Anda di halaman 1dari 26

KEJANG DEMAM PADA

ANAK
Kelompok 5 :
Eulis Ellysa
Esti Vera Yosa
Hana Yandrasary
PENGERTIAN
• Kejang demam atau febrile convulsion  bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal mencapai >38°C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).
• Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol
dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan
serangan yang tiba-tiba (Marillyn, Doengoes, 1999:252).
• Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakanial
maupun ekstrakanial. Kejang demam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan s/d 5 tahun. Paling
sering pada anak usia 17-23 bulan.
Klasifikasi Kejang Demam
• Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
– Kejang singkat
– Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu
>10 menit
– Tidak berulang dalam waktu 24 jam
• Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
– Kejang lama, lebih dari 15 menit
– Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
– Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
etiologi
A. Intrakanial
•Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid,
subdural atau ventrikuler
•Infeksi : bakteri, virus, parasite misalnya meningitis
•Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
B. Ekstrakranial
•Gangguan metabolic : hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya
pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
•Toksik : intoksikasi, anestesi local, sindroma putus obat
•Kongenital : gangguan metabolism asam basa atau
ketergantungan dan kekurangan piridoksin
Lanjutan....
Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu :
– Riwayat kejang dalam keluarga
– Usia kurang dari 18 tahun
– Tingginya suhu badan sebelumnya kejang
makin tinggi suhu sebelum kejang demam,
semakin kecil kemungkinan kejang demam akan
berulang
– Lamanya demam sebelum kejang semakin
pendek jarak antara mulainya demam dengan
kejang, maka semakin besar risiko kejang
demam berulang
Kejang demam dapat di klasifikasikan
dalam 3 bentuk/Gejala :
1. Kejang tonik 
– bayi BBLR berlangsung 10 s/d 15 menit, bisa juga lebih.
– Bentuk klinis kejang ini berupa pergerakan tonik satu ekstermitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortikasi.
2. Kejang klonik
– berlangsung selama 1-2 menit terlokalisasi dgn baik tidak disertai gangguan
kesdaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
– Berbentuk fokal, unilater, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang
berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik.
3. Kejang Mioklonik
– gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota greak ayng berulang
danterjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro.  merupakan
pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG
pad kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
Manifestasi klinis
– kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit
– Sering sewaktu suhu tubuh meningkat cepat,
tetapi pada sebagian anak, tanda pertama penyakit
mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi saat
demam menurun (Abraham M. Rudolph, 2006)
– kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh
mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya
kejang khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa
detik sampai 10 menit.
– Kejang demam yang menetap > 15 menit
menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi
atau toksik.
– Mata terbalik ke atas disertai kekakuan dan kelemahan
serta gerakan sentakan terulang.(Behman (2000: 843)
Komplikasi
• Kejang demam  singkat, umumnya tidak
berbahaya & tidak menimbulkan gejala sisa.
Jika lebih lama (>15 menit) bisa terjadi :
– Kerusakan otak
– Retardasi mental
– Biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea,
asidosislaktat, hipotensi artrial, suhu tubuh makin
meningkat.
Pemeriksaan Penunjang
• Elektrolit :Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang.
• Glukosa : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
• BUN : Peningkatan BUN merupakan potensi
kejang.
• CBC : Anemia Aplastik dapat terjadi sebagai efek
samping pemberian obat-obatan.
• LP : untuk mendeteksi adanya tekanan abnormal
dan tanda infeksi.
• Skull X-ray : adanya desak ruang dan lesi.
• EEG : Fokus aktivitas kejang.
• CT scan : mendeteksi lesi lokal serebral abses tumor
dengan atau tanpa kontras.
Discharge Planning
Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
•Obati Infeksi yg dasari kejang
•Pengetahuan kesehatan tentang : antipirektik atas resep dokter, termometer &
cara penggunaannya serta batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)
•Anak diberi obat anti piretik saat mulai demam dan jangan menunggu sampai
meningkat
•Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami
kejang demam bila anak akan diimunisasi

2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung


•Baringkan pasien di tempat rata
•Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
•Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
•Lepaskan pakaian yang ketat
•Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
Therapy
• Saat Kejang :
– Diazepam supp 5 mg (< 3thn) 7,5 mg (>3thn) atau 5
mg (BB <10kg) 10 mg (BB>10kg) atau 0,5 -0,7
mg/kgBB/kali.
– Diazepam IV 0,2-0,5mg/kgBB. Perlahan kecepatan
0,5-1 mg/mnt. Jika sebelum habis obat kejang
berhenti  STOP injeksi
– Diazepam diberikan 2 kali jarak 5 menit B/ msh
kejang.
– Jika masih kejang jg  Fenitoin per IV 15 mg/kgBB
pelan-pelan.
– Kejang berlanjut  pentobarbital 50mg IM & pasang
ventilator B/P
Lanjutan...
• Setelah Kejang • Kejang berulang
– Antipirektik 10- – Asam valproate 15 -40
15mg/kgBB/kali 4x1(per 6
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis,
jam)
Fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari
– Ibuprofen 10mg/kgBB/kali
dibagi 2 dosis indikasi untuk
3x1
pengobatan rumatan :
– Diazepam oral 0,3-0,5
1. Kejang > 15 menit
mg/kgBB setiap 8 jam (saat
2. Kelainan neurologis nyata
demam turun resiko
sebelum/sesudah kejang (hemiparese,
berulangnya kejang) CP, hidrosefalus)
3. Kejang fokal
4. B/ ada saudara kandung epilepsy
5. Kejang berulang 2 kali atau lebih dlm
24 jam
6. Kejang demam pd bayi < 12 bulan.
Pengumpulan Data

• Identitas Klien
Umur biasanya enam bulan sampai empat tahun, jenis kelamin laki-
laki perempuan dengan perbandingan 2:1, Insiden tertinggi pada
anak umur dua tahun. (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, 1997 ;
231)
• Riwayat Kesehatan
• Keluhan utama
Kejang karena panas.
• Riwayat penyakit sekarang
Lama kejang kurang dari lima menit.
Kejang bersifat general.
Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam.
Tidak ada kelainan neurologis baik klinis maupun laboratorium.
• Riwayat penyakit dahulu
Adanya faktor predisposisi terjadinya kejang demam antara
lain trauma kepala, Infeksi, dan reaksi terhadap imunisasi.
(Saharso D, 1996: 43)

• Riwayat penyakit keluarga


25-50 % kejang demam mempunyai faktor keturunan
adanya faktor keluarga yang menderita kejang demam,
penyakit saraf atau penyakit lainnya. (Saharso D, 1996 : 42)

• Riwayat sebelumnya
Riwayat kehamilan : penyakit yang diderita ibu, perdarahan
pervagina dan obat-obatan yang digunakan.
Riwayat Persalinan : kelahiran spontan atau dengan
tindakan, perdarahan antepartum, KPD, Aspixia. (Saharso
D, 1996 43)
Activity Daily Live

• Makanan atau cairan


Pasien akan mengeluh sensitif terhadap makanan yang merangsang
aktivitas kejang, kerusakan gigi, adanya hiperplasi ginggiva sebagai
akibat efek samping dilantin.

• Aktivitas dan Istirahat


Pasien mengeluh capek, lelah, kelemahan umum, pembatasan
aktivitas dan perubahan tonus otot.

• Eliminasi
1. Incontinensia
Fase saat kejang: peningkatan tekanan blader dan tonus springter.
fase setelah kejang : relaksasi otot.
Lanjutan.....
• Riwayat Psiko sosial
• Psiko
Anamnese tentang temperan anak,
kemampuan kognitif dan respon tentang
kondisi sakit serta hospitalisasi.
• Sosial
Anamnesa terhadap status dan sumber
ekonomi keluarga, respon keluarga dan pola
perawatan anak sehari-hari.
Lanjutan.....

• Pengkajian primer ABC


• Pengkajian sekunder (pemeriksaan
fisik)
– Head to Toe assessment
– Menilai GCS
• Pemeriksaan Tanda-tanda vital
1. Kesadaran terjadi penurunan
2. Fase Ictal : Peningkatan nadi, respirasi, tekanan
darah dan Suhu.
3. Post ictal : V5 normal kadang depresi.
• Pemeriksaan Tanda-tanda vital

1. Kesadaran terjadi penurunan


Fase saat kejang : Peningkatan nadi, respirasi, tekanan darah dan
Suhu.
Fase setelah kejang : V5 normal kadang depresi.

• Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Disporposi bentuk kepala, kejang umum, tonik klonik dan
sakit kepala.
2. Mata : Dilatasi Pupil, gerakan bola mata dan kelopak mata cepat,
reflek cahaya turun dan konjungtiva merah.
3. Mulut : Produksi saliva berlebihan, vomiting dan Cyanosis mukosa
mulut.
4. Hidung : Adanya pernafasan cuping hidung, Cyanosis.
5. Leher : pada tetanus terjadi kaku kuduk.
Lanjutan....

6. Dada :
• Fase saat kejang : Cyanosis, penurunan gerakan pernafasan dan
adanya tarikan intercostae.
• Fase setelah kejang: Apnoe atau nafas dalam dan lambat.

7. Abdomen
• Fase saat kejang : Peningkatan blader dan tonus otot spingter.
• Fase setelah kejang : relaksasi otot dan hiperperistaltik.

8. Ekstermitas
• Fase saat kejang : kejang pada ekstremitas atas dan bawah dan
cyanosis pada jari tangan dan kaki.
• Fase setelah kejang : relaksasi otot dan nyeri serta kelemahan pada
otot.
Diagnosa Keperawatan
• Hipertermia b/d proses penyakit, reaksi
inflamasi bakteri, virus dan parasit.
• Ketidakefektifan termoregulasi b/d
peningkatan suhu tubuh karena proses
penyakit.
• Risiko trauma fisik berhubungan dengan
kurangnya koordinasi otot/kejang
• Resiko aspirasi b/d penurunan kesadaran
• Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
otak.
Intervensi DX.1
• Kaji faktor terjadinya hipertermi
• Obs. TTV per 4 jam
• Pertahankan suhu normal
• Ajarkan keluarga berikan kompres dingin pd
kepala/ketiak
• Anjurkan gunakan baju tipis dari bahan katun
• Atur sirkulasi udara ruangan
• Beri ekstra cairan dgn anjurkan pasien banyak minum
• Batasi aktifitas fisik
Intervensi DX. 2
• Berikan pakaian yang tipis
• Obs. TTV
• Berikan intake cairan adekuat
• Jaga kelembaban bibir dan mukosa
hidung
• Tingkatkan sirkulasi udara yg nyaman
pada pasien
• Batasi aktifitas
Intervensi DX. 3
• Beri pengaman sisi tempat tidur
• Bersama klien saat fase kejang
• Berikan tongue spatel
• Letakkan klien ditempat yang lembut
• Catat tipe kejang dan frekuensinya
• Catat TTV
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai