Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL

Judul
PEWARISAN NILAI – NILAI KEPAHLAWANAN MELALUI
PEMENTASAN BARIS JANGKANG DI DESA PAKRAMAN PELILIT,
NUSA PENIDA, KLUNGKUNG, BALI

Oleh
AYU WANTIASIH
NIM. 0914021017

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2013
PEWARISAN NILAI – NILAI KEPAHLAWANAN MELALUI
PEMENTASAN BARIS JANGKANG DI DESA PAKRAMAN PELILIT,
NUSA PENIDA, KLUNGKUNG, BALI

Oleh:

Ayu Wantiasih, NIM. 0914021017


e-mail: ayuwanttiii@yahoo.com
Nengah Bawa Atmadja*)
Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) sejarah keberadaan Baris Jangkang
di Desa Pakraman Pelilit, Nusa Penida, Klungkung, Bali; (2) prosesi pementasan Baris
Jangkang dalam kaitannya dengan ritual di Pura Desa di Desa Pakraman tersebut; dan
(3) nilai-nilai kepahlawanan yang bisa diwariskan kepada masyarakat di Desa
Pakraman setempat lewat pementasan Baris Jangkang. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yaitu: (1) metode penentuan informan; (2) metode pengumpulan
data (observasi, wawancara, dan studi dokumentasi); (3) metode penjaminan keabsahan
data; (4) metode analisis data; dan (5) metode penulisan hasil penelitian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Baris Jangkang terlahir dari kemenangan yang
diperoleh oleh Desa Pelilit melawan Desa Watas dan Desa Tanglad dalam sebuah
perang perebutan wilayah kekuasaan yang terjadi di Desa Pelilit. Nama Baris Jangkang
sendiri berasal dari kalahnya musuh melawan Desa Pelilit dengan berlari terjengkang-
jengkang, sehingga oleh I Jero Kulit diciptakanlah sebuah tarian yang disebut dengan
Baris Jangkang karena melibatkan barisan pasukan. Prosesi pementasan Baris
Jangkang diawali dengan tabuh oleh sekaa gong. Jro mangku nyakap banten,
sedangkan penari merias diri. Sebelum pementasan dimulai, semua penari, penabuh,
dan alat musik diberikan tirtha penglukatan untuk menyucikan agar tidak terjadi hal
yang tidak diharapkan dilanjutkan dengan melakukan persembahyangan untuk
memohon agar Ida Sang Hyang Widhi Wasa merestui dan menghidupkan tarian
sehingga memiliki taksu. Pementasan Baris Jangkang berlangsung sekitar 15 menit
diiringi dengan pesantian sebagai penetralisir kekuatan jahat yang mengganggu para
penari. Nilai-nilai kepahlawanan yang dapat diwariskan kepada masyarakat di Desa
Pakraman setempat lewat Baris Jangkang antara lain: (1) nilai keberanian; (2) nilai
persatuan; (3) nilai rela berkorban; (4) nilai patriotisme; dan (5) nilai religius.

Kata Kunci: sejarah, prosesi, pewarisan nilai kepahlawanan, Baris Jangkang.


*)
Dosen Pembimbing Artikel

1
ABSTRACT

This study aimed to know (1) the history of Classified Jangkang in Pakraman
Pelilit, Nusa Penida, Klungkung, Bali; (2) staging processions Jangkang line in relation
to the ritual in Pura village in the Pakraman; and (3) the values of heroism what can be
passed on to local communities through staging Pakraman Jangkang line. This study
used a qualitative approach, namely: (1) the method of determining the informant;
(2) data collection methods (observation, interviews, and documentation); (3) methods
of guaranteeing the validity of the data; (4) methods of data analysis; and (5) the method
writing research. The results showed that the line Jangkang born of the victory obtained
by Pelilit village against village and village Watas Tanglad in a turf war that happened
in the village power Pelilit. Name itself comes from the line Jangkang defeat the enemy
against the Village Pelilit-jengkang ran backward, so I Jero Kulit was created by a
dance called Baris Jangkang because it involves rows of soldiers. The procession
begins with the staging line Jangkang by sekaa gong percussion. Jro Mangku nyakap
banten, while the dancers dressing. Before the performance begins, all the dancers,
drummers, and musical instruments given Tirtha penglukatan to purify to avoid things
that are not expected to continue to perform prayers begged Ida Sang Hyang Widhi
Wasa bless and animate the dance that has taksu. Classified staging Jangkang lasts
about 15 minutes followed by pesantian as neutralizing the evil forces that interfere
with the dancers. Heroic values that can be passed on to local communities through the
line Pakraman Jangkang among others: (1) the value of courage, (2) the value of unity,
(3) the value of self-sacrifice, (4) the value of patriotism, and (5) the value of religious .

Keywords: history, processions, inheritance the value of heroism, Baris Jangkang.

2
Nusa Penida sebagai salah satu mencari jalan mulia jangan sampai konsep
kecamatan di Kabupaten Klungkung yang ngayah dan persembahan dalam seni
berada dalam satu pulau yang berdiri tersebut tergerus oleh zaman materialisme
sendiri, merupakan suatu daerah yang dan kehilangan nilai-nilai pendidikan dan
memiliki kesenian yang sama dengan kesejarahannya.
kesenian yang ada di Bali. Seni
Sehubungan dengan seni untuk
merupakan salah satu unsur kebudayaan
ritual ngayah dan persembahan atau
yang bersifat universal. Seni adalah
yadnya, ada beberapa bidang seni yang
produk dari tingkah laku yang spesifik,
dapat dipakai seperti: seni suara dalam
penggunaan kreatif dari imajinasi kita
bentuk kidung, kekawin, geguritan, seni
untuk menolong kita berinterpretasi
patung, dalam wujud patung dewa-dewi,
(Asmito, 1992: 45).
seni tari seperti yang dikemukakan oleh
Dalam masyarakat Hindu Bali, Bandem (1996: 50), yaitu seni tari dapat
khususnya Nusa Penida seni dimaknai digolongkan menjadi tiga yaitu wali
sebagai simbol jati diri, media (sakral), bebali (untuk ritual), dan balih –
ekspresivitas, acuan peradaban, kumulasi balihan (untuk hiburan). Dalam kaitannya
nilai tambah secara sosial ekonomis, dengan ritual ngayah maka tarian yang
sistem ekologi, persembahan dalam setiap digunakan dalam bentuk tari sakral seperti
ritual keagamaan dan media pembelajaran Rejang Dewa, Sanghyang, Sanghyang
terhadap nilai-nilai kesenian itu sendiri Jaran, Sanghyang Dedari, Baris Pati,
(Geria, 1996 : 42). Baris Jangkang, Baris Cina, Baris Gede,
dan lain sebagainya.
Euforia globalisme dan modernisme
dalam berbagai bidang kehidupan, Namun, fakta di lapangan
termasuk bidang kesenian, maka menyatakan bahwa ada beberapa
globalisme, modernisme, dan kesenian khususnya seni tari di Nusa
materialisme, sesungguhnya juga Penida yang mengalami kepunahan atau
merupakan ancaman sejak kesenian jarang dipentaskan. Misalnya Arja,
berwajah ganda, yaitu sebagai seni dan Sanghyang Dedari, dan Sanghyang Jaran
sebagai mata pencaharian sudah jarang dipentaskan dalam setiap
(http://wordpress.org/wiki/seni-di-era- ritual keagamaan seperti odalan atau
global.html// ). Untuk itu diupayakan melaspas di pura. Hal ini sudah

3
merupakan suatu bentuk perubahan dari Yadnya yaitu pada saat odalan di Pura
adanya pengaruh perubahan zaman yang Desa.
mampu menggeser seni budaya tradisional
Berdasarkan hasil wawancara dengan
Bali.
I Made Monjong (45 tahun) selaku ketua
Akan tetapi, di antara sekian banyak Baris Jangkang di Desa Pakraman Pelilit
seni tari yang mengalami kepunahan, yang mengatakan bahwa Baris Jangkang
ternyata masih ada beberapa seni tari yang merupakan tarian sakral yang dipentaskan
masih tetap bertahan dan ajeg di tengah – pada saat upacara Dewa Yadnya yang
tengah masyarakat Nusa Penida. Salah sekaligus dipercaya sebagai penolak bala
satunya adalah Baris Jangkang yang dan melindungi desa dari wabah penyakit.
terdapat di Desa Pakraman Pelilit, Nusa Ada juga yang mengatakan Baris
Penida, Klungkung. Tarian ini biasanya Jangkang sebagai sarana untuk
dipentaskan setiap upacara Dewa Yadnya mengabulkan permintaan agar mendapat
di Pura Desa sebagai salah satu wujud keturunan atau bayar kaul. Namun,
persembahan atau yadnya kepada Ida pendapat lain juga dikemukakan oleh
Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan I Wayan Gedah (64 tahun) selaku Jro
Yang Maha Esa. Mangku yang mengatakan bahwa Baris
Jangkang merupakan salah satu tarian
Seni sebagai media persembahan
keprajuritan, pendapat ini didasarkan atas
atau yadnya juga memiliki nilai-nilai
riwayat lahirnya Baris Jangkang yang
pendidikan sejarah (nilai – nilai
merupakan wujud atau gambaran dari
kepahlawanan). Seperti halnya Baris
kemenangan yang diperoleh Desa Pelilit
Jangkang di Desa Pakraman Pelilit, Nusa
atas perang yang dilakukan untuk
Penida, Klungkung. Masyarakat setempat
melawan desa tetangganya yaitu Desa
kebanyakan belum menyadari bahkan
Watas dan Desa Tanglad guna
sama sekali tidak mengetahui bagaimana
mempertahankan wilayah Desa Pelilit.
sejarah lahirnya Baris Jangkang, serta
nilai-nilai pendidikan apa saja yang Hal ini sejalan dengan pandangan dari
terkandung dalam tarian tersebut. Mereka Putra (1980: 9), yang mengatakan Tari
hanya sekadar tahu bahwa Baris Jangkang Baris Jangkang adalah merupakan simbol
merupakan salah satu tarian sakral yang keperwiraan atau kepahlawanan, oleh
dipertunjukkan pada saat upacara Dewa

4
masyarakat setempat disebut sebagai Desa Pakraman Pelilit, Nusa Penida,
Dewa penolong. Klungkung, Bali”.

Berdasarkan pendapat tersebut, Penelitian ini bertujuan untuk


menunjukkan bahwa tarian ini mengetahui sejarah keberadaan Baris
sesungguhnya mengandung arti serta nilai Jangkang di Desa Pakraman Pelilit, Nusa
– nilai kepahlawanan yang sangat penting Penida, Klungkung, Bali dan prosesi
untuk diwariskan kepada masyarakat pementasan Baris Jangkang dalam
setempat. Namun, nilai – nilai inilah yang kaitannya dengan ritual di Pura Desa di
belum diketahui oleh masyarakat Desa Pakraman tersebut, serta nilai-nilai
setempat secara lebih mendalam, karena kepahlawanan yang bisa diwariskan
kebanyakan masyarakat setempat masih kepada masyarakat di Desa Pakraman
berpikiran dangkal dan sederhana dalam setempat lewat pementasan Baris
memaknai suatu seni tari. Padahal, Jangkang. Kajian teori yang digunakan
pengetahuan ini sangatlah penting untuk adalah kajian teori yang berpedoman pada
diketahui dan diturunkan kepada generasi rumusan masalah di antaranya: (1) Latar
muda sebagai generasi penerus di belakang seni tari sakral seperti yang
kemudian hari. dikemukakan oleh Yudabakti (2007:58)
bahwa tarian ini diciptakan oleh Dewa
Dilihat dari latar belakang di atas,
Brahma dan sebagai Dewa-nya adalah
maka penulis tertarik untuk mengkaji serta
Dewa Siwa yang terkenal dengan tarian
meneliti lebih jauh lagi tentang
kosmisnya yakni Siwa Nataraja;
bagaimana Baris Jangkang itu lahir dan
(2) Prosesi pementasan seni tari yang
tumbuh di tengah-tengah masyarakat Bali
meliputi lokasi, waktu, penari, kostum,
serta nilai – nilai apa yang terkandung
alat musik, dan sesaji. Semua komponen
dalam tarian tersebut sehingga mampu
itu saling terkait dan mendukung satu
menjadi cerminan bagi masyarakat dalam
sama lain dalam sebuah pementasan tari;
melakukan berbagai aktivitas
dan (3) Nilai-nilai seni seperti nilai
kehidupannya. Adapun judul penelitian
keindahan, kebaikan, kebenaran, dan
yang ingin diangkat penulis yaitu:
religius.
“Pewarisan Nilai – Nilai Kepahlawanan
Melalui Pementasan Baris Jangkang di

5
METODE PENELITIAN mempercayai cerita dari I Jero Kulit. Pada
suatu hari anak raja mengalami
Penelitian ini merupakan jenis
kelumpuhan tanpa diketahui penyebabnya,
penelitian kualitatif dengan bersandarkan
kemudian I Jero Kulit membunyikan
pada teknik – teknik pendekatan kualitatif
tempat makanan babi (gong) tersebut dan
di antaranya: (1) Penentuan informan;
saat itu pula anak raja bangun dan
(2) Pengumpulan data; (3) Penjaminan
langsung sembuh dari penyakit yang
keabsahan data; (4) Analisis data; dan
dideritanya. I Jero Kulit meminta agar raja
(5) Penulisan hasil penelitian.
mengizinkan gong itu dibawa ke Pelilit
HASIL DAN PEMBAHASAN untuk menyembuhkan masyarakat yang
saat itu sedang terkena wabah penyakit.
Sejarah Baris Jangkang
Raja merasa berhutang budi kepada
Sejarah Baris Jangkang dapat
I Jero Kulit, sehingga beliau mengizinkan
diketahui dari beberapa sumber dari para
gong itu dibawa dengan syarat I Jero
tetua di Desa Pakraman Pelilit yang
Kulit harus menciptakan sebuah tarian. I
masih ingat sejarahnya yang sejak dahulu
Jero Kulit pun menerima persyaratan
selalu diceritakan secara lisan. Dari hasil
tersebut dan segera membawa gong
wawancara dapat diketahui bahwa pada
tersebut pulang. Hampir sebagian besar
zaman kerajaan Klungkung ada seseorang
masyarakat yang terserang wabah
yang berasal dari Dusun Pelilit Nusa
penyakit bisa disembuhkan dengan
Penida yang dianggap sakti bernama
memukul gong tersebut. Pada suatu hari
I Jero Kulit. Kesaktiannya terbukti mampu
gong tersebut dibawa ke kebun (jurang
membuat tirtha dengan memanah batu.
kumut) di wilayah Pelilit oleh I Jero Kulit
Suatu hari I Jero Kulit mencoba dengan maksud digunakan untuk tempat
memukul tempat makanan babi (gong) makan babi peliharaannya. Pada saat yang
tersebut, ternyata setelah dipukul bersamaan Kelian Banjar Desa Pakraman
mengeluarkan suara yang dahsyat. Saat itu Pelilit mengetok kentongan (kulkul) yang
pula I Jero Kulit berkeinginan untuk ada di Bale Banjar karena wilayah Desa
memiliki gong tersebut, tetapi dia harus Pelilit diserang oleh musuh dari Desa
meminta izin terlebih dahulu kepada sang Tanglad dan Desa Watas.
raja sambil menceritakan apa yang telah
dialaminya. Akan tetapi raja tidak
6
Perang pun berlangsung sangat biasanya penari terlebih dahulu
hebat, dan masyarakat dari Desa Pelilit bersembahyang untuk memohon agar Ida
berperang layaknya seorang pasukan sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang
prajurit yang berani mati guna membela Maha Esa) merestui dan menghidupkan
tanah kelahirannya, karena semakin tarian yang akan dibawakan, sehingga
sengitnya perang yang terjadi maka I Jero tarian tersebut mempunyai taksu
Kulit segera membunyikan gong tersebut (berjiwa). Oleh karena Baris Jangkang
untuk menghentikan peperangan. dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa),
Dahsyatnya suara yang dikeluarkan
maka tarian ini harus benar-benar
mampu mendatangkan angin yang
dilakukan dengan hati yang tulus ikhlas
kencang dan membuat tanaman ilalang
dari para penari.
bergerak seperti senjata. Melihat hal
tersebut musuh pun merasa ketakutan dan Setelah persembahyangan selesai,
berlari terjengkang – jengkang karena maka penari langsung bersiap-siap
mengira tanaman ilalang tersebut adalah mengatur barisan untuk mulai
senjata yang mampu bergerak sendiri. mementaskan Baris Jangkang. Barisan
Melihat perang yang baru saja terjadi, siap, penabuh langsung memainkan
maka I Jero Kulit terpikir untuk gamelan dan para penari pun mulai
menciptakan sebuah tarian yang menari. Selama pementasan berlangsung,
menggambarkan tokoh keprajuritan. pemangku tidak boleh berada jauh dari
Sehingga terbentuklah sebuah tarian yang penari dan penabuh karena pemangku
diberi nama tari Baris Jangkang. berperan sebagai pengontrol jalannya
pentas agar para penabuh dan penari tetap
Prosesi Pementasan
berada dalam keadaan yang baik jauh dari
Pementasan Baris Jangkang diawali pengaruh negatif alam sekala dan
dengan sekaa gong menabuh gamelan niskala. Pementasan Baris Jangkang juga
sebagai tabuh untuk mengawali piodalan. diiringi dengan pesantian (nyanyian suci)
Kemudian Jro Mangku nyakap banten sebagai penetralisir kekuatan jahat yang
yang akan digunakan sebagai pemlaspas mengganggu para penari. Pementasan
Baris Jangkang. Sedangkan penari merias Baris Jangkang berlangsung selama
diri di Bale payas yang berada di sebelah kurang lebih 15 menit dengan gerakan
Pura Desa. Sebelum pementasan dimulai, sederhana yang diulang-ulang. Setelah
7
Baris Jangkang selesai dipentaskan, maka besar, namun mereka tetap berjuang untuk
disusul dengan tarian lain seperti Rejang mengalahkan musuh; (2) Nilai Persatuan,
Dewa. nilai ini dapat ditunjukkan dengan gerak
tari yang kompak dalam membentuk
Nilai – Nilai Kepahlawanan
formasi atau barisan pertahanan yang
Baris Jangkang adalah tarian yang menunjukkan bahwa mereka berperang
bermakna kepahlawanan, yang dengan menyatukan kekuatan serta saling
menunjukkan kematangan diri seorang bahu membahu dalam menghadapi
prajurit dalam mempertunjukkan musuh; (3) Nilai Rela Berkorban, nilai ini
kecakapannya dan keahliannya dapat ditunjukkan pada gerakan dalam
menggunakan senjata atau alat-alat Baris Jangkang, yaitu pada saat salah satu
perang. Dalam Baris Jangkang tertanam penari bergerak mundur seolah mengalami
nilai-nilai kepahlawanan yang sangat kekalahan kemudian ditangkis oleh penari
kental. Nilai-nilai itulah yang patut yang lain yang bergerak maju dengan
diwariskan kepada masyarakat sebagai cepat. Gerakan ini menyiratkan makna
landasan atau pedoman hidup agar bahwa setiap anggota pasukan siap
memiliki arah dan tujuan hidup yang mengorbankan jiwa dan raganya untuk
pasti. Berdasarkan analisis mendalam tetap mempertahankan kekuatan mereka;
terhadap sejarah Baris Jangkang dan (4) Nilai Patriotisme, dapat ditunjukkan
analisis studi dukumen serta hasil dalam gerakan Baris Jangkang yang terus
wawancara, maka nilai kepahlawanan maju, pemimpin sambil meneriakkan
yang terkandung di dalam Baris Jangkang paman te kita, dijawab oleh prajurit secara
yang patut diwariskan kepada masyarakat bersama-sama paman te kita, yang artinya
setempat dapat diungkapkan antara lain: kira-kira perintah agar prajurit terus maju
(1) Nilai Keberanian, nilai ini dapat menyerang musuh; (5) Nilai Religius,
ditunjukkan dengan gerakan dalam tarian dapat dilihat pada kostum yang
serta dengan menggunakan senjata digunakan, yaitu Kamben cepuk
sederhana berupa tombak mereka maju merupakan kain khas tenunan yang
dalam pertempuran. Hal ini karena berasal dari Nusa Penida. Kamben ini
dilandasi dengan jiwa keberanian untuk dipercaya sebagai simbol penolak bala,
mempertahankan wilayah Desa Pelilit. karena dalam motif dan warna kain yang
Walaupun jumlah pasukan musuh lebih digunakan melambangkan simbol Tri

8
Murti. Selendang kuning yang digunakan Prosesi pementasan Baris Jangkang
melambangkan simbol Dewa Mahadewa diawali dengan sekaa gong menabuh
penguasa arah mata angin barat, baju dan gamelan sebagai tabuh untuk mengawali
celana panjang putih perlambang kesucian piodalan. Kemudian Jro Mangku nyakap
dan juga penguasa arah mata angin timur. banten pemlaspas Baris Jangkang.
Udeng/destar batik melambangkan Sedangkan penari merias diri di Bale
kesederhanaan dan perlambang aneka payas yang berada di sebelah Pura Desa.
warna sebagai simbol Dewa Siwa. Sebelum pentas, para penari dan
penabuh melakukan persembahyangan
SIMPULAN
yang sebelumnya telah mendapatkan
Baris Jangkang terlahir dari sebuah tirtha penglukatan yang berfungsi untuk
kisah perang antara Desa Pelilit melawan menghapuskan segala hambatan dalam
desa tetangganya yaitu Desa Watas dan pementasan Baris Jangkang baik itu
Tanglad dengan tujuan untuk hambatan dari dalam maupun hambatan
mempertahankan wilayah Desa Pelilit. dari luar diri. Selama pementasan
Perang terjadi di perbatasan Jurang berlangsung, pemangku tidak boleh
Kumut, tempat dimana I Jero Kulit sedang berada jauh dari penari dan penabuh
memberi makan babi menggunakan gong karena pemangku berperan sebagai
yang dibawa dari kerajaan Klungkung. pengontrol jalannya pentas agar para
Nama Tari Baris Jangkang ini terinspirasi penabuh dan penari tetap berada dalam
dari larinya musuh (Desa Watas dan keadaan yang baik jauh dari pengaruh
Tanglad) dari Jero Kulit (Desa Pelilit) negatif alam sekala dan niskala.
dengan berlari jengkang-jengkang setelah Pementasan Baris Jangkang juga diiringi
melihat ilalang berubah menjadi senjata dengan pesantian (nyanyian suci) sebagai
seperti tombak akibat suara dahsyat yang penetralisir kekuatan jahat yang
dikeluarkan oleh gong milik I Jero Kulit mengganggu para penari. Setelah Baris
yang kemudian dibentuk menjadi tari Jangkang selesai dipentaskan, maka
Baris Jangkang karena melibatkan barisan disusul dengan tarian lain seperti Rejang
pasukan. Sehingga gerak dalam tarian ini Dewa.
pun menggambarkan pasukan yang
Baris Jangkang merupakan tarian
sedang berlaga di medan perang.
sakral berfungsi sebagai pengiring upacara
yadnya yang memiliki nilai – nilai religius
9
yang sangat tinggi. Terlepas dari nilai penulis untuk memberikan
tersebut dalam Baris Jangkang juga pengetahuannya, memotivasi dan
tertanam nilai-nilai kepahlawanan yang membimbing dari awal penyusunan artikel
sangat kental. Nilai-nilai itulah yang patut sehingga menjadi lancar dan dapat
diwariskan kepada masyarakat sebagai terselesaikan dengan baik.
landasan atau pedoman hidup agar
memiliki arah dan tujuan hidup yang  I Gusti Made Aryana,selaku
pasti, seperti nilai keberanian, persatuan, Pembimbing II yang juga memberikan
rela berkorban, patriotisme, dan nilai saran serta motivasi dan membimbing
religius. penulis dalam penyusunan artikel
sehingga dapat terselesaikan dengan baik
SARAN
Bagi Pemkab Klungkung tetap
semangat dalam upaya melegitimasi DAFTAR RUJUKAN
kebudayaan tradisional yang dimiliki serta
Anoname. 2011. “Pencitraan Seni di Era
diharapkan untuk lebih memperhatikan Global”. Tersedia pada:
eksistensi tari sakral, dan http://wordpress.org/wiki/seni-di-
era-global.html// diunduh tanggal 15
mendokumentasikannya secara lengkap November 2012.
sebagai upaya pelestariannya. Bagi
Asmito, 1992. Sejarah Kebudayaan
Masyarakat agar berusaha terus menerus Indonesia. Semarang: IKIP
Semarang Press
melestarikan Baris Jangkang, sebagai
warisan budaya sakral dari leluhur yang Bandem, I Made. 1996. Etnologi Tari
Bali. Yogyakarta: Kanisius.
bernilai suci dan adiluhung. Bagi Generasi
Geria, Wayan. 1996. Pariwisata dan
Muda disarankan untuk tidak malu Dinamika Kebudayaan Lokal,
mempelajari Baris Jangkang, meskipun Nasional, dan Global (Bunga
Rampai Antropologi Pariwisata).
tari-tari modern pada era globalisasi terus Denpasar: Upada Sastra.
merambah dan menggerus keberadaan
Putra, I Gst. Ag. Gd. 1980. Peranan
tari-tari tradisional dan sakral. Agama dalam Menjiwai
Pariwisata Budaya.-----------.

Ucapan terima kasih ditujukan kepada: Yudabakti, I Made dan Watra, I Wayan.
2007. Filsafat Seni Sakral
 Nengah Bawa Atmadja, selaku Dalam Kebudayaan Bali.
Pembimbing Akademik dan Pembimbing Surabaya: Paramita.
I yang telah meluangkan waktunya kepada
10
11

Anda mungkin juga menyukai