Anda di halaman 1dari 11

Pandemi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini tidak bisa dianggap sepele.

Penyebaran
virus ini telah menyebar hinga ke negara-negara di seluruh dunia. Virus yang berasal dari
Negara china ini sudah menelan banyak korban jiwa. Termasuk di Indonesia yang kian hari
kian bertambah. Presiden Jokowi yang sudah menetapkan bahwa wabah viruscorona ini
sebagai bencana nasionan non-alam, dan sudah turun tangan untuk penanganan virus corona,
dimulai dari Social Distancing hingga PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) disetiap
daerah-daerah yang sudah memiliki kasus penyebaran viruscorona. Ancaman Covid-19 ini
tidak hanya kepada kalangan pejabat, tetapi juga pada penduduk-penduduk usia produktif di
Indonesia.

Ketika PSBB berlaku banyak tenaga kerja di Indonesia terpaksa harus dirumahkan,
karena mengingat penyebaran virus ini sangat cepat, dan seluruh perusahaan ikut merasakan
dampaknya. Penerapan physical/social distancing yang lebih keras adalah melalui karantina
wilayah alias lockdown, seperti yang diterapkan di India atau Filipina. Masyarakat benar-
benar tidak boleh keluar rumah kecuali untuk urusan yang sangat mendesak. Transportasi
publik juga tidak beroperasi. Berbagai kebijakan tersebut bertujuan untuk mempersempit
ruang gerak penyebaran virus corona dan menyelamatkan jutaan nyawa.

Aktivitas manusia yang sangat terbatas membuat laju perekonomian berjalan sangat
lambat. Pabrik dan kantor banyak yang tidak beroperasi, walau beroperasi tidak dalam
kapasitas penuh. Hotel dan restoran sepi. Tempat wisata dan pusat perbelanjaan minim
pengunjung, atau bahkan ada yang ditutup. Dunia usaha kelimpungan. Pemasukan anjlok
seanjlok-anjloknya, sementara pengeluaran jalan terus untuk membayar tagihan listrik, air,
membayar utang, dan sebagainya. Penerapan PSBB membuat tenaga kerja di Indonesia
hampir kehilangan pekerjaannya. Karena pada situasi seperti ini usaha di berbagai sektor
ekonomi akan menghadapi kerugian besar, yang akan mengancam operasi dan kesehatan para
pekerja terutama pada perusahaan-perusahaan kecil, banyak perusahaan yang pada akhirnya
memutuskan hubungan kerja dengan para karyawannya dikarenakan pendemi viruscorona
yang semakin meningkat kian kemari. Bahkan perusahaan hingga mengeluarkan keputusan
ekstrim yakni pemutusan hubungan kerja (PHK), dirumahkan, bekerja sebagian, dikurangi
gajinya, dan semacamnya.

Gangguan ekonomi yang besar dan masif ini yang diakibatkan Covid-19 telah
mempengaruhi tenaga kerja dunia sebesar 3,3 miliar. Dan terjadilah penurunan dramatis dari
kegiatan ekonomi dalam lapangan pekerjaan, baik dalam hal pekerjaan, jumlah pekerja, jam
kerja, dan gaji pokok pekerja di banyak negara menyebabkan penurunan tajam dalam aliran
pendapatan untuk banyak sektor usaha. Dengan adanya PSBB sebagian atau total yang
membatasi operasi usaha dan pergerakan sebagian besar pekerja, dan bagi yang harus diam di
rumah saja tidak memungkinkan untuk bekerja sehingga terjadi perubahan pada metode kerja
mereka.

Perkiraan global dari model nowcasting International Labour Organisation  (ILO)


saat ini menunjukkan bahwa krisis telah menyebabkan pengurangan aktivitas ekonomi dan
waktu kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya, pada 1 April 2020 perkiraan menunjukan
bahwa jam kerja akan menurun sekitar 6,7 persen yang setara dengan 195 juta pekerja penuh
waktu dengan asusmsi seminggu kerja 48 jam. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa para pekerja
akan kehilangan pendapatan dan mengalami kemiskinan yang lebih dalam.

Di Indonesia, menurut data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional


(Bappenas) memperkirakan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada 2020 mencapai 8,1%
hingga 9,2% dan angka pengangguran diperkirakan naik 4 hingga 5,5 juta orang. Lebih
lanjut, pada 2021, TPT diperkirakan mencapai kisaran 7,7% hingga 9,1%. Jumlah
pengangguran juga diprediksi meningkat antara 10,7 juta sampai 12,7 juta orang. Angka
tersebut naik dibandingkan jumlah pengangguran pada Februari tahun ini. Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2020 sebesar
4,99 persen dengan jumlah pengangguran sebanyak 6,88 juta orang. BPS khawatir pada 2021
pengangguran akan mencapai 10,7-12,7 juta orang. Menurut Hitungan dari BPS,
memperkirakan akan ada 2,3-2,8 juta penciptaan lapangan kerja di 2021 yang berhadapan
dengan penganggur yang akan bertambah 4,2 juta pada tahun 2020 dibanding 2019.

BPS mencatat TPT dan jumlah pengangguran setiap bulan Februari dan Agustus
setiap tahunnya. Tingkat pengangguran Terbuka atau TPT merupakan persentase jumlah
pengangguran terhadap jumlah Angkatan kerja. Pada Februari 2010, TPT tercatat sebesar
7,41 persen. Angka tersebut memperlihatkan kecenderungan menurun hingga mencapai 4,99
pada Februari 2020 lalu. TPT tertinggi terdapat pada Agustus 2011 dengan 7,48 persen.

Jika diperhatikan, angka TPT mempunyai kecenderungan untuk meningkat pada


Agustus dan kembali turun pada Februari. Hal tersebut dipengaruhi periode tahun ajaran
sekolah yang berakhir pada semester ganjil sehingga banyak lulusan sekolah yang tengah
mencari kerja juga turut tercatat. Angka pengangguran juga senada dengan tren TPT setiap
periodenya. Jumlah pengangguran pada Februari 2010 tercatat sebanyak 8,59 juta orang.
Angka tersebut cenderung menurun hingga mencapai 6,88 juta orang pada Februari 2020.

Melihat perubahan angka pengangguran pada periode Agustus setiap tahunnya (Y-o-
Y), angka pengangguran mengalami perubahan yang fluktuatif. Kenaikan tertinggi terjadi
pada Agustus 2011, sebanyak 361.613 orang. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada
Agustus 2012, turun 1,34 juta orang jika dibandingkan periode sebelumnya. Jika prediksi
Bappenas mengenai angka pengangguran pada 2021 terjadi, maka angka tersebut menjadi
angka pengangguran terbesar dalam 10 tahun terakhir. Selain itu, hal tersebut juga
mencatatkan angka perubahan tertinggi dalam 10 tahun terakhir dengan adanya kenaikan
antara 3,82 juta hingga 5,82 juta orang dibandingkan angka pada Februari 2020.

Sedangkan menurut data Kementerian Tenaga Kerja pertanggal 27 Mei 202, pekerja

formal dan informal yang terdampak Covid-19 sebanyak 1.722.958. Dengan perincian,

1.034.618 pekerja sektor formal yang dirumahkan dan 377.386 terkena PHK. Sedangkan

pekerja informal sebanyak 316.501. Dampak Covid-19 tidak hanya pada sektor pekerja

formal dan informal, tetapi juga pada pekerja migran. Data Kemenaker menggambarkan,

34.179 calon pekerja migran tidak bisa berangkat dan  465 pekerja magang di Jepang

dipulangkan. Selain itu, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI)

memprediksi  34.300 pekerja migran pulang pada Mei hingga Juni 2020. Data tersebut

merupakan data yang sudah clear, dari nama dan dari alamat serta dilengkapi NIK KTP.
Selain itu, masih ada 1,2 juta pekerja yang diproses tahap verifikasi dan validasi sehingga

totalnya sekitar 3 juta pekerja yang terdampak

Hasil survei daring Trade Union Rights Centre (TURC) pada 1-15 Mei 2020 dengan

665 responden pekerja formal menggambarkan kondisi pekerja terdampak lebih mikro.

Terdapat 9 persen pekerja tetap masuk kerja dengan upah tak penuh dan 38 persen dengan

upah penuh. Terdapat 21  persen pekerja dirumahkan dengan upah tidak penuh dan dua

persen mendapat upah penuh. Pekerja yang mengalami PHK, tujuh persen tak mendapat

pesangon dan hanya satu persen pekerja terkena PHK memperoleh pesangon.

Pekerja yang bekerja dari rumah, 6 persen diupah tak penuh dan 16 persen dapat upah

penuh. Data menunjukkan, pekerja mengalami tiga persoalan, yaitu berkurangnya


pendapatan, hilangnya pekerjaan, dan kesehatan yang tak pasti karena perusahaan

menuntutnya tetap kerja. Temuan lainnya menggambarkan kondisi pekerja terdampak. Di

antaranya, PHK tanpa pesangon, PHK dengan pesangon, dirumahkan tanpa upah penuh, tetap

masuk kerja tanpa upah penuh, bekerja dari rumah dengan upah tak penuh.

Kategorisasi pekerja dengan status itu terkonsentrasi pada dua kelompok, yakni kelas

menengah dan menuju kelas menengah. Pada kelompok kelas menengah dengan rata-rata

pengeluaran Rp 1,2 juta-Rp 6 juta terdapat 75 persen pekerja terdampak. Pada

kelompok aspiring middle class dengan rata-rata pengeluaran Rp 500 ribu-Rp 1,2 juta

terdapat 11 persen pekerja terdampak. Sisanya tersebar di kelompok pekerja rentan dengan

pengeluaran antara Rp 355 ribu-Rp 532 ribu. Selain itu, ada kelompok pekerja miskin dengan

rata-rata pengeluaran kurang dari Rp 345 ribu. Data ini mengonfirmasi temuan laporan Bank

Dunia awal 2020 bahwa empat kelompok tersebut rentan turun kelas, bahkan menjadi

pengangguran baru bila ada guncangan ekonomi.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200403073213-4-149505/sedih-phk-dan-
pengangguran-di-mana-mana-gegara-corona

https://www.feb.ui.ac.id/blog/2020/06/11/riani-rachmawati-pandemi-ketenagakerjaan-
dan-social-partnership/

https://www.republika.id/posts/6834/covid-19-dan-nasib-pekerja

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/bagaimana-pandemi-covid-19-
memengaruhi-angka-pengangguran-ri-fK3e

dari jurnal Dampak COVID-19 terhadapTenaga Kerja di Indonesia Syeikha Nabilla Setiawan,
Nunung Nurwati, M.Si.2
Selain sektor kesehatan, pandemi Covid 19 berdampak terhadap sektor
ekonomi khususnya keberlangsungan pekerjaan dan pendapatan. Dampak pandemi Covid 19
terhadap dunia ketenagakerjaan di Indonesia dilihat dari sisi pekerja, pengusaha dan usaha
mandiri. Dari sisi pekerja, terjadinya gelombang PHK tenaga kerja dan penurunan
pendapatan sebagai akibat terganggunya kegiatan usaha pada sebagian besar sektor. Pandemi
ini memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan sektor industri. Berikut ini beberapa
sektor industri yang paling terhantam keras karena wabah Covid 19, hingga berdampak pada
merumahkan tenaga kerjanya, pemotongan gaji dan rentan melakukan kebijakan PHK
massal.

1. Manufaktur

Industri manufaktur menerapkan skenario untuk mengatasi krisis di tengah pandemi,


yaitu mengurangi jam kerja para karyawan dengan menerapkan sistem pembagian jadwal
kerja. Karena itu, arus kas terganggu dan produksi tidak maksimal. Dalam sektor industri
manufaktur terdapat 9,8 juta hingga 10 juta tenaga kerja. Namun karena ada Covid-19 maka
rata-rata pekerja yang bertahan sekitar 50 persen. Lima juta orang ini bisa saja dirumahkan
atau bekerja paruh waktu. Rata-rata orang bekerja dalam satu Minggu menghabiskan waktu
40 jam. Selama penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka ada
400 ribu jam kerja yang hilang. Jika dikalikan dengan 10 juta pekerja dalam keadaan normal,
akan ada 4 miliar jam kerja yang hilang di sektor manufaktur.

Survei Indeks Manufaktur Bank Indonesia memproyeksi sektor manufaktur masih


akan menurun atau terkontraksi pada kuartal II 2020 akibat pandemi corona. Peneliti Institute
For Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira memproyeksi kondisi ini
akan membuat 2,5 juta orang mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK pada tahun
ini.  Masalah di industri manufaktur terletak pada penurunan kinerja manufaktur yang
disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain penurunan permintaan, gangguan pasokan bahan
baku akibat karantina atau lockdown yang dilakukan sejumlah negara, hingga beban utang
luar negeri perusahaan. 

2. Penerbangan
Berbagai maskapai penerbangan di Amerika Serikat memutuskan untuk melakukan
PHK sementara ataupun cuti tanpa tunjangan, akibat wabah corona. Hal ini disebabkan
dengan banyaknya negara yang menerapkan kebijakan lockdown, jumlah penerbangan masuk
dan keluar pun dikurangi. Pada akhirnya, para maskapai mesti mengurangi jumlah
penerbangan mereka. Sedangkan di Indonesia,  terdampak COVID-19, maskapai
penerbangan seperti Lion Air Group, AirAsia, hingga Garuda Indonesia, harus melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK) ratusan hingga ribuan karyawan lantaran keuangan
terpuruk. Indonesia National Air Carries Association (INACA) mengatakan kondisi sulit ini
menyebabkan perusahaan maskapai mengambil keputusan mulai dari pengurangan gaji,
merumahkan karyawan, hingga paling ekstrem PHK. Ketua Umum INACA Denon
Prawiratmadja mencatat adanya penurunan jumlah penumpang yang drastis sejak awal Maret
2020. Hal itu terjadi setelah wabah COVID-19 merebah hingga pelarangan penerbangan
akitab corona outbreak.

Pada maskapai Lion Air melakukan pengurangan karyawan atau tak memperpanjang
tenaga kerja yang kontraknya sudah habis. Sehingga, pengurangan tenaga kerja berdasarkan
masa kontrak kerja, tidak diperpanjang. Tak hanya Lion Air, maskapai lain seperti PT
AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) juga merasakan dampak dari pandemi terhadap
pendapatannya yang menurun 51%-75%. Imbasnya, AirAsia harus merumahkan sebanyak
873 karyawan dan melakukan PHK kepada sembilan orang dari total 1.645 karyawan. Selain
PHK, AirAsia juga melakukan pemotongan gaji sebesar 50% kepada 328 karyawan. Hal ini
mulai dilakukan AirAsia sejak pendapatan korporasi berkurang akibat penghentian sementara
operasional penerbangan di rute domestik dan internasional selama tiga bulan. Maskapai
penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) pun juga
mengeluarkan keputusan dalam merumahkan karyawan. Sebanyak 800 pegawai dengan
status tenaga kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dirumahkan sejak
14 Mei 2020. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu mengambil kebijakan tersebut untuk
memastikan keberlangsungan perusahaan agar tetap terjaga di tengah kondisi operasional
yang sulit sebagai dampak pandemi COVID-19.

3. Hotel dan Restaurant.

Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), ada sekitar 698 hotel yang ditutup
akibat corona. Tak cuma hotel, restoran pun mendapat pukulan yang cukup besar hingga
tutup satu per satu. PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) mencatat, rata-rata
okupansi hotel mulai awal Maret hanya berada di angka 30% karena turunnya wisman,
mencakup wilayah Bali, batam, dan Manado.

Seolah makin parah, tingkat sewa ruang hotel--utamanya di Bali--telah masuk ke


angka 0% dalam waktu kurang dari sebulan. Para agen travel pun turut merasakan dampak
serupa. Sejak ada corona, terjadi penurunan penjualan yang akhirnya berdampak terhadap
jalannya perusahaan. Pada akhirnya, hal-hal itu bisa berujung pada efisiensi sumber daya,
bila pengurangan jam kerja sudah dinilai tak efektif lagi.

4. Tekstil.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kian terpukul atas dampak pandemi covid-19.
Saat ini tercatat sekitar 80% perusahaan menghentikan seluruh aktifitasnya sementara karena
kondisi pasar baik lokal maupun ekspor yang sepi, belum lagi ada aturan pembatasan sosial
dari pemerintah.

Data sementara Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebutkan bahwa jumlah


tenaga kerja yang dirumahkan mencapai 2,1 juta atau 80% dari total pekerja di industri TPT.
Untuk diketahui, hingga akhir 2019, API mencatat terdapat 2,6 juta pekerja industri TPT.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) periode 2016-2019 mengatakan saat ini
survei ketahanan industri dilakukan setiap minggu. Lonjakan PHK tersebut mengakibatkan
sisa karyawan yang masih aktif bekerja di industri TPT hanya sekitar 809.000 orang.

Industri TPT juga mengalami pengurangan utilisasi dan volume produksi. Utilisasi


industri TPT tercatat berkurang hingga 90% menjadi tinggal 5,05% saja, dibandingkan tahun
2019 dengan utilisasi sebesar 49,05%. Sementara, volume produksi berkurang hingga 85%
menjadi 1.004 ton, dari 6.693 ton pada 2019.

5. Ritel

Dengan adanya kebijakan social distancing yang mana mengharuskan masyarakat


untuk tetap berdiam di rumah, telah mempengaruhi berbagai sektor, termasuk di dalamnya
yaitu bisnis ritel. Dengan adanya perubahan kebiasaan berbelanja, hal ini menyebabkan
orang-orang tidak lagi mendatangi pusat keramaian dengan tujuan berbelanja atau hanya
berkumpul. Karena hal tersebut telah mengakibatkan omzet menurun drastis sehingga
membuat bisnis ritel di Indonesia terpaksa menutup gerai-gerainya termasuk merumahkan
karyawannya. Termasuk emiten yang tergabung dalam bisnis sektor ritel.

Adapun, emiten ritel di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menyampaikan laporan
dampak Covid-19 kepada bisnisnya masing-masing. Ada yang terpaksa melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, ada pula yang memotong gaji hingga 50%.
Berikut ini diantaranya:

a. PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES)

Ace Hardware yang merupakan peritel penyedia alat kebutuhan sehari-hari ini
mengaku terdampak dengan penyebaran Covid-19. Perusahaan berkode emiten ACES ini
terpaksa menutup 20-40 gerai pada periode Maret hingga April 2020. Akibatnya, pendapatan
dan laba bersih pada periode tersebut diperkirakan turun masing-masing 25%. Agar bisnisnya
tetap berjalan tanpa melakukan PHK dan memotong gaji karyawannya, perusahaan
menerapkan beberapa strategi bertahan di tengah pandemi. Caranya dengan mengintensifkan
penjualan secara online dan mempromosikan produk-produk yang erat hubungannya dengan
pandemi Covid-19.

b. PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS)

Ramayana mengungkapkan bahwa perusahaan telah melakukan pemutusan hubungan


kerja atau PHK terhadap 421 orang karyawan seiring dengan kinerja bisnis yang terpukul
pandemi corona. Selain mem-PHK ratusan karyawan, perusahaan mengungkapkan bahwa
ada 2.700 karyawan lainnya yang juga terdampak kebijakan pembatasan operasional ini,
yakni dalam bentuk pemotongan gaji hingga 50%. Namun tidak ada karyawan yang
dirumahkan. Meski demikian pihak Ramayana menyatakan bahwa pandemi Covid-19 tidak
berdampak pada pemenuhan kewajiban keuangan jangka pendek ataupun implikasi hukum
lainnya.

c. PT Matahari Department Store Tbk (LPPF)

Matahari mengaku tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada


karyawannya meski bisnisnya terdampak Covid-19. Padahal, perusahaan ritel ini terkena
dampak penghentian operasional sebagian karena pandemi ini. Manajemen Matahari
menjelaskan, meski tidak melakukan PHK, namun manajemen terpaksa merumahkan 5.623
karyawannya. Selain itu, ada 12.080 karyawannya yang terkena dampak dengan lain, seperti
pemotongan gaji sekitar 50%. Langkah tersebut diambil, karena manajemen Matahari
melakukan penutupan sementara gerai-gerai miliknya. Lokasi penutupan gerai, merupakan
lokasi yang ada di daerah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

3.3 Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasi Pengangguran

Dalam situasi dan kondisi seperti ini tentu kebijakan pemerintah sangatlah dianggap
penting, karena dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah nantinya yang akan menentukan
nasib rakyat Indonesia ke depannya, termasuk dalam hal pengangguran. Oleh karenanya,
untuk meredam dampak ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat, pemerintah dalam
kondisi ini melakukan percepatan untuk mengeluarkan suatu kebijakan, salah satunya yaitu
Program Kartu Pra-Kerja.

Kartu Pra-Kerja.

Kartu ini menjadi salah satu jaring pengaman sosial (safety social net) yang dibuat
oleh pemerintah, yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi dan kesempatan bagi
para pencari kerja. Pekerja/buruh yang terkena dampak dari pemutusan hubungan kerja,
dan/atau pekerja/buruh yang sedang membutuhkan dukungan finansial. Lewat Peraturan
Presiden Nomor 36 tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program
Kartu Pra-Kerja, kemudian disusul dengan dikeluarkan peraturan teknisnya yakni, Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25/PMK.O5/2020 tentang Tata Cara Pengalokasian,
Penganggaran, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kartu Prakerja, kartu ini pun resmi
diluncurkan.

Kartu ini sendiri telah ber-jalan hingga tahap pendaftaran gelombang kedua dan untuk
pendaftar yang telah diseleksi pada gelombang pertama telah mendapat dana yang dijanjikan
sebesar Rp3.550.000, dengan rincian paket bantuan tersebut terdiri dari bantuan pelatihan
sebesar Rp1 juta dan insentif pasca pelatihan sebesar Rp600.000 per bulan untuk empat
bulan, serta insentif survei kebekerjaan dengan total Rp150.000. beberapa kebijakan sebagai
strategi untuk menekan pengangguran. Namun Program Kartu Pra-kerja ini bisa dikatakan
tidak berjalan dengan baik, karena sebelum peluncurannya pun menuai polemik di
masyarakat. Mulai dari jadwal rilisnya yang dipercepat, anggaran yang pada awalnya 10
triliun menjadi 20 triliun, hingga adanya dugaan conflict of interest yang menimpa beberapa
staf Khusus Presiden.

Selain mengeluarkan program Kartu Pra-Kerja yang masih dipenuhi dengan pro
kontra, emerintah juga mengeluarkan beberapa kebijakan lainnya dalam rangka untuk
menekan pengangguran yang terjadi saat ini, terdapat 6 langkah kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah, yaitu diantaranya:

a. Pertama, mengalokasikan dana untuk penanganan Covid-19 sebesar 46,6 miliar dollar
AS, termasuk stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha 17,2 miliar dollar AS. Stimulus
ekonomi dimaksudkan agar pelaku usaha tetap terus melanjutkan kegiatan usaha sehingga
dapat menghindari adanya PHK terhadap para pekerjanya

b. Kedua, menyediakan program berupa insentif pajak penghasilan, relaksasi pembayaran


pinjaman/kredit, dan dalam waktu dekat akan dikeluarkan kebijakan relaksasi iuran
jaminan sosial ketenagakerjaan untuk meringankan sekitar 56 juta pekerja sektor formal.

c. Ketiga, menyediakan jaring pengaman sosial bagi pekerja sektor informal. Pemerintah
memberikan bantuan sosial kepada 70,5 juta pekerja sektor informal yang termasuk
dalam kategori miskin dan rentan, Mengingat pandemi, seluruh pelatihan dilakukan
dengan metode online. Dalam jangka waktu dekat akan diselenggarakan pelatihan
keterampilan vokasi dengan metode blended (online dan offline) menyesuaikan kondisi
penyebaran Covid-19 di suatu wilayah.

d. Keempat, memprioritaskan pemberian insentif pelatihan melalui Program Kartu Prakerja


bagi pekerja yang terkena PHK. Pemerintah telah memberikan insentif pelatihan dengan
target tahun ini sebanyak 3,5-5,6 juta penerima manfaat. Hingga saat ini, telah terealisasi
lebih dari 680.000 penerima manfaat didominasi oleh korban PHK.

e. Kelima, memperbanyak program perluasan kesempatan kerja seperti padat karya tunai, padat
karya produktif, terapan Teknologi Tepat Guna (TTG), Tenaga Kerja Mandiri (TKM), dan
kewirausahaan, yang dimaksudkan untuk penyerapan tenaga kerja.

f. Keenam, menyediakan panduan yang ditujukan bagi perusahaan dan pekerja. Utamanya
menyangkut pelindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha, serta perlindungan pekerja pada
kasus penyakit akibat kerja karena Covid-19.
https://www.google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/berita/2020/06/05/pand
emi-corona-buat-emiten-ritel-lesu-berikut-rekomendasi-sahamnya

https://www.alinea.id/bisnis/api-industri-tekstil-telah-rumahkan-80-pekerja-
b1ZL79tL8

https://m.mediaindonesia.com/read/detail/308766-70-industri-tekstil-
terancam-gulung-tikar-akibat-covid-19

https://www.google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/berita/2020/04/13/manufaktur-
terpukul-corona-indef-25-juta-orang-berpotensi-kena-phk

https://fin.co.id/2020/06/10/covid-19-pendapatan-pekerja-manufaktur-hilang-rp40-t/

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/2020/07/02/193200026
/7-langkah-pemerintah-tekan-jumlah-pengangguran-selama-pandemi

Anda mungkin juga menyukai