PENDAHULUAN
1
Islam? Permasalahan ini akan dikaji dengan menggunakan pendekatan
hukum Islam.
2
membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik
yang hendak dibahasa.
Pada kerja ilmiah ini, akan dijelaskan hasil penelitian dimulai dengan bab
terdiri dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh ahli
3
BAB II
KAJIAN MATERI
4
umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia
akhirat.
Secara istilah juga, Islam adalah agama terakhir yang
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai
Nabi dan utusan Allah (Rasulullah) terakhir untuk umat manusia,
berlaku sepanjang zaman, bersumberkan Al-Quran dan As-Sunnah
serta Ijma' Ulama.
2.1.2 Jihad
a. Pengertian Jihad menurut bahasa
Makna jihad menurut bahasa di ambil dari bahasa Arab
yaitu kata juhdun yang berarti sebuah “kekuatan” dan jahada
yang berarti sebuah “usaha” yang jika dijelaskan berarti
pengertian dari jihad adalah sebuah usaha untuk mencapai
jalan kebenaran sesuai yang diyakini dengan seluruh
kemampuan dan kekuatan diri. Adapun beberapa pengertian
tentang jihad yang di sampaikan oleh sahabat Nabi
Muhammad Saw yaitu Ibnu Abbas bahwa jihad memiliki arti
mencurahkan segala kemampuan dan kekuatan serta berusaha
untuk membela ALLAH SWT dari hinaan atau cercaan orang
lain atau agama lain dengan niat dan cara yang benar menurut
agama islam. Dua pengertian tersebut memang masih terlihat
rancu dan ambigu jadi di perlukan kebijakan dalam
memaknainya.
5
sesuai dengan syariat Islam. Menurut Ibnu Taimiyah
hakikatnya sebuah jihad ialah mencurahkan segala kemampuan
dan seluruh jiwa raga untuk selalu berada di jalan kebenaran
baik melawan kejahatan maupun lainnya dengan niat dan
tujuan yang hanya pada keridhoan ALLAH SWT.
Secara umum makna jihad tidak hanya di sandarkan pada
perjuangan di dalam berberang atau urusan dengan kemiliteran
tetapi bisa berarti untuk kehidupan sehari-hari kita seperti
melawan hawa nafsu dalam segala bidang baik membelanjakan
harta kekayaan, nafsu terhadap lawan jenis maupun
lainnya.dalam kitab Al-Qur’an tercatata kata jihad tidak kata
perang tetapi juga tentang kehidupan sehari-hari maka dari itu
jangan selalu mengaitkan jihad dengan sesuatu yang buruk
pada hal makna dari kata jihad bisa di bilang cukup baik untuk
di lakukan khususnya bagi orang yang menginginkan pahala
dan rahmat dari Tuhan kita yaitu ALLAH SWT. Pengertian
jihad secara khusus memanglah berperang melawan kekafiran
dan membela jalan kebenaran tetapi tetap disandarkan pada
syariat Islam yang sudah di berikan oleh Nabi Muhammad
Saw jadi tetaplah berfikiran bijak dan luas dalam
memaknainya.
2.1.3 Terorisme
6
kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan
7
2.2 FAKTOR FAKTOR TERJADINYA TERORISME
1. Jauh dari tuntunan syari’at Allah
Jauh dan berpaling dari syari’at Islam adalah sebab kebinasaan dan
kesengsaraan. Allah berfirman QS. Thaha 123-124.
Dari kenyataan yang ada, kita melihat berbagai aksi terorisme dengan
mengatasnamakan agama, padahal kenyataannya hal tersebut muncul
dari sedikitnya pemahaman terhadap agama yang benar.
3. Sikap ekstrem
8
berbagai nash ayat maupun hadis. Oleh karena itu, kita diperintah untuk
merujuk kepada mereka dalam segala urusan.
6. Hizbiyah terselubung
9
Para penganut pemikiran menyimpang sangat antusias melariskan
mpemikiran dan racun mereka pada segala kesempatan. Penulisan
buku-buku agama termasuk sarana yang sangat mereka manfaatkan
dalam hal tersebut.
8. Paham khawarij
10
Memunculkan rintangan terhadap dakwah yang benar, seperti tuduhan-
tuduhan jelek yang tertuju pada umat Islam secara umum atau
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menyudutkan umat Islam akan
menyebabkan kemunculan terorisme.
11
Dikatakan jihad akbar karena berlakunyasepanjang massa,
sepanjang umur yang melekat pada diri sendiri. Oleh karena itu,
bentuk jihad bergantung pada kontekssituasi yang melingkupi
seseorang, sehingga setiap orang memiliki jihad masing-masing.
12
jihad ofensif terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi
sebelum melakukan jihad tersebut. Disinilah salah satu perbedaan
mendasar antara jihad dan terorisme. Bahwa jihad terikat dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah Ta’ala dalam syari’at-
Nya, sedangkan terorisme justru menerjang aturan-aturan tersebut
13
Tuhannya yang tidak selalu berarti konfrontasi fisik dengan musuh
yang jelas, walaupun alternatif ini lebih dominan dalam ayat-ayat
tentang jihad dan qital selanjutnya.
Dalam periode Mekah, Nabi berjihad melalui tindakan persuasif
dengan memperingatkan masyarakat Mekah tentang kekeliruan
penyembahan berhala dan sebaliknya menyeru mereka menyembah
Allah. Sebaliknya dalam ayat-ayat Madaniah jihad sering diekspresikan
dalam pengertian “mengerahkan segenap upaya untuk berperang
dimedan tempur.” Seperti dalam QS al-Taubah (9): 41 sebagai berikut:
...ِ ا ْنفِرُوا ِخفَافًا َوثِقَااًل َو َجا ِهدُوا بِأ َ ْم َوالِ ُك ْم َوأَ ْنفُ ِس ُك ْم فِي َسبِي ِل هَّللا
Terjemahnya:
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun
merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah…
Pengasosiasian jihad dengan perang juga terlihat dalam sekian
hadis-hadis Nabi misalnya menyangkut keutamaan jihad:
ِ ِبm ِد فِي َسmصلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل َمثَ ُل ْال ُم َجا ِه
يل َ ِ ْت َرسُو َل هَّللا ُ أَ َّن أَبَا هُ َر ْي َرةَ قَا َل َس ِمع
أ َ ْنmِبِيلِ ِه بmهَّللا ِ َوهَّللا ُ أَ ْعلَ ُم بِ َم ْن يُ َجا ِه ُد فِي َسبِيلِ ِه َك َمثَ ِل الصَّائِ ِم ْالقَائِ ِم َوتَ َو َّك َل هَّللا ُ لِ ْل ُم َجا ِه ِد فِي َس
يَت ََوفَّاهُ أَ ْن يُ ْد ِخلَهُ ْال َجنَّةَ أَوْ يَرْ ِج َعهُ َسالِ ًما َم َع أَجْ ٍر أَوْ َغنِي َم ٍة
Artinya:
Sesungguhnya Abu Huraerah mengatakan bahwa aku telah
mendengar Rasulullah saw bersabda: perumpamaan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
berjihad dijalan-Nya. Bagaikan orang-orang yang berpuasa disiang hari
dan shalat malam dimalam hari. Maka Allah berpasrah bagi para
mujahid dijalan-Nya kalau Ia (Allah) mewafatkannya maka Allah akan
memasukkannya ke Surga atau Allah akan mengembalikannya (dari
peperangan) dalam keadaan selamat dengan menyandang upeti atau
harta rampasan.
14
Jihad bentuk pertama berkenaan dengan perlawanan terhadap iblis dan
rayuannya kepada manusia untuk melakukan kejahatan; jihad internal,
jihad melawan hawa nafsu dipandang sangat penting, sehingga
disebut al-jihad al-akbar. Jihad jenis kedua dan ketiga dijalankan
terutama untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran.
Jihad jenis keempat sama artinya dengan perang dan berkenaan dengan
pertempuran melawan orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam.
Adapun hukum jihad - dalam arti perang- adalah fardu kifayah,
yang berarti bahwa apabila sudah terdapat satu unsur dari (individu)
kelompok kaum muslimin yang menanganinya secara optimum, maka
unsur-unsur lainnya sudah bebas dari tuntutan. Akan tetapi jika ternyata
belum ada yang menanganinya sedangkan unsur-unsur dari kelompok
tersebut mampu dan menguasai tugas tersebut, maka semuanya berdosa.
Meskipun perang itu fardu kifayah, namun dalam situasi tertentu
berperang itu dapat meningkat menjadi fardu
ain seperti: pertama, apabila kita berada dalam pertempuran, maka
setiap individu diharamkan mengundurkan diri, kedua, apabila musuh
menyerang dan mengepung wilayah kita, maka setiap orang wajib
mempertahankannya, dan ketiga, apabila komandan pasukan telah
mengumumkan seruan umum untuk berperang.
Masalah jihad telah mendapat perhatian para fuqaha muslim sejak
masa paling awal dalam perumusan fiqh. Kitab al-Muwattha oleh Imam
Malik bin Anas dan kitab al-Kharaj oleh Abu Yusuf (Ya’kub bin
Ibrahim al-Anshari) merupakan literatur pertama yang membahas
ketentuan fiqhiyahjihad secara rinci. Dan sejak masa-masa
pembentukan doktrin fiqh ini istilah jihad secara alamiah diartikan
sebagai perang yang memperluas ranah kekuasaan dan pengaruh Islam.
Sejarawan dan ahli tafsir Islam al-Tabari, mengemukakan bahwa
terdapat ayat-ayat Alquran yang memberikan justifikasi untuk
melakukan jihad dengan tujuan membuat dunia tahu tentang jalan ilahi,
sehingga manusia dapat mengikuti kemauan Tuhan sebagaimana
15
disampaikan melalui Islam. Di sini jihad dipandang hampir sama atau
berkaitan dengan dakwah Islam.
Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, jihad lebih berkaitan
dengan politik ketimbang dakwah. Ibnu Taimiyah misalnya
berpandangan bahwa kekuasaan politik merupakan kebutuhan tak
terelakkan bagi kehidupan sosial. Tugas menegakkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran hanya bisa ditunaikan sepenuhnya dengan
kekuasaan politik. Bagi Ibnu Taimiyah jihad begitu penting sehingga ia
sampai pada kesimpulan subtansi agama adalah shalat dan jihad.
Lain lagi Ibnu Khaldun, beliau menyatakan bahwa merupakan
tugas pokok raja untuk melancarkan jihad terhadap musuh-musuh
Allah. Bahkan tugas ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk
mewujudkan universalisme Islam.
Salah satu ciri yang menonjol dari berbagai pemikiran tentang
jihad pada abad pertengahan ini adalah bahwa, konsep-konsep yang ada
bertujuan mengungkapkan ketentuan-ketentuan syariah tentang hal ini,
khususnya dalam hubungannya dengan politik. Karena otoritas syariah
tetap dominan, tidak ada kebutuhan untuk melakukan justifikasi dan
rasionalisasi atas pemikiran jihad. Karenanya pemikiran jihad abad
pertengahan lebih cenderung legalistik.
Sebaliknya dimasa modern, ketika kaum muslimin dihadapkan
dengan tantangan militer, intelektual dan kultural Barat, pemikiran
tentang jihad yang dikemukakan berbagai pemikir muslim modern
cenderung kurang legalistik. Sebaliknya mereka memberikan banyak
justifikasi dan rasionalisasi terhadap konsep-konsep jihad. Tegasnya,
terdapat dua macam bentuk pembahasan modern tentang jihad. Yang
pertama adalah revolusioner yang berusaha membuktikan bahwa jihad
merupakan metode yang absah untuk mencapai cita-cita Islam. Yang
kedua adalah apologetik, yang bertujuan membuktikan bahwa Islam
bukanlah agama kekerasan dan perang.
16
2.5 STRATEGI PENUMPASAN TERORISME
17
dijadikan markas orang-orang musyrik. Saat umat Islam
mengalami euforia atas keberhasilannya, ada sekelompok kecil sahabat
Nabi Muhammad Saw yang berpawai dengan meneriakkan slogan al-
yaum yaumul malhamah, hari ini adalah hari penumpahan darah. Slogan
ini dimaksudkan sebagai upaya balas dendam mereka atas kekejaman
orang musyrik Mekah kepada umat Islam. Gejala tidak sehat ini dengan
cepat diantisipasi oleh Nabi Muhammad dengan melarang beredarnya
slogan tersebut dan menggantinya dengan, al-yaum yaumul marhamah,
hari ini adalah hari kasih sayang. Akhirnya, peristiwa pembebasan Kota
Mekah dapat terwujud tanpa insiden berdarah.
Oleh karena itu, selama struktur global yang pincang itu terus bertahan,
agak sulit diharapkan lenyapnya gerakan-gerakan radikal yang
membawa-bawa semangat dan napas agama. Bahkan gerakan-gerakan
radikal yang merupakan realitas dalam masyarakat manapun – dan dapat
membawa agama manapun - akan terus menjadi sesuatu kekuatan di
masa datang, selama struktur yang ada tetap merangsang
terkristalisasinya gerakan-gerakan semacam itu.
Tak dapat dibantah kenyataan bahwa, di antara sebagian negara-negara
muslim terdapat konflik, perlombaan senjata dan bahkan peperangan.
Kenyataan ini menimbulkan kesan terdapatnya kontradiksi dengan esensi
ajaran Islam yang cinta damai itu. Sebelum kita terlanjur menjatuhkan
‘vonis’ bahwa ajaran Islam tidak fungsional bagi sementara pemeluknya,
ada baiknya melihat pertentangan dan konflik antar negara-negara Islam
itu dalam kerangka global. Sebagaimana dikemukakan di atas,
ketegangan dan konflik diantara negara-negara muslim tertentu tidak
terlepas dari suatu struktur kekerasan di muka bumi. Gelombang
ketegangan dan perlombaan persenjataan melibatkan dinamika sangat
kompleks, menyangkut berbagai aspek yang muncul sebagai implikasi
dari struktur kekerasan itu. Dari struktur itu muncul suatu dinamika
berdasarkan hubungan center (pusat) dan periferi (pinggiran). Negara-
18
negara muslim sebagai “pinggiran” sangat dipengaruhi oleh dinamika
militerisasi dan persenjataan yang ditimbulkan negara-negara center.
Meskipun usaha-usaha perdamaian dan pelucutan persenjataan selalu
diteriakkan, tetapi konflik dan perang terjadi diberbagai bagian bumi.
Hasilnya, himbauan bagi penciptaan perdamaian, seolah-olah tak lebih
daripada retorika politik yang hampa. Terdapat alasan-alasan cukup kuat
bagi negara-negara maju untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan
mereka dalam berbagai lapangan kehidupan, khususnya ekonomi, politik
dan militer. Upaya mempertahankan hegemoni itu berkaitan dengan pola
konsumsi, gaya hidup dan kepentingan-kepentingan ekonomi mapan
lainnya.
Dalam kerangka “kekerasan struktural” yang mendunia itu, kelihatan
betapa lemahnya posisi Negara-negara Islam vis a vis negara-negara kuat
pendukung struktur tersebut. Konflik dan ketegangan yang terjadi di
antara sementara negara Islam. Dalam banyak hal merupakan imbas
“hawa nafsu” yang dipancarkan negara-negara kuat. Agaknya tak ada
alternatif lain bagi negara-negara Islam kecuali merapatkan barisan untuk
sedapat mungkin membendung pengaruh kekuatan-kekuatan eksternal.
Jika tidak, negara-negara Islam hanya akan menjadi korban kontinyu dari
kekerasan struktural tersebut.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini, supaya tidak menimbulkan kerancuan. Metode penelitian yang
digunakan
adalah sebagai berikut :
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena dalam
pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti, serta data
yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yakni
mencari dan mengumpulkan data yang ada di lapangan dengan tujuan untuk
mengetahui faktor-faktor, pandangan, dan upaya dari fenomena di
masyarakat.
20
a. Angket atau Kuesioner Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan
data melalui formulir formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk
mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh
peneliti. Penelitian ini menggunakan angket atau kuesioer, daftar
pertanyaannya dibuat secara 5 berstruktur dengan bentuk pertanyaan
pilihan berganda (multiple choice questions) Metode ini digunakan untuk
memperoleh data tentang persepsi desain interior dari responden.
b. Metode Wawancara
Yaitu tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan
secara fisik yang satu melihat yang lain dan dapat mendengar dengan
telinga sendiri. Metode ini digunakan untuk mencari data tentang
tanggapan tentang pandangan islam terhadap jihad dan terorisme dengan
melakukan wawancara terhadap siswa-siswi SMAN 1 Blitar.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan dan artikel-artikel dari internet guna melengkapi data-
data yang yang diperoleh saat wawancara.
b. Data Sekunder
21
Yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka, misalnya : buku-
buku,tulisan, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan teroris dan cadar,
serta ruang lingkup yang luas mengenai teroris. Sehingga dapat membantu
peneliti dalam melengkapi data yang di perlukan.
22
3. Apakah di negara kita Indonesia ini sudah menemukan strategi
penumpasan teroris?
23
5. Apakah jihad termasuk tindakan yang juga menjurus kearah
terorisme?
24
adalah aman,lalu teroris.seharusnya islam sangat bertolak
belakang pemaknaanya keduanya
25
1. Menurut pendapat saya, jihad itu baik dalam agama islam.
asalakan niat dan tujuan jihad itu baik dan benar sesuai jalan
Allah.
2. Jihad yang semacam ini yang tidak dibenarkan dalam islam. niat
mereka memang berjihad dan menurut mereka hal itu adalah
jihad. namun ndalam pandangan lain hal itu merupakan
perbuatan salah yang dapat merugikan oranglain.
3. Hal itu merupakan perbuatan yang salah. jihad harus bertujuan
yang baik, lurus dengan syariat dan ajaran Allah. dan tidak
dibenarkan apabila disalahgunakan menjadi pembenaran
terorisme.
26
tidak terkecuali umat muslim pada umumnya.Membahas tentang
terorisme, memang terdapat berbagai perbedaan pandangan, di
antaranya ada yang pro dan kontra. Bagi yang pro, terorisme itu
dianggap merupakan bagian dari jihad. Sedangkan bagi yang kontra,
terorisme dianggap sebagai sebuah tindak kejahatan, karena
meresahkan banyak khalayak.
Terorisme = Jihad?
27
Sedangkan istilah jihad itu digunakan dalam menyampaiakan ajaran
agama menggunakan metode praktis, sederhana, dan lemah lembut.
Dari beberapa aksi teror yang kerap terjadi di Indonesia, sering kita
dengar bahwa, perbuatan mereka merupakan bentuk dari ajaran
agama Islam. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya jauh menyimpang
dari syariat Islam. Misalnya jihad melalui tindak kekerasan dengan
cara menghilangkan nyawa orang lain. Selain itu, mereka juga
menebarkan teror di tengah-tengah masyarakat sehingga
mengganggu ketentraman.
Dalam sebuah artikel yang berjudul Islam dan Violence (Islam dan
Kekerasan) Esposito membantah keras mengaitkan islam dengan
aksi teror. Ia mengatakan, “The islamic tradition places limits on the
use of violence and rejects terorism, hijackings and hostage taking”
(tradisi ke-islam-an menetapkan batas-batas penggunaan kekerasan
dan menolak terorisme, pembajakan dan penyanderaan).
28
hilangnya banyak nyawa seseorang dan merusak fasilitas-fasilitas
umum. Namun, yang lebih parah dari tindakan ini yaitu semakin
berkembangnya islamofobia.
Filtrasi Ajaran Islam
29
layaknya para rasul dan sahabat dianggap sebagai pemuka agama.
Pasalnya, hal itu kemudian dimanfaatkan oleh para teroris untuk
berjihad menyampaiakan ajaran agama Islam secara radikal, dengan
cara mencuci otak orang-orang Islam yang pengetahuan akan agama
masih lemah.
4.2 Pembahasan
MADZHAB HANAFI
30
Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan dalam
kitab Badaa’i’ as-Shanaa’i’, “Secara literal, jihad adalah ungkapan
tentang pengerahan seluruh kemampuan… sedangkan menurut
pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan
dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta,
lisan ataupun yang lain.
MADZHAB MALIKI
MADZHAB AS SYAAFI’I
MADZHAB HANBALI
31
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah berkata: Ribaath (menjaga
perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad.[4] Beliau juga
mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain
bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan,
maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali
atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah
diserahkan kepadanya.
ABU ISHAQ
AL BAHUUTHIY
AL DIMYATHIY
32
Di dalam kitab Durr al-Mukhtaar, dinyatakan; jihaad secara
literal adalah mashdar dari kata jaahada fi sabilillah (bersungguh-
sungguh di jalan Allah). Adapun secara
syar’iy, jihaad bermakna al-du’aa` ila al-diin al-haqq wa qataala
man lam yuqabbiluhu (seruan menuju agama haq (Islam) dan
memerangi orang yang tidak mau menerimanya). Sedangkan Ibnu
Kamal mendefinisikan jihaad dengan badzlu al-wus’iy fi al-qitaal fi
sabiilillah mubasyaratan au mu’awanatan bi maal au ra’y au taktsiir
yakhlu dzaalik (mencurahkan segenap tenaga di dalam perang di
jalan Allah baik secara langsung atau memberikan bantuan yang
berujud pendapat, harta, maupun akomodasi perang.
33
kewajiban yang wajib dipenuhi, yakni taat kepada imam,
meninggalkan ghulul, menjaga keamanan, teguh dan tidak
melarikan diri.[12]
IMAM ZARQANIY
34
adalah agama radikal dan keras yang tidak menghargai demokrasi
dan kebebasan-kebebasan lainnya. Islam memang mengatur
tentang kehidupan di dunia, kebebasan tidak dipergunakan secara
salah dan berlebihan, hal ini untuk kebaikan manusia sendiri.
Maka dari itu islam mempunyai hukum yang ketat dan aturan
yang tidak bisa ditawar secara logika, karena semuanya telah
diatur dalam Al-Qur’an sebagai wahyu yang sempurna. Jihad pun
dalam islam ada aturan dan ketentuan yang harus dipatuhi, bukan
semata-mata tindakan menghancurkan yang sering dikaitkan
dengan terorisme.
35
konspirasi karena kasus ini direncanakan diam-diam oleh
kelompok, organisasi rahasia, orang-orang atau organisasi dimana
dalam kasus terorisme pelaku sudah merencanakan terlebih
dahulu tindakannya secara diam-diam.
36
4.2.3Cara agar makna jihad tidak disalah artikan oleh orang yang
tidak bertanggung jawab
Adapun jihād jika diindentikkan dengan terorisme, maka bisa
dikatakan kurang melek, update sejarah dan ilmu. Pertama, jihad
tak selalunya berkaitan dengan perang fisik. Kedua, kalau pun ada
momen di mana harus jihad fisik, maka harus menaati syarat-syarat
yang ketat sehingga tak dengan gampangnya menyerang orang
tanpa ada pemahaman dan ilmu yang jelas terkait dengannya.
37
meluruskan secara arif dan bijak setiap syubhat yang dilancarkan
pembenci Islam terhadap Islam. Ketiga, tidak ikut-ikutan menebar
fitnah(baik melalui media cetak maupun elektronik) serta menjaga
persatuan dan kesatuan umat Islam. Minimal, kalau tak bisa
berbuat baik, maka tak perlu menambah-nambah kerusakan.
Wallāhu a`lam bi al-Shawāb.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Jihad adalah kesungguhan dalam mencurahkan segala kemampuan
untuk mencapai tujuan. Terorisme dan jihad tidak bisa disandingkan
bersama karena memiliki makna yang berbeda. Terorisme dalam bahasan
Arab disebut irhab, akar katanya adalahrahiba-yarhabu rahiba-
yarhabu yang berarti khaafa (takut, menakuti, atau mengintimidasi).
38
dengan kejahatan yang serupa. Karena jiad ada batas dan syaratnya:
pertama, mempertahankan agama, kesucian, jiwa, tanah air, persediaan
(kebutuhan sehari-hari), harta benda, dan segala sesuatu yang
diperintahkan Allah untuk mempertahankannya. Kedua, untuk menolong
orang yang didzalimi.
5.2 Saran
Sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh berkenaan tntang
“Pandangan Islam terhadap Jihad dan Terorisme”, maka dengan ini
penulis mengajukan saran sebagi berikut :
39
Terbukti dalam kajian Konsep Jihad dalam Islam kali ini. Allah tidak
memerintahhkan secara implisit dan eksplisit yang sesuai dengan konteks
kasus terorisme saat ini, yaitu untuk saling merusak dan menyakiti sesama.
Satu hal yang harus selalu diingat untuk menjadi prinsip awal ialah Islam
tetap harus dipegangteguh namun bukan untuk membela Allah, karena
logikanya makhluk takkan mungkin membela khalik.
DAFTAR PUSTAKA
http://santri-ppsd.blogspot.com/2011/07/makalah-jihad-dan-terorisme-
metodologi.html
http://rokhis.blogspot.com/2015/01/makalah-islam-dan-terorisme.html
http://irwantokrc.blogspot.com/2016/01/kajian-fikih-kontemporer-tentang-
jihad.html
http://www.santridayah.com/2012/12/jihad-dalam-perspektif-islam
Ibrahim, Idi Subandy dan Asep Syamsul M. Amerika, Terorisme dan
Islamophobia: Fakta dan Imajinasi Jaringan Kaum Radikal. 2007.
Bandung: NUANSA
40
Qardhawi, Yusuf. Fiqh Al-Jihad: Dirasah Muqaranah li Ahkamihi wa
Falsafati fi Dhau’ Al-Qur’an wa Al-Sunnah, diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental
Terlengkap Tentang Jihad Menurut Al-Qur’an dan Sunnah.Editor:
Yadi Saeful Hidayat. 2010. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
41