Disusun oleh :
Ilsa Nabila (PO.71.39.0.18.055)
Indri Septiani (PO.79.39.0.18.056)
KurniatiMunzilah (PO.71.39.0.18.057)
Livia LawaBertiaMarbun (PO.79.39.0.18.058)
MeilinFadhillah (PO.71.39.0.18.059)
M. PahlanPiruzzi (PO.71.39.0.18.060)
Kelas :Reguler II B
Dosen Pembimbing : Drs. Sadakata Sinulingga, Apt, M. Kes
NILAI PARAF
POLTEKKES KEMENKES
PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
TAHUN AKADEMIK 2019
I. FORMULA TUGAS
II. TUJUAN
III. TEORI
Steriladalah suatu keadaan dimana suatu alat, bahan atau sediaan sama sekali
bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak, baik dalam bentuk
vegetative maupun spora. Sterilisasi adalah penghancuran secara lengkap semua
mikroorganisme hidup dan spora-sporanya dari alat, bahan atau sediaan.
Guttae, obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi,
dimaksudkan obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penates yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang
dihasilkan penates baku yang disebutkan Farmakope Indonesia.
Jika disebutkan Guttae, obat tetes, tanpa penjelasan lebih lanjut dimaksudkan adalah
Guttae, obat tetes, untuk obat dalam.
Guttae Ophthalmicae, Tetes mataadalah sediaan steril berupa larutan atau
suspense, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lender
mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata berair umumnya dilihat
menggunakan cairan pembawa berair yang mengandung zat pengawet terutama fenil
raksa (II) nitrat atau fenil raksa (II) asetat 0,002 % b/v. Benzalkonium Klorida 0,01%
b/v atau klorheksi dinaasetat 0,01% b/v, yang pemilihannya didasarkan atas
ketercampuran zat pengawet terhadap obat yang terkandung di dalamnya selama
waktu tetes mata itu dimungkinkan untuk digunakan. Benzalkonium Klorida tidak
cocok digunakan sebagai zat pengawet untuk tetes mata yang mengandung
anastetikum lokal.Tetes mata berupa larutan harus jernih, bebas zarah asing dan
benang.
Kecuali dinyatakan lain, tetes mata dibuat dengan salah satu cara berikut :
a. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat
pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan
dengan penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup wadah dan sterilkan
dengan cara sterilisasi A yang tertera pada injektiones.
b. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu
zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
disterilkan dengan cara sterilisasi C yang tertera pada injektiones, masukkan
kedalam wadah secara aseptik dan tertutup rapat.
c. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu
zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
dijernihkan dengan penaringan, masukkan kedalam wadah tertutup rapat,
disterilkan dengan cara sterilisasi B yang tertera pada injektiones.
Semua alat yang digunakan untuk pembuatan tetes mata, begitu juga
wadahnya, harus bersih betul sebelim digunakan, jika perlu disterilkan.
Kejernihan memenuhi syarat kejernihan yang tertera pada injektiones.
Sterilisasi memenuhi uji sterilitas seperti yang tertera pada uji keamanan
hayati. Penyimpanan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume 10
ml, dilengkapi dengan penetes.Penandaan pada etiket harus juga tertera.
b. Farmakodinamik
Efek utama antikolinernesterase yang menyangkut terapi terlihat pada
pupil, usus dan sambungan saraf-otot. Efek-efek lain hanya mempunyai arti
toksikologik. MATA. Bila fisostigmin (Eserin) atau DFP diteteskan pada
konjungtiva bulbi, maka terlihat suatu perubahan yang nyata pada pupil
berupa miosis, hilangnya daya akumudasi dan hiperemia konjungtiva. Miosis
terjadi cepat sekali, dalam beberapa menit, dan menjadi maksimal setelah
setengah jam. Tergantung dari antikolinerterase yang digunakan, kembalinya
ukuran pupil kenormal dapat terjadi dalam beberapa jam (fisostigmin) atau
beberapa hari sampai seminggu (DFP). miosis menyebabkan terbukanya
saluran schlemm, sehingga pengalihan cairan mata lebih muda, maka tekanan
intraokuler menurun, terutama apabila ada klaukoma. Hilangnya daya
akumudasi dan hipermia konjungtiva tidak berlangsung lama dan biasanya
tidak tampak lagi, jauh sebelum menghilangnya miosis. Miosis oleh obat
golongan ini dapat diatasi oleh atropin.
c. Dosis
1 sampai 2 kali sehari, 1 sampai 2 tetes.
d. Efek Samping
D. Zat Aktif
1. Physostigmin Sulfas (FI ED.III Hal.497)
Fisostigmin sulfas berbentuk serbuk hablur renik, putih, tidak berbau, rasa
pahit.Dalam udara lembab meleleh basah, jika kenapanas, sinar, udaraataulogam,
berwarna semu merah.Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalametanol
(95%) P, sangatsukarlarutdalameter P. pH : 3,5 – 5,5.
BerkhasiatsebagaiParasimpatomimetikum.
2. NatriumPirosulfit(FI Edisi III , Hal 419)
Natrium pirosulfit berbentukhabluratauserbuk, yang
berbentukhablurtidakberwarna, yang
berbentukserbukberwarnaputihataukuninggading, baubelerang, rasa
asamdanasin.Larutdalam 2 bagian air, sukarlarutdalametanol (95%) P. Berkhasiat
sebagai Antioksidan dengan kadar 0,01-1,0% w/v (molekul yang
mampumemperlambatataumencegah proses oksidasimolekul lain) pH : 3,5 – 5,0.
3. Asam Borat ( FI Edisi III, hlmn 49)
Asamboratberbentukhablur, putihatausedikitmengkilap, tidakberwarna, kasar,
tidakberbau, rasa agakasamdanpahitkemudianmanis.Larutdalam 20 bagian air
dalam 3 bagian air mendidihdalam 16 bagianetanol (95%) P dan 5 bagiangliserol
P. Berkhasiatsebagaiantiseptikumekstern.pH 3,8-4,8.
4. Benzalkonium klorida (FI Edisi III,hal 657)
Benzalkonium klorida berbentuk serbuk amorf putih atau putih kekuningan,
gel kental atau serpihan bergelantin. Higroskopis, bersabun dan mempunyai bau
aromatic lembut, rasa sangat pahit. Sangat larut dalam aseton, etanol (95%),
metanol, propanol dan air. Stabilitas : higroskopis, larutannya dapat disimpan
pada periode waktu yang lama dalam suhu kamar. pH : 5-8 dalam 10% w/v
larutan. kegunaan : dalam sediaan obat mata, benzalkonium klorida adalah
pengawet yang sering digunakan, pada konsentrasi 0,01% - 0,02% b/v dan dalam
pembuatan acidi borici solutio conserfans.
5. Dinatrium edetat (FI Edisi III, Hal 669)
DinatriumEdetatberbentukserbukhablur, putih. Larutdalam air. Berkhasiat
sebagai Pengkhelat untuk mengikat ion logam – logam yang berasal dari wadah
gelas. pH antara 4,0-6,0. KontraIndikasi
:padapasiendengangangguanginjaldanharusdigunakandenganhati hati pada pasien
dengan hipokalemia, tuberculosis, gangguan fungsi jantung, diabetes mellitus.
E. Preformulasi
1. Physostigmini sulfas ( FI Edisi III hal 497)
Pemerian : serbuk hablur renik, putih, tidak berbau, rasa pahit. Dalam udara
lembab meleleh basah; jika kena panas, sinar, udara atau logam, berwarna
semu merah.
Kelarutan : mudah larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol (95%) P;
sangat sukar larut dalam eter P.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak lebih dari 1 gram, terlindung
dari cahaya.
Khasiat dan penggunaan : parasimpatomimetikum
2. Natrii Pyrosulfis ( FI Edisi III hal 419)
Pemerian : hablur atau serbuk; yang berbentuk hablur tidak berwarna, yang
berbentuk serbuk bewarna putih atau kuning gading; bau belerang; rasa asam
dan asin.
Kelarutan : larut dalam 2 bagian air; sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan Penggunaan : antioksidan
Formula Acuan
R/ Physostigmini Sulfas 40 mg
Natrii Pyrosulfis 10 mg
Acidi Borici solutio conservans hingga 10 ml
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat , terlindung dari cahaya.
Dosis : 1 sampai 2 kali sehari, 1 sampai 2 tetes.
Catatan : 1. Acidi Borici solutio conservans adalah larutan yang dibuat dari, 2
g Asam Borat, 10 mg Benzalkonikum Kloida, 100 mg Dinatrium
Edetat dan air secukupnya hingga 100 ml, kemudian disterilkan
dengan cara sterilisasi A.
2. Disterilkan dengan cara sterilisasi C.
Untuk 10 ml Acidi Borici Solutio Conservans mengandung :
Asam Borat = 2g /100 ml X 10 ml = 0.2 g
Benzalkonium Klorida = 10 mg / 100 ml X 10 ml = 1 mg = 0.001 g
Dinatrium Edetat = 100 mg / 100 ml X 10 ml = 10 mg = 0.01 g
Air ad 100 ml
Perhitungan bahan :
Volume yang dibuat = ( n x v) + 6
=( 6 x 10,5) + 6
= 69 ml 100 ml
NatriiPyrosulfis = x 100ml
= 100 mg
= 0,1g
Antiseptik
Asam Borat Aqua pro injeksi 3,8-4,8 0,50
ekstern Ekstern
Benzalkonium
Aqua pro injeksi 5-8 0,09 pengawet
Klorida
Dinatrium Edetat Aqua pro injeksi 4-6 0,13 Pengkhelat
Cara pembuatan
Pembuatan Acidi Borici Solutio Conservans :
Acidi Borici Solutio Conserfans adalah larutan yang dibuat dari, 2 gram asam
borat,10 mg benzalkonium klorida, 100 mg dinatrium edetat dan air secukupnya
hingga 100 ml. Kemudian disterilkan dengan cara sterilisasi A.
Pembuatan sediaan :
1. Sterilkan alat dan bahan dengan cara yang sesuai
2. Timbangbahan-bahan yang akandigunakandenganmenggunakangelasarloji
yang telahdisterilkanterlebihdahulu
3. Tara kaca arloji lalu timbang physostigmin sulfas masukkan kedalam
erlenmeyer, larutkan dengan acidi borici solutio conserfans secukupnya
(larutan 1)
4. Tara kaca arloji lalu timbang natrii pyrosulfis masukkan kedalam erlenmeyer,
larutkan dengan acidi borici solutio conserfans secukupnya (larutan 2)
5. Campurkan larutan 1 dan 2 masukkan dalam beaker glass tambahkan acidi
borici solutio conservans sebagian
6. Cek pH sediaan dengan kertas pH
7. Saring larutan dengan kertas saring yang telah dibasahi terlebih dahulu. Bilas
beaker gelas dengan Acidi borici solutio conservans.
8. Tambahkan Acidi borici solutio conservans ad
9. Masukkan kedalam wadah
Etiket:
FORMULA UNTUK
TETES MATA PHISOSTIGMNINI SULFAS
JUMLAH JUMLAH
KODE NAMA
FUNGSI % PER PER
BAHAN BAHAN
VIAL BETS
Physostigmi Parasimpatomimetik
ni sulfas um
Natrii Antioksidan
Pyrosulfis
Acidum antiseptikum ekstern
Boricum
Benzalkoniu
m Klorida
Dinatrium
Edetat
Brosur
Piruzzigmin
Tetes Mata Physostigmin Sulfas
Komposisi :
Tiap 10 ml mengandung:
Physostigmin Sulfas 0,2 mg
Indikasi :
Fisostigmin mempunyai fungsi miotik, menyebabkan penyemoitan pupil. Ini berguna
dalam mengobati mideiasis. Fisostigmin juga meningkatkan aliran aqueos dimata,
membuatnya berguna dalam pengobatan glaucoma.
Kontraindikasi :
Penderita yang tidak memerlukan kontriksi seperti pada iritasi akut.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat ,terlindung dari cahaya
“Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah kemasan di buka”
Dosis :
1-2 x sehari, 1-2 tetes
Keseragaman
No. Vial Kejernihan PH
Volume
1 √ √ √
2 √ √ √
3 √ √ √
4 √ √ √
5 √ √ √
6 √ √ √
XIII. PEMBAHASAN
Untuk hasil akhir dari sediaan tetes mata Physostigmin Sulfas ini di sterilkan dengan
menggunakan cara sterilisasi C.
e. Kelebihan
f. Kelemahan :
Kesimpulan
1. Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata,
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata diskitar kelopak mata dan bola
mata.
2. Sterilisasi merupakan proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Steril
ini sendiri memiliki makna yang berarti suatu keadaan di mana terjadi pada kondisi
konotasi relative,ataupun pada kondisi mutlak bebas dari organisme. Sediaan steril
dapat berbentuk padat steril,semi padat,cair.
3. Physostigmine adalah parasimpatomimetik, khususnya, inhibitor kolinesterase
reversibel yang secara efektif meningkatkan konsentrasi asetilkolin di lokasi transmisi
kolinergik. Physostigmine digunakan untuk mengobati glaucoma.
4. Pada formula ini sterilisasi dilakukan dengan menggunakan cara sterilisasi C.
5. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan oleh kelompok 4 maka dapat disimpulkan
bahwa prosedur untuk pembuatan tetes mata Physostigmin Sulfas sudah dilakukan
dengan baik sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Saran
1. Sebaiknya praktikkan harus selalu memperhatikan dan menjalankan prosedur yang
sesuai dengan pedoman yang ada dan yang telah ditetapkan sehingga hasil yang
diperoleh sesuai.
2. Pada pembuatan sediaan tetes mata, sebelumnya ruangan dan alat-alat yang akan
digunakan harus terlebih disterilkan terlebih dahulu.
Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Farmakope Indonesia, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Tim Penyusun Farmakope Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anief, Moh. 2005. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Tim Penyusun Formularium Nasional. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Tim Penyusun Farmakologi dan Terapi. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi keempat.
Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
R.Voigt. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Jogjakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gajah
Mada