Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

STRABISMUS

Pembimbing
dr. Hasri Darni, Sp.M

Disusun oleh
Dysha Hasya Muthi
2015730033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat sangat
besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus. Strabismus ini
terjadi jika ada penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna.
Di Los Angeles pada usia enam bulan sampai enam tahun memiliki prevalensi
strabismus sekitar 2,5%, sedangkan temuan ini tetap konstan tanpa memandang jenis kelamin
atau etnis, prevalensi cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3%
remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang
sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, jika salah satu atau kedua orangtuanya
strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus. Namun, beberapa kasus terjadi
tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat keluarga strabismus,
pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.
Strabismus menyebabkan posisi kedua mata tidak lurus maka akan mengakibatkan
penglihatan binokuler tidak normal yang akan berdampak pada berkurangnya kemampuan
orang tersebut dalam batas tertentu. Orang dengan kelainan ini akan terbatas kesempatan
dalam kegiatannya pada bidang-bidang tertentu
BAB II
PEMBAHASAN

DEFINISI
Strabismus atau mata juling adalah Suatu keadaan dimana kedudukan bola mata tidak
kesatu arah dan sumbu bola mata tidak berpotongan pada 1 titik benda yang dilihat.
Strabismus merupakan suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jauh
penglihatan tertentu saja, atau terjadi pada semua arah dan jarak penglihatan.

ANATOMI DAN FISIOLOGI GERAK BOLA MATA


Pergerakan bola mata dimungkinkan oleh adanya 6 otot ekstraokuler.Pergerakan
bolamata ke segala arah ini bertujuan untuk memperluas lapang pandangan, mendapatkan
penglihatan foveal dan penglihatan binocular untuk jauh dan dekat. Dikenal beberapa bentuk
kedudukan bola mata, yaitu :
 Posisi primer, mata melihat lurus ke depan
 Posisi sekunder, mata melihat lurus ke atas, lurus ke bawah, ke kiri dan ke kanan
 Posisi tertier, mata melihat ke atas kanan, ke atas kiri, ke bawah kanan dan ke bawah
kiri.
Otot-otot bola mata ini menggerakan bola mata pada 3 buah sumbu pergerakan, yaitu
sumbu antero-posterior, sumbu vertikal dan sumbu nasotemporal (horizontal).
Fungsi masing-masing otot :
 Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola
mata ke arah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
 Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan abduksi atau menggulirnya bola
mata ke arah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke VI (saraf abdusen).
 Otot rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi bola
mata dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
 Otot rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi pada abduksi, ekstorsi
dan pada abduksi, dan aduksi 23 derajat pada depresi. Otot ini dipersarafi oleh saraf
ke III.
 Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi intorsi bila berabduksi
39 derajat, depresi saat abduksi 51 derajat, dan bila sedang depresi akan berabduksi.
Otot ini yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear).
 Oblik inferior, dengan aksi primernya ekstorsi dalam abduksi sekunder oblik inferior
adalah elevasi dalan aduksi dan abduksi dalam elevasi. M. Oblik inferior dipersarafi
saraf ke III.

Demikian kesimpulan dapat diuraikan sebagai ;


 Rektus medius ; aksi aduksi
 Rektus lateralis ; aksi abduksi.
 Rektus superior ; aksi primer ; - elevasi dalam abduksi. Aksi sekunder ; intorsi dalam
aduksi dan aduksi dalam elevasi
 Rektus inferior, aksi primer ; - depresi pada abduksi. Aksi sekunder ; ekstrosi pada
aduksi dan aduksi pada depresi.
 Oblik superior, aksi primer ; - intorsi pada abduksi. Aksi sekunder ; depresi dalam
aduksi dan abduksi dalam depresi
 Oblik inferior, aksi primer ; - ekstorsi dalam abduksi. Aksi sekunder ; elevasi dalam
aduksi dan abduksi dalam elevasi.

Kedua sumbu penglihatan dipertahankan lurus dan sejajar dengan suatu refleks. Bila
refleks ini tidak dapat dipertahankan maka akan terdapat juling. Juling adalah satu keadaan
dimana kedudukan bola amata yang tidak normal. Yang dimaksdu dengan sumbu penglihatan
adalah garis yang menghubungkan titik nodal dan fovea sentral dan garis yang
menghubungkan titik fiksasi, sentral pupil dan fovea sentral. Strabismus adalah suatu
keadaan dimana kedudukan kbola mata tidak kesatu arah. Pada strabismus sumbu bola mata
tidak berpotongan pada satu titik benda yang dilihat.
Faal penglihatan yang normal adalah apabila bayangan benda yang dilihat kedua
mata dapat diterima dengan ketajaman yang sama dan kemudian secara serentak dikirim ke
susunan saraf pusat untuk diolah menjadi sensasi penglihatan tunggal. Mata akan melakukan
gerakan konvergensi dan divergensi untuk dapat melihat bersama serentak pada kedua mata.
Fungsi Otot Penggerak Bola Mata
Syarat terjadi penglihatan binokuler normal:
 Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak
terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
 Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama dengan baik,
yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu penglihatan
menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
 Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang datang dari
kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat membedakan
terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut berkembang. Pada usia 5-
6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat mulai saat kelahiran sampai
tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka
visus tetap sampai hari tua. Tajam penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal
sehingga mampu membedakan:
1. bentuk benda
2. warna
3. intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan
binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6 pasang otot
penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup menfusi dua gambar
yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada kesempatan untuk membangun
penglihatan binokular tunggal stereoskopik.

Penglihatan Binokular Tunggal Stereoskopik


Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak
dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan
gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi strabismus.

Fusi
Fusi adalah pertumbuhan bayangan menjadi satu atau persatuan, peleburan, dan
penggabungan di otak yang berasal dari 2 bayangan mata sehingga secara mental berdasarkan
kemampuan otak didapatkan suatu penglihatan tungal, yang berasal dari sensasi/ penghayatan
masing-masing mata.
Kesan penglihatan tunggal ini mempunyai sifat ketajaman bentuk, warna dan cahaya
sedangkan ukuran dimensinya hanyalah panjang dan lebar. Untutk menghindari agar tidak
terjadi bayangan yang berasal dari titik yang tidak sefaal, maka terjadi pergerakan refleks
vergen/ konvergen dan divergen.
Dimana difusi adalah ;
 Kemampuan otak untuk membuat satu bayangan gambar yang berasal dari kedua
mata.
 Fusi akan hilang bila penglihatan satu mata tidak ada.
Diperlukan beberapa syarat agar penglihatan binokular emnjadi sensasi tunggal, yaitu ;
 Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua gradasi.
 Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral
 Bayangan yang diteruskan ke dalam susunan saraf pusat dapat menilai kedua bayangan
menjadi bayangan tunggal.
Bila terjadi hal diatas maka akan terdapat bayangan tunggal binokular, sedang bila salah satu
faktor diatas tidak terjadi maka akan terjadi penglihatan binokular yang tidak tunggal.
Penglihatan tunggal dengan kedua mata ini dapat terjadi pada semua bayangan di
kedua makula dan luar makula sehingga terjadi penglihatan sentral dan perifer bersama-sama.
Penglihatan tunggal dengan kedua mata untutk daerah sentral selalu disertai dengan
penglihatan tunggal daerah perifer.

Refleka fusi
Usaha mata mempertahankan letak mata searah atau sejajar. Walaupun refleks ini
tanpa disadari dan automatis ia memerlukan perhatian penglihatan. Refleks fusi ini
dirangsang oleh terjadinya bayangan terpisah pada kedua mata atau terdapatnya bayangan
satu pada 2 titik retina tidak sekoresponden.
Supresi, dimana otak mengabaikan bayangan benda mata yang lainnya untuk
mencegah terjadinya diplopia. Supresi terjadi akibat ;

 Juling kongenital
 Satu mata sering berdeviasi
 Mata deviasi berganti dimana tidak akan terjadi diplopia karena akan terjadi supresi
pada salah satu mata.

Refleks di dalam strabismus


Dikenal beberapa refleks yang berhubungan dengan kedudukan mata ;
Refleks fiksasi
Suatu refleks untuk melakukan fiksasi agar penglihatan menjadi baik. Pada keadaan
ini harus ada sinar, sensasi dan persepsi mata. Pada refleks relaksasi mata kembali pada
kedudukan semula atau mengambila kedudukan baru. Bayi mulai ada refleks fiksasi pada
usia 6 minggu dimana ia mulai mengikuti gerakan benda di depan matanya.
Refleks fiksasi dapat dibagi dalam ;
 Refleks fiksasi akomodasi, yang perkembangannya bersamaan dan tergantung pada
perkembangan otot siliar, refleks akomodasi merupakan refleks adaptasi dekat yaitu
untuk melihat benda lebih baik pada keadaan dekat/ konvergensi terjadi kontraksi otot
siliar, mencembungnya lensa, konvergensi, dan kontriksi atau menciutnya pupil
 Refleks fiksasi kompensasi, merupakan reaksi fisiologik dimana mata berkaitan pada
bidang horizontal susunan sistem labirirn, dan melalui refleks ini didapatkan keternagan
keduudkan tubuh sampai pada tiitk berat tubuh.
 Refleks fiksasi orientasi, dimana mata berkaitan dengan objek sekitar lainnya.
 Refleks fiksasi vergens, merupakan reaksi fifiologik berhubungan dengan refleks fiksasi
kompensasi dan orientasi.
 Refleks ambliopia, ambliopia yang terjadi akibat rangsangan daerah tepi retina.
 Refleks fusi, usaha mata mempertahankan letak mata searah atau sejajar. Walaupun
refleks ini tanpa disadari dan automatis ia memerlukan perhatian penglihatan. Refleks
fusi ini dirangsang oleh terjadinya bayangan terpisah pada kedua mata atau terdapatnya
bayangan satu pada 2 titik retina tidak sekoresponden.
ETIOLOGI
 Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik).
Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf.
 Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata
(strabismus non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan oleh suatu
kelainan di otak.

KLASIFIKASI
1. Menurut manifestasinya
a. Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua
penglihatan tidak berpotongan pada titik fikasasi.
Contoh: esotropia, eksotropia, hipertropia, hipotropia
Jenis-Jenis Heterotropia

b. Heteroforia : strabismus laten (belum terlihat jelas)


Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi
dengan reflek fusi.
Contoh: esoforia, eksoforia
2. Menurut jenis deviasi
a. Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi
b. Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi
c. Torsional : insiklodeviasi atau eksiklodeviasi
d. Kombinasi: horizontal, vertikal dan atau torsional
3. Menurut kemampuan fiksasi mata
a. Monokular : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
b. Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
4. Menurut usia terjadinya :
a. kongenital : usia kurang dari 6 bulan.
b. didapat : usia lebih dari 6 bulan.
5. Menurut sudut deviasi7
a. Inkomitan (paralitik)
Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan kelumpuhan otot
penggerak bola mata.
 Tanda-tanda :
 Gerak mata terbatas
Terlihat pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini dapat
dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu objek yang
digerakkan, tanpa menggerakkan kepalanya.
 Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat
akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit
tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan
kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan
kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak
tampak.
 Diplopia
Terjadi pada otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata
digerakkan kearah ini.
 Ocular torticollis (head tilting)
Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh.
Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus
paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa
berkurang.
 Proyeksi yang salah
Mata yang lumpuh tidak melihat objek pada lokalisasi yang benar. Bila
mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu objek yang
ada didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah
disamping objek tersebut yang sesuai dengan daerah otot yang lumpuh.
Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh
otot yang lumpuh, dan akan menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
 Vertigo, mual-mual
Disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat
diredakan dengan menutup mata yang sakit.
 Diagnosa berdasarkan :
 Keterbatasan gerak
 Deviasi
 Diplopia.
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja
dari otot yang sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak
begitu nyata adanya diplopi merupakan tanda yang penting.

Kelumpuhan Saraf Okulomotor

 Tanda-tanda:
 Ptosis
 Bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak
kearah atas, kenasal dan sedikit kearah bawah.
 Mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar
kearah bahu pada sisi otot yang lumpuh
 Sedikit eksoftalmus, akibat paralisis dari 3 mm rekti yang dalam
keadaan normal mendorong mata kebelakang.
 Pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.
 Diplopia.

Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :

M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis,


m.obliqus inferior, m. sfingter pupil, mm.siliaris. bila ini semua
lumpuh tinggal m.rektus lateralis, m.obliqus superior yang bekerja,
karena itu mata berdeviasi kearah temporal sedikit kearah bawah dan
intorsi (berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi.
Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3
otot saja. Dapat disertai dengan kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila
terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot, termasuk otot iris dan badan
siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat kelumpuhan
dari otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih
sering terjadi. Kelumpuhan yang terbatas pada m.sfingter pupil dan
badan siliar, disebut oftalmoplegia interna. Hal ini sering dijumpai
misalnya pada :

- pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu mengadakan


pemeriksaan fundus atau refraksi

- kontusio bulbi

- akibat lues, difteri, diabetes, penyakit serebral.

Dalam hal ini kita dapatkan pupil lebar, tak ada akomodasi.
Pada oftalmoplegia interna, diobati menurut penyebabnya dan lokal
diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau akomodasinya tetap hilang, beri
pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat.

 Penyebab:
 Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri
ke otot, seperti adanya eksudat, perdarahan, periostitis, tumor,
trauma, perubahan pembuluh darah yang menyebabkan penekanan
atau peradangan pada saraf.
 Jarang disebabkan peradangan atau degenerasi primer.
 Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol), diabetes
mellitus, penyakit-penyakit sinus, trauma.
Terjadinya gejala dapat tiba-tiba ataupun perlahan-lahan, tetapi
perjalanan penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi.
Bila telah terjadi lama, prognosis tidak menguntungkan lagi karena
kemungkinan terjadinya atrofi dari otot-otot yang lumpuh dan
kontraksi dari otot lawannya.

 Pengobatan :
 Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit atau mata yang sehat
ditutup.
 Operasi
Bila setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan
operasi reseksi dari otot yang lumpuh disertai resesi dari otot
lawannya agar tidak terjadi atrofi dari otot yang lumpuh. Hasil dari
operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis
mungkin dapat memuaskan.

Kelumpuhan m.rektus medialis

Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal,


diplopi. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal
(aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot yang sakit.

Kelumpuhan m.rektus superior

Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia. Bayangan


dari mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang sehat. Kelainan
bertambah pada gerakan mata keatas.

Kelumpuhan m.rektus inferior

Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopic yang


bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang
sakit terletak lebih rendah.

Kelumpuhan m.oblik superior

Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior,


strabismus yang vertikal, diplopia yang bertambah hebat bila mata
digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak
lebih rendah.

Kelumpuhan m.oblik inferior

Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus


vertikal, diplopia. Kelainan bertambah bila mata digerakkan kearah
temporal atas. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.
Kelumpuhan Saraf Abdusen

 Tanda-tandanya :
 Gangguan pergerakan mata kearah luar.
 Diplopi yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah
luar.
 Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh.
 Deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang
berlawanan dengan otot yang lumpuh
 Pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap,
timbul supresi, sehingga tidak timbul diplopia.
 Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi tiba-tiba,
penderita mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah
tetap dan bayangan dari objek yang dilihatnya jatuh pada daerah-
daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian.
 Penyebab:
 Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma
dikepala, tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral.
 Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan
trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus
lateralis atau persarafannya.
 Pengobatan :
 Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan,
menurut kausanya. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit atau
sehat ditutup untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya.
 Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan
belum ada perbaikan, baru dilakukan operasi sebab bila dibiarkan
terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.

b. Komitan (nonparalitik)
Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang
sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat).

1) Strabismus Nonparalitika Nonakomodatif


 Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama ke semua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi.
Karena itu penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot-otot. Mungkin disebabkan oleh:
 Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal.
 Gangguan keseimbangan gerak bola mata
Dapat terjadi karena gangguan yang bersifat sentral, berupa kelainan
kuantitas rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan kesalahan
persarafan terutama dari perjalanan supranuklear, yang mengelola
konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi
yang tidak sama pada kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk
melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang
sama dan serentak dari kedua m.rektus internus, sehingga terjadi
gerakan yang sama dan simultan dari mata kenasal. Divergensi dan
konvergensi adalah bertentangan, overaction dari yang satu
menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya.

 Kekurangan daya fusi


Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini
berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting
untuk penglihatan binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat
lurus. Tetapi bila daya fusi ini terganggu secara kongenital atau terjadi
gangguan koordinasi motorisnya, maka akan menyebabkan strabismus.
Pada kasus yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada dasar
genetik. Eksotropia dan esotropia sering merupakan keturunan
autosomal dominan. Kadang-kadang pada anak dengan esotropia,
didapatkan orang tuanya dengan esoforia yang hebat. Tidak jarang
strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga
bila kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki
sebagian saja.
 Tanda-tanda :
 Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar
merupakan beban mental.
 Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
 Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.
 Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata
yang berdeviasi.
 Pengobatan :
 Preoperatif
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila
tercapai hasil fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang
normal dengan stereopsis, disamping perbaikan kosmetik. Bila
strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun
atau lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya
hanya kosmetis saja. Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang
berdeviasi harus dihilangkan dengan menutup mata yang normal. Bila
pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1 tahun,
tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.

 Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya
bila masih ada strabismus yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan
latihan.

2) Strabismus Nonparalitika Akomodatif


 Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga
berdasarkan akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi. Dapat
berupa :
 strabismus konvergens (esotropia)
 strabismus divergens (eksotropia)

 Pemeriksaan
 Pemeriksaan refraksi
Harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan pengaruh dari
akomodasi. Caranya :
- Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari,
tiga hari berturut-turut, diperiksa pada hari keempat.
- Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15 menit,
tiga kali berturut-turut, diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.
 Pengukuran derajat deviasi
 Pemeriksaan kekuatan duksi
Mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah horizontal (adduksi =
m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).

 Pengobatan :
 Koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
 Hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata
yang sehat.
 Meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
 Memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.

a) Esotropia Akomodatif
 Kelainan ini berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia
yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda, antara 1-4 tahun,
dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat
benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula
timbul periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila keadaan
umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada
penglihatan jauh ataupun dekat.
 Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang
hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan
jauh, pada penglihatan dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih
banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat hubungannya, dengan
penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada
anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada
penglihatan dekat, disebabkan rangsangan berlebihan untuk
konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini bertambah sampai
fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan
lagi, dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian
terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.

 Pengobatan :
 Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari
hipermetropia totalis, dan kacamata dipakai terus-menerus.
Karena terdapat akomodasi yang berlebihan, juga dapat diberikan
kacamata untuk dekat meskipun belum usia presbiopia, untuk
mengurangi akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.
 Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki
visus pada mata yang sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga
dengan homatropin setiap hari atau penutupan mata yang sehat.
Kacamata harus diperiksa berulang kali, karena mungkin terdapat
perubahan, sampai kelainan refraksinya tetap.
 Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan
koreksi untuk memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga
memperbesar kemungkinan untuk dapat melihat binokuler.
 Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan
kelainan deviasinya tidak begitu besar, dapat diberikan koreksi
dengan prisma, basis temporal.
 Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya,
maka dilakukan operasi, untuk meluruskan matanya.
 Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki
penglihatan binokuler.

b) Eksotropia Akomodatif
 Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila satu mata
kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya
tetap baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka
mata yang sakit berdeviasi keluar.
 Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa
remaja atau dewasa muda. Lebih jarang terjadi.
 Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat,
orang miop hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi,
sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi dan timbullah
kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk
penglihatan jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut,
timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens
yang berlebihan, yang biasanya merupakan kelainan primer, mulai
tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan
kekuatan konvergensi melemah, sehingga menjadi kelainan yang
menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
 Pengobatan :
 Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75
dioptri untuk memaksa mata itu berakomodasi, kacamata ini
harus dipakai terus-menerus.
 Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler,
disamping terapi oklusi.
 Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan
yang memuaskan.

GEJALA KLINIS
1. Mata lelah
2. Sakit kepala
3. Penglihatan kabur
4. Mata juling (bersilangan)
5. Mata tidak mengarah ke arah yang sama
6. Gerakan mata yang tidak terkoordinasi
7. Penglihatan ganda.

DIAGNOSIS
1. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3-3,5 tahun, sedangkan
diatas umur 5-6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
2. Cover and UncoverTest: menentukan adanya heterotropia atau heteroforia.

Cover and UncoverTest


Uji penutupan
Uji ini sering dipergunakan untuk mengetahui adanya tropia atau foria. Uji
pemeriksaan ini dilakukan untutk pemeriksaan jauh dan dekat, dan dilakukan dengan
menyuruh mata berfiksasi pada satu obyek. Bila telah terjadi fiksasi kedua mata maka
kiri ditutup dengan lempeng penutup. di dalam keadaan ini mungkin akan terjadi :

 Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai kejulingan yang


manifes. Bila mata kanan bergerak ke nasal berarti mata kanan juling keluar
atau eksotropia. Bila mata kanan bergerak ke temporal berarti mata kanan
juling ke dalam atau esotropia.
 Mata kanan bergoyang yang berarti mata tersebut mungkin ambliopia atau
tidak dapat berfiksasi
 Mata kanan tidak bergerak sama sekali, yang berarti bahwa mata kanan
berkedudukan normal, lurus atau telah berfiksasi.
Uji membuka menutup
Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yang dilihat adalah mata yang
ditutup. Mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang berbakat
menjadi juling akan menggulir. Bila mata tersebut ditutup dan dibuka akan terlihat
pergerakan mata tersebut. Pada keadaan ini berarti mata ini mengalami foria atau
juling atau berubah kedudukan bila mata ditutup.
Uji penutupan berselang seling
Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain maka bila kedua mata
berfiksasi normal maka mata yang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi pergerakan bola
mata yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.
Uji penutupan plus-prisma
 Uji batang maddox
Uji ini adalah suati metode akurat untuk mengukur penyimpangan apabila
korespondensi retina normal. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk
mengukur heteroforia tetapi juga dapat digunakan pada heterotropia. Batang
Maddox terdiri dari serangkaian silinder merah tipis yang diletakkan
berdampingan, ditaruh diatas suatu penahan sirkular yang dapat dipegang di
depan mata. Apabila suatu cahaya sasaran melewati batang Maddox tersebut,
bayangan cahaya tersebut adalah suatu garis merah yang tegak lurus terhadap
sumbu-sumbu silinder. Dengan demikian, satu mata melihat cahaya secara
langsung sedangkan yang lain melihat bayangannya melalui batang Maddox.
 Uji obyektif
Terdapat dua metode yang sering digunakan tergantung pada pengamatan
posisi refleksi cahaya oleh kornea. Hasil-hasil dari metode tersebut harus
dimodifikasi dengan memasukkan sudut kappa :

3. Tes Hirscberg: untuk mengukur derajat tropia, pemeriksaan reflek cahaya dari senter
pada pupil.
Cara :
a. Penderita melihat lurus ke depan.
b. Letakkan sebuah senter pada jarak 12 inci (kira-kira 30 cm) cm di depan setinggi
kedua mata pederita.
c. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
d. Keterangan:
- Bila letak di pinggir pupil maka deviasinya 15 derajat.
- Bila diantara pinggir pupil dan limbus deviasinya 30 derajat.
- Bila letaknya di limbus deviasinya 45 derajat.
Gambar II.5. Tes Hirscberg
4. Tes Krimsky: mengukur sudut deviasi dengan meletakkan ditengah cahaya refleks
kornea dengan prisma sampai reflek cahaya terletak disentral kornea.

Gambar II.6. Tes Krimsky

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi strabismus pada anak adalah :
 mengembalikan penglihatan binokular yang normal
 Pemulihan efek sensorik yang merugikan (ambliopia, supresi dan hilangnya
stereopsis) dan
 alasan kosmetik
Tahapan:
 Memperbaiki visus kedua mata dengan terapi oksklusi
 Pada anak berumur dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes
satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2 minggu. Ada pula yang
menetesinya setiap hari dengan homatropin sehingga mata ini beberapa jam
sehari tak dipakai.
 Pada anak yang lebih besar, mata yang normal ditutup dilakukan penutupan
matanya 2-4 jam sehari. Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai
matanya yang berdeviasi. Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan
perbaikan dalam 4-10 minggu. Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada
pola sensorisnya retina, tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi
penutupan sudah dimulai sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya
ambliopia. Penetesan atau penutupan jangan dilakukan terlalu lama, karena
takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat.
 Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau
lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya
kosmetis saja. Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus
dihilangkan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun),
harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan
binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama
dilakukan, kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.
 Memperbaiki posisi kedua bola mata agar menjadi ortoforia.
 Hal ini dapat dicapai dengan pemberian lensa, melakukan operasi atau
kombinasi keduanya. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan bila telah tercapai
perbaikan visus dengan terapi okslusi. Tindakan operatif sebaiknya dilakukan
pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih ada strabismusnya yang belum
terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.

 Melatih fusi kedua bayangan dari retina kedua mata agar mendapatkan
penglihatan binokuler sebagai tujuan akhir yang hasilnya tergantung dari hasil
operasi, pemberian lensa koreksi dan latihan ortoptik.

Terapi medis :
1. Terapi ambliopia
Eliminasi ambliopia sangat penting dalam pengobatan strabismus dan selalu
merupakan salah satu tujuan. Deviasi akibat strabismus dapat membesar-jarang
mengecil-setelah terapi ambliopia. Hasul tindakan bedah dapat diperkirakan dan stabil
apabila ketajaman penglihatan kedua mata sebelum operasi baik
 Terapi oklusi
Terapi ambliopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup untuk
merangsang mata yang mengalami ambliopia. Apabila terdapat kesalahan refraksi
yang cukup signifikan, juga digunakan kaca mata.
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutupmata
yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
Dikenal dua stadium terapi ambliopia yang berhasil : perbaikan awal dan
pemeliharaan ketajaman penglihatan yang telah diperbaiki tersebut.

 Stadium awal
Terapi awal standar adalah penutupan terus menerus. Pada beberapa kasus
hanya diterapkan penutupan paruh waktu apabila ambliopianya tidak terlalu
parah atau anak terlalu muda. Sebagai petunjuk, penutupan terus menerus
dapat dilakukan sampai beberapa minggu (setara dengan usia anak dalam
tahun) tanpa risiko penurunan penglihatan pada mata yang baik. Terapi oklusi
dilanjutkan selama ketajaman penglihatan sebaiknya tidak terus menerus lebih
4 bulan apabila tidak terdapat kemajuan.
 Stadium pemeliharaan
Terapi pemeliharaan terdiri dari penutupan paruh waktu yang dilanjutkan
setelah fase perbaikan untuk mempertahankan penglihatan terbaik melewati
usia di mana ambliopia kemungkinan besar kambuh (sekitar usia 8 tahun).
 Terapi atropin
Beberapa anak intoleran terhadap terapi oklusi. Pada kasus-kasus seperti ini yang
memiliki hiperopia sedang atau tinggi, terapi atropin mungkin efektf. Atropin
menyebabkan siklopegia sehingga menurunkan kemampuan akomodasi. Mata
yang baik ditetesi dengan atropin, digunakan kacamata untuk memfokuskan mata
tersebut hanya untuk fiksasi jauh atau dekat. Di luar waktu tersebut, pasien
didorong menggunakan mata yang ambliopik. Tetes atropin 1 % setiap beberapa
hari biasanya cukup untuk menimbulkan siklopegia menetap.
2. Alat optik :
 Kaca mata
Memanipulasi akomodasi
 Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
 Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
Alat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata yang
diresepkan secara akurat. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan oleh kacamata
memungkinkan mata menggunakan mekanisme fusi alamiah sebesar-besarnya.
Kesalahan refraksi yang ringan tidak perlu diperbaiki. Apabila terdapat hiperopia dan
esotropia yang bermakna, esotropia tersebut mungkin (paling tidak sebagian)
disebabkan oleh hiperopia (esotropia akomodatif). Resep kacamata
mengkompensasikan temuan-temuan sikloplegik penuh. Apabila mungkin, gunakan
kacamata bifokus yang memungkinkan relaksasi untuk akomodasi penglihatan dekat.
 Prisma
Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara optis. Unsur-
unsur retina dibuat segaris untuk menghilangkan diplopia. Penjajaran sensorik
mata yang tepat juga merupakan suatu bentuk terapi antisupresi. Apabila
digunakan sebelum operasi, prisma dapat merangsang efek sensorik yang akan
timbul setelah tindakan bedah. Pada pasien dengan deviasi horizontal, prisma akan
memperlihatkan kemampuan pasien untuk memfusikan deviasi vertikal kecil yang
simultan, sehingga dapat merupakan indikasi apakah juga harus dilakukan
tindakan bedah untuk komponen vertikal. Pada anak dengan esotropia, dapat
digunakan prisma sebelum operasi untuk memperkirakan pergeseran posisi
pascaoperasi yang dapat mementahkan hasil pembedahan, dan rencana
pembedahan dapat dimodifikasi sesuai hal tersebut (uji adaptasi prisma).

3. Obat farmakologik :
 Miotik
Ekotiopat iodida dan isoflurorat menyebabkan asetilkolinesterase inaktif ditaut
neuromuskular sehingga efek setiap impuls saraf menguat. Akomodasi menjadi
lebih efektif relatif terhadap konvergensi daripada sebelum pengobatan. Karena
akomodasi mengontrol refleks dekat (trias akomodasi, konvergensi, dan miosis),
penurunan akomodasi akan menurunkan konvergensi dan sdudut deviasi akan
secara bermakna berkurang, sering sampai nol.
 Toksin botulinum
Penyuntikan toksin botulinum tipe A (Botox) ke dalam suatu otot intraokular
menimbulkan paralisis otot tersebut yang lamanya bergantung dosis. Penyuntikan
diberikan dibawah kontrol posisi secara elektromiografik dengan menggunakan
jarum elektroda bipolar. Toksin berkaitan erat dengan jaringan otot. Dosis yang
digunakan sangat kecil sehingga tidak terjadi toksisitas sistemik. Untuk
memperoleh efek menetap, biasanya diperlukan dua kali injeksi atau lebih.

4. Operatif
Prinsip operasinya :
 Reseksi dan resesi.
Reseksi dari otot yang terlalu lemah
Resesi dari otot yang terlalu kuat
Merupakan tindakan sederhana dengan memperkuat otot ekstraokular dan
melemahkan otot ekstraokular. Reseksi dimana otot dilepaskan dari mata,
diregangkan lebih panjang secara terukur, kemudian dijahit kembali ke mata, biasanya
ditempat insersi semula. Resesi dimana otot dilepas dari mata, dibebaskan dari
perlekatan fasia, dan dibiarkan mengalami retraksi. Otot tersebut dijahit kembali ke
mata pada ajarak tertentu di belakang insersinya semula.
 Penggeseran titik perlekatan otot
Hal ini dapat menimbulkan efek rotasional yang sebelumnya tidak
dimiliki otot tersebut. Misalnya pergeseran vertikal kedua otot rektus
horizontal di mata yang sama akan mempengaruhi posisi vertikal mata.
Penggeseran vertikal otot rektus horizontal dalam arah yang berlawanan
mempengaruhi posisi horizontal mata sewaktu memandang ke bawah dan ke
atas.
 Tindakan faden
Merupakan suatu operasi khusus untuk melemahkan otot, disebut juga
tindakan fiksasi posterior. Dalam operasi ini diciptakan suatu insersi otot baru
jauh dibelakang insersi semula. Hal ini menyebabkan pelemahan mekanis otot
sewaktu mata berotasi di dalam bidang kerjanya. Apabila dikombinasi dengan
resesi otot yang sama, operasi faden menimbulkan efek melemahkan yang
mencolok tanpa perubahan bermakna pada posisi primer mata.
KOMPLIKASI
1. Kosmetik
2. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul
akibat adanya deviasinya.
3. Ambliopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan
tanpa adanya kelainan organiknya.
4. Adaptasi posisi kepala

Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami kelumpuhan
untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot
yang lumpuh

PROGNOSIS
Setelah dilakukan operasi, mata bisa melihat langsungnamun masalah tajam
penglihatan masih dapat terjadi. Pada anak-anak dapat memiliki masalah membaca di
sekolah, dan untuk orang dewasalebih terbatas dalam melakukan kegiatan.
Dengan diagnosis dinidan penanganan segera masalah dapat secepatnya teratasi.
Penganan yang terlambat akan menyebabkan kehilangan penglihatan mata secara
permanen. Sekitar sepertiga anak-anak dengan strabismus akan mengalami ambliopia
sehingga harus dipantau secara ketat.
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Setiap penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna itu disebut


“strabismus”. Ketidaksesuaian penjajaran tersebut dapat terjadi dalam segala arah-ke dalam,
ke luar, ke atas, dan ke bawah. Besar penyimpangan adalah besar sudut mata yang
menyimpang dari penjajaran. Strabismus yang terjadi pada kondisi penglihatan binokular
disebut strabismus manifes, heterotropia, atau tropia. Suatu deviasi yang hanya muncul
setelah penglihatan binokular terganggu (mis. dengan penutupan salah satu mata) disebut
strabismus laten, heterotrofia, atau foria.
Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesa yang cermat dari mulai
riwayat keluarga, usia, jenis onset, jenis deviasi. Kemudian dilanjutkan denga pemeriksaan
meliputi ketajaman penglihatan, pennetuan kesalahan refraksi, inspeksi, penentuan sudut
strabismus sampai pada pemeriksaan sensorik meliputi pemeriksaan stereopsis, supresi dan
potensial fusi.
Terapi pada strabismus untuk memulihkan efek sensorik yang merugikan penjajaran
mata terbaik yang dpat dicapai dengan terapi medis atau bedah. Terapi medis meliputi terapi
oklusi dan terapi atropin serta pemakaian kacamata dan obat farmakologik. Sednangkan
terapi bedah meliputi tindakan reseksi dan resesi, penggeseran titik perlekatan otot dan
tindakan faden.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas,Sidharta, Ilmu penyakit mata,cetakan III, balai penerbitan FKUI : Jakarta. 2006.
2. Ilyas,Sidharta dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran,
edisi II,sagung seto: Jakarta, 2002.
3. www.medicastore.com/mata dan penglihatan
4. www. cermin dunia kedokteran/write
5. www. indonesian ophtalmologys society.com
6. SMF Ilmu Penyakit Mata. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU Dr. Soetomo
& FK Unair; 2006.
7. SMF Ilmu Penyakit Mata. Diktat Kuliah FK UWKS. Surabaya : FK UWKS; 2012
8. Vaughan, Asbury, Daniel G, Taylor, dan Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana Susanto.
Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009.

Anda mungkin juga menyukai