Anda di halaman 1dari 33

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Definisi

Kehamilan ektopik adalah Suatu kehamilan yang hasil konsepsinya


berimplantasi diluar kavum uteri, kehamilan ektopik terganggu adalah Suatu
kehamilan yang hasil konsepsinya berimplantasi diluar kavum uteri,yang
berakhir dengan abortus atau ruptur tuba
Hampir 95 kehamilan ektopik terimplantasi di berbagai segmen tuba
uterina. di indonesia kejadian kehamilan ektopik yaitu sekitar 5-6 per 1000
kehamilan.
Menurut lokasinya kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan :
1. Tuba fallopii (hampir 95%)
a. Pars interstisialis (2-3%)
b. Isthmus (12%)
c. Ampulla (70%)
d. Fimbria (11%)
2. Serviks (<1%)
3. Ovarium (3%)
4. Intraligamenter
5. Abdominal (1%)
6. Kehamilan heterotopik

B. Faktor Penyebab

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi


embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor
tersebut diantaranya : (sarwono)
1. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen
tuba menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia
dan saluran tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi
silia tuba tidak berfungsi dengn baik. Juga pada keadaan pascaoperasi
rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan
ektopik.
Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba
atau divertikel saluran tuba yang bersifat congenital. Adanya tumor di
sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang
menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi
etiologi kehamilan ektopik.
2. Faktor abnormalitas zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar
maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,
kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.
3. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih
panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
4. Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yag hanya mengandung progesterone dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
5. Faktor lain
Termasuk di sini antara lain adalah pemakaian IUD di mana proses
peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Factor umum penderita yang
sudah menua dan factor perokok juga sering dihubungkan dengan
terjadinya kehamilan ektopik.

C. Gambaran Klinik

Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya


penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.

1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh
abdomen, atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan,
bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan
ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum.
Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya
sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas
bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak
dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan
menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.
2. Amenorea
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea
karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
3. Perdarahan vaginal
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda
yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan
kematian janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten
atau terus menerus.
4. Nyeri goyang serviks dan penonjolan kavum Douglasi
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks
uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Douglasi teraba menonjol,
berkisar dari diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan
elastik.
D. Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang.


1. Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai
beberapa bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang
dijumpai keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian
bawah, nyeri bahu, tenesmus dan perdarahan pervaginam terjadi setelah
nyeri perut bagian bawah. Kehamilan ektopik harus dipikirkan pada semua
pasien dengan test kehamilan positif, nyeri pada pelvis, dan perdarahan
uterus abnormal.
2. Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, nyeri tekan perut bawah,
pada perdarahan dalam rongga perut dapat ditemukan tanda-tanda syok.
3. Pemeriksaan ginekologi
 Uterus yang membesar
 Nyeri goyang serviks (+)
 Kanan/kiri uterus : nyeri pada perabaan dan dapat teraba massa
tumor di daerah adneksa
 Kavum douglas bisa menonjol karena berisi darah, nyeri tekan (+)
4. Pemeriksaan laboratorium
a. ß- hCG
Uji-uji kehamilan serum dan urin yang saat ini ada dan enggunakan
metode enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) untuk
cukup sensitive untuk kadar 10 sampai 20 mIU/ml dan positif paad
lebih dari 99% kehamilan ektopik.
b. Progesterone serum
Nilai yang melebihi 25 ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik
dengan sesitivitas 92,5%. Nilai <5 ng/ml menandakan kehamilan
intrauterus dengan janin meninggal atau suatu kehamilan ektopik.
Pemakaian klinis pemeriksaan initerbatas karena pada sebagian
besar kehamilan ektopik kadar progesteron bervariasi antara 10 dan
25 ng/ml.
c. Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht)
Dilakukan secara serial dengan jarak 1 jam selama 3 kali bertuut-
turut. Bila ada penurunan Hb dan Ht dapat mendukung diagnosa
kehamilan ektopik terganggu (adanya perdarahan).
d. Penghitugan leukosit
Untuk membedakan antara kehamilan ektopik dan infeksi pelvic.
5. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting
untuk diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik
yang tidak terganggu.
6. Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat
dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal
endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum
Douglas berisi cairan. Umumnya didapatkan gambaran uterus yang tidak
ada kantung gestasinya dan mendapatkan gambaran kantung gestasi yang
berisi mudigah yang letaknya di luar kavum uterus.
7. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk
mengidentifikasi adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada
kehamilan ektopik terganggu. Kuldosintesis diindikasikan pada kasus
kehamilan ektopik dan abses pelvik.
Teknik :
a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
c. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
d. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
spuit 10 ml dilakukan pengisapan.
e. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan
pada kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
 Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk
 Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku,darah menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

Gambar 3 Teknik Kuldosintesis

E. Kehamilan Tuba
Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi:
1. Kehamilan ampula : dalam ampula tuba
2. Kehamilan istmus : dalam istmus tuba
3. Kehamilan interstisial: dalam pars interstisialis tuba

Perkembangan kehamilan tuba

Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir


pada minggu ke 6 hingga ke-12, yang sering antara minggu ke 6-8.

Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara yakni abortus tuba atau
rupture tuba.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djamhoer, dkk. 2013. Obstetri Patologi, Ed 3. Jakarta : EGC


2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo Jakarta. 2016

PERDARAHAN ANTEPARTUM

A. Definisi

Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut


yang dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian.
Perdarahan pada kehamilan muda adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan
kurang dari 22 minggu1,3
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan
28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu.
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan
plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus
perdarahan antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu,
yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis
terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera.1,3
Perdarahan antepartum dapat berasal dari : 1,3
 Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta
(abruption plasenta), atau perdarahan antepartum yang belum
jelas sumbernya.
 Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu
berbahaya, misalnya kelainan serviks dan vagina serta trauma.

B. Pengawasan Antenatal
Pengawasan antenatal dapat dipakai sebagai cara untuk mengetahui atau
menanggulangi perdarahan antepartum, yaitu :1
1. Penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya
2. Pengobatan anemia dalam kehamilan
3. Seleksi ibu untuk bersalin dirumah sakit
4. Memperhatikan kemungkinan adanya plasenta previa
5. Mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan pre-
eklampsia.
Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan
antepartum ialah:
1. Para ibu yang umurnya telah lebih dari 35 tahun
2. Paritasnya 5 atau lebih
3. Bagian terbawah janin selalu terapung di atas pintu atas
panggul, atau
4. Menderita pre-eklampsia
C. Penanganan
Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
untuk transfusi darah dan operasi. Pemasangan tampon dalam vagina tidak
berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malahan menambah
perdarahan karena sentuhan serviks sewaktu pemasangan. Selagi penderita belum
jatuh ke dalam keadaan syok, infus cairan intravena harus segera dipasang, dan
dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit.1

PLASENTA PREVIA
1. Definisi
Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat yang abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Pada keadaan
normal plasenta terletak diatas uterus.1
2. Klasifikasi
Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada
waktu tertentu. 1,2,3,4
Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.

Plasenta previa parsialis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan


plasenta.

· Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah
uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir
plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan
teraba pada pembukaan jalan lahir.

3. Etiologi
Belum diketahui dengan pasti, mungkin secara kebetulan blastokista
menimpa desidua didaerah segmen bawah Rahim. Teori lain adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau
atropi. Faktor resiko terjadinya plasenta previa yang dapat dipandang berperan
dalam proses peradangan dan kejadian atropi di endometrium seperti paritas
tinggi, usia lanjut, cacat rahim, misalnya bekas bedah sesar, kerokan, dan
miomektomi.1
Pada perempuan perokok insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertropi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar
seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bias menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah Rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh Ostium Uteri Internum.1

4. Diagnosis:

Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20 minggu, tanpa rasa
nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya,
terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit. 1,2,3,4

Pemeriksaan luar
Inspeksi1,2,3,4
- Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan
darah beku
- Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis.
Palpasi1,2,3,4
- Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul,
apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu
atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam
pintu atas panggul.
- Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak
sungsang.
- Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
- Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel
Auskultasi1,2,3,4
- Denyut jantung janin biasanya normal

Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai. 1,2,3,4

Pemeriksaan letak plasenta tidak langsung


- Pemeriksaan radiografi dan radioisotope yang sudah ditinggalkan
- Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang paling tepat untuk
menegakkan diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi
ibu dan janin. Pemeriksaan USG rutin pada kehamilan 18-20 minggu
dengan plasenta letak-rendah tidak dianjurkan, kecuali terjadi
perdarahan berulang. Pemeriksaan USG rutin untuk kehamilan dengan
plasenta previa partial atau total dianjurkan setelah 32 minggu,
walaupun saat itu tidak terjadi perdarahan.
USG yang menunjukkan adanya plasenta previa totalis
P = plasenta ; F = janin ;  AF = cairan amnion ; B = Kandung kemih ; Cx =
Cervix

Pemeriksaan letak plasenta secara langsung


Diagnosis plasenta previa dahulunya jarang ditegakkan melalui
pemeriksaan klinis, kecuali jari tangan pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan
jaringan plasenta teraba. (Dewasa ini dengan adanya pemeriksaan USG,
pemeriksaan tersebut tidak lagi dilakukan). Pemeriksaan serviks semacam ini
tidak pernah diperbolehkan kecuali bila wanita tersebut sudah berada di
kamar operasi dengan segala persiapan untuk pembedahan seksio sesarea
segera, karena pemeriksaan serviks yang paling hati-hati pun dapat
menimbulkan perdarahan hebat.
Pemeriksaan dalam diatas meja operasi (PDMO) dapat dilakukan bila
semua syarat terpenuhi, yaitu :
 Infus/ transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah
siap
 Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 g) dan in partu,
atau
 Janin telah meninggal atau terdapat anomaly congenital mayor
(misal ansefali)
 Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati
pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)

5. Penanganan
Terapi Ekspektatif
Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara
non invasi.
- Syarat terapi ekspektatif : 1,3,5,6
 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti
 Belum ada tanda inpartu
 Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital
dalam batas normal)
 Janin masih hidup
- Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan berikan antibiotik profilaksis.
- Apabila berhubungan dengan trauma, monitoring sekurang-kurangnya 12-24
jam untuk menyingkirkan kemungkinan solutio plasenta.
- Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan,letak,
dan presentasi janin.
- Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat peroral
60 mg selama 1 bulan.
- Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi
- Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan
waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke
rumah sakit jika terjadi perdarahan.
-Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Terapi Aktif (tindakan segera)
Rencanakan terminasi kehamilan jika: 1,3,5,6
 Janin matur
 Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang
mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
 Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam
yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara
aktif tanpa memandang maturitas janin.
Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik,
tindakan segera yang harus dilakukan adalah terminasi kehamilan dan
penggantian cairan tubuh.
Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan: 1,3,5,6
 Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum
besar (16G, 18G)
 Persiapkan 4 labu darah yang sesuai golongan darah pasien
 Observasi keadaan janin
 Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi
(konsumsi O2 pada kehamilan meningkat hingga 20% dan
janin sangat rentan terhadap hipoksia)

Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa


Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan
dipilih adalah : 1,3,5,6
 Jenis plasenta previa
 Perdarahan: banyak, atau sedikit tapi berulang-ulang
 Keadaan umum ibu hamil
 Keadaan janin: hidup, gawat janin, atau meninggal
 Pembukaan jalan lahir
 Paritas atau jumlah anak hidup
 Fasilitas penolong dan rumah sakit.

Setelah memperhatikan factor-faktor diatas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu: 1,3,5,6


Persalinan pervaginam; bertujuan agar bagian terbawah janin menekan
plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan
berlangsung, sehingga perdarahan berhenti.
Cara yang terpilih adalah pemecahan selaput ketuban (Amniotomi). Indikasi
amniotomi pada plasenta previa: 1,3,5,6
 Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada
pembukaan
 Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan
pembukaan 4 cm atau lebih
 Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang telah meninggal.
Apabila amniotomi tidak berhasil, maka terdapat 2 cara lain yang lebih
keras menekan plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan,
yaitu pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-Hicks. 1,3,5,6
Kedua cara tersebut telah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir
karena seksio caesaria jauh lebih aman. Kedua cara tersebut cenderung dilakukan
pada janin yang telah meninggal atau yang prognosis untuk hidup di luar uterus
tidak baik. Cara ini, apabila akan dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara
karena persalinannya dijamin lebih lancar; dengan demikian tekanan pada
plasenta berlangsung tidak terlampau lama. 1,3,5,6
Seksio sesaria; bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber
perdarahan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahnnya, dan untuk
menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh
apabila dilangsungkan persalinan pervaginam. 1,3,5,6
Indikasi seksio caesaria pada plasenta previa: 1,3,5,6
 Semua plasenta previa totalis, janin hidup atau
meninggal; semua plasenta previa partialis, plasenta
previa marginalis posterior, karena perdarahan yang
sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
 Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak
dan tidak berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada
 Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang.

6. Komplikasi
 Pada Ibu:
 Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
 Anemia karena perdarahan
 Plesentitis
 Endometritis pasca persalinan
 Robekan-robekan jalan lahir akibat tindakan
 Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau
perlu dibersihkan dengan kerokan.
 Pada Janin:
 Persalinan prematur atau lahir mati
 Prolaps tali pusat
 Asfiksia berat

SOLUTIO PLASENTA
1. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. 1,3
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio
plasentae, accidental haemorrhage dan prematur separation of the normally
implanted placenta. 1,3

2. Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta : 1,2,3,4
· Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
· Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
· Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang
terlepas.
· Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup
keluar dibawah selaput ketuban.
· Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi
dibelakang plasenta.
Solusio plasenta di bagi menurut tingkat gejala klinik yaitu : 1,2,3,4
a) Kelas 0 : asimptomatik
Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma
atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal
juga dimasukkan dalam kategori ini.
b) Kelas I : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.
Solusio plasenta ringan yaitu : rupture sinus marginalis atau terlepasnya
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak,sama sekali tidak
mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya.
Gejala: perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali
bahkan tidak ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang, tekanan
darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati, dan tidak
ditemukan tanda-tanda fetal distress.
c) Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lepas lebih dari
seperempatnya tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Gejala :
perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-hitaman, perut mendadak sakit
terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam
walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di dalam,di
dinding uterus teraba nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit diraba,
apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop biasa
harus dengan stetoskop ultrasonic, terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi
(150 – 250 % mg/dl).
d) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Solusio plasenta berat, plasenta lepas lebih dari dua pertiga permukaannya,
terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala: ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah
meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan
pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan
pervaginam mungkin belum sempat terjadi besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl)

Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam1,2,3,4


a) Solusio plasenta ringan
Perdarahan pervaginam <100-200 cc.
b) Solusio plasenta sedang
Perdarahan pervaginam > 200 cc, hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus,
syok ringan, dapat terjadi fetal distress.
c) Solusio plasenta berat
Perdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus tetanik, syok maternal sampai
kematian janin dan koagulopati.

3. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan
jelas. Meskipun demikian, beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan
faktor – faktor yang berpengaruh pada kejadiannya, antara lain: 1,3,4
1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir ).
Disamping itu , ada juga pengaruh dari : 1,3,4
 Umur lbu yang tua
 Multiparitas
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Defisiensi asam folat
 Merokok, alkohol, kokain

4. Diagnosis
Solutio Plasenta Ringan1,2,3,4,5,6
☺ Perdarahan pervaginam sedikit dan
berwarna kehitam – hitaman
☺ Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun
janinnya
☺ Perut terasa agak sakit, atau terus menerus
agak tegang
☺ Bagian janin masih mudah diraba
Solutio Plasenta Sedang1,2,3,4,5,6
☺ Gejala dapat timbul perlahan – lahan seperti
plasenta solutio ringan
☺ Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit
perut terus menerus
☺ Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun
perdarahan mungkin telah mencapai 1000 ml
☺ syok
☺ Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri
tekan
☺ Bagian – bagian janin sulit diraba
☺ Bunyi jantung janin sukar didengarkan
Solutio Plasenta Berat1,2,3,4,5,6
☺ Ibu Syok
☺ Biasanya janin telah meninggal
☺ Uterus sangat tegang seperti papan dan
sangat nyeri
☺ Perdarahan pervaginam tampaknya tidak
sesuai dengan keadaan syok ibunya
☺ Kemungkinan besar telah terjadi kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal
Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala
klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis
baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-
koagulum darah dan krater. Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat
diagnosis berdasarkan : 1,2,3,4,5,6
1. Anamnesis
· Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir
tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.
· Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-
recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.
· Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak
tidak bergerak lagi).
· Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu
kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
· Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi
· Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
· Pucat, sianosis, keringat dingin.
· Kelihatan darah keluar pervaginam.

3. Palpasi
· TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai
dengan tuanya kehamilan.
· Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.
· Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
· Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi
Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas
140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari sepertiga.

5. Pemeriksaan dalam
· Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
· Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik
sewaktu his maupun diluar his.
· Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini
akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini
sering dikacaukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum.
· Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
· Nadi cepat, kecil, dan filiformis.

7. Pemeriksaan Ultrasonography (USG).


Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui
adanya pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam
mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secra signifikan belakangan ini.
Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif
untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta
yang ditegakkan dengan USG.
Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental,
tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di
atas. Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan
isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta.
Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta antara
lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada
fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu minggu), gambaran
perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas. Manfaat lainnya
adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
perdarahan antepartum.

8. Pemeriksaan laboratorium
- Urin,albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.
- Darah
 Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match
test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap
1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 150 mg%).

9. Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak
tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum
atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

5. Penanganan
1. Solutio Plasenta Ringan
 Ekspektatif (Konservatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan
kemudian partus spontan. Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu,
dan keadaan hemodinamik yang stabil yakni perdarahan berhenti spontan,
kontraksi uterus tidak ada, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup. 1,3,4
Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG, dan CTG serial,
berikan tokolisis dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu persalinan
spontan. 1,3,4
Pemeriksaan laboratoirum darah lengkap, golongan darah, pembekuan
darah harus dilakukan
 Aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak
segera dilahirkan dan perdarahan berhenti. 1,3,4
Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi,
dapat mengancam ibu/janin, gejala solutio plasenta itu bertambah jelas, atau
dalam pemantauan USG daerah solutio plasenta bertambah luas. 1,3,4
Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan,
terutama pada kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding test dapat
mengkonfirmasikan diagnosis tersebut. 1,3,4
Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau
cryoprecipitate. Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume cairan
tergantikan, lakukan terminasi kehamilan. 1,3,4
Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban
segera dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan partus tidak
memuaskan atau pembukaan serviks kurang dari 5, lakukan seksio caesaria. 1,3,4
2. Solutio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila diagnosis solutio plasenta ditegakkan, berarti perdarahan telah
terjadi minimal 1000 Cc. Dengan demikian, transfusi darah harus segera
dilakukan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan
karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan meninggikan tekanan
darah. 1,3,4
Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga resusitasi
cairan dengan saline atau ringer laktat dalam 2 jalur dengan jarum besar (16G,
18G). Observasi terus keadaan janin, dan berikan O2 murni untuk pasien dengan
hipotensi. 1,3,4
Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli keadaan umum pasien dan tidak
peduli apakah persalinan akan dilakukan pervaginam atau per abdominam.
Amniotomi akan merangsang dimulainya persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal (refleks
uterorenal) dan gangguan pembekuan darah. Bila perlu, persalinan dipercepat
dengan pemberian infus oksitosin. 1,3,4
Apabila persalinan tidak selesai atau diperkirakan tidak akan selasai dalam
6 jam setelah terjadinya solutio plasenta, walaupun amniotomi dan pemberian
infus oksitosin telah dilakukan, satu-satunya cara untuk segera mengosongkan
uterus ialah dengan seksio caesaria. Seksio Caesaria tidak perlu menunggu sampai
darah tersedia secukupnya, atau syok teratasi, karena tindakan terbaik dalam
mengatasi perdarahan adalah dengan segera menghentikan sumbernya. 1,3,4
Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria, uterus
Couvelaire dengan kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia, persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup;
maka histerektomi perlu dipertimbangkan. Dapat juga dilakukan ligasi arteri
hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi masih ingin
dipertahankan. 1,3,4

7. Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah :1
a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio
plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari
bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat
untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan
darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di
anatara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire.
Apabila perdarahan post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi
bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan
pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi perdarahan
postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio
plasenta yang biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-
kira 10%; sedangkan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut
Wirjohadiwardojo (1973) terjadi pada 46% dari 134 kasus yang
diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page (1951)
dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran
darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga
terjadi pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan
menghabiskan factor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama
fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak
keterangan lain yang lebih rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450
mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih
rendah dari 100 mg%, akan terjadi gangguan pembekuan darah.
c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran
teliti pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada
solution plasenta sedang, dan berat, apalagi yang disertai perdarahan
tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun. Terjadinya oligouria
belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin berhubungan
dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat
perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan
intrauterine yang meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks
penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah
berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit
dengan janin yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup,
biasanya keadaannya sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution
plasenta ringan.

Kelainan Letak Janin


A. Letak Sungsang

Sekitar 3-5% atau 3 dari 100 bayi terpaksa lahir dalam posisi sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih besar
dibandingkan lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena itu, biasanya
langkah terakhir untuk mengantisipasi terburuk karena persalinan yang tertahan
akibat janin sungsang adalah operasi. Namun, tindakan operasi untuk melahirkan
janin sungsang baru dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu posisi janin
yang beresiko terjadinya “macet” di tengah proses persalinan. Apabila posisi
bokong di bawah rahim dengan satu atau dua kaki menjuntai maka kelahiran
bayinya harus dengan operasi sesar.

Klasifikasi letak bokong:

1. Letak Bokong Murni (Frank Breech) Letak bokong dengan kedua


tungkai terangkat ke atas

2. Letak Bokong Sempurna (Complete Breech) Letak bokong di mana


kedua kaki ada di samping bokong ( letak bokong kaki sempurna)

3. Letak Bokong Tidak Sempurna (Incomplete Breech) Letak sungsang


dimana selain bokong juga ada bagian kaki atau lutut.

Etiologi

1. Faktor dari ibu dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu:

a) plasenta previa

b) bentuk rahim yang abnormal

c) panggul sempit

d) multiparitas

e) adanya tumor pada rahim dan

f) implantasi plasenta di fundus yang memicu terjadinya letak bokong.


2. Faktor dari janin dapat disebabkan oleh keadaan seperti:

a) hidrosefalus atau anasefhalus

b) kehamilan kembar

c) hidramnion dan

d) prematuritas

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi janin sungsang

a. Knee chest Knee chest dilakukan dengan posisi perut seakan menggantung
kebawah. Cara ini harus dilakukan rutin setiap hari sebanyak 2 kali (pagi dan
sore) selama 10 menit. Jika posisi bersujud ini dilakukan dengan baikdan teratur
maka besar kemungkinan janin sungsang akan kembali pada posisi yang normal.

b. External Cephalic Version (EVC) Metode ini dilakukan oleh dokter kandungan
yang bertujuan untuk mengubah posisi janin dari luar tubuh ibu hamil ketika usia
kehamilannya sudah mencapai 34 minggu. Namun demikian, metode ini biasanya
menyakitkan dan bahkan rentan menimbulkan kematian pada janin karena suplai
oksigen ke otak janin berkurang.

Syarat Versi Luar

a. Kehamilan harus tunggal.

b. Janin harus dapat digerakkan dengan bebas.

c. Uterus harus lemas

d. Bagian terendah janin masih dapat dibebaskan dari rongga panggul.

e. Dinding perut ibu harus cukup tipis dan rileks agar penolong dapat memegang
bagian-bagian janin.

f. Janin harus dapat lahir pervaginaan.

g. Saat mengerjakan versi luar dalam kehamilan yaitu pada primigravida pada
umur kehmilan 34-36 minggu dan pada multigravida pada umur klien kehamilan
lebih dari 37 minggu
h. Pada inpartu pembukaan kurang dari 4 cm dan selaput ketuban masih utuh

Kontra Indikasi

a. Panggul sempit

b. Pendarahan antepartum

c. Preeklapsia dan Hipertensi

d. Hamil kembar

e. Plasenta previa

f. Ketuban pecah dini

Patofisiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang.

Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala,
maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri,
sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus.
Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan,
frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan,
janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala.

B. Letak Lintang

Kelainan lain yang paling sering terjadi adalah letak lintang atau miring.
Letak yang demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan
lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada sisi
yang lain. Pada umumnya, bokong akan berada sedikit lebih tinggi dari pada
kepala janin, sementara bahu berada pada bagian atas panggul. Konon,punggung
dapat berada di depan, belakang, atas, maupun bawah. Kelainan letak lintang ini
hanya terjadi sebanyak 1%. Letak lintang ini biasanya ditemukan pada perut ibu
yang menggantung atau karena adanya kelainan bentuk rahimnya. Keadaan ini
menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan persentasi tubuh janin di
dalam jalan lahir. Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan ini dapat
mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan pada otak
janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan operasi untuk mengeluarkannya.

Etiologi

1) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek

2) Fiksasi kepala tidak ada indikasi CPD

3) Hidrosefalus

4) Pertumbuhan janiun terhambat atau janin mati

5) Kehamilan premature

6) Kehamilan kembar

7) Panggul sempit

8) Tumor di daerah panggul

9) Kelainan bentuk rahim ( uterus arkuatus atau uterus subseptus)

10) Kandung kemih serta rektum yang penuh

11) Plasenta Previa.

Patofisiologi

Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan


uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi
menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau melintang.
Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan berpindahnya
kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka Diagnosis letak lintang.

Diagnosa
Untuk menegakan diagnosa maka hal yang harus di perhatikan adalah dengan
melakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, pemeriksaan dalam :

1) Inspeksi

Pada saat melakukan pemeriksaan inspeksi letak lintang dapat diduga hanya
pemeriksaan inspeksi, fundus tampak lebih melebar dan fundus uteri lebih
rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya.

2) Palpasi Pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi hasilnya adalah fundus


uteri kosong, bagian yang bulat, keras, dan melenting berada di samping dan
di atas simfisis juga kosong, kecuali jika bahu sudah turun ke dalam panggul
atau sudah masuk ke dalam pintu atas panggul (PAP), kepala teraba di kanan
atau di kiri.

3) Auskultasi Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan auskultasi adalah denyut


jantung janin di temukan di sekitar umbilicus atau setinggi pusat.

4) Pemeriksaan Dalam Hasil yang di peroleh dari pemeriksaan dalam adalah


akan teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan,
teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri, bila kepala di
kiri ketiak menutup di kiri, letak punggung di tentukan dengan adanya
scapula, letak dada, klavikula, pemeriksaan dalam agar sukar dilakukan bila
pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya
ketuban cepat pecah.

5) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan


melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) atau foto rontgen dengan
diperoleh hasil kepala janin berada di samping.

Menurut Wiknjosastro beberapa cara janin letak lintang lahir spontan yaitu:

1) Evolutio Spontanea Variasi Mekanisme lahirnya janin dengan letak lintang


akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin ada dua cara yaitu :
a) Menurut DENMAN Bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat
di bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki
turun di rongga panggul dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan
kepala.

b) Menurut DOUGLAS Bahu masuk ke dalam rongga panggul kemudian


di lewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir,
selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala.

Penanganan Letak Lintang

1) Sewaktu Hamil

Usahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum


melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat
membahayakan janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan
memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan
untuk menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan
untuk menilai letak janin.

2) Sewaktu Partus

Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak lintang janin


menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan
ketuban belum pecah atau utuh, umur kehamilan 36 sampai 38 minggu, bagian
terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat
lahir pervagina. Pada seseorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,
sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan
pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut : bahu tidak dapat melakukan
dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang primgravida kala I
menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap, tidak ada bagian
janin yang menahan tekanan intra – uteri pada waktu his, maka lebih sering
terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat
mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli, dan pada primigravida versi
ekstraksi sukar dilakukan. Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara
bergantung kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang
bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak
seberapa besar, dapat ditunggu dan di awasi sampai pembukaan serviks
lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi

Anda mungkin juga menyukai