BIOTEKNOLOGI TANAMAN
“PCR DNA PADI DENGAN PENANDA
SSR”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Bioteknologi Tanaman
Disusun oleh :
Nama : Reny Larasati
NIM : 4442170073
Kelas : VI C
Kelompok : 3 (Tiga)
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini diantaranya yaitu :
1. Mengetahui bahan dan alat PCR
2. Melakukan pengenceran DNA
3. Mengetahui cara pembuatan mix PCR (campuran reaksi PCR)
4. Mengetahui operasional dan proses PCR
BAB II
METODE PRAKTIKUM
3.1 Hasil
Hasi Visualisasi Pita DNA setelah PCR Menggunakan Penanda SSR
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan PCR DNA padi dengan marka SSR,
menurut Cimmyt (2002), definisi marka (penanda) molekuler adalah sekuen DNA yang
dapat diidentifikasi, dan terdapat pada lokasi tertent pada genom, dan dapat diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ibaratnya sebuah barcode, keberadaan marka
molekular tersebut secara prinsip memiliki perbedaan, sehingga untuk memilih dan
pengaplikasian harus dengan hati-hati. Definisikan marka genetik merupakan gen yang
terekspresi dan membentuk fenotip, biasanya mudah dibedakan, digunakan untuk
identifikasi individu atau sel yang membawanya, atau sebagai probe untuk menandai inti,
kromosom, atau lokus.
Menurut M. Azrai (2008) marka molekular memiliki beberapa kelebihan
antara lain:
1. Marka molekular tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang sangat
bervariasi sehingga marka molekular merupakan daerah yang conserve.
2. Marka molekular terdapat pada semua genom, sehingga banyak ditemukan
pada semua genom individu yang akan dilihat polimorfismenya.
3. Marka molekular sangat conserve sehingga perubahan yang terjadi sangatlah
sedikit, maka dapat dijadikan penanda bahwa organisme tersebut masih dalam
satu kelompok atau tidak dilihat dari marke tersebut.
M. Azrai (2005) mengatakan terdapat tiga tipe markah DNA dengan segala
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ketiga tipe markah DNA tesebut
adalah (1) markah yang berdasarkan pada hibridisasi DNA seperti Restriction
Fragment Length Polymorphism (RFLP); (2) markah yang berdasarkan pada
reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) dengan menggunakan
sekuensekuen nukleotida sebagai primer, seperti Randomly Amplified
Polymorphic DNA (RAPD), dan Amplified Fragment Length Polymorphism
(AFLP); dan (3) markah yang berdasarkan pada PCR dengan menggunakan
primer yang menggabungkan sekuen komplementer spesifik dalam DNA sasaran,
seperti Sequence Tagged Sites (STS), Sequence Characterized Amplified Regions
(SCARs), Simple Sequence Repets (SSRs) atau mikrosatelit (microsatellites), dan
Single Nucleotide Polymorphism (SNPs).
Pada praktikum ini penanda molekuler yang digunakan yaitu SSR ( Simple
Sequence Repets) menurut M. Azrai (2005) dalam jurnalnya mengatakan bahwa markah
mikrosatelit atau SSR (Simple Sequence Repets) merupakan sekuen DNA yang
bermotif pendek dan diulang secara tandem dengan 2 sampai 5 unit nukleotida yang
tersebar dan meliputi seluruh genom, terutama pada organisme eukariotik. Akhir-akhir
ini, mikrosatelit banyak digunakan untuk karakterisasi dan pemetaan genetik tanaman, di
antaranya jagung, padi, anggur, kedelai, jawawut, gandum, dan tomat. Pasangan primer
mikrosatelit (forward dan reverse) diamplifikasi dengan PCR berdasarkan hasil
konservasi daerah yang diapit (flanking-region) markah untuk suatu gen pada kromosom.
Ada beberapa pertimbangan untuk penggunaan markah mikrosatelit dalam studi genetik
di antaranya (1) markah terdistribusi secara melimpah dan merata dalam genom,
variabilitasnya sangat tinggi (banyak alel dalam lokus), sifatnya kodominan dan lokasi
genom dapat diketahui; (2) merupakan alat uji yang memiliki reproduksibilitas dan
ketepatan yang sangat tinggi; (3) merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk
membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotip untuk
karakter yang diinginkan; (4) studi genetik populasi dan analisis diversitas genetik.
Kelemahan teknik ini adalah markah SSR tidak tersedia pada semua spesies tanaman,
sehingga untuk merancang primer baru membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang
cukup mahal.
Pada praktikum ini terdapat tiga tahapan utama dalam proses PCR DNA padi.
Tahapan yang pertama yaitu denaturasi atau pemisahan, denaturasi adalah perubahan atau
modifikasi struktur sekuender, tersier dan kuartener molekul tanpa adanya pemecahan
ikatan peptida. Denaturasi DNA tamplate adalah proses terputusnya ikatan hidrogen antar
basa yang terdapat dalam pasangan untai DNA tamplate. Untai ganda DNA template
(unamplified DNA) dipisahkan dengan denaturasi termal dengan suhu 95°C, selama 30
detik. Proses ini menyebabkan DNA yang semula untai ganda, kini terpecah menjadi
untai tunggal. Sampai di sini, proses berlanjut pada tahapan berikutnya yaitu penempelan
primer. Tahapan yang selanjutnya yaitu Anneling atau Penempelan, tahapan ini
merupakan tahap lanjutan dari terputusnya ikatan ganda DNA tamplate menjadi untai
tunggal. Masing-masing untai tunggal DNA template akan mengalami proses
‘pendinginan’ hingga mencapai suhu tertentu. Pendinginan disini yaitu dengan
menggunakan suhu 550 C selama 3 detik. Hal ini dimaksudkan untuk memberi jeda bagi
penempelan primer. Setiap untai tunggal DNA template akan ditempeli pasangan primer.
Di alam, primer dibuat oleh enzim yang disebut primase. Ada dua jenis primer yang akan
menempel, yaitu primer maju (forward primer) dan primer mundur (reserve primer).
Setiap pasangan primer tersebut telah dipilih sedemikian rupa agar satu primer bersifat
komplementer terhadap salah satu ujung gen yang diinginkan pada salah satu rantai. Jadi,
masing-masing primer akan menempati ujung yang berbeda pada untai DNA. Pasangan
primer ini akan membentuk ikatan hidrogen dengan sekuen komplementernya. Dengan
demikian maka akan terbentuk molekul untai ganda yang stabil. Kemudian tahapan yang
terakhir yaitu Extension atau Pemanjangan primer, pada tahapan ini DNA Polimerase
digunakan untuk proses memperpanjang primer (extend primers) dengan adanya bantuan
dari dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer yang sesuai. DNA Polimerase
yang paling sering digunakan dalam PCR berasal dari strain bakteri Thermus
aquaticus yang hidup di sumber air panas Yellow stone National Park. Bakteri ini dapat
bertahan hidup pada suhu medekati titik didih dan bekerja optimal pada 72 °C (162 ° F).
Primer yang telah menempel pada untai tunggal DNA template akan mengalami
perpanjangan pada sisi 3’ dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan
template DNA polimerase. Proses pemanjangan (extension) primer ini juga dikenal
dengan istilah polimerisasi primer. Tahapan ini dilakukan pada suhu 72 0C selama 5
menit. Porose, tahapan ini diulang sebanyak 30 kali. Kemudian hasil PCR divisualisai
dengan elektroforesis dengan menggunakan gel agarosa 1%
Selanjutnya primer yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu primer
SKC1_W yang merupakan primer yang digunakan untuk mendeteksi tanaman padi
toleran salinitas (kadar garam tinggi). Dan berdasarkan hasil visualisasi menunjukkan
bahwa seluruh sampel DNA memunculkan pita DNA. Hal ini dikarenakan pada sampel
DNA padi yang digunakan terdapat gen Dehydration Responsive Element Binding
(DREB) yang merupakan faktor transkripsi dari gen famili EREBP yang mengatur
ekspresi dari sejumlah gen yang bertanggung jawab terhadap sifat ketahanan terhadap
cekaman lingkungan. Menurut Tri Joko, dkk (2012) mengatakan gen faktor transkripsi
DREB telah berhasil diisolasi dan di over-ekspresikan pada tanaman. Faktor transkripsi
DREB ketika diover ekspresikan pada Arabidopsis mampu meningkatkan ekspresi gen-
gen yang terkait cekaman abiotik sehingga menimbulkan ketahanan terhadap salinitas
tinggi, kekeringan, dan suhu dingin. Begitu pula dengan ortolog dari DREB pada padi,
yaitu OsDREB1A ketika diover-ekspresikan pada Arabidopsis meningkatkan toleransi
terhadap salinitas tinggi, kekeringan dan suhu dingin. Bukti-bukti ini mengindikasikan
adanya konservasi mekanisme molekuler dan fungsi dari famili faktor transkripsi DREB
ini pada tanaman monokotil dan dikotil.
Soertini (2003) mengatakan pada dasarnya padi termasuk ke dalam kelompok
tanaman yang memiliki toleransi sedang terhadap salinitas. Maka dari itu ke empat
varietas DNA yang dianalisis menunjukan bahwa seluruh sampel DNA memunculkan
pita DNA. Hal ini dikarenakan setiap sampel DNA padi yang dianalisis mengandung gen
Dehydration Responsive Element Binding (DREB) yang mampu meningkatkan ekspresi
gen-gen yang terkait cekaman abiotik sehingga menimbulkan ketahanan terhadap
salinitas tinggi, kekeringan, dan suhu dingin.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa,
diantara markah molekuler tersebut, SSR banyak dipakai karena sifatnya yang relative
praktis (PCR base), akurat, polymorphic nya tinggi, meningkatkan multiples, dan
sebarannya merata di seluruh bagian genom padi. Selain itu dalam tahapan proses PCR
terdapat 3 tahapan penting yang harus diketahui diantaranya yaitu, denaturasi, anneling,
dan extention. Kemudian dari hasil visualisasi dapat terlihat bahwa semua sempel yang
dianalisis memunculkan pita DNA yang dimana sampel tanaman padi tersebut
mengandung gen Dehydration Responsive Element Binding (DREB) yang mampu
meningkatkan ekspresi gen-gen yang terkait cekaman abiotik sehingga menimbulkan
ketahanan terhadap salinitas tinggi, kekeringan, dan suhu dingin.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum ini yaitu sebelum dimulainya praktikum para praktikan
harus sudah menguasai materi yang akan menjadi dasar dari praktikum. Hal ini
diwajibkan karena agar praktikum dapat berjalan dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
CIMMYT. 2002. SSR markers for opaque-2. Service Lab Protocols. Applied
Biotechnology Laboratory, CIMMYT, Mexico.
Fatchiyah, Estri, L. A, Sri, W., dan Sri, R. 2011. Biologi Molekular Prinsip Dasar
Analisis. Erlangga. Jakarta.
Haake V, DCook, JLRiechmann, MF Thomashow and JZ Zhang. 2002. Transcription
faktor DREB is a regulator of drought adaptation in Arabidopsis. Plant Physiology
130, 639–648.
Lina Wahyuni Putri. 2013. Pertumbuhan Dan Produksi Empat Varietas Padi Sawah
(Oryza sativa L.) Hasil Seedpriming Pada Lahan Salin. Skripsi Universitas
Hasanuddin Makassar
Muhammad Azrai. 2008. Pemanfaatan Markah Molekuler dalam Proses Seleksi
Pemuliaan Tanaman. Jurnal AgroBiogen. Vol 1 (1).
Soertini S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan
tanaman. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22(2), 70-78.
Tintin Suhartini dan Try Zulchi P. Harjosudarmo. 2017. Toleransi Plasma Nutfah Padi
Lokal terhadap Salinitas. Buletin Plasma Nutfah. Vol. 23 No. 1
Tri Joko Santoso, Aniversari Apriana, Atmitri Sisharmini, dan Kurniawan Rudi
Trijatmiko. 2012. Respon Padi Transgenik Cv. Nipponbare Generasi T1 Yang
Mengandung Gen Oryza Sativa Dehydration-Response Element Binding 1a
(OSDREB1A) Terhadap Cekaman Salinitas. Jurnal Berita Biologi. Vol 11 (2)
LAMPIRAN
Lampiran 8. Hasil
Lampiran 7. Proses
Lampiran 5. Lampiran 6. Bahan- uji kualitas DNA
penambahan mix
bahan PCR PCR pada DNA
sampel
LAMPIRAN HITUNG