Anda di halaman 1dari 24

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN DISLOKASI PERSENDIAN

OLEH: KELOMPOK 4

1. Cindytya Andrawina (NIM: 1901200514)


2. Sherly Rosita (NIM: 1901200531)
3. Lianda Agnes Puspita (NIM: 1901200524)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
TAHUN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mel
impahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Konsep da
n Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kasus Dislokasi Persendian ” ini dapat te
rselesaikan. Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui pengertian, factor-fakto
r resiko, cara mengatasi, mencegah, penatalaksanaan, dan bagaimana proses p
erawatan pasien dengan kasus dislokasi persendian.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata s
empurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh kare
na itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun guna m
enjadi acuan bekal pengalaman bagi penulis di masa yang akan dating. Semoga
makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 05 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul .........................................................................................................1


Kata Pengantar .........................................................................................................2
Daftar Isi ................................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan ............................................................................................4
1.1 Latar Belakang .........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................4
1.3 Tujuan ......................................................................................................5
Bab II Tinjauan Pustaka ......................................................................................6
2.1 Definisi .....................................................................................................6
2.2 Etiologi .....................................................................................................6
2.3 Klasifikasi..................................................................................................7
2.4 Patofisiologi ..............................................................................................8
2.5 Pathway ....................................................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang .........................................................................10
2.8 Penatalaksanaan Medis .........................................................................11
2.9 Komplikasi ..............................................................................................12
Bab III Asuhan Keperawatan..............................................................................14
3.1 Pengkajian ................................................................................................14
3.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................16
3.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................................17
3.4 Implementasi Keperawatan .........................................................................22
3.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................................22
Bab IV Penutup...................................................................................................23
4.1 Kesimpulan .................................................................................................23
4.2 Saran ....................................................................................................23
Daftar Pustaka ........................................................................................................24

BAB I

3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat
mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera
olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain,
strain, dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan secara
bertahap (kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional juga rent
an terhadap cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk memini
malkan terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat menga
lami cedera muskoluskletal, salah satunya adalah dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi send
i bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka se
ndi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yan
g pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. K
erangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan
permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang
sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga a
gar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadiny
a patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa seh
inggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi
dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquire
d) atau karena sejak lahir (kongenital).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi Dislokasi persendian?
2. Apa sajakah etiologi Dislokasi persendian?
3. Bagaimanakah perjalanan penyakit (patofisiologi) Dislokasi persendian?
4. Apa sajakah manifestasi klinis Dislokasi persendian?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang Dislokasi persendian?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan medis Dislokasi persendian?
7. Apa saja komplikasi pada Dislokasi persendian?

4
8. Bagaimana proses pengkajian pada Dislokasi persendian?
9. Apa sajakah diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada
Dislokasi persendian?
10. Bagaimanakah perencanaan keperawatan pada Dislokasi persendian?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Dislokasi persendian
2. Mengetahui etiologi Dislokasi persendian
3. Menjelaskan patofisiologi Dislokasi persendian
4. Mengidentifikasi tanda dan gejala Dislokasi persendian
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang Dislokasi persendian
6. Mengetahui penatalaksanaan Dislokasi persendian
7. Mengetahui komplikasi pada Dislokasi persendian
8. Mengindetifikasi proses pengkajian pada Dislokasi persendian
9. Mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada Dislokasi
persendian
10. Mengetahui perencanaan keperawatan pada Dislokasi persendian

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi
sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011)
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat geraka
n menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang membentu
k sendi tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi).
(Brunner & Suddarth. 2002).
2.2 Etiologi
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan
serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan
otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada
usia 30 tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh
sehingga lutut mengalami dislokasi.
3. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada
bagian lututnya dan menyebabkan dislokasi.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya
pemanasan.
5. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
6. Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.
7. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai
yang licin.
8. Kongenital. Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

6
2.3 Klasifikasi
Dislokasi sendi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Dislokasi kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
b. Dislokasi patologik
Terjadi akibat penyakit sendi dan jaringan sekitar sendi. Misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan orteoprodi( pasokan darh, susunan saraf rusuk dan
mengalami stres berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema
(karena mengalami pengerasan) terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut:
a. Dislokasi akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai
nyeri akut dan pembengkakan disekitar sendi
b. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut
dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang yang disebabkan
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus/kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempaat terjadinya:
a. Dislokasi sendi rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena menguap/terlalu lebar
serta terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali
b. Dislokasi sendi bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral berada
dianteriordan medial glenoid (dislokasi anterior), di posteroir (dislokasi
posterior), dan bawah glenoid (dislokasi inferior).

7
c. Dislokasi sendi siku
Mekanisme cideranya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas
berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang
siku.
d. Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong
dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari
dapat mengalami dislokasi kearah telapak tangan / punggung tangan.
e. Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperektensi-ekstensi
persendian
f. Dislokasi panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada diposterior
dan atas acetabulum (dislokasi posterior), dianterior
acetabulum(dislokasi anterior), dan caput femur menembus
acetabulum(dislokasi sentra)
g. Dislokasi patella
Dislokasi patella paling sering terjadi kearah lateral. Reduksi
dicapai dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral
patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi
dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya
trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan.

2.4 Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelaina
n congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang b
erlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penye
mpitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi per

8
ubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari disloka
si sendi, perlu dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masala
h yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen. Ligame
n akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan ma
upun total ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehi
langan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh dar
ah akan terputus dan terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan
sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat sela
ma 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yan
g terjadi maka menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.

2.5 Pathway

Etiologi

Cedera olahraga Trauma kecelakaan

Terlepasnya kompresi jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. Berpindah dari posisi yg normal

dislokasi

9
Radang, Cedera jar. Kerusakan
lunak muskolokeletal

Spasme otot Defisit Perawatan Ekstremitas


Diri (Mandi) terganggu

Nyeri akut Gangguan mobilita


Kelemahan,
Imobilitas s fisik

Intoleransi Gg. Integritas


Aktivitas Jaringan

2.6 Manifestasi Klinis


1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Untuk melakukan diagnose terhadap penyakit Dislokasi dapat dilakukan


beberapa cara pemeriksaan, seperti :
1. Pemeriksaan Foto Rontgen yang digunakan untuk menentukan lokasi
dislokasi dan arah dislokasi serta apakah disertai fraktur.
2. Pemeriksaan CT Scan, MRI tulang, dan Tomogram yang digunakan
untuk memperlihatkan dislokasi, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

10
2.8 Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
R: Rest = Diistirahatkan adalah  pertolongan pertama yang penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan
rasa nyeri.
C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
2. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1) Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya :
dua puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh
menit.
2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah
dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan
tenggang waktu sepuluh menit.
3) Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh
kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya
sepuluh – dua puluh menit.
4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane
ke bagian tubuh yang cedera.
3. Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
4. Penatalaksanaan medis : Farmakologi

11
a. Analgetik: Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami
nyeri. Berikut contoh obat analgetik :
- Aspirin: Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis
dewasa 1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sam
pai 1tablet, maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
- Bimastan: Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500m
g perkaplet ; Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi
: hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping :
mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 5
00mg  lalu 250mg tiap 6jam.
b. Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).

2.9 Komplikasi
Komplikasi dislokasi meliputi :
a. Komplikasi dini
 Cedera saraf: saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tersebut.
 Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
 Fraktur dislokasi
 Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak
adanya nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian
distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada
yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi k
arena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringa
n parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menentuk
an otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti
gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Komplikasi lanjut
d. Kekakuan sendi bahu

12
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bah
u. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi a
bduksi.
e. Kelemahan otot.
f. Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagia
n depan leher glenoid.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Anamnesis
1. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, (MRS), dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :
1) Umur
pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang
sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang
normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari
pada anak-anak, biasanya klien jatuh dengan keras dalam
keadaan strecth out
2) Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh
kecelakaan yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya
terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh bangunan.
Seperti terjatuh, atupun kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan
industri  dan atlit olahraga, seperti pemain basket , sepak bola dll
3) Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari
pada permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan,
ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada daerah trauma,
untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien
dapat menggunakan metode PQRS.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas,
kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon
atau bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis
extermitras bawah, syok.

14
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit,
seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya
kelainan, penyakit alinnya seperti hypertensi, riwayat cedera,
diabetes milittus, penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang
sering di guanakan klien, perlu ditanyakan pada keluarga klien .
5. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana  pola interaksi klien terhadap orang – orang
disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat,
dokter, maupun dengan perawat.

b. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian
anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus
pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone)
1. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran, periksa adanya perubahan tanda-
tanda vital yang meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-tanda
neurogenik syok.
2. B3 ( brain)
 Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah
kompos mentis
 Pemeriksaan fungsi selebral
Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara
,ekspresi wajah aktivitas motorik klien .
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs
achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna
otot hamstring melemah
3. B6 (Bone)
 Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga
mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai
dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena

15
 Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas
 Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan
palpasi pada ramus dan simfisi fubis
 Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan
dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.

c. Klasifikasi Data
A. Data subjektif
a) Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas
b) Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat
c) Klien mengatakan  terjadi kekauan pada sendi
d) Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi
e) Klien mengatakan sangat lemas
f) Klien bertanya-tanya tentang keadaannya
g) Klien mengatakan susah bergerak
B. Data objektif
a) Klien nampak lemas
b) Wajah nampak meringis
c) Keterbatasan mobilitas
d) Skala nyeri 6 (0-10)
e) Klien nampak cemas

B. Diagnosa Keperawatan
1)      Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera (fisik).
2)      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal.
3)      Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas.
4) Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan akibat
imobilisasi.

16
C. Intervensi Keperawatan

Dx.1 Nyeri Akut                                                               (Nanda NIC NOC hal:530)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


1 Nyeri akut berhubungan NOC: NIC:
dengan agen penyebab Setelah diberikan asuhan keperawatan - Observasi keadaan umum pasien (tingkat nyeri dan TT
cedera (fisik). selama …x24 jam, diharapkan nyeri dapat V).
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil : - Beri posisi nyaman (semi fowler).
- DS: klien melaporkan - Memperlihatkan pengendalian nyeri. - Berikan kompres hangat pada lokasi dislokasi.
adanya nyeri. - Melaporkan tidak adanya nyeri. - Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
- DO: klien tampak berperilaku - Tidak menunjukan adanya nyeri meningkat - Beri edukasi tentang penyebab nyeri, dan antisipasi ketid
distraksi (mondar mandir, (tidak ada ekspresi nyeri pada wajah,tidak aknyamanan.
aktivitas berulang, gelisah atau ketegangan otot,tidak merintih - Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
memegang daerah nyeri), atau menangis). - Mengetahui keadaan umum pasien dan tingkat nyeri pasi
perilaku ekspresif(gelisah, - Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri en.
meringis, menangis, berkurang. - Posisi semi fowler dapat meminimalkan nyeri pada dislok
menghela napas panjang) - Tanda vital dalam rentang normal. asi.
- Kompres hangat berperan dalam vasodilatasi pembuluh
darah.

Dx 2: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal.

17
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
2 Hambatan mobilitas fisik NOC: NIC:
berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan Exercise therapy: ambulation
gangguan muskuloskletal. selama …x24 jam, diharapkan klien dapat - Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat r
melakukan mobilisasi dengan teratur dengan espon pasien saat latihan.
- DS: pasien mengeluh sulit kriteria hasil : - Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambul
dalam bergerak. - Klien mengatakan dapat melakukan perger asi sesuai dengan kebutuhan.
- DO: tidak dapat melakukan akan dengan bebas - Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan da
aktivitas secara mandiri, - Gerakan pasien terkoordinir n cegah terhadap cedera.
gerakan tidak teratur atau - Pasien dapat melakukan aktivitas secara - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tekni
tidak terkoordinasi, mandiri k ambulasi.
keterbatasan ROM, - Memperagakan penggunaan alat bantu - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
ketidakstabilan posisi selama untuk mobilisasi - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara
ADL. mandiri sesuai kemampuan.
- Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pe
nuhi kebutuhan ADL pasien.
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan b
antuan jika diperlukan.

Dx 3: Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas.

18
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
3 Gangguan integritas jaringan NOC: NIC:
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan sel Pressure ulcer prevention wound care:
penurunan mobilitas. ama … x 24 jam, kerusakan integritas jaring - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
- DS: - an pasien teratasi dengan kriteria hasil: longgar.
- DO : Kerusakan jaringan me - Perfusi jaringan normal - Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
mbran mukosa, integumen, s - Tidak ada tanda-tanda infeksi - Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
ubkutan. - Ketebalan dan tekstur jaringan normal sekali.
- Menunjukkan pemahaman dalam proses p - Monitor kulit akan adanya kemerahan.
erbaikan kulit dan mencegah terjadinya cid - Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
era berulang. yang tertekan.
- Menunjukkan terjadinya proses penyembu - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
han luka - Monitor status nutrisi pasien.
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
- Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
tekanan.
- Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
karakteristik, warna cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus.
- Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan

19
luka.
- Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP & vitamin.
- Cegah kontaminasi feses dan urin.
- Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril.
- Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka.
- Hindari kerutan pada tempat tidur

Dx 4: Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan akibat imobilisasi.

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


4 Defisit perawatan diri (mandi) NOC: NIC:
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan sel Self care assistance: ADLs
kelemahan akibat imobilisasi. ama … x 24 jam, pasien terpenuhi - Monitor kemampuan pasien untuk perawatan diri
- DS: pasien mengatakan kebutuhan perawatan dirinya dengan kriteria yang mandiri.
ketidaksanggupannya dalam hasil: - Monitor kebutuhan pasien untuk alat-alat bantu untuk
melakukan perawatan diri - Pasien terbebas dari bau badan. kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
mandi. - Menyatakan kenyamanan terhadap makan.
- DO : pasien tampak kusam, kemampuan untuk melakukan ADL. - Sediakan bantuan sampai pasien mampu secara
pasien mulai bau badan. - Dapat melakukan ADL dengan bantuan. utuh untuk melakukan self care.
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari

20
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
- Dorong pasien untuk melakukan secara mandiri,
namun beri bantuan hanya jika pasien tidak bisa
melakukan.
- Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan.
- Pertimbangkan usia pasien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

21
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan o
leh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang dih
arapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011). Implementasi keperawatan
dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses kepera
watan yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan berpedoman
pada waktu dan tujuan yang dibentuk saat akan menentukan intervensi
keperawatan.

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 SIMPULAN
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi
sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya,
maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah
sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

4.2 SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskululoskel


etal. Jakarta : EGC

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Suratun dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskulos
keletal. Jakarta : EGC

Mansyur arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit Buku
Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta

Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi


6.Volume 2. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

24

Anda mungkin juga menyukai