1.4.3 Mengetahui pandangan Islam terhadap Terorisme
1.4.4 Mengetahui kedudukan jihad sebagai medium perlawanan dengan
cara terorisme
1.4.5 Mengetahui upaya pemberantasan terorisme

1.5 MANFAAT PENELITIAN


1.5.1 Manfaat bagi penulis :
1. Penulis dapat terlatih mengembangkan keterampilan membaca
yang efektif karena sebelum menulis karya ilmiah, ia mesti

2
membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik
yang hendak dibahasa.

2. Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai


sumber, mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat
pemikiran yang lebih matang.

3. Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan, seperti


mencari bahan bacaan dalam katalog pengarang atau katalog judul
buku.
1.5.2 Manfaat bagi pembaca :
1. Pembaca dapat mengetahui, memahami konsep dasar penulisan
karya ilmiah.
2. Pembaca dapat mengetahui dan memahami naskah ilmiah, jenis-
jenis dan ciri-ciri serta syarat-syarat dalam penulisan karya ilmiah.
3. Pembaca dapat mengetahui, memahami dan mampu
mengimplementasikan teori, konsep dan langkah-langkah penulisan
karya ilmiah dan unsur-unsurnya.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Pada kerja ilmiah ini, akan dijelaskan hasil penelitian dimulai dengan bab

pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,. Dilanjutkan dengan bab

ke dua yang berisi tentang pembahasan dari rumusan masalah yang

terdiri dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh ahli

3
BAB II
KAJIAN MATERI

2.1 PENGERTIAN ISLAM,JIHAD DAN TERORISME


2.1.1 Islam
a. Islam secara Harfiyah
Pengertian Islam secara  harfiyah artinya damai, selamat, tunduk,
dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L
(lam), M (mim) yang bermakna dasar “selamat” (Salama).
Dari pengertian Islam secara, dapat disimpulkan Islam  adalah
agama yang membawa keselamatan hidup di dunia dan di akhirat
(alam kehidupan setelah kematian).
Islam juga agama yang mengajarkan umatnya atau pemeluknya
(kaum Muslim/umat Islam) untuk menebarkan keselamatan dan
kedamaian, antara lain tercermin dalam bacaan shalat --sebagai
ibadah utama-- yakni ucapan doa keselamatan "Assalamu'alaikum
warohmatullah" (‫ ةُ هللا‬/‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َم‬
َّ ‫ )ال‬--semoga keselamatan dan
kasih sayang Allah dilimpahkan kepadamu-- sebagai penutup
shalat.
b. Islam menurut istilah
Menurut istilah, Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada
wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul
khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan
juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing

4
umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia
akhirat.
Secara istilah juga, Islam adalah agama terakhir yang
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai
Nabi dan utusan Allah (Rasulullah) terakhir untuk umat manusia,
berlaku sepanjang zaman, bersumberkan Al-Quran dan As-Sunnah
serta Ijma' Ulama.

2.1.2 Jihad
a. Pengertian Jihad menurut bahasa
Makna jihad menurut bahasa di ambil dari bahasa Arab
yaitu kata juhdun yang berarti sebuah “kekuatan” dan jahada
yang berarti sebuah “usaha” yang jika dijelaskan berarti
pengertian dari jihad adalah sebuah usaha untuk mencapai
jalan kebenaran sesuai yang diyakini dengan seluruh
kemampuan dan kekuatan diri. Adapun beberapa pengertian
tentang jihad yang di sampaikan oleh sahabat Nabi
Muhammad Saw yaitu Ibnu Abbas bahwa jihad memiliki arti
mencurahkan segala kemampuan dan kekuatan serta berusaha
untuk membela ALLAH SWT dari hinaan atau cercaan orang
lain atau agama lain dengan niat dan cara yang benar menurut
agama islam. Dua pengertian tersebut memang masih terlihat
rancu dan ambigu jadi di perlukan kebijakan dalam
memaknainya.

b. Pengertian jihad menurut istilah

Memiliki sebuah arti yang cukup luas yaitu bisa dalam


bidang apapun seperti mencari nafkah di jalan yang benar dan
di ridhoi ALLAH SWT dan dalam bidang berperang terhadap
orang kafir atau orang yang memusuhi agama Islam dan jauh
dari rahmat Tuhan tentu saja dengan langkah dan jalan yang

5
sesuai dengan syariat Islam. Menurut Ibnu Taimiyah
hakikatnya sebuah jihad ialah mencurahkan segala kemampuan
dan seluruh jiwa raga untuk selalu berada di jalan kebenaran
baik melawan kejahatan maupun lainnya dengan niat dan
tujuan yang hanya pada keridhoan ALLAH SWT.
Secara umum makna jihad tidak hanya di sandarkan pada
perjuangan di dalam berberang atau urusan dengan kemiliteran
tetapi bisa berarti untuk kehidupan sehari-hari kita seperti
melawan hawa nafsu dalam segala bidang baik membelanjakan
harta kekayaan, nafsu terhadap lawan jenis maupun
lainnya.dalam kitab Al-Qur’an tercatata kata jihad tidak kata
perang tetapi juga tentang kehidupan sehari-hari maka dari itu
jangan selalu mengaitkan jihad dengan sesuatu yang buruk
pada hal makna dari kata jihad bisa di bilang cukup baik untuk
di lakukan khususnya bagi orang yang menginginkan pahala
dan rahmat dari Tuhan kita yaitu ALLAH SWT. Pengertian
jihad secara khusus memanglah berperang melawan kekafiran
dan membela jalan kebenaran tetapi tetap disandarkan pada
syariat Islam yang sudah di berikan oleh Nabi Muhammad
Saw jadi tetaplah berfikiran bijak dan luas dalam
memaknainya.
2.1.3 Terorisme

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan


membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat.
Aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan, seperti
waktu pelaksanaannya yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa

yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.

Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk

6
kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan

bersenjata yang dikenal, atau tidak menuruti peraturan angkatan

bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa

serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan

dan tidak memiliki justifikasi.

Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan


"teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri
mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang
salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran
dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah
jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil
padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri
sering tampak dengan mengatasnamakan agama

Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad, Jihad


dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang
terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan
Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan
sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh
kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum
Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta
kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran). Perang yang
mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah
Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan
Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah
yang aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian
mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang
bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.

7
2.2 FAKTOR FAKTOR TERJADINYA TERORISME
1. Jauh dari tuntunan syari’at Allah

Jauh dan berpaling dari syari’at Islam adalah sebab kebinasaan dan
kesengsaraan. Allah berfirman QS. Thaha 123-124.

Maka, meninggalkan tuntunan dan aturan agama, serta tidak


menerapkannya dalam kehidupan adalah sebab kesengsaraan dan
kesesatan, yang terorisme terhitung sebagai bagian kesengsaraan yang
menimpa manusia.

2.  Jahil terhadap tuntunan syari’at dan sedikitnya pemahaman agama

Kejahilan adalah penyakit dan kejelekan yang sangat berbahaya.


Darinyalah lahir berbagai fitnah, kerusakan, dan malapetaka.

Dari kenyataan yang ada, kita melihat berbagai aksi terorisme dengan
mengatasnamakan agama, padahal kenyataannya hal tersebut muncul
dari sedikitnya pemahaman terhadap agama yang benar.

3.  Sikap ekstrem

Sikap ekstrem ini adalah sumber kerusakan dan penyimpangan. Ibnu


Qayyim berkata, “tidaklah Allah memerintah dengan suatu perintah,
kecuali syaitan mempunyai dua sasaran aksi perusakan (terhadap
perintah Allah tersebut), apakah untuk menelantarkan dan menyia-
nyiakan, atau untuk berlebihan dan ekstrem. Agama Allah (terletak di)
pertengahan, antara yang menyepelekan padanya dan yang ekstrem.”

Ekstrem dalam penegakan jihad di jalan Allah sehingga mereka


mengobarkan jihad bukan pada tempatnya, yang sama sekali tidak
dituntunkan dalam syari’at.

4. Jauh dari tuntunan ulama

Sesungguhnya para ulama mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di


tengah umat, dan telah dipuji dan dijelaskan keutamaan mereka dalam

8
berbagai nash ayat maupun hadis. Oleh karena itu, kita diperintah untuk
merujuk kepada mereka dalam segala urusan.

5. Mengikuti ideologi menyimpang

Salah satu penyebab utama timbulnya terorisme adalah kerusakan dan


kesesatan pemikiran, serta samarnya kebenaran terhadap kebatilan para
pelaku terorisme tersebut.

Kerusakan ideology ini muncul karena beberapa faktor pokok:

a. Keberadaan kerancuan dalam manhajut talaqqi ‘metode pengambilan


ilmu’.
b. Mengambil nash secara tekstual tanpa fiqih yang mendalam, tidak
menggunakan kaidah-kaidah pemetikan/penyimpuan hukum sebuah
dalail, tidak memperhitungkan pemahaman ulama dalam masalah
tersebut dan tidak pernah menoleh pada alasan-alasan manusia yang
kadang terjatuh kedalam sebuah kesalahan karena udzur syar’i.
c. Perang pemikiran dan tipu daya iblis yang menjangkit di tengah umat.
d. Mengikuti hawa nafsu.

6. Hizbiyah terselubung

Hizbiyah yang menjamur pada kelompok, yayasan, organisasi,


golongan, dan jamaah-jamaah yang menisbatkan dirinya kepada Islam
adlah penyakit dan malapetaka yang sangat besar bagi siapa saja yang
terjerembab ke dalamnya.

Bentuk-bentuk hizbiyah yang pondasinya dibangun di atas dasar


kecenderungan terhadap perselisihan dan perpecahan, keluar dari
jamaah kaum muslimin, serta membangun ikatan loyalitas untuk diri,
kelompok, atau jamaahnya adalah suatu hal yang tercela dalam Al-
Qur’an dan As-sunnah.

7. Tersebarnya buku-buku yang memuat ideologi terorisme

9
Para penganut pemikiran menyimpang sangat antusias melariskan
mpemikiran dan racun mereka pada segala kesempatan.  Penulisan
buku-buku agama termasuk sarana yang sangat mereka manfaatkan
dalam hal tersebut.

8. Paham khawarij

Beberapa ciri pokok paham khawarij sehingga bahaya dapat diketahui


dan dijauhi.

a. Melakukan pembangkangan dan pemberontakan terhadap para


penguasa Muslim, dan tidak menaatinya walaupun dalam hal yang
ma’ruf.
b. Mengkafirkan pelaku dosa besar.
c. Memanas-manasi hati masyarakat untuk membenci penguasa
dengan menyebut kejelekan penguasa dan mencerca penguasa itu.
d. Mengkafirkan secara mutlak orang yang berhukum dengan selain
hukum Allah.
e. Mengkafirkan pemerintah dengan alasan bahwa pemerintah
menelantarkan jihad.
f. Melakukan aksi peledakan dan pengeboman.
g. Membolehkan membunuh aparat pemerintah.
9. Kerusakan media massa

Media masa terhitung sebagai sarana yang paling banyak


mempengaruhi pemikiran, akhlak dan kehidupan manusia.

Kita melihat bahwa kebanyakan pemberitaan media masa telah menjadi


tunggangan syaitan dalam menyebarkan fitnah, kesesatan, dan
kerusakan ditengah manusia.

10.  Diletakkannnya berbagai rintangan terhadap dakwah yang haq

10
Memunculkan rintangan terhadap dakwah yang benar, seperti tuduhan-
tuduhan jelek yang tertuju pada umat Islam secara umum atau
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menyudutkan umat Islam akan
menyebabkan kemunculan terorisme.

2.3 PANDANGAN ISLAM TERHADAP TERORISME


Hampir semua pemuka Islam menolak adanya pengkaitan antara Islam
dengan Terorisme. Ajaran Islam dipandang mengajarkan perdamaian dan
bukan terorisme. Terlepas dari penolakan label terorisme itu, realitas
menunjukan bahwa ada kelompok-kelompok di dalam Islam yang
menggunakan simbol Islam di dalam mencapai tujuannya, termasuk
melalui cara-cara terorisme.

Pelanggaran-pelanggaran hukum jihad Islami yang dilakukan teroris:

Konsep jihad, dalam pandangan kiai dan santri, seringkali dipahami


dalam dua pengertian. Pertama, dalam pengertian bahasa yaitu
mencurahkan kemampuan dan melawan musuh. Kedua, dalam pengertian
teologi, yakni pengertian jihad dalam konsep hukum Islam, baik yang di
dasarkan pada Al-Qur’an, As-Sunnah, atau Ijma’ para ulama.

Pelanggaran-pelanggaran hukum jihad Islami yang dilakukan teroris:

1. Jihad yang ditujukan kepada diri sendiri yang dimaksudkan untuk


mendekatkan diri kepada Allah

Inti jihad sebenarnya adalah mencurahkan kemampuan secara


sungguh-sungguh di jalan Allah. Jihad semacam ini adalah semua
perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh dengan tujuan
untuk mencapai keridhaan dan kedekatan dengan Allah SWT.

2. Berjihad melawan hawa nafsu

11
Dikatakan jihad akbar karena berlakunyasepanjang massa,
sepanjang umur yang melekat pada diri sendiri. Oleh karena itu,
bentuk jihad bergantung pada kontekssituasi yang melingkupi
seseorang, sehingga setiap orang memiliki jihad masing-masing.

“Bukankah Rasulullah pernah berkata ketika pulang dari suatu


perang, bahwa kita baru selesai dari perang (jihad) kecil, dan akan
menghadapi perang yang lebih besar, yaitu perang melawan hawa
nafsu”.

3. Berjihad melawan setan dengan cara tidak menaatinya

Jalan Allah bagi sebagian orang sangat berat untuk dilalui,


sebaliknya jalan setan sangat mudah untuk dilalui karena
menjajikan berbagai kenikmatan duniawi. Disinilah letak
pentingnya konsep jihad dalam pengertian melawan setan, karena
kaum muslimin harus mengerahkan semua kemampuannya dengan
sungguh-sungguh untuk melawan hawa nafsunya.

4. Melawan orang-orang kafir dengan argumen dan hujjah

Konsep jihad bagi orang Islam adalah mematahkan argumen-


argumen orang kafir yang memojokan ummat Islam. Jadi, seorang
Muslim yang sedang mempersiapkan dirinya untuk memahami
ayat-ayat Al-Qur’an maka ia juga sebenarnya dalam rangka
berjihad di jalan Allah.

Jihad melawan orang kafir terbagi dua bentuk: jihad difa’


(defensive / membela diri) dan jihad tholab (ofensif / memulai
penyerangan lebih dulu), adapun yang dilakukan oleh para Teroris
tidak diragukan lagi adalah jihad ofensif, sebab jelas sekali mereka
yang lebih dulu menyerang, bahkan menyerang orang yang tidak
bersenjata. Dalam jihad defensif, ketika umat Islam diserang oleh
musuh maka kewajiban mereka untuk membela diri tanpa ada
syarat-syarat jihad yang harus dipenuhi. Namun untuk ketegori

12
jihad ofensif terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi
sebelum melakukan jihad tersebut. Disinilah salah satu perbedaan
mendasar antara jihad dan terorisme. Bahwa jihad terikat dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah Ta’ala dalam syari’at-
Nya, sedangkan terorisme justru menerjang aturan-aturan tersebut

5. Berjihad melawan para pendukung kesesatan dengan cara


memeranginya

Syarat pendukung kesesatan yang diperangi yaitu: pertama, para


pendukung kesesatan itu nyata-nyata telah melakukan penyerangan
terhadap kaum Muslim. Kedua, perang yang dilancarkan terhadap
para pendukung kesesatan itu tidak membawa mudlarat yang lebih
besar. Jika perang dilakukan hanya akan membawa kebinasaan
bagi kaum muslimin sendiri karen kekuatan yang tidak seimbang,
maka perang terhadap pendukung kesesatan bukanlah pilihan
terbaik karena membawa mudlarat yang lebih besar.

2.4 JIHAD SEBAGAI MEDIUM PERLAWANAN DENGAN CARA


TERORISME

Spektrum jihad dalam ajaran Islam sebetulnya sangat luas. Namun


dalam kenyataan tidak jarang orang melakukan simplikasi makna jihad
semata-mata untuk dijadikan alat pembenar bagi tindakannya yang
justru melenceng dari makna jihad itu sendiri. Dalam bahasa Arab
sendiri, kata jihad mempunyai akar kata ja-ha-da yang mengandung
arti bersungguh-sungguh, berusaha keras dan berjuang melaksanakan
atau mencapai sesuatu. Oleh karena itu, dalam masyarakat Arab lama,
sumpah, janji atau akad penting/sakral disebut dengan jahda al-
aiman yang berarti “harus ditegakkan dengan sungguh-sungguh.”
Pada awal pewahyuan Alquran, istilah jihad mengisyaratkan makna
pengorbanan dan perjuangan manusia dalam hubungannya dengan

13
Tuhannya yang tidak selalu berarti konfrontasi fisik dengan musuh
yang jelas, walaupun alternatif ini lebih dominan dalam ayat-ayat
tentang jihad dan qital selanjutnya.
Dalam periode Mekah, Nabi berjihad melalui tindakan persuasif
dengan memperingatkan masyarakat Mekah tentang kekeliruan
penyembahan berhala dan sebaliknya menyeru mereka menyembah
Allah. Sebaliknya dalam ayat-ayat Madaniah jihad sering diekspresikan
dalam pengertian “mengerahkan segenap upaya untuk berperang
dimedan tempur.” Seperti dalam QS al-Taubah (9): 41 sebagai berikut:
...ِ ‫ا ْنفِرُوا ِخفَافًا َوثِقَااًل َو َجا ِهدُوا بِأ َ ْم َوالِ ُك ْم َوأَ ْنفُ ِس ُك ْم فِي َسبِي ِل هَّللا‬
Terjemahnya:
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun
merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah…
Pengasosiasian jihad dengan perang juga terlihat dalam sekian
hadis-hadis Nabi misalnya menyangkut keutamaan jihad:
ِ ِ‫ب‬m ‫ ِد فِي َس‬m‫صلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل َمثَ ُل ْال ُم َجا ِه‬
‫يل‬ َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫أَ َّن أَبَا هُ َر ْي َرةَ قَا َل َس ِمع‬
‫أ َ ْن‬mِ‫بِيلِ ِه ب‬m‫هَّللا ِ َوهَّللا ُ أَ ْعلَ ُم بِ َم ْن يُ َجا ِه ُد فِي َسبِيلِ ِه َك َمثَ ِل الصَّائِ ِم ْالقَائِ ِم َوتَ َو َّك َل هَّللا ُ لِ ْل ُم َجا ِه ِد فِي َس‬
‫يَت ََوفَّاهُ أَ ْن يُ ْد ِخلَهُ ْال َجنَّةَ أَوْ يَرْ ِج َعهُ َسالِ ًما َم َع أَجْ ٍر أَوْ َغنِي َم ٍة‬
Artinya:
Sesungguhnya Abu Huraerah mengatakan bahwa aku telah
mendengar Rasulullah saw bersabda: perumpamaan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
berjihad dijalan-Nya. Bagaikan orang-orang yang berpuasa disiang hari
dan shalat malam dimalam hari. Maka Allah berpasrah bagi para
mujahid dijalan-Nya kalau Ia (Allah) mewafatkannya maka Allah akan
memasukkannya ke Surga atau Allah akan mengembalikannya (dari
peperangan) dalam keadaan selamat dengan menyandang upeti atau
harta rampasan. 

Karena itu, jumhur ulama berpendapat, kewajiban jihad dapat


ditunaikan dalam empat bentuk; dengan hati, lidah, tangan dan pedang.

14
Jihad bentuk pertama berkenaan dengan perlawanan terhadap iblis dan
rayuannya kepada manusia untuk melakukan kejahatan; jihad internal,
jihad melawan hawa nafsu dipandang sangat penting, sehingga
disebut al-jihad al-akbar. Jihad jenis kedua dan ketiga dijalankan
terutama untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran.
Jihad jenis keempat sama artinya dengan perang dan berkenaan dengan
pertempuran melawan orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam.
Adapun hukum jihad - dalam arti perang- adalah fardu kifayah,
yang berarti bahwa apabila sudah terdapat satu unsur dari (individu)
kelompok kaum muslimin yang menanganinya secara optimum, maka
unsur-unsur lainnya sudah bebas dari tuntutan. Akan tetapi jika ternyata
belum ada yang menanganinya sedangkan unsur-unsur dari kelompok
tersebut mampu dan menguasai tugas tersebut, maka semuanya berdosa.
Meskipun perang itu fardu kifayah, namun dalam situasi tertentu
berperang itu dapat meningkat menjadi fardu
ain seperti: pertama, apabila kita berada dalam pertempuran, maka
setiap individu diharamkan mengundurkan diri, kedua, apabila musuh
menyerang dan mengepung wilayah kita, maka setiap orang wajib
mempertahankannya, dan ketiga, apabila komandan pasukan telah
mengumumkan seruan umum untuk berperang.
Masalah jihad telah mendapat perhatian para fuqaha muslim sejak
masa paling awal dalam perumusan fiqh. Kitab al-Muwattha oleh Imam
Malik bin Anas dan kitab al-Kharaj oleh Abu Yusuf (Ya’kub bin
Ibrahim al-Anshari) merupakan literatur pertama yang membahas
ketentuan fiqhiyahjihad secara rinci. Dan sejak masa-masa
pembentukan doktrin fiqh ini istilah jihad secara alamiah diartikan
sebagai perang yang memperluas ranah kekuasaan dan pengaruh Islam.
Sejarawan dan ahli tafsir Islam al-Tabari, mengemukakan bahwa
terdapat ayat-ayat Alquran yang memberikan justifikasi untuk
melakukan jihad dengan tujuan membuat dunia tahu tentang jalan ilahi,
sehingga manusia dapat mengikuti kemauan Tuhan sebagaimana

15
disampaikan melalui Islam. Di sini jihad dipandang hampir sama atau
berkaitan dengan dakwah Islam.
Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, jihad lebih berkaitan
dengan politik ketimbang dakwah. Ibnu Taimiyah misalnya
berpandangan bahwa kekuasaan politik merupakan kebutuhan tak
terelakkan bagi kehidupan sosial. Tugas menegakkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran hanya bisa ditunaikan sepenuhnya dengan
kekuasaan politik. Bagi Ibnu Taimiyah jihad begitu penting sehingga ia
sampai pada kesimpulan subtansi agama adalah shalat dan jihad.
Lain lagi Ibnu Khaldun, beliau menyatakan bahwa merupakan
tugas pokok raja untuk melancarkan jihad terhadap musuh-musuh
Allah. Bahkan tugas ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk
mewujudkan universalisme Islam.
Salah satu ciri yang menonjol dari berbagai pemikiran tentang
jihad pada abad pertengahan ini adalah bahwa, konsep-konsep yang ada
bertujuan mengungkapkan ketentuan-ketentuan syariah tentang hal ini,
khususnya dalam hubungannya dengan politik. Karena otoritas syariah
tetap dominan, tidak ada kebutuhan untuk melakukan justifikasi dan
rasionalisasi atas pemikiran jihad. Karenanya pemikiran jihad abad
pertengahan lebih cenderung legalistik.
Sebaliknya dimasa modern, ketika kaum muslimin dihadapkan
dengan tantangan militer, intelektual dan kultural Barat, pemikiran
tentang jihad yang dikemukakan berbagai pemikir muslim modern
cenderung kurang legalistik. Sebaliknya mereka memberikan banyak
justifikasi dan rasionalisasi terhadap konsep-konsep jihad. Tegasnya,
terdapat dua macam bentuk pembahasan modern tentang jihad. Yang
pertama adalah revolusioner yang berusaha membuktikan bahwa jihad
merupakan metode yang absah untuk mencapai cita-cita Islam. Yang
kedua adalah apologetik, yang bertujuan membuktikan bahwa Islam
bukanlah agama kekerasan dan perang.

16
2.5 STRATEGI PENUMPASAN TERORISME

Berkaitan dengan strategi penumpasan terorisme dalam pandangan


Islam, penulis mencoba menawarkan beberapa solusi. Setidaknya ada
dua strategi/taktik yang berkaitan dengannya yakni pertama; secara
internal dalam ajaran agama itu sendiri dan yang kedua; secara eksternal
yang berkaitan dengan penciptaan iklim dan tatanan dunia yang lebih adil
dan menghargai harkat kemanusiaan.
Agama Islam juga diarahkan sebagai rahmat bagi alam semesta. Dari dua
hal ini, Islam dapat dipahami sebagai sebuah ajaran yang bersifat
universal, untuk seluruh umat manusia. Begitu pula manusia semenjak
eksisnya di muka bumi hingga mati diidealkan untuk selalu menjaga
harmonitas hidup. Hanya saja di sisi lain, manusia juga memiliki dua
karakter negatif yang dapat membahayakan; yaitu ifsad fil-
ardl (berkecenderungan membuat kerusakan di muka bumi) dan safk al-
dima'  (potensi konflik antar sesama manusia). Dua karakter negatif ini
sebagaimana firman Allah ketika mendeskripsikan ungkapan protes para
malaikat atas penciptaan manusia sebagai khalifah(mandataris Tuhan) di
bumi. Kemudian Tuhan menjawab bahwa untuk meluluhkan dua karakter
negatif manusia tersebut adalah dengan menurunkan ajaran agama. Maka
kehadiran agama tidak lain untuk mengikis sikap arogansi manusia yang
cenderung berbuat kerusakan dan memicu konflik antar sesama. 
Islam yang damai dapat dibuktikan dari peristiwa fath
Makkah  (pembebasan Kota Mekah) yang dilakukan oleh umat Islam
pada bulan Ramadan. Mekah perlu dibebaskan setelah sekitar 21 tahun

17
dijadikan markas orang-orang musyrik. Saat umat Islam
mengalami euforia atas keberhasilannya, ada sekelompok kecil sahabat
Nabi Muhammad Saw yang berpawai dengan meneriakkan slogan al-
yaum yaumul malhamah, hari ini adalah hari penumpahan darah. Slogan
ini dimaksudkan sebagai upaya balas dendam mereka atas kekejaman
orang musyrik Mekah kepada umat Islam. Gejala tidak sehat ini dengan
cepat diantisipasi oleh Nabi Muhammad dengan melarang beredarnya
slogan tersebut dan menggantinya dengan, al-yaum yaumul marhamah,
hari ini adalah hari kasih sayang. Akhirnya, peristiwa pembebasan Kota
Mekah dapat terwujud tanpa insiden berdarah.
Oleh karena itu, selama struktur global yang pincang itu terus bertahan,
agak sulit diharapkan lenyapnya gerakan-gerakan radikal yang
membawa-bawa semangat dan napas agama. Bahkan gerakan-gerakan
radikal yang merupakan realitas dalam masyarakat manapun – dan dapat
membawa agama manapun - akan terus menjadi sesuatu kekuatan di
masa datang, selama struktur yang ada tetap merangsang
terkristalisasinya gerakan-gerakan semacam itu.
Tak dapat dibantah kenyataan bahwa, di antara sebagian negara-negara
muslim terdapat konflik, perlombaan senjata dan bahkan peperangan.
Kenyataan ini menimbulkan kesan terdapatnya kontradiksi dengan esensi
ajaran Islam yang cinta damai itu. Sebelum kita terlanjur menjatuhkan
‘vonis’ bahwa ajaran Islam tidak fungsional bagi sementara pemeluknya,
ada baiknya melihat pertentangan dan konflik antar negara-negara Islam
itu dalam kerangka global. Sebagaimana dikemukakan di atas,
ketegangan dan konflik diantara negara-negara muslim tertentu tidak
terlepas dari suatu struktur kekerasan di muka bumi. Gelombang
ketegangan dan perlombaan persenjataan melibatkan dinamika sangat
kompleks, menyangkut berbagai aspek yang muncul sebagai implikasi
dari struktur kekerasan itu. Dari struktur itu muncul suatu dinamika
berdasarkan hubungan center (pusat) dan periferi (pinggiran). Negara-

18
negara muslim sebagai “pinggiran” sangat dipengaruhi oleh dinamika
militerisasi dan persenjataan yang ditimbulkan negara-negara center.
Meskipun usaha-usaha perdamaian dan pelucutan persenjataan selalu
diteriakkan, tetapi konflik dan perang terjadi diberbagai bagian bumi.
Hasilnya, himbauan bagi penciptaan perdamaian, seolah-olah tak lebih
daripada retorika politik yang hampa. Terdapat alasan-alasan cukup kuat
bagi negara-negara maju untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan
mereka dalam berbagai lapangan kehidupan, khususnya ekonomi, politik
dan militer. Upaya mempertahankan hegemoni itu berkaitan dengan pola
konsumsi, gaya hidup dan kepentingan-kepentingan ekonomi mapan
lainnya.
Dalam kerangka “kekerasan struktural” yang mendunia itu, kelihatan
betapa lemahnya posisi Negara-negara Islam vis a vis negara-negara kuat
pendukung struktur tersebut. Konflik dan ketegangan yang terjadi di
antara sementara negara Islam. Dalam banyak hal merupakan imbas
“hawa nafsu” yang dipancarkan negara-negara kuat. Agaknya tak ada
alternatif lain bagi negara-negara Islam kecuali merapatkan barisan untuk
sedapat mungkin membendung pengaruh kekuatan-kekuatan eksternal.
Jika tidak, negara-negara Islam hanya akan menjadi korban kontinyu dari
kekerasan struktural tersebut.

19
BAB III
METODE PENELITIAN
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini, supaya tidak menimbulkan kerancuan. Metode penelitian yang
digunakan
adalah sebagai berikut :
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena dalam
pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti, serta data
yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yakni
mencari dan mengumpulkan data yang ada di lapangan dengan tujuan untuk
mengetahui faktor-faktor, pandangan, dan upaya dari fenomena di
masyarakat.

3.2 Lokasi dan Waktu


Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Kota Blitar, Kecamatan
Sananwetan, Kota Blitar. Sedangkan waktu yang digunakan peneliti untuk
penelitian ini dilaksanakan sejak dikeluarkannya ijin untuk melakukan
penelitian. Waktu penelitian sekitar bulan April-Mei 2019

3.3 Metode Pengumpulan Data


Adapun metode pengumpulan data dikerjakan dan disusun sebagai berikut:

20
a. Angket atau Kuesioner Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan
data melalui formulir formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk
mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh
peneliti. Penelitian ini menggunakan angket atau kuesioer, daftar
pertanyaannya dibuat secara 5 berstruktur dengan bentuk pertanyaan
pilihan berganda (multiple choice questions) Metode ini digunakan untuk
memperoleh data tentang persepsi desain interior dari responden.

b. Metode Wawancara
Yaitu tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan
secara fisik yang satu melihat yang lain dan dapat mendengar dengan
telinga sendiri. Metode ini digunakan untuk mencari data tentang
tanggapan tentang pandangan islam terhadap jihad dan terorisme dengan
melakukan wawancara terhadap siswa-siswi SMAN 1 Blitar.

c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan dan artikel-artikel dari internet guna melengkapi data-
data yang yang diperoleh saat wawancara.

3.4 Sumber Data


a. Data Primer
Yaitu data yang langsung di peroleh dari sumber yang diwawancarai,
seperti hasil wawancara terhadap kepercayaan mengenai pandangan islam
terhadap jihad dan teroris yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti menggali data dengan cara
menentukan informan yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu siswa-
siswi SMAN 1 Blitar.

b. Data Sekunder

21
Yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka, misalnya : buku-
buku,tulisan, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan teroris dan cadar,
serta ruang lingkup yang luas mengenai teroris. Sehingga dapat membantu
peneliti dalam melengkapi data yang di perlukan.

3.5 Metode Analisis Data


Setelah data terkumpul, maka data tersebut akan ditarik kesimpulan sehingga
mudah untuk dipahami, kemudian disusun secara sistematika.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Data tingkat pemahaman pandangan islam terhadap jihad dan terorisme
diperoleh melalui angket yang terdiri dari 5 soal. Angket tersebut sebelumnya
telah dilakukan uji validitas dan rehabilitasnya sehingga dapat digunakan
sebagai alat pengumpul data yang shahih dan handal. Kemudian, angket
disebarkan kepada 33 responden yang berasal dari berbagai sekolah sebagai
sampel pada hari Senin, 6 Mei 2019. Berikut ini adalah penjelasan secara
deskriptif presentase hasil penelitian sikap indikator dari variabel pandangan
islam terhadap jihad dan terorisme.
4.1.1 Metode Penelitian Kuesioner
1. Apakah kalian berpikir bahwa kebanyakan teroris adalah orang
muslim?

2. Apakah orang yang melakukan terorisme itu adalah orang


orang yang sedikit pemahamannya tentang Islam?

22
3. Apakah di negara kita Indonesia ini sudah menemukan strategi
penumpasan teroris?

4. Apakah tindakan terorisme juga dapat memperkeruh dunia


keislaman?

23
5. Apakah jihad termasuk tindakan yang juga menjurus kearah
terorisme?

4.1.2 Metode Penelitian Wawancara


Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan sesuai tema KTI yang
kemudian akan ditanggapi oleh narasumber, pertanyaan sebagai
berikut :
1. Bagaimana tanggapan anda tentang jihad. apakah baik atau buruk
dalam agama islam?
2. Bagaimana pendapat singkat kalian jika jihad tersebut sering
disangkut pautkan dengan teroris?
3. Bagaimana tanggapan kalian jika jihad semata-mata untuk
dijadikan alat pembenar bagi tindakan 'terorisme' seseorang yang
justru melenceng dari makna jihad itu sendiri?

Jawaban dari narasumber M. Ilham Maulana (Siswa kelas XI MIPA


8 SMAN 1 Blitar)

1. Baik atau buruk, tergantung cara orang itu menafsirkannya.


Jikmujahaddah an nafs itu baik.Tetapi jika sampai merugikan
orang lain, itu bisa tidak baik.
2. Kesalahan dalam perspektif dan mengambil sudut pandang itu
kurang tepat. Orang sekarang sangat dangkal fikiran nya untuk
memaknai kata yg sbenarnya luas.Seperti islam yang sering
disamakan dengan arab dsb.
3. Seharusnya kata jihad yg suci jangan dikotori dengan sesuatu yg
buruk. Islam adalah rahmat lil alamin bukan lil islami, produknya

24
adalah aman,lalu teroris.seharusnya islam sangat bertolak
belakang pemaknaanya keduanya

Jawaban dari narasumber Dinda Utari (Siswi kelas XI MIPA 1


SMAN 1 Sutojayan)

1. Jihad dalam prespektif agama islam merupakan amal kebaikan


yang disyari’atkan Allah. Ia menjadi sebab kokoh dan mulianya
umat Islam. Sebaliknya, jika kaum Muslimin meninggalkan jihad
di jalan Allah, maka mereka akan mendapat kehinaan. Namun
pada jaman sekarang ini arti Jihad sering disalah pahami oleh
orang yang tidak mengenal prinsip-prinsip Islam, dianggap
sebagai 'perang' dan bahkan merugikan orang yang tidak
bersalah. Jadi menurut saya, baik tidak nya jihad bagi agama
Islam tergantung bagaimana kita mengartikan jihad dan
bagaimana kita melaksanakannya.
2. Sangat menyayangkan hal ini, karena sesungguhnya ialah
berjuang secara bersungguh-sungguh di dalam syariat Islam.
Misi utama Jihad adalah menegakkan agama Allah, namun
dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan ajaran Para
Rasul dan Al Quran, tidak ada unsur kekerasan. Sedangkan
terorisme berbeda, mereka sama sekali bukan mencerminkan
tindakan jihad Rosulullah, tindakan terror yang membentuk
kesan Islam teroris tadi dilakukan oleh umat yang radikal.
3. Saya sangat prihatin dengan keadaan tersebut, tindakan terror ini
sungguh merugikan tak hanya bagi para korban, tapi juga bagi
umat Islam lainnya. Image yang terbentuk karena tindakan keji
itu mempengaruhi cara pandang orang lain terhadap umat Islam,
seakan membentuk stereotip umat Islam teroris.

Jawaban dari narasumber Desifa Nurul Nadia (Siswi kelas XI MIPA


8 SMAN 1 Blitar)

25
1. Menurut pendapat saya, jihad itu baik dalam agama islam.
asalakan niat dan tujuan jihad itu baik dan benar sesuai jalan
Allah.
2. Jihad yang semacam ini yang tidak dibenarkan dalam islam. niat
mereka memang berjihad dan menurut mereka hal itu adalah
jihad. namun ndalam pandangan lain hal itu merupakan
perbuatan salah yang dapat merugikan oranglain.
3. Hal itu merupakan perbuatan yang salah. jihad harus bertujuan
yang baik, lurus dengan syariat dan ajaran Allah. dan tidak
dibenarkan apabila disalahgunakan menjadi pembenaran
terorisme.

4.1.3 Metode Penelitian Dokumentasi


Kerusakan negara Indonesia dewasa ini semakin parah, bak bola
salju yang terus membesar. Permasalahan terus mengiringi negeri
ini. Belum tuntas kasus korupsi dan pertarungan politik di Indonesia,
kini muncul problematika baru yang membuat rakyat semakin gerah,
yaitu kasus terorisme.

Kasus terorisme saat ini kembali marak di negara Indonesia,


sehingga menambah keprihatinan seluruh rakyat. Sebut saja
organisasi  Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).  Organisasi ini
kembali berulah di Indonesia melalui  dunia maya. Dengan menebar
ancaman kepada Badan Ansor Serbaguna (BANSER), Polisi, dan
Tentara Negara Indonesia (TNI).Sebelumnya, ancaman teror kepada
Indonesia memang kerap terjadi. Sudah tentu, hal itu menyebakan
Penduduk Indonesia merasa khawatir, apalagi dengan mewabahnya
faham radikal, aksi-aksi pengeboman dan aksi-aksi terorisme
lainnya. Kekhawatiran ini dirasakan oleh hampir semua lapisan,

26
tidak terkecuali umat muslim pada umumnya.Membahas tentang
terorisme, memang terdapat berbagai perbedaan pandangan, di
antaranya ada yang pro dan kontra. Bagi yang pro, terorisme itu
dianggap merupakan bagian dari jihad. Sedangkan bagi yang kontra,
terorisme dianggap sebagai sebuah tindak kejahatan, karena
meresahkan banyak khalayak.

Terorisme = Jihad?

Terorisme dan jihad memeliki makna yang berbeda. T.P. Thorton


dalam Terror as a Weapon of Political Agitation (1964)
mendefinisikan, “terorisme sebagai penggunanan teror berupa
tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan
dan tingkah laku politik dengan cara ekstra normal, khususnya
dengan kekerasan dan ancaman kekerasan”.

Menurut pengertian syariat, jihad bermakna “pengerahan seluruh


kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan allah, baik dengan
jiwa, harta, lisan ataupun yang lain”. Salah satu bentuk perbuatan
jihad yaitu memberi pengajaran terhadap seluruh manusia kepada
jalan kebenaran dan mengembalikan tujuan dari penciptaan manusia
yaitu sebagai khalifah fi al-ardh.

Berdasarkan pemaknaan tentang kedua istilah di atas, kita dapat


menyimpulkan bahwa tindakan teror itu merupakan perbuatan yang
menyimpang, meskipun dengan dalih akan menyebarkan agama.
Misalnya, pengeboman di Bali, hotel JW Mariott dan Ritz-Carlton di
kawasan mega kuningan (Jakarta). Sebenarnya, mereka melakukan
pengeboman dengan mendasarkan diri menyebarkan agama. Namun
hal itu salah besar, karena terkesan sangat radikal. Padahal masih
banyak cara yang dapat ditempuh untuk menyebarkan agama.

27
Sedangkan istilah jihad itu digunakan dalam menyampaiakan ajaran
agama menggunakan metode praktis, sederhana, dan lemah lembut.

Berdasarkan pengalaman terorisme yang terjadi dipelbagai penjuru


dunia, seperti peristiwa pengeboman di kota London 7 Juli 2005
sebagai salah satu aksi terorisme besar di Eropa yang pelakunya
dikaitkan dengan al Qaeda. Selain itu, terdapat  kelompok Laskar e-
Toiba, yang menurut pihak berwenang menjadi dalang di balik aksi
terorisme Mumbai (India) tahun 2008 juga merupakan kelompok
yang diasosia dengan al Qaeda. Hampir keseluruhan menggunakan
dalil jihad sebagai sarana untuk “membentengi” diri. Padahal jika
kita mempelajari apa itu “jihad”, maka tentu pengertian itu adalah
salah besar.

Dari beberapa aksi teror yang kerap terjadi di Indonesia, sering kita
dengar bahwa, perbuatan mereka merupakan bentuk dari ajaran
agama Islam. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya jauh menyimpang
dari syariat Islam. Misalnya jihad melalui tindak kekerasan dengan
cara menghilangkan nyawa orang lain. Selain itu, mereka juga
menebarkan teror di tengah-tengah masyarakat sehingga
mengganggu ketentraman.

Dalam sebuah artikel yang berjudul Islam dan Violence (Islam dan
Kekerasan) Esposito membantah keras mengaitkan islam dengan
aksi teror. Ia mengatakan, “The islamic tradition places limits on the
use of violence and rejects terorism, hijackings and hostage taking”
(tradisi ke-islam-an menetapkan batas-batas penggunaan kekerasan
dan menolak terorisme, pembajakan dan penyanderaan).

Hal ini nampak, bagaimana teroris dalam melancarkan aksi teror


selalu menimbulkan kerugian. Sebab, aksi teror itu menyebabkan

28
hilangnya banyak nyawa seseorang dan merusak fasilitas-fasilitas
umum. Namun, yang lebih parah dari tindakan ini yaitu semakin
berkembangnya islamofobia.
Filtrasi Ajaran Islam

Islam sangat menjunjung tinggi perdamaian dan kerukunan. Islam


tidak pernah menggunakan cara kekerasan dalam hal kebebasan
melakukan ibadah sesuai dengan  keyakinan. Karena, dalam konsep
Islam, esksistensi sebuah agama diakui meski bukan untuk
dibenarkan.

Selain itu, Islam menyuruh kepada setiap pemeluknya agar saling


menghormati satu sama lain terhadap hak-hak yang dimilki oleh
setiap individu. Karena itu, Islam melarang adanya permusushan
antar sesama, khususnya umat beragama, apalagi sampai
memunculkan pertumpahan darah. Akan tetapi, dalam kondisi di
mana umat Islam ditindas dan mendapat berbagai macam fitnah yang
akan membuat eksistensi sebuah agama menjadi buruk, maka Islam
memperbolehkan untuk melakukan perlawanan sebagai bentuk
ketidak adilan dan penghinaan terhadap agama.

Dewasa ini, mayoritas masyarakat muslim pengetahuan tentang


agama mulai menurun. Sebab, mereka dalam memaknai konsep yang
ada dalam Islam hanya dengan taqlid saja. Sehingga terjadi
kejumudan berpikir terhadap pemahaman ajaran-ajaran Islam. Hal
tersebut menjadikan umat muslim mudah terprovokasi untuk
melakukan hal-hal negatif.

Selain itu, masyrakat muslim di indonesia mempunyai


kecenderungan menilai seseorang dari segi penampilan. Mereka
mengganggap bahwa orang yang berpakaian rapi mengenakan jubah

29
layaknya para rasul dan sahabat dianggap sebagai pemuka agama.
Pasalnya, hal itu kemudian dimanfaatkan oleh para teroris untuk
berjihad menyampaiakan ajaran agama Islam secara radikal, dengan
cara mencuci otak orang-orang Islam yang pengetahuan akan agama
masih lemah.

Penulis adalah  Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Walisongo


Semarang*

Setelah melakukan penyebaran kuesioner, wawancara dengan


narasumber dan dengan mencari sumber di berbagai artikel serta
pengamatan lebih jauh penulis mengambil mayoritas pendapat untuk
dianalisa dan dibahas, yaitu mengenai :
a. Arti jihad sebenarnya.

b. Faktor yang menyebabkan jihad sering disangkut pautkan


dengan tindakan teroris.
c. Cara agar makna jihad tidak disalah artikan oleh orang yang
tidak bertanggungjawab.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Arti jihad sebenarnya


Para ulama tafsir,para fikih, ushul, dan hadits mendefinisikan
jihad dengan makna berperang di jalan Allah swt dan semua hal
yang berhubungan dengannya. Sebab, mereka memahami, bahwa
kata jihad memiliki makna syar’iy, dimana, makna ini harus
diutamakan di atas makna-makna yang lain (makna lughawiy dan
‘urfiy).

MADZHAB HANAFI

30
Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan dalam
kitab Badaa’i’ as-Shanaa’i’, “Secara literal, jihad adalah ungkapan
tentang pengerahan seluruh kemampuan… sedangkan menurut
pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan
dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta,
lisan ataupun yang lain.

MADZHAB MALIKI

Adapun definisi jihad menurut mazhab Maaliki, seperti yang


termaktub di dalam kitab Munah al-Jaliil, adalah perangnya
seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai
perjanjian, dalam rangka menjunjung tinggi kalimat Allah Swt.
atau kehadirannya di sana (yaitu berperang), atau dia memasuki
wilayahnya (yaitu, tanah kaum Kafir) untuk berperang. Demikian
yang dikatakan oleh Ibn ‘Arafah.

MADZHAB AS SYAAFI’I

Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam


kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan
Allah”.[3] Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-
Muhadzdzab;sesungguhnya jihad itu adalah perang.

MADZHAB HANBALI

Sedangkan madzhab Hanbali, seperti yang dituturkan di


dalam kitab al-Mughniy, karya Ibn Qudaamah, menyatakan, bahwa
jihad yang dibahas dalam kitaab al-Jihaad tidak memiliki makna
lain selain yang berhubungan dengan peperangan, atau berperang
melawan kaum Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain,
ataupun dalam bentuk sikap berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap
musuh, menjaga perbatasan dan celah-celah wilayah Islam.

31
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah berkata: Ribaath (menjaga
perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad.[4] Beliau juga
mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain
bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan,
maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali
atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah
diserahkan kepadanya.

ABU ISHAQ

Menurut Abu Ishaq, kata jihaad adalah mashdar dari


kata jaahada, jihaadan, wa mujaahadatan.
Sedangkan mujaahid adalah orang yang bersungguh-sungguh
dalam memerangi musuhnya, sesuai dengan kemampuan dan
tenaganya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qathlu al-kufaar
khaashshatan (memerangi kaum kafir pada khususnya).

AL BAHUUTHIY

Al-Bahuuthiy dalam kitab al-Raudl al-Marba’, menyatakan;


secara literal, jihaad merupakan bentuk mashdar dari
kata jaahada (bersungguh-sungguh di dalam memerangi musuhnya.

Secara syar’iy, jihaad bermakna qitaal al-kufaar (memerangi


kaum kafir).

AL DIMYATHIY

Al-Dimyathiy di dalam I’aanat al-Thaalibin menyatakan,


bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi sabiilillah; dan berasal dari
kata al-mujaahadah.[8] Imam Sarbiniy, di dalam kitab al-
Iqnaa’ menyatakan, bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi sabiilillah
wa ma yata’allaqu bi ba’dl ahkaamihi(berperang di jalan Allah dan
semua hal yang berhubungan dengan hukum-hukumnya).

32
Di dalam kitab Durr al-Mukhtaar, dinyatakan; jihaad secara
literal adalah mashdar dari kata jaahada fi sabilillah (bersungguh-
sungguh di jalan Allah). Adapun secara
syar’iy, jihaad bermakna al-du’aa` ila al-diin al-haqq wa qataala
man lam yuqabbiluhu (seruan menuju agama haq (Islam) dan
memerangi orang yang tidak mau menerimanya). Sedangkan Ibnu
Kamal mendefinisikan jihaad dengan badzlu al-wus’iy fi al-qitaal fi
sabiilillah mubasyaratan au mu’awanatan bi maal au ra’y au taktsiir
yakhlu dzaalik (mencurahkan segenap tenaga di dalam perang di
jalan Allah baik secara langsung atau memberikan bantuan yang
berujud pendapat, harta, maupun akomodasi perang.

IMAM ‘ILAA’ AL-DIIN AL-KAASAANIY

Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy, dalam kitab Badaai’ al-


Shanaai’, menyatakan; secara literal, jihaad bermakna badzlu al-
juhdi (dengan jim didlammah; yang artinya al-wus’u wa al-thaaqah
(usaha dan tenaga) mencurahkan segenap usaha dan tenaga); atau
ia adalah bentuk mubalaghah (hiperbolis) dari tenaga yang
dicurahkan dalam suatu pekerjaan. Sedangkan menurut ‘uruf
syara’ , kata jihaad digunakan untuk menggambarkan pencurahan
usaha dan tenaga dalam perang di jalan Allah swt, baik dengan
jiwa, harta, lisan (pendapat).

ABU AL-HASAN AL-MALIKIY

Abu al-Hasan al-Malikiy, dalam buku Kifaayat al-


Thaalib, menuturkan; menurut pengertian bahasa, jihaad diambil
dari kata al-jahd yang bermakna al-ta’ab wa al-
masyaqqah (kesukaran dan kesulitan). Sedangkan menurut istilah,
jihaad adalah berperangnya seorang Muslim yang bertujuan untuk
meninggikan kalimat Allah, atau hadir untuk memenuhi panggilan
jihaad, atau terjun di tempat jihaad; dan ia memiliki sejumlah

33
kewajiban yang wajib dipenuhi, yakni taat kepada imam,
meninggalkan ghulul, menjaga keamanan, teguh dan tidak
melarikan diri.[12]

IMAM ZARQANIY

Imam Zarqaniy, di dalam kitab Syarah al-


Zarqaniy menyatakan; makna asal dari kata jihaad (dengan
huruf jim dikasrah) adalah al-masyaqqah (kesulitan).
dinyatakan jahadtu jihaadan, artinya adalah balaghtu al-
masyaqqah (saya telah sampai pada taraf kesulitan). Sedangkan
menurut pengertian syar’iy, jihaadbermakna badzlu al-juhdi fi
qitaal al-kufaar (mencurahkan tenaga untuk memerangi kaum
kufar.

4.2.2 Faktor yang menyebabkan jihad sering disangkut pautkan


dengan tindakan teroris.
Kedua hal ini sering terjadi kesalah pahaman yaitu mengenai
konsep islam yang sering dikaitkan dengan kasus-kasus terorisme
yang terjadi di dunia. Meninjau keterlibatan tentang hal itu islam
sendiri mengenal adanya Jihad yaitu berjuang di jalan allah,
makna inipun kadang disalah artikan sebagai suatu tindakan yang
tidak memiliki konsep hak asasi manusia, karena secara
keyakinan berjuang untuk agama adalah kewajiban dan untuk
merealisasikannya dengan cara membunuh atau membinasakan
pun dianggap sah dan diperbolehkan. Anggapan seperti inilah
yang sering dikaitkan dengan gerakan terorisme, justru
sebenarnya terorisme hanyalah isu yang sengaja dikaitkan dengan
keyakinan islam yang benar. Isu tersebut dimanfaatkan untuk
merusak dan menghancurkan keyakinan islam, yaitu bahwa islam

34
adalah agama radikal dan keras yang tidak menghargai demokrasi
dan kebebasan-kebebasan lainnya. Islam memang mengatur
tentang kehidupan di dunia, kebebasan tidak dipergunakan secara
salah dan  berlebihan, hal ini untuk kebaikan manusia sendiri.
Maka dari itu islam mempunyai hukum yang ketat dan aturan
yang tidak bisa ditawar secara logika, karena semuanya telah
diatur dalam Al-Qur’an sebagai wahyu yang sempurna. Jihad pun
dalam islam ada aturan dan ketentuan yang harus dipatuhi, bukan
semata-mata  tindakan menghancurkan yang sering dikaitkan
dengan terorisme.

Pengertian dari terorisme sendiri yaitu tindakan yang


menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, dalam
usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik). Sedangkan
teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk
menimbulkan rasa takut (biasanya untuk tujuan politik). Dan teror
adalah perbuatan sewenang-wenang, kejam dalam usaha
menciptakan ketakutan, kengerian oleh seseorang atau golongan.
Sesuai dengan pengertian tersebut sebenarnya sudah jauh dari
konsep islam yang sebenar-benarnya tidak memperbolehkan
kekerasan dan kejahatan dalam bentuk apapun sesuai dengan HR.
Ahmad “Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali
bukan ajaran islam. Dan orang yang paling baik islamnya ialah
yang paling baik akhlaqnya.”

Gerakan terorisme diberbagai belahan dunia umumnya


didasari karena faktor politik, karena hal tersebut merupakan
faktor terpenting dalam dunia internasional. Hal tersebut juga
terjadi karena adanya keinginan dalam mementingkan
kepentingan sendiri dan ingin merebut alih kekuasaan dunia.
Maka teori konspirasilah yang akan berperan dengan mengadu
domba mengatasnamakan teroris. Tindakan ini tergolong

35
konspirasi karena kasus ini direncanakan diam-diam oleh
kelompok, organisasi rahasia, orang-orang atau organisasi dimana
dalam kasus terorisme pelaku sudah merencanakan terlebih
dahulu tindakannya secara diam-diam.

Gerakan internasional-pun sering dikaitkan dengan islam.


Keberadaan teroris yang membawa bendera islam ini memang
ada dan tidak bisa dikesampingkan aksi-aksinya. Keberadaan
mereka tidak hanya mengancam peradaban barat, tetapi juga
merusak islam itu sendiri. Banyak kelompok-kelompok teroris
yang mengaitkan gerakan terorisnya dengan agama islam melalui
gerakan radikal dalam menggunakan konsep jihad yang mereka
buat sehingga menimbulkan kontroversi dalam definisi jihad di
dalam umat islam. Para golongan-golongan tertentu yang
melakukan terorisme atas nama jihad, membuat masyarakat
umum salah mengartikan pengertan jihad itu sendiri.

Akibat dari timbulnya gerakan terorisme yaitu banyaknya


orang-orang yang tidak berdosa menjadi korban, kerusakan
gedung-gedung serta fasilitas umum, timbulnya saling curiga
antara agama satu dengan agama lain, Negara satu dengan Negara
lain.

Masalah ini jarang disentuh oleh media massa ketika


mengangkat isu terorisme adalah ketidak adilan global. Padahal
faktor ketidak adilan global menjadi salah satu pemicu serangan
terhadap barat atau objek-objek yang dianggap berhubungan
dengan barat. Penjajahan yang dilakukan barat terhadap
penjajahan zionis Israel di Palestina, merupakan cermin dari
ketidak adilan itu.

36
4.2.3Cara agar makna jihad tidak disalah artikan oleh orang yang
tidak bertanggung jawab
Adapun jihād jika diindentikkan dengan terorisme, maka bisa
dikatakan kurang melek, update sejarah dan ilmu. Pertama, jihad
tak selalunya berkaitan dengan perang fisik. Kedua, kalau pun ada
momen di mana harus jihad fisik, maka harus menaati syarat-syarat
yang ketat sehingga tak dengan gampangnya menyerang orang
tanpa ada pemahaman dan ilmu yang jelas terkait dengannya.

Syekh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam magnum opusnya,


minhāju al-muslim memaparkan dengan sangat baik terkait konsep
jihād. Jihad itu paparnya, tak selalu identik dengan perang. Beliau
menandaskan ada beberapa macam jihad: Pertama, jihad melawan
melawan orang kafir dan yang memerangi Muslim. Kedua, jihad
melawan orang fasik. Ketiga, jihad melawan setan. Keempat, jihad
melawan hawa nafsu(Minhāju al-Muslim,269). Jadi, jihad tak
selalu identik dengan perang.

Kalaupun ada momen di mana harus jihad perang, maka ada


adab-adab yang perlu dijaga, seperti: tidak membunuh anak-anak,
wanita, pendeta-pendeta agama. Tidak boleh membakar, atau
memutilasi musuh dan lain-lain(Minhāju al-Muslim, 275-276).

Karena itulah, bagi yang mengeneralisir jihad pada makna


yang dangkal seperti perang, bahkan mengarah pada tindakan
terorisme, maka tindakan itu sungguh konyol dan sangat
bertentangan dengan nilai Islam. Sebab, jihad dalam Islam, tak bisa
dilepaskan dari bingkai rahmatan lil `ālamīn.

Terakhir, sikap yang perlu dipegang dalam zaman penuh


fitnah ini agar tak terbawa arus media(mengaburkan konsep-konsep
Islam), adalah: Pertama, tidak gampang menerima dan
menyebarkan informasi tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Kedua,

37
meluruskan secara arif dan bijak setiap syubhat yang dilancarkan
pembenci Islam terhadap Islam. Ketiga, tidak ikut-ikutan menebar
fitnah(baik melalui media cetak maupun elektronik) serta menjaga
persatuan dan kesatuan umat Islam. Minimal, kalau tak bisa
berbuat baik, maka tak perlu menambah-nambah kerusakan.
Wallāhu a`lam bi al-Shawāb.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Jihad adalah kesungguhan dalam mencurahkan segala kemampuan
untuk mencapai tujuan. Terorisme dan jihad tidak bisa disandingkan
bersama karena memiliki makna yang berbeda. Terorisme dalam bahasan
Arab disebut irhab, akar katanya adalahrahiba-yarhabu rahiba-
yarhabu yang berarti khaafa (takut, menakuti, atau mengintimidasi).

Sementara jihad berasal dari kata al-jahdu atau al-juhdu yang berarti al-


thaqah(mampu, berusaha, dan kuat). Dari segi bahasa sangat jelas
perbedaannya, yang satu menyebarkan katakutan (irhab) dan satunya lagi
berusaha. Jihad memiliki cakupan sangat luas, tidak hanya perang. Jihad
harus dibangun atas dasar yang jelas. Tidak semua kejahatan harus dibalas

38
dengan kejahatan yang serupa. Karena jiad ada batas dan syaratnya:
pertama, mempertahankan agama, kesucian, jiwa, tanah air, persediaan
(kebutuhan sehari-hari), harta benda, dan segala sesuatu yang
diperintahkan Allah untuk mempertahankannya. Kedua, untuk menolong
orang yang didzalimi.

Ada banyak sekali faktor terjadinya terorisme, namun dalam Islam


hampir semua kajian terorisme mengungkapkan bahwa memahami agama
secara tekstual menjadi salah satu sebab lahirnya radikalisme. Maka perlu
jika memberikan pemahaman islam yan gniversial, tidak parsial. Jika ingin
memelajari Al-Qur’an maka pelajarilah seluruhnya, tidak sepotong-
sepotong, apalagi hanya memelajari kajian jihad saja. Itu tidak adil dan
salah. Islam dan Al-Qur’an tidak hanya menjelaskan permasalahan jihad
saja. Pun memahami agama secara kontekstual saja akan mengalami
kebuntuan dan salah arah yang mengakibatkan pemahaman yang
menyimpang. Pahamilah agama secara tekstual dan kontekstual sesuai
guru yang memiliki silsilah keilmuan yang dapat dipercaya agar dapat
memahami agama dengan penuh kesadaran, kebebasan beragama,
kecintaan terhadap sesama, dan menyayangi manusia untuk saling
mengenal bagaimanapun suku, ras, dan warna kulitnya.

5.2 Saran
Sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh berkenaan tntang
“Pandangan Islam terhadap Jihad dan Terorisme”, maka dengan ini
penulis mengajukan saran sebagi berikut :

Dalam memahami nilai-nilai keagamaan, mestinya seseorang tidak


harus terburu-buru berkesimpulan. Hal itu akan menyebabkan pemahaman
yang parsial atau sebagian yang dipahami, sedang sebagian lainnya
terlupakan atau tak terjamah. Maka sikap pertama ketika mengenal satu
wacana ialah rasa ingin tahu untuk mempelajarinya. Dengan demikian
sesuatu yang belum didapat akan menjadi pelengkap pengetahuan
sebelumnya.

39
Terbukti dalam kajian Konsep Jihad dalam Islam kali ini. Allah tidak
memerintahhkan secara implisit dan eksplisit yang sesuai dengan konteks
kasus terorisme saat ini, yaitu untuk saling merusak dan menyakiti sesama.
Satu hal yang harus selalu diingat untuk menjadi prinsip awal ialah Islam
tetap harus dipegangteguh namun bukan untuk membela Allah, karena
logikanya makhluk takkan mungkin membela khalik.

Dan perjuangan yang mengatasnamakan agama pada intinya hanya


sebagai tragedi pencatutan nama Tuhan untuk meraih kepentingan-
kepentingan politik atau lainnya, jika perjuangan tersebut tidak dibalut
dengan rasa kasih-sayang untuk seluruh alam semesta demi mendapatkan
rahmat Allah dan mencapai ridha-Nya.

DAFTAR PUSTAKA
http://santri-ppsd.blogspot.com/2011/07/makalah-jihad-dan-terorisme-
metodologi.html
http://rokhis.blogspot.com/2015/01/makalah-islam-dan-terorisme.html
http://irwantokrc.blogspot.com/2016/01/kajian-fikih-kontemporer-tentang-
jihad.html
http://www.santridayah.com/2012/12/jihad-dalam-perspektif-islam
Ibrahim, Idi Subandy dan Asep Syamsul M. Amerika, Terorisme dan
Islamophobia: Fakta dan Imajinasi Jaringan Kaum Radikal. 2007.
Bandung: NUANSA

Kasjim, Salenda. Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam.  2009.


Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Depag RI.

Mubaraq, Zulfi. Tafsir Jihad: Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme


Global. 2011. Malang: UIN Malang Press.

40
Qardhawi, Yusuf. Fiqh Al-Jihad: Dirasah Muqaranah li Ahkamihi wa
Falsafati fi Dhau’ Al-Qur’an wa Al-Sunnah,  diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental
Terlengkap Tentang Jihad Menurut Al-Qur’an dan Sunnah.Editor:
Yadi Saeful Hidayat. 2010. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Ramdhun, Abdul Baqi. Al-Jihad Sabiluna, diterjemahkan dalam Bahasa


IndonesiaJihad Jalan Kami. Penerjemah: Imam Fajarudin. 2002.
Solo: Era Intermedia.

Taimiyah, Ibnu. AL-‘Ubudiyah. 1984. Arabic Language Teaching Institute.

41

Anda mungkin juga menyukai