Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya.
Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya
Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang
pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang
tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal
ini tidak banyak diketahui orang. Menikah merupakan perintah dari Allah Swt. Seperti dalil
berikut ini:

ِ ‫ َوبِنِ ْع َم‬  َ‫ون‬OOُ‫ي ُْؤ ِمن‬ ‫أَفَبِ ْالبَا ِط ِل‬  ۚ‫ت‬


Oُ‫يَ ْكف‬ ‫هُ ْم‬ ِ ‫هَّللا‬ ‫ت‬ ِ ‫الطَّيِّبَا‬  َ‫ ِمن‬ ‫ َو َر َزقَ ُك ْم‬ ً‫ َو َحفَ َدة‬  َ‫بَنِين‬ ‫اج ُك ْم‬
ِ ‫أَ ْز َو‬ ‫ ِم ْن‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫ َو َج َع َل‬ ‫أَ ْز َواجًا‬ ‫أَ ْنفُ ِس ُك ْم‬ ‫ ِم ْن‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫ َج َع َل‬ ُ ‫َوهَّللا‬
َ‫رُون‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-Nahl;72)

Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan, hukum, serta
hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu tujuan dari pernikahan:
ِ ‫النِّك‬ ‫فِي‬ ‫ت‬
‫َاح‬ ُّ ‫ال ُّد‬ ‫ َو ْال َح َر ِام‬ ‫ ْال َحالَ ِل‬  َ‫بَ ْين‬ ‫ َما‬ ‫فَصْ ُل‬
ُ ْ‫ َوالصَّو‬ ‫ف‬
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.”
(HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu
dalam Al-Irwa` no. 1994)
Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa
permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang diturunkan oleh Allah
swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil yang dapat memperjelas
mengenai pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

B.      Rumusan Masalah
Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.       Pengertian Pernikahan dari segi bahasa maupun istilah
2.       Hukum Pernikahan
3.       Peminangan (Khitbah)
4.       Syarat Pernikahan
5.       Tujuan Pernikahan
6.       Pemilihan Calon suami/istri

C.      Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui pentingnya pengetahuan terhadap
Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti akan mengalami sebuah Pernikahan.

D.      Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
1.       Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.
2.       Pembaca dapat mengetahui proses,tujuan serta hikmah dari Pernikahan secara Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN PERNIKAHAN
Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Menurut
istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya
yang diucapkan oleh kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan
dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan
sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan
pernikahan dan mengharamkan zina.

B.      HUKUM PERNIKAHAN
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh
dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan
tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW
melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang
pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib,
makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
·         Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu
menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka
hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat
memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia
berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
·         Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil
dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya
untuk segera menikah
·         Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam
menafkahi keluarganya kelak
·         Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti
jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

C.      PEMINANGAN (KHITBAH)
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan
untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua
pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam.
Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan
hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan
orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan
pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu
dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan
hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat,
karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk
dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

2
"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah
dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada
Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat
Tarmizi dan Nasai)
Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:
"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh meminang
tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

D.      SYARAT PERNIKAHAN

1.Rukun nikah

 Pengantin laki-laki
 Pengantin perempuan
 Wali
 Dua orang saksi laki-laki
 Mahar
 Ijab dan kabul (akad nikah)

2.Syarat calon suami

 Islam
 Laki-laki yang tertentu
 Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
 Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
 Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

3.Syarat calon istri

 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
 Bukan seorang banci
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak dalam iddah
 Bukan istri orang

4.Syarat wali

 Islam, bukan kafir dan murtad


 Lelaki dan bukannya perempuan
 Telah pubertas
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak fasik
 Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

3
Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali
terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita
hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup
dalam berzinahan selamanya.

5. Jenis-jenis wali

 Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak
mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya
(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)

 Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi
wali

 Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali
aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah
seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.

 Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa
pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab
tertentu.

6.Syarat-syarat saksi

 Sekurang-kurangya dua orang


 Islam
 Berakal
 Telah pubertas
 Laki-laki
 Memahami isi lafal ijab dan qobul
 Dapat mendengar, melihat dan berbicara
 Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa
kecil)
 Merdeka

7.Syarat ijab

 Pernikahan nikah ini hendaklah tepat


 Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan
(ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah
muataah)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)

Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Saya nikahkan Anda dengan
Siti Khaira Bin Muhammad Ali Dewo dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar
tunai".

8.Syarat qobul

 Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab


 Tidak ada perkataan sindiran

4
 Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
 Menyebut nama calon istri
 Tidak ditambahkan dengan perkataan lain

E. TUJUAN PERNIKAHAN

1.       Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi


Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah
dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan
menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina,
lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2.       Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan


Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak
martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat
dari kekacauan.

3.       Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami


Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami
isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa
Jalla dalam ayat berikut:
ِ‫فَإ‬  ِۖ ‫هَّللا‬ ‫ ُحدُو َد‬ ‫يُقِي َما‬  ‫أَاَّل‬ ‫يَخَافَا‬ ‫أَ ْن‬  ‫إِاَّل‬ ‫ َش ْيئًا‬ ‫آتَ ْيتُ ُموه َُّن‬ ‫ ِم َّما‬ ‫تَأْ ُخ ُذوا‬ ‫أَ ْن‬ ‫لَ ُك ْم‬  ُّ‫يَ ِحل‬  ‫ َواَل‬  ۗ‫ان‬ ِ ‫تَس‬  ْ‫أَو‬ ‫ُوف‬
ٍ ‫بِإِحْ َس‬ ‫ْري ٌح‬ ٍ ‫بِ َم ْعر‬ ‫ك‬ ٌ ‫فَإِ ْم َسا‬  ۖ‫ َم َّرتَا ِن‬ ‫ق‬ ُ ‫الطَّاَل‬
َّ
َ‫الظالِ ُمون‬ ‫هُ ُم‬ ‫ك‬ ٰ ُ ‫هَّللا‬ ‫هَّللا‬
َ Oِ‫فَأولَئ‬ ِ  ‫ دُو َد‬O‫ ُح‬ ‫ َّد‬O‫يَتَ َع‬ ‫ َو َم ْن‬  ۚ‫دُوهَا‬Oَ‫تَ ْعت‬  ‫فَاَل‬ ِ  ‫ دُو ُد‬O‫ ُح‬ ‫ك‬ ْ ْ ْ
َ O‫تِل‬  ۗ‫ ِه‬Oِ‫ب‬ ‫دَت‬Oَ‫افت‬ ‫ا‬OO‫فِي َم‬ ‫ا‬OO‫ َعلَ ْي ِه َم‬ ‫اح‬O ‫هَّللا‬ َ
َ Oَ‫ ُجن‬  ‫فَاَل‬ ِ  ‫ دُو َد‬O‫ ُح‬ ‫ا‬OO‫يُقِي َم‬  ‫أ‬ ‫ ِخ ْفتُ ْم‬ ‫ْن‬
‫اَّل‬

“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau
melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-
hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum
Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus
dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar
hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

4.       Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah


Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah
‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga
adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal
shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

5.       Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih


Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

Oِ ‫ َوبِنِ ْع َم‬  َ‫ون‬OOُ‫ي ُْؤ ِمن‬ ‫ ِل‬O‫أَفَبِ ْالبَا ِط‬  ۚ‫ت‬


َ‫رُون‬Oُ‫يَ ْكف‬ ‫هُ ْم‬ ِ ‫هَّللا‬ ‫ت‬ ِ ‫الطَّيِّبَا‬  َ‫ ِمن‬ ‫ َو َر َزقَ ُك ْم‬ ً‫ َو َحفَ َدة‬  َ‫بَنِين‬ ‫اج ُك ْم‬
ِ ‫أَ ْز َو‬ ‫ ِم ْن‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫ َو َج َع َل‬ ‫أَ ْز َواجًا‬ ‫أَ ْنفُ ِس ُك ْم‬ ‫ ِم ْن‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫ َج َع َل‬ ُ ‫َوهَّللا‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]

5
F. PEMILIHAN CALON SUAMI/ISTRI

1.      Ciri-ciri bakal suami

 beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t


 bertanggungjawab terhadap semua benda
 memiliki akhlak-akhlak yang terpuji
 berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan yang benar
 tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya
 rajin bekerja untuk kebaikan rumah tangga seperti mencari rezeki yang halal untuk
kebahagiaan keluarga.

2.       Ciri-ciri bakal istri

·         Wanita itu shalihah


·         Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya
yang telah menikah.
·         Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.
·         Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
·         Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta menjaga
harta suaminya,
·         Menjaga shalat yang lima waktu,
·         Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
·         Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti
wanita Jahiliyyah.
·         Berakhlak mulia,
·         Selalu menjaga lisannya,
·         Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya karena yang
ke-tiganya adalah syaitan,
·         Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
·         Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
·         Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.

6
BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrimnya  sehingga  menimbulkan  kewajiban dan  hak  di  antara  keduanya melalui  kata-kata 
secara  lisan, sesuai  dengan  peraturan-peraturan  yang  diwajibkan  secara  Islam. Pernikahan
merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
“Nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.
Hadis lain Rasulullah Bersabda:
“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti aturan
yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam
Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan, Perminangan,
dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian, tetapi dalam
pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah
tangga.  Islam secara terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan
dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi kaum perempuan.

B.    KRITIK DAN SARAN

Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan ini pasti ada
kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan Islam. Adapun kritik maupun
saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan,
materi, maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil
manfaat dari makalah yang telah dibuat.

7
DAFTAR PUSTAKA

http://syahadat.blogspot.com/2011/03/hukumpernikahan.htmp
Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian Putih,2006
Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011
http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp
http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah
http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79
Suhaimi.Diktat Pendidikan Agama Islam. Banda Aceh: Unsyiah,2013
Nurcahya. Pernikahan secara Umum. Bandung: Husaini Bandung,1999
Ais, Chatamarrasjid,dkk. Proses Pernikahan.Solo: PT. Anugerah,2000
http://Islamiyah.blogspot.com/2010/02/syaratpernikahanIslam/index.phpm?=posting.htmp
http://munakahat.blogspot.com/2010.htmp
http://aldy-firdani.blogspot.com/2014/01/makalah-pernikahan-dalam-agama-islam.html

Anda mungkin juga menyukai