Anda di halaman 1dari 4

CSIS Commentaries is a platform where policy researchers and analysts can present their timely analysis on

various strategic issues of interest, from economics, domestic political to regional affairs. Analyses
presented in CSIS Commentaries represent the views of the author(s) and not the institutions they are affiliated
with or CSIS Indonesia.

CSIS Commentaries DMRU-048-ID


14 April 2020

Kebijakan Pangan di Masa


Pandemi COVID-19
Fajar B. Hirawan
Peneliti, Departemen Ekonomi, CSIS Indonesia;
Research Fellow Disaster Management Research Unit, CSIS Indonesia
fajar.hirawan@csis.or.id
Akita A. Verselita
Founding Member, Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Chapter Milenial;
Data and Research Analyst, Mongabay Indonesia
contact@akitaverselita.com

Ketahanan pangan merupakan topik yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan oleh banyak
pihak sebagai konsekuensi dari dampak penyebaran COVID-19 yang semakin meluas. Setelah
bergulat dengan masalah kesehatan dan daya beli masyarakat, pasokan pangan menjadi isu
sentral lainnya yang perlu penanganan sesegera mungkin. Pangan harus menjadi perhatian
karena urusan ini merupakan kebutuhan paling dasar, selain sandang, dan papan. Sejauh mana
pemerintah mengantisipasi dampak COVID-19 ini terhadap ketahanan pangan di Indonesia?
Tulisan ini berusaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana pemerintah sebaiknya
1
mengantisipasi dampak COVID-19 untuk menjaga

2
ketersediaan dan aksesibilitas pangan serta keterjangkauan (stabilitas) harga pangan di Indonesia,
mulai dari produksi hingga konsumsi, dari hulu hingga hilir.
Perubahan Pola Rantai Pasok Pangan
Di tengah pandemi COVID-19, segala aspek kehidupan cenderung mengarah pada situasi normal
baru. Himbauan pemerintah kepada masyarakat untuk melakukan pekerjaan dari rumah (working
for home) dan menjaga jarak secara fisik (social/physical distancing) serta kebijakan beberapa
pemerintah daerah yang mengimplementasikan karantina wilayah secara parsial dan melakukan
pembatasan kegiatan di keramaian, telah membuat perubahan situasi yang baru di hampir semua
aspek kehidupan, termasuk perubahan pola rantai pasok pangan. Sistem atau pola kerja di sektor
pangan memang tampaknya berubah sangat signifikan di tengah pandemi COVID-19 ini, mulai
dari proses produksi hingga konsumsi, dari hulu hingga hilir.
Dari perspektif produksi atau hulu, para petani dan produsen makanan mulai merasakan
perubahan terkait pasokan input dan juga harus menyesuaikan protokol berproduksi untuk
menjamin kualitas dan keamanan pangan di tengah pandemi COVID-19, khususnya di wilayah
yang sudah terkontaminasi.
Mobilisasi bahan pangan juga akan mengalami beberapa penyesuaian di mana terjadi pola
perubahan jalur pasokan yang lebih banyak menuju pasar-pasar modern dan pasar yang berbasis
online. Sementara itu dari sisi konsumsi, akibat diterapkannya social/physical distancing atau
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa wilayah, pola transaksi juga mulai berubah
yang ditunjukkan semakin meningkatnya transaksi yang menggunakan platform digital atau
online. Kondisi inilah yang pada akhirnya membutuhkan penyesuaian strategi kebijakan terkait
pangan di semua lini (produksi hingga konsumsi dan hulu hingga hilir) agar ketahanan pangan di
Indonesia tetap terjamin.
Meningkatkan Fasilitas Produksi dan Konsumsi di Sektor Pangan
Peran produsen, khususnya petani, dalam rantai pasok pangan sangat penting. Di tengah pandemi
COVID-19, terjadi penyesuaian yang cenderung bersifat masif. Hampir seluruh negara di dunia
berusaha untuk memenuhi kebutuhan pangan domestiknya sendiri karena jalur perdagangan
internasional terganggu semenjak wabah COVID-19 mulai menyebar. Produksi dalam negeri menjadi
tumpuan utama bagi setiap negara saat ini, termasuk Indonesia. Fasilitas produksi, seperti mesin
dan peralatan pertanian, subsidi pupuk dan benih, serta fasilitas pendukung produksi lainnya, perlu
menjadi prioritas bagi peningkatan produksi dalam negeri.
Hal ini urgent untuk direalisasikan mengingat 93 persen mayoritas petani di Indonesia (FAO,
2018) adalah petani kecil (smallholder farmers). Fasilitas dan bantuan sangat dibutuhkan agar mereka
terbantu untuk meningkatkan kinerja produksinya. Dalam situasi pandemi saat ini, selain fasilitas
atau bantuan yang telah disebutkan di atas, diperlukan juga protokol produksi yang dapat
menjamin kualitas dan keamanan pangan yang terbebas dari COVID-19.
Oleh karena itu, perlu ada pengawasan yang dapat dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan
Dinas Pertanian untuk memastikan fasilitas dan bantuan dapat tersalurkan dengan baik disertai
dengan sosialisasi protokol produksi yang aman dan terbebas dari bahaya penyebaran COVID-
19.
Tabel 1. Perkiraan Stok dan Kebutuhan Pangan Maret-Mei 2020 (dalam ton)
Komoditas Perkiraan Stok Perkiraan Kebutuhan Perkiraan Stok
Maret- Mei 2020 Maret-Mei 2020 Akhir Mei
2020
Beras 15,9 juta 7,6 juta 8,3 juta
Jagung 10,3 juta 6 juta 4,3 juta
Bawang Merah 588 ribu 347 ribu 241 ribu
Bawang Putih 86 ribu 151 ribu (65 ribu)
Cabai Besar 311 ribu 278 ribu 33 ribu
Cabai Rawit 327 ribu 258 ribu 69 ribu
Daging Sapi/Kerbau 183 ribu 202 ribu (19 ribu)
Daging Ayam Ras 1,1 juta ton 881 ribu 219 ribu
Gula Pasir 987 ribu 708 ribu 279 ribu
Sumber: Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan
Keterangan: Angka di dalam kurung (….) berarti nilainya negatif
Dari sisi supply, komoditas pangan penting dalam negeri, seperti beras dan jagung, tampaknya
akan mencukupi hingga 3-4 bulan ke depan (lihat Tabel 1). Sementara itu, komoditas pangan
yang selama ini mengandalkan impor, seperti bawang putih dan daging sapi/kerbau
tampaknya perlu menjadi perhatian serius karena perkiraan stok hingga bulan Mei 2020
tampaknya tidak mencukupi.
Kondisi ini harus menjadi perhatian serius pemerintah, apalagi kedua komoditas tersebut sangat
tinggi permintaannya menjelang hari Raya Idul Fitri. Jika memang membutuhkan keran impor,
ada baiknya segera difasilitasi oleh Kementerian Perdagangan, melalui koordinasi dengan
Kementerian Pertanian dan Bulog, sebelum negara-negara pengekspor komoditas pangan
melakukan restriksi perdagangan untuk keperluan domestik mereka sendiri.
Alasan utama perlu dilakukannya impor saat ini (jika diperlukan) adalah karena harga pangan
dunia cenderung stagnan dalam beberapa tahun terakhir (Gambar 1). Terlebih lagi beberapa
harga komoditas pangan, seperti daging (meat), produk susu (dairy), produk sereal (cereals), produk
minyak (oils), dan gula (sugar), pada umumnya mengalami penurunan dalam 3 bulan terakhir
(Gambar 2).

Anda mungkin juga menyukai