Ket, Pap, Kel Let
Ket, Pap, Kel Let
A. Definisi
B. Faktor Penyebab
C. Gambaran Klinik
1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh
abdomen, atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan,
bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan
ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum.
Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya
sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas
bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak
dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan
menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.
2. Amenorea
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea
karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
3. Perdarahan vaginal
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda
yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan
kematian janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten
atau terus menerus.
4. Nyeri goyang serviks dan penonjolan kavum Douglasi
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks
uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Douglasi teraba menonjol,
berkisar dari diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan
elastik.
D. Diagnosis
E. Kehamilan Tuba
Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi:
1. Kehamilan ampula : dalam ampula tuba
2. Kehamilan istmus : dalam istmus tuba
3. Kehamilan interstisial: dalam pars interstisialis tuba
Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara yakni abortus tuba atau
rupture tuba.
DAFTAR PUSTAKA
PERDARAHAN ANTEPARTUM
A. Definisi
PLASENTA PREVIA
1. Definisi
Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat yang abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Pada keadaan
normal plasenta terletak diatas uterus.1
2. Klasifikasi
Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada
waktu tertentu. 1,2,3,4
Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
· Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah
uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir
plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan
teraba pada pembukaan jalan lahir.
3. Etiologi
Belum diketahui dengan pasti, mungkin secara kebetulan blastokista
menimpa desidua didaerah segmen bawah Rahim. Teori lain adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau
atropi. Faktor resiko terjadinya plasenta previa yang dapat dipandang berperan
dalam proses peradangan dan kejadian atropi di endometrium seperti paritas
tinggi, usia lanjut, cacat rahim, misalnya bekas bedah sesar, kerokan, dan
miomektomi.1
Pada perempuan perokok insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertropi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar
seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bias menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah Rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh Ostium Uteri Internum.1
4. Diagnosis:
Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20 minggu, tanpa rasa
nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya,
terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit. 1,2,3,4
Pemeriksaan luar
Inspeksi1,2,3,4
- Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan
darah beku
- Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis.
Palpasi1,2,3,4
- Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul,
apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu
atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam
pintu atas panggul.
- Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak
sungsang.
- Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
- Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel
Auskultasi1,2,3,4
- Denyut jantung janin biasanya normal
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai. 1,2,3,4
5. Penanganan
Terapi Ekspektatif
Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara
non invasi.
- Syarat terapi ekspektatif : 1,3,5,6
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti
Belum ada tanda inpartu
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital
dalam batas normal)
Janin masih hidup
- Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan berikan antibiotik profilaksis.
- Apabila berhubungan dengan trauma, monitoring sekurang-kurangnya 12-24
jam untuk menyingkirkan kemungkinan solutio plasenta.
- Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan,letak,
dan presentasi janin.
- Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat peroral
60 mg selama 1 bulan.
- Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi
- Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan
waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke
rumah sakit jika terjadi perdarahan.
-Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Terapi Aktif (tindakan segera)
Rencanakan terminasi kehamilan jika: 1,3,5,6
Janin matur
Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang
mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam
yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara
aktif tanpa memandang maturitas janin.
Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik,
tindakan segera yang harus dilakukan adalah terminasi kehamilan dan
penggantian cairan tubuh.
Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan: 1,3,5,6
Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum
besar (16G, 18G)
Persiapkan 4 labu darah yang sesuai golongan darah pasien
Observasi keadaan janin
Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi
(konsumsi O2 pada kehamilan meningkat hingga 20% dan
janin sangat rentan terhadap hipoksia)
6. Komplikasi
Pada Ibu:
Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
Anemia karena perdarahan
Plesentitis
Endometritis pasca persalinan
Robekan-robekan jalan lahir akibat tindakan
Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau
perlu dibersihkan dengan kerokan.
Pada Janin:
Persalinan prematur atau lahir mati
Prolaps tali pusat
Asfiksia berat
SOLUTIO PLASENTA
1. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. 1,3
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio
plasentae, accidental haemorrhage dan prematur separation of the normally
implanted placenta. 1,3
2. Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta : 1,2,3,4
· Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
· Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
· Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang
terlepas.
· Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup
keluar dibawah selaput ketuban.
· Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi
dibelakang plasenta.
Solusio plasenta di bagi menurut tingkat gejala klinik yaitu : 1,2,3,4
a) Kelas 0 : asimptomatik
Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma
atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal
juga dimasukkan dalam kategori ini.
b) Kelas I : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.
Solusio plasenta ringan yaitu : rupture sinus marginalis atau terlepasnya
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak,sama sekali tidak
mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya.
Gejala: perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali
bahkan tidak ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang, tekanan
darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati, dan tidak
ditemukan tanda-tanda fetal distress.
c) Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lepas lebih dari
seperempatnya tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Gejala :
perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-hitaman, perut mendadak sakit
terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam
walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di dalam,di
dinding uterus teraba nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit diraba,
apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop biasa
harus dengan stetoskop ultrasonic, terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi
(150 – 250 % mg/dl).
d) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Solusio plasenta berat, plasenta lepas lebih dari dua pertiga permukaannya,
terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala: ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah
meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan
pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan
pervaginam mungkin belum sempat terjadi besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl)
3. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan
jelas. Meskipun demikian, beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan
faktor – faktor yang berpengaruh pada kejadiannya, antara lain: 1,3,4
1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir ).
Disamping itu , ada juga pengaruh dari : 1,3,4
Umur lbu yang tua
Multiparitas
Ketuban pecah sebelum waktunya
Defisiensi asam folat
Merokok, alkohol, kokain
4. Diagnosis
Solutio Plasenta Ringan1,2,3,4,5,6
☺ Perdarahan pervaginam sedikit dan
berwarna kehitam – hitaman
☺ Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun
janinnya
☺ Perut terasa agak sakit, atau terus menerus
agak tegang
☺ Bagian janin masih mudah diraba
Solutio Plasenta Sedang1,2,3,4,5,6
☺ Gejala dapat timbul perlahan – lahan seperti
plasenta solutio ringan
☺ Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit
perut terus menerus
☺ Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun
perdarahan mungkin telah mencapai 1000 ml
☺ syok
☺ Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri
tekan
☺ Bagian – bagian janin sulit diraba
☺ Bunyi jantung janin sukar didengarkan
Solutio Plasenta Berat1,2,3,4,5,6
☺ Ibu Syok
☺ Biasanya janin telah meninggal
☺ Uterus sangat tegang seperti papan dan
sangat nyeri
☺ Perdarahan pervaginam tampaknya tidak
sesuai dengan keadaan syok ibunya
☺ Kemungkinan besar telah terjadi kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal
Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala
klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis
baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-
koagulum darah dan krater. Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat
diagnosis berdasarkan : 1,2,3,4,5,6
1. Anamnesis
· Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir
tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.
· Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-
recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.
· Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak
tidak bergerak lagi).
· Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu
kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
· Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi
· Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
· Pucat, sianosis, keringat dingin.
· Kelihatan darah keluar pervaginam.
3. Palpasi
· TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai
dengan tuanya kehamilan.
· Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.
· Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
· Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas
140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari sepertiga.
5. Pemeriksaan dalam
· Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
· Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik
sewaktu his maupun diluar his.
· Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini
akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini
sering dikacaukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum.
· Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
· Nadi cepat, kecil, dan filiformis.
8. Pemeriksaan laboratorium
- Urin,albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.
- Darah
Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match
test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap
1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 150 mg%).
9. Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak
tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum
atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.
5. Penanganan
1. Solutio Plasenta Ringan
Ekspektatif (Konservatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan
kemudian partus spontan. Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu,
dan keadaan hemodinamik yang stabil yakni perdarahan berhenti spontan,
kontraksi uterus tidak ada, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup. 1,3,4
Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG, dan CTG serial,
berikan tokolisis dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu persalinan
spontan. 1,3,4
Pemeriksaan laboratoirum darah lengkap, golongan darah, pembekuan
darah harus dilakukan
Aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak
segera dilahirkan dan perdarahan berhenti. 1,3,4
Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi,
dapat mengancam ibu/janin, gejala solutio plasenta itu bertambah jelas, atau
dalam pemantauan USG daerah solutio plasenta bertambah luas. 1,3,4
Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan,
terutama pada kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding test dapat
mengkonfirmasikan diagnosis tersebut. 1,3,4
Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau
cryoprecipitate. Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume cairan
tergantikan, lakukan terminasi kehamilan. 1,3,4
Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban
segera dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan partus tidak
memuaskan atau pembukaan serviks kurang dari 5, lakukan seksio caesaria. 1,3,4
2. Solutio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila diagnosis solutio plasenta ditegakkan, berarti perdarahan telah
terjadi minimal 1000 Cc. Dengan demikian, transfusi darah harus segera
dilakukan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan
karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan meninggikan tekanan
darah. 1,3,4
Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga resusitasi
cairan dengan saline atau ringer laktat dalam 2 jalur dengan jarum besar (16G,
18G). Observasi terus keadaan janin, dan berikan O2 murni untuk pasien dengan
hipotensi. 1,3,4
Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli keadaan umum pasien dan tidak
peduli apakah persalinan akan dilakukan pervaginam atau per abdominam.
Amniotomi akan merangsang dimulainya persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal (refleks
uterorenal) dan gangguan pembekuan darah. Bila perlu, persalinan dipercepat
dengan pemberian infus oksitosin. 1,3,4
Apabila persalinan tidak selesai atau diperkirakan tidak akan selasai dalam
6 jam setelah terjadinya solutio plasenta, walaupun amniotomi dan pemberian
infus oksitosin telah dilakukan, satu-satunya cara untuk segera mengosongkan
uterus ialah dengan seksio caesaria. Seksio Caesaria tidak perlu menunggu sampai
darah tersedia secukupnya, atau syok teratasi, karena tindakan terbaik dalam
mengatasi perdarahan adalah dengan segera menghentikan sumbernya. 1,3,4
Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria, uterus
Couvelaire dengan kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia, persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup;
maka histerektomi perlu dipertimbangkan. Dapat juga dilakukan ligasi arteri
hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi masih ingin
dipertahankan. 1,3,4
7. Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah :1
a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio
plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari
bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat
untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan
darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di
anatara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire.
Apabila perdarahan post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi
bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan
pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi perdarahan
postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio
plasenta yang biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-
kira 10%; sedangkan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut
Wirjohadiwardojo (1973) terjadi pada 46% dari 134 kasus yang
diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page (1951)
dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran
darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga
terjadi pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan
menghabiskan factor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama
fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak
keterangan lain yang lebih rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450
mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih
rendah dari 100 mg%, akan terjadi gangguan pembekuan darah.
c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran
teliti pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada
solution plasenta sedang, dan berat, apalagi yang disertai perdarahan
tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun. Terjadinya oligouria
belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin berhubungan
dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat
perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan
intrauterine yang meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks
penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah
berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit
dengan janin yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup,
biasanya keadaannya sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution
plasenta ringan.
Sekitar 3-5% atau 3 dari 100 bayi terpaksa lahir dalam posisi sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih besar
dibandingkan lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena itu, biasanya
langkah terakhir untuk mengantisipasi terburuk karena persalinan yang tertahan
akibat janin sungsang adalah operasi. Namun, tindakan operasi untuk melahirkan
janin sungsang baru dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu posisi janin
yang beresiko terjadinya “macet” di tengah proses persalinan. Apabila posisi
bokong di bawah rahim dengan satu atau dua kaki menjuntai maka kelahiran
bayinya harus dengan operasi sesar.
Etiologi
a) plasenta previa
c) panggul sempit
d) multiparitas
b) kehamilan kembar
c) hidramnion dan
d) prematuritas
a. Knee chest Knee chest dilakukan dengan posisi perut seakan menggantung
kebawah. Cara ini harus dilakukan rutin setiap hari sebanyak 2 kali (pagi dan
sore) selama 10 menit. Jika posisi bersujud ini dilakukan dengan baikdan teratur
maka besar kemungkinan janin sungsang akan kembali pada posisi yang normal.
b. External Cephalic Version (EVC) Metode ini dilakukan oleh dokter kandungan
yang bertujuan untuk mengubah posisi janin dari luar tubuh ibu hamil ketika usia
kehamilannya sudah mencapai 34 minggu. Namun demikian, metode ini biasanya
menyakitkan dan bahkan rentan menimbulkan kematian pada janin karena suplai
oksigen ke otak janin berkurang.
e. Dinding perut ibu harus cukup tipis dan rileks agar penolong dapat memegang
bagian-bagian janin.
g. Saat mengerjakan versi luar dalam kehamilan yaitu pada primigravida pada
umur kehmilan 34-36 minggu dan pada multigravida pada umur klien kehamilan
lebih dari 37 minggu
h. Pada inpartu pembukaan kurang dari 4 cm dan selaput ketuban masih utuh
Kontra Indikasi
a. Panggul sempit
b. Pendarahan antepartum
d. Hamil kembar
e. Plasenta previa
Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang.
Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala,
maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri,
sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus.
Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan,
frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan,
janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala.
B. Letak Lintang
Kelainan lain yang paling sering terjadi adalah letak lintang atau miring.
Letak yang demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan
lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada sisi
yang lain. Pada umumnya, bokong akan berada sedikit lebih tinggi dari pada
kepala janin, sementara bahu berada pada bagian atas panggul. Konon,punggung
dapat berada di depan, belakang, atas, maupun bawah. Kelainan letak lintang ini
hanya terjadi sebanyak 1%. Letak lintang ini biasanya ditemukan pada perut ibu
yang menggantung atau karena adanya kelainan bentuk rahimnya. Keadaan ini
menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan persentasi tubuh janin di
dalam jalan lahir. Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan ini dapat
mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan pada otak
janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan operasi untuk mengeluarkannya.
Etiologi
3) Hidrosefalus
5) Kehamilan premature
6) Kehamilan kembar
7) Panggul sempit
Patofisiologi
Diagnosa
Untuk menegakan diagnosa maka hal yang harus di perhatikan adalah dengan
melakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, pemeriksaan dalam :
1) Inspeksi
Pada saat melakukan pemeriksaan inspeksi letak lintang dapat diduga hanya
pemeriksaan inspeksi, fundus tampak lebih melebar dan fundus uteri lebih
rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya.
Menurut Wiknjosastro beberapa cara janin letak lintang lahir spontan yaitu:
1) Sewaktu Hamil
2) Sewaktu Partus