Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

      Tradisi keilmuan dalam islam terbentuk seiring dengan kelahiran islam itu sendiri, peletakan
landasan dasarnya pada abad ke-7. Dunia islam telah membentuk tradisi keilmuan jauh sebelum
dunia Eropa masuk ke dalam tradisi keilmuan modern. Tradisi yang berangkat peletakkan dasar
filsafat ilmu pengetahuan yang dalam dunia keilmuan Barat dikenal sebagai ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Manusia memiliki akal untuk meraih ilmu dan mengembangkannya.
Menurut Qudamah ibn Ja’far, akal terbagi dua, yakni akal pemberian (mauhub) dan akal yang
diusahakan (maksub).

B.  Rumusan Masalah

      Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahannya adalah sebagai
berikut :

1.    Bagaimana tradisi keilmuan islam ?

2.    Bagaimana munculnya tradisi keilmuan islam ?

3.    Bagaimana tradisi keilmuan islam era globalisasi ?

C.  Tujuan Penulisan

          Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan diatas, maka tujuannya meliputi :

1.    Mengetahui bagaimana tradisi keilmuan sejak dahulu hingga sekarang

2.    Mengetahui awal terbentuknya tradisi keilmuan islam

3.    Mengetahui bagaimana tradisi keilmuan islam berkembang di era globalisasi


D.  Manfaat Penulisan

       Semoga hasil dari penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai berbagai hal
yang ditemui di dalam mata kuliah filsafat ilmu dan sebagai bahan pertimbangan untuk belajar.
BAB 11

TINJAUAN TEORI

A.  Tradisi Keilmuan Islam

      Awal kedatangan islam, masyarakat Arab Jahiliyah masih dalam kondisi buta huruf, masih
sangat terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat pengikut Injil, banyak orang Yahudi
dan Kristen yang mampu membaca Kitab Injil. Setelah tersebarnya Islam, guru-guru di kuttab
adalah Yahudi dan Kristen, Tetapi Islam membawa instrumen pendidikan yang berbudayakan
Al-Qur’an dan ajaran-ajaran Nabi untuk pertama kalinya. Pendekatan ini pula yang digunakan
Muhammad Saw dalam membangun tradisi keilmuan.

      Kondisi sosio-kultural masyarakat ini jadi perhatian serius Rasul Allah Saw, manakala beliau
berhijrah ke Madina. Sejumlah langkah-langka strategis mulai diterapkan. Menurut Yusuf Al-
Qardlawi, langkah-langkah tersebut adalah,1) Pembentukan penalaran Ilmiah; 2) Pemberantasan
buta huruf; 3) Pembelajaran bahasa asing; 4) Penggunaan metode statistik; 5) Perencanaan; 6)
Pengakuan logika eksperimental; 7) Berpegang kepada pendapat pakar dan ilmuwan; 8)
Memetik segala yang bermanfaat; 9) Memberantas takhayul dan khurafat; 10) Perhatian terhadap
ilmu eksperimental dalam bidang kedokteran (Yusuf Al-Qardlawi: 36-66).

       Menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban agama. Menuntut ilmu sama sekali tidak
identik dengan belajar, menuntut ilmu adalah sebuah proses mengacu kepada usaha keras dan
sungguh-sungguh guna mencapai tingkat kemampuan profesional.

      Tantangan spekulatif dari peradaban sebelumnya (terutama budaya jahiliyah) dan adanya
motivasi Al-Qur’an, bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral dan relijius sebagai
khilafah di bumi dan alam semesta, membuat generasi pertama islam mulai berspekulasi
terhadap beberapa masalah tertentu yang muncul saat itu. Pada masa kenabian, ketika umat islam
berhadapan dengan permasalahan-permasalahan tersebut, Nabi Muhammad saw akan
menjelaskan dengan bimbingan wahyu. Hal ini merupakan proses berkelanjutan dalam
konstruksi islamic worldview.

B.  Kemunculan Tradisi Keilmuan Islam

      Hamid Fahmy Zarkasyi, kelahiran ilmu dalam islam dibagi kedalam empat periode. Pertama,
turunnya wahyu dan pandangan hidup islam. Turunnya wahyu pada peridoe Mekah merupakan
pembentukan struktur konsep dunia dan akhirat. Turunnya wahyu pada periode Madina
merupakan konfigurasi struktur ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam menghasilkan
kerangka konsep keilmuan (the scientific conceptual scheme), apabila skema konsep keilmuan
ini mucul pada suatu masyarakat atau peradaban tersebut, maka hal tersebut dinamakan tradisi
keilmuan (scientific tradition). Dapat disimpulkan bahwa islamic scientific conceptual scheme
merupakan dasar atau fondasi dari munculnya tradisi keilmuan islam.

     Periode kedua adalah lahirnya kesadaran bahwa wahyu yang turun mengandung struktur ilmu
pengetahuan. Periode ketiga adalah lahirnya tradisi keilmuan dalam islamyang ditunjukan
dengan adanya komunitas ilmuwan. Periode keempat adalah lahirnya disiplin ilmu-ilmu islam.

C.  Tradisi Keilmuan Islam Era Globalisasi    

      Tradisi Keilmuan Islam Al-quran diturunkan oleh Allah swt. kepada manusia untuk menjadi
petunjuk dan menjadi pemisah antara yang hak dan yang batil sesuai dengan firman-Nya dalam
Al-Quran (al-Baqarah [2]:185). Al-quran menempatkan ilmu dan ilmuwan dalam kedudukan
yang tinggi sejajar dengan orang-orang yang beriman (QS: al-Mujadilah: 11). Banyak nash Al-
quran yang menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu, bahkan wahyu yang pertama kali turun,
adalah ayat yang berkenaan dengan ilmu, yaitu perintah untuk membaca seperti yang terdapat
dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5. Disamping itu, Al-quran menghargai panca indera dan
menetapkan bahwasanya indera tersebut adalah menjadi pintu ilmu pengetahuan. (QS.Al-Nahl:
78).

       Dr. M. Quraish Shihab mengatakan, membahas hubungan Alquran dan ilmu pengetahuan
diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kesucian Alquran dan sesuai pula
dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri. Tidak perlu melihat apakah di dalam Alquran
terdapat ilmu matematika, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu komputer dan ilmu
lainnya. Kuntowijoyo mengatakan bahwa Alquran sesungguhnya menyediakan kemungkinan
yang sangat besar untuk dijadikan sebagai cara berpikir. Cara berpikir inilah yang dinamakan
paradigma Alquran, paradigma Islam.

      Upaya dalam Membangkitkan Tradisi Keilmuan Islam di Era Global

1.    Membangun Tradisi Membaca Tradisi

      Ini merupakan inti dari tradisi Islam, terdapat pada wahyu pertama. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa ilmu pengetahuan itu diawali dengan proses membaca, Membaca dalam
aneka maknanya adalah syarat pertama dalam pengembangan ilmu dan tekhnologi, serta syarat
pertama dalam membangun peradaban. semakin intens dan luas pembacaan umat Islam, semakin
tinggi peradaban Islam, begitu sebaliknya. Jadi kebangkitan tradisi keilmuan Islam bisa di dapat
kembali dengan meningkatkan kualitas pendidikan setiap individu muslim, yaitu dimulai dengan
mmbaca.

2.    Memangun Budaya Penelitian dan Forum Kajian Ilmiah.

      Konsep yang kedua ini adalah merupakan implementasi dari konsep membaca. Konsep ini
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat lapangan yang didasarkan pada kajian
pustaka (kajian teori). Setelah beberapa orang peneliti melakukan sebuah kajian pustaka dan
meletakkan dasar dari sebuah teori dalam lapangan penelitian, ditambah dengan adanya forum
kajian ilmiah, konsorsium, seminar dan sebagainya, maka sebuah disiplin ilmu akan lebih
bersifat kebenaran. Konsep yang kedua ini bisa dipandang sebagai konsep pemersatu umat dan
tradisi untuk mencapai kepada tujuan Islam diturunkan ke muka bumi, yaitu sebagai jawaban
atas pertanyaan baik pemikiran klasik hingga modern, bahkan postmodernisme sekalipun ( Islam
sebagai rahmatan lil’alamin).

    3.  Tradisi Budaya Menterjemahkan Litelatur dari Eropa dan Barat

      Literatur yang diterjemahkan adalah buku-buku para pemikir (filosof) barat terutama Yunani
yang kemudian hasil dari buah pemikiran mereka disempurnakan dengan ajaran Islam yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, sehingga melahirkan para pemikir muslim yang bukan
hanya dikenal dikalangan muslim saja namun buah pemikiran mereka diakui dalam dunia Eropa
maupun Barat. Yang perlu dicatat bahwa buah dari pemikir- pemikir Ilmuwan Eropa dan Barat
sudah selangkah lebih maju dengan berbagai macam konsep dan teori yang dibuktikan dengan
banyaknya literatur dari Eropa dan Barat yang dipakai di berbagai forum kajian ilmiah. 

BAB III

PENUTUP

      Tentunya umat Islam semestinya tidak tinggal diam. Jika Eropa dan Barat menyerap buah
pemikiran para ilmuan muslim klasik, maka saat ini kita juga dapat menyerap pemikiran-
pemikiran dari Eropa dan Barat. Maka konsep tradisi yang ketiga ini merupakan napak-tilas dari
apa yang pernah dilakukan oleh umatIslam pada zaman klasik. Bedanya adalah bahwa saat ini
kita perlu menterjemahkan literatur-literatur Eropa dan barat. Sudah barang tentu hasil dari
proses penterjemahan ini harus didasarkan pada kemauan keras untuk melahirkan berbagai
disiplin ilmu sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits yang dikombinasikan dengan
globalisasi. Sehingga Islam akan kembali merasakan kejayaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin (2013). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Husaini, Adian (2013). Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam. Jakarta: Gema Insani

Syarafa Nadia  (2014). Membangkitkan Tradisi Keilmuan Islam Di Era Globalisasi. diakses


dari https://syarafanadhia.blogspot.co.id/2014/01/membangkitkan tradisi-keilmuan-islam-
di.html?m=1, 18 Januari 2017 pukul 07.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai