Anda di halaman 1dari 8

TheBhoga

Senin, 07 Januari 2013


Makalah Traksi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO,
juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya
adalah remaja atau dewasa muda.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari traksi?
2.      Apa saja tujuan pemasangan traksi?
3.      Apa saja komplikasi dari pemasangan traksi?
4.      Bagaimana proses keperawatan dari pemasangan traksi?
5.      Bagaimana pendidikan kesehatan pada pasien pemasangan traksi?
1.3    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari traksi
2.      Untuk mengetahui tujuan pemasangan traksi
3.      Untuk mengetahui komplikasi dari pemasangan traksi
4.      Untuk mengetahui proses keperawatan dari pemasangan traksi
5.      Untuk mengetahui pendidikan kesehatan pada pasien pemasangan traksi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian
Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai dengan
memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot.
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan
ataugangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan dan mengimbolisasi fraktur; untuk
mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan
tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek
terapeutik. Faktor – faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus di hilangkan.
Efek traksi yang di pasang harus di evaluasi dengan sinar x dan mungkin diperlukan
penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk
memperoleh gaya tarik yang diinginkan. Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih
dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan
yang diinginkan pertama berkontraksi terhadap garistarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut
di kenal dengan fektor gaya. Resultan gaya tarikan yang sebenarnya terletak diantara kedua garis
tarikan tersebut.
Keuntungan pemakaian traksi:
1.      Menurunkan nyeri spasme
2.      Mengoreksi dan mencegah deformitas
3.      Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi
1.         Perawatan RS lebih lama
2.         Mobilisasi terbatas
3.         Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban Traksi
1.      Dewasa = 5 – 7 Kg.
2.      Anak = 1/13 x BB
2.2  Indikasi
1.      Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia.
2.      Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan
sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut.
3.      Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus
dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
4.      Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha.
5.      Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis
orang dewasa.
6.      Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda.
2.3  Tujuan Pemasangan Traksi
1)      Untuk meminimalkan spasme otot.
2)      Untuk mengurangi dan mempertahankan kesejajaran tubuh.
3)      Untuk mengimobilisasi fraktur.
4)      Untuk mengurangi deformitas.

5)      Untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang.


2.4  Klasifikasi Traksi
a.       Menurut jenisnya traksi, meliputi:
1.      Traksi lurus atau langsung. Traksi ini memberi gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan
bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Contohnya, traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis.
2.      Traksi suspensi seimbang. Traksi ini memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas
tempat tidur, sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya
gaya tarikan.
b.      Menurut cara pemasangannya traksi, sebagai berikut:
1.      Traksi kulit adalah traksi yang dapat dilakukan pada kulit. Berat beban yang dipasang tidak
boleh lebih dari 2-3 kg tetapi pada traksi pelvis umumnya 4,5-9 kg bergantung pada berat badan
paisen.
Traksi kulit, antara lain:
a.       Ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi kulit yang tarikan diberikan pada
satu bidang jika hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Traksi ini digunakan
untuk memberi rasa nyaman setelah cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelum
dipasang traksi, kulit diinspeksi adanya abrasi dan gangguan peredaran darah. Kulit dan
peredaran darah harus dalam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan
kering sebelum boot spon atau pita traksi dipasang. Untuk memasang traksi Buck dengan pita,
dipasang dulu spon karet, bantalan strap dengan permukaan spon menghadap ke kulit pada kedua
sisi tungkai yang sakit. Satu lengkungan pita sepanjang 10-15 cm disisakan dibawah telapak
kaki. Spreader harus dipasang di ujung distal pita untuk mencegah terjadinya tekanan sepanjang
sisi kaki. Kedua maleolus dan fibula proksimal dilindungi dengan bantalan gips untuk mencegah
terbentuknya ulkus akibat tekanan dan nekrosis tulang. Sementara salah satu orang meninggikan
dan menyangga ekstremitas di bawah tumit dan lutut pasien, orang lain melilitkan balutan elastis
dengan arah spiral di atas pita traksi, dimulai dari pergelangan kaki dan berakhir di tuberoses
tibia. Balutan elastis dapat membantu pita melekat ke kulit dan mencegah meleset. Bantalan kulit
domba dapat diletakkan di bawah tungkai untuk mengurangi gesekan tumit terhadap tempat
tidur. Jika yang dipasang traksi Buck dengan boot spon, tumit pasien harus diletakkan tepat di
tumit boot. Strip Velcro dipasang melingkar di tungkai dan tekanan yang berlebihan di atas
maleolus dan fibula proksimal dapat dihindari. Pemberat dihubungkan ke tali melalui Spreader
atau lapisan telapak kaki dan dilanjutkan melalui sebuah katrol yang dipasang di ujung tempat
tidur. Pemberat di gantungkan pada tali itu.
b.      Traksi runssel dapat digunakan untuk praktur pada plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada
pengganmtung dan member gaya tarikan horizontal melalui pita traksi dan balutan elastic ke
tungkai bawah. Jika perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi
dan menghindari tekanan pada tumit.
c.       Traksi Dunlop adalah traksi pada ekstremitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus
dalam posisi abduksi dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
2.      Traksi skelet adalah traksi yang dilakukan langsung pada skelet/ tulang tubuh. Metoda traksi ini
digunakan paling sering untuk menangani praktur femur, tibia, humerus, dan tulang leher. Traksi
dipasang langsung ke tulang menggunakan pin logam atau kawat (mis., tong Gadner, tong Wells)
difiksasi di kepala untuk member traksi yang mengimobilisasi fraktur leher.
Persiapan sangat berperan penting dalam menjalin kerja sama dengan pasien. Pada
pemasangan traksi dapat digunakan anestesi, baik local maupun general. Traksi skelet dipasang
secara asepsis seperti pada pembedahan. Tempat penusukan dipersiapkan dengan penggosok
bedah seperti povidon-iodin. Anestesi local diberikan di tempat penusukan dan periosteum.
Dibuat insisi kecil di kulit dan pin atau kawat steril dibor kedalam tulang. Pasien akan merasakan
tekanan selama prosedur ini dan mungkin ada rasa tidak nyaman ketika periosteum ditusuk.
Setelah pemasangan pin atau kawat dihubungkan dengan lengkungan traksi atau kapiler,
ujung kawat dibungkus dengan gabus atau plester untuk mencegah cedera pada pasien. Pemberat
dihubungkan dengan lengkungan pin atau kawat dengan sistem katrol Tali yang dapat
meneruskan arah dan tarikan yang sesuai agar traksi efektif. Traksi skelet biasanya menggunakan
beban 7-12 kg untuk mencapai efek terapi. Pemberat yang dipasang harus dapat melawan daya
pemendekan akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot relaks pemberat dapat dikurangi untuk
mencegah dislokasi garis fraktur dan mencapai penyenbuhan fraktur.
Bebat Thomas dengan pengait Pearson sering digunakan bersma-sama traksi skelet pada
fraktur femur.
3.      Traksi manual adalah traksi yang dapat dipasang dengan tangan. Ini merupakan traksi yang
sementara yang dapat digunakan pada saat pemasangan gips, member perawatan kulit di bawah
boot busa ekstensi Buck,atau saat menyesuaikan dan mengatur alat traksi.

2.5    Prinsip Traksi Efektif


Pada pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi, yaitu gaya yang bekerja dengan
arah yang berlawanan. Umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mmnpu
memberi kontraksi. Yang harus diperhatikan dalam hal pemasangan traksi ini, antara lain:
1.      Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
2.      Traksi harus bersinambungan atau tidak boleh putus agar reeduksi dan imobilisasi bteratur
efektif, terutama traksi skelet
3.      Pemberat tidak boleh diambil, kecuali jika traksi nuntuk tujuan intermiten.
4.      Setiap factor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultan tarikan harus
dihilangkan.
a.       Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang
b.      tali tidak boleh macet
c.       pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat yidur atau lantai
d.      simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh
katrol atau kaki tempat tidur.
2.5  Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan Foto polos servikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto
polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan
trauma leher.
2.      CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat
membantu bila ada fraktur akut.
3.      MRI
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat
mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan
frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh
akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan
pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak
merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu
selama prosedur ini.
4.      Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak.
Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga
untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf
perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.
2.6  Prinsip Perawatan Traksi
1.      Berikan tindakan kenyamanan (contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung) dan aktivitas
terapeutik.
2.      Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3.      Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4.      Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic
dengan tepat.
5.      Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6.      Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7.      Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8.      Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9.      Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema
2.7  Komplikasi
a.         Dekubitus
Kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus
diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit sangat
membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada
pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan
tempat tidur khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus
akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya.
b.         Kongesti paru/pneumonia.
Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik
napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru dan
mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa
pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi
dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu
diberikan terapi sesuai resep.
c.         Konstipasi dan anoreksia.
Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat
dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi,
perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi
pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus
dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
d.        Stasis dan infeksi saluran kemih.
Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat
mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa
menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk
mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih.
Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih
tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih,
perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.
e.         Trombosi vena profunda.
Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka latihan
tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya
trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi
dan hemokonsenntrasi yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau
pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke
dokter untuk evaluasi definitive dan terapi.
2.8  Asuhan Keperawatan
a.       Pengkajian
Pengkajian fungsi sistem tubuh perlu dilakukan terus-menerus karena imobilisasi dapat
menyebabkan terjadinya masalah pada kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan
kardiovaskuler. Masalah tersebut dapat berupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru, konstipasi,
kehilangan nafsu makan, statis kemih, dan infeksi saluran kemih.
Pengkajian psikologis perlu dilakukan karena pasien takut peralatannya dan cara
pemasangannya. Pasien sering menunjukkan kebingungan, disorientasi, dan depresi karena
pasien terimobilisasi dalam waktu yang cukup lama.
Pengkajian dilakukan apada bagian tubuh yang ditraksi meliputi status neurovaskular
(mis., warna, suhu, pengisian kapiler, edema, denyut nadi, perabaan, kemampuan bergerak) yang
dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Selain itu, kaji adanya nyeri tekan
betis, hangat, kemerahan, pembengkakan, atau tanda homan positif (ketidaknyamanan pada betis
ketika didorsofleksi dengan kuat) karena merupakan tanda trombosis vena profunda.
b.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien ditraksi, yaitu:
1.      Risiko tinggi perubahan integritas kulit yang berhubungan dengan pemasangan traksi.
2.      Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan pemasangan pin pada tulang melalui permukaan
kulit.
3.      Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
4.      Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
5.      Nyeri yang berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
6.      Kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toileting yang berhubungan dengan traksi
7.      Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
8.       Risiko tinggi gangguan pola eliminasi defekasi, yaitu konstipasi
c.       Intervensi dan Implementasi
Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang
ditemukan, seperti yang digambarkan pada tabel hlm. 40-45.
d.      Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilaksanakan intervensi keperawatan:
1.      Menunjukan tidak ada tanda iritasi kulit, ekstremitas warna normal, dan hangat, tidak bengkak,
dan nadi teraba.
2.      Menunjukan tidak terdapat tanda infeksi: suhu dibawah 37oC, jumlah sel darah putih 5000-
10.000/mm3, tidak ada nyeri pada luka, tidak ada tanda kemerahan dan drainase pada sisi pin.
3.      Menunjukkan pemahaman tentang program traksi:
a.       Menjelaskan tujuan traksi
b.      Berpartisipasi dalam rencana perawatan
4.      Memperlihatkan berkurangnya ansietas:
a.       Tampak relaks
b.      Menggunakan mekanisme koping efektif
c.       Mengekspresikan keprihatinan dan perasaannya
5.      Menyebutkan peningkatan kenyamanan:
a.       Kadang-kadang meminta analgesia oral
b.      Mengubah posisi sendiri sesering mungkin
6.      Melakukan aktivitas perawatan diri, memerlukan sedikit bantuan pada saat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
7.      Menunjukan mobilitas yang meningkat, melakukan latihan yang dianjurkan
8.      Pola eliminasi defekasi teratur, dan perut lemas.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi harus diberikan dengan arah
dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor – faktor yang
mengganggu keefektifan tarikan traksi harus di hilangkan.
Efek traksi yang di pasang harus di evaluasi dengan sinar x dan mungkin diperlukan
penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk
memperoleh gaya tarik yang diinginkan.
3.2  Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
memahami konsep penyakit traksi maupun penatalaksanaanya baik medis maupun dari sisi
perawatannya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan kualitas perawat di
indonesia dalam menangani berbagai kasus penyakit dalam upaya meningkatkan pelayanan
kesehatan sehingga tercapainya visi indonesia sehat 2015.
Diposkan oleh Riyan Juliana di 10.32
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Lokasi: South East Asia

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ▼  2013 (4)
o ▼  Januari (4)
 Makalah Traksi
 laporan pendahuluan ganggren
 Nursing as a profession
 Keperawatan Gawat Darurat

 ►  2012 (6)

Mengenai Saya

Riyan Juliana
Lihat profil lengkapku

Template Awesome Inc.. Gambar template oleh PeterJSeager. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai