Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu

yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta

harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intra uterine

kekehidupan ekstrauterine (Dewi Vivian, 2010).

Bayi dengan berat lahir rendah merupakan masalah kesehatan yang

sering dialami pada sebagian masyarakat. BBLR adalah bayi baru lahir

yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (Yulianti L, 2010).

Menurut perkiraan World Health Organitation (WHO) pada tahun 2013

hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di Negara berkembang

atau berpenghasilan rendah lebih dari 2/3 kematian adalah BBLR yaitu

berat badan lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 2013)

Di tingkat ASEAN, angka kematian bayi di Indonesia tahun 2010 yaitu

31 per 1.000 kelahiran hidup. Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan

Malaysia juga 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih

tinggi jika dibandingkan dengan Thailand. Angka kejadian BBLR di

Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah yang lain,

yaitu berkisar antara 9-30 % (DepKes RI, 2010).

1
2

Prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari

seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 33% - 38% dan lebih sering

terjadi di Negara-negara berkembang atau social ekonomi rendah. Data

statistic menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di Negara-negara

berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi disbanding pada

bayi dengan berat lahir dari 2500 gram (DepKes RI, 2011)

Menurut data dari dinas kesehatan provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2011, jumlah bayi normal sebanyak 141.744 (98,10%), BBLR 2.743

(1,90%), kelahiran hidup 144.487 (99,36%), meninggal 925 (0,64%) dari

142.412 kelahiran keseluruhan (Dinkes Sulawesi Selatan, 2011)

Proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan estimasi dari Survey

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Pada tahun 1992 – 1997

yaitu secara nasional proporsi bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu

7,7% untuk perkotaan 6,6%, dan untuk pedesaan 8,4%. Dan pada tahun

2002 – 2003 angka proporsi BBLR tidak mengalami penurunan yaitu

sekitar 7,6%. BBLR bervariasi menurut propinsi dengan rentang 2,0% -

15,1% terendah di propinsi Sumatra Utara dan tertinggi di Sulawesi

Selatan, tercatat bahwa jumlah bayi dengan BBLR sebanyak 1.554 (1,2%

dari total bayi lahir) dan yang tertangani sebanyak 1.178 orang (75,8%),

dengan kasus tertinggi terjadi di Kota Makassar yaitu 355 kasus (2,63%)

dari 13.486 bayi lahir hidup dan yang terendah di Kabupaten Pangkep

hanya 3 kasus (Profil Kesehatan Propinsi Sulsel,2010,).


3

Berdasarkan data yang di peroleh dari Rekam Medik BLUD Rumah

Sakit Umum Sawerigading Palopo pada tahun 2014 jumlah kelahiran bayi

1.421 jiwa 316 diantaranya lahir dengan BBLR dan 16 jiwa mengalami

kematian, tahun 2015 jumlah kelahiran bayi 1.356 jiwa 298 diantaranya

lahir dengan BBLR dan kematian dengan BBLR 7 jiwa, tahun 2016 jumlah

kelahiran bayi mencapai 1.412 jiwa 225 diantaranya lahir dengan BBLR

dan mengalami kematian dgn BBLR 2 jiwa,sedangkan tahun 2017 dari

bulan 1-3 jumlah kelahiran bayi mencapai 27 jiwa 64 diantaranya lahir

dengan BBLR dan mengalami kematian dengan BBLR mencapai 3 jiwa.

Dari data diatas dimana terlihat angka kejadian BBLR yang cukup

tinggi dan dampak yang cukup berat berupa gangguan pertumbuhan baik

secara fisik maupun mental bayi tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan studi kasus mengenai BBLR di RSUD Sawerigading Palopo.

B. Rumusan Masalah

Adapun ruang lingkup permasalahan Proposal ini mencakup

penerapan Manajemen asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir dengan BBLR

di BLUD Rumah Sakit Umum Sawerigading Kota Palopo tahun 2017

C. Tujuan Penulis

1. Tujuan Umum

Dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi “ “ BBLR

berdasarkan pendekatan menajemen kebidanan sesuai wewenang

bidan di BLUD Rumah Sakit Umum Sawerigading Kota Palopo


4

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melaksanakan pengkajian pada Bayi “ “ di BLUD Rumah

Sakit Umum Sawerigading Palopo tahun 2017

b. Dapat menganalisa dan menginterpretasikan data untuk

menentukan diagnosa / masalah aktual pada Bayi “ “ di BLUD

Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo tahun 2017.

c. Dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya diagnosa / masalah

potensial pada Bayi “ “ di BLUD Rumah Sakit Umum Sawerigading

Palopo tahun 2017.

d. Dapat melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi pada Bayi “ “

di BLUD Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo tahun 2017.

e. Dapat menyusun rencana tindakan asuhan kebidanan secara

komprehensif pada Bayi “ “ BBLR di BLUD Rumah Sakit Umum

Sawerigading Palopo tahun 2017.

f. Dapat melaksanakan secara langsung rencana tindakan asuhan

kebidanan secara komprehensif pada Bayi “ “ BBLR di BLUD

Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo tahun 2017.

g. Dapat mengevaluasi asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada

Bayi “ “ BBLR di BLUD Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo

tahun 2017.

h. Dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan pada Bayi “ “ BBLR

di BLUD Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo tahun 2017.


5

D. Manfaat Penulis

1. Manfaat Praktis

Sebagai data masukan atau informasi bagi pemerhati masalah BBLR.

2. Manfaat ilmiah

Sebagai masukan bagi petugas khususnya bidan di BLUD Rumah

Sakit Sawerigading.

3. Manfaat institusi

Sebagai masukan bagi institusi dan bahan bacaan di perpustakaan.

4. Manfaat bagi penulis

Merupakan pengalaman yang sangat berharga, dimana dapat

menambah pengetahuan dalam penerapan menajemen kebidanan

khususnya asuhan kebidanan perinatal dengan BBLR dan dapat

mempraktekkan teori-teori yang telah dipelajari dan juga sebagai salah

satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada Akademi

Kebidanan KamanrePalopo jurusan D-III Kebidanan.

E. Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan untuk penulisan Proposal adalah :

1. Studi Kepustakaan

Memilih buku-buku dan membaca berbagai literatur yang berhubungan

dengan BBLR
6

2. Studi Kasus

Dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dalam

asuhan kebidanan yang meliputi : pengkajian data dan rumusan

diagnosa masalah aktual, diagnosa atau masalah potensial,

perencanaan tindakan, implementasi serta dokumentasi asuhan

kebidanan untuk menghimpun data informasi dalam pengkajian

dengan menggunakan teknik :

a. Anamnese

Mengadakan wawancara langsung dengan ibu, keluarga, bidan,

dokter di ruang perinatologi yang berhubungan dengan masalah

Bayi “ “.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistimatik mulai dari kepala

sampai kaki meliputi pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi dan

pemeriksaan laboratorium.

c. Pengkajian Psikososial

Pengkajian psikososial dilakukan untuk mengetahui emosi /

perasaan serta pandangan ibu dan keluarga terhadap masalah

yang dihadapi.
7

3. Studi Dokumentasi

Dengan membaca dan mempelajari status serta menginterpretasikan

data yang berhubungan dengan klien, baik yang bersumber dari

catatan dokter maupun sumber lain yang menunjang.

4. Diskusi

Dengan cara tanya jawab dan diskusi dengan tenaga kesehatan yakni

dokter, bidan maupun dengan pembimbing Proposal.

F. Sistimatika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan memudahkan dalam

memahami Proposal ini, maka penulis menyusun secara sistematis

sebagai berikut:

BAB I :PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang yang membahas tentang

tujuan penulisan terdiri dari 2 poin yaitu Tujuan Umum dan

Tujuan Khusus. Manfaat penulisan adalah salah satu syarat

menyelesaikan pendidikan Diploma III Kebidanan Kamanre

Palopo dan Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi

penulis dalam menerapkan proses manajemen asuhan

kebidanan Bayi Baru Lahir dengan BBLR, pada bab ini juga

membahas tentang metode penulisan dan sistematika

penulisan.
8

BAB II :TINJUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari tinjauan tentang Berat Bayi Lahir Rendah

meliputi pengertian BBLR, klasifikasi BBLR, penyebab BBLR,

gambaran klinik BBLR, penyulit yang bisa timbul dan

penatalaksanaan/penanganan BBLR.

Tinjauan tentang manajemen kebidanan yang meliputi

pengertian, tahapan manajemen yang terdiri dari

pengumpulan data, merumuskan diagnosa/masalah aktual,

merumuskan diagnosa/masalah potensial, tindakan

segera/kolaborasi, rencana tindakan asuhan, pelaksanaan

tindakan asuhan kebidanan, evaluasi. Dan

Pendokumentasian manajemen kebidanan.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang BBLR

1. Pengertian

Bayi berat lahir rendah (BBLR) atau low birth Weigh infant

(LWBI), adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari

2500 gram (Muslihatun, 2010).

Berat bayi lahir rendah atau BBLR adalah bayi yang lahir

dengan berat badan kurang dri 2500 gram tanpa memandang mas

kehamilannya yang dapat terjadi akibat dari prematuritas (persalinan

kurang bulan atau premature) atau persalinan dengan bayi kecil masa

kehamilan. Dahulu neonates dengan berat badan lahir kurang dari

2500 gram disebut premature (Proverawati, A, dkk, 2010)

Berat badan lahir rendah merupakan istilah untuk mengganti

bayi premature karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi

dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Yaitu karena umur hamil

kurang dari 37 minggu, berat badan lahir rendah dari semestinya

sekalipun cukup bulan atau karena kombinasi keduanya (Manuaba,

2010).

Prematuritas telah diganti dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan

9
10

berat badan kurang dari 2.500 gr, yaitu umur hamil kurang dari 37

minggu, berat badan lahir rendah dari semestinya, sekalipun umur

cukup, atau karena kombinasi keduanya.

Pembagian kehamilan sebagai berikut :

a. Preterem : umur hamil kurang dari 37 minggu (259 hari)

b. Aterm : umur hamil antara 37 sampai 42 minggu (259 – 293)

c. Post – term : umur hamil diatas 42 minggu (294 hari) (Manuaba,

2010)

2. Klasifikasi

Bayi BBLR dapat diklasifikasikan berdasarkan umur kehamilan

dan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:

a. Prematuritas murni yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari

37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia

kehamilan atau disebut neonates kurang bulan atau sesuai

kehamilan.

b. Dismaturitas yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat

badan yang seharusnya untuk masa kehamilannya yaitu berat

badan dibawah presentil pada kurva pertumbuhan inta uterin,

biasanya disebut dengan bayi kecil untuk masa kehamilan

(Pantiawati, 2010).
11

3. Penyebab / Etiologi

BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya

sebagai berikut:

1. Komplokasi Obstetric

a. Multiple gestation

b. Incompetence

c. Pro (premature repture of membrane)

d. Pregnancy induce hypertention (PIH)

e. Plasenta previa

f. Ada riwayat kelahiran premature

2. Komplikasi Medis

a. Diabetes Maternal

b. Hipertensi Kronis

c. Infeksi traktus urinarius

3. Faktor ibu

1) Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti

toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik,

infeksi akut, serta kelainan kardiovaskuler.

2) Gizi ibu hamil

Keadaan gizi ibu sebelum hamil, sangat besar pengaruhnya

pada berat badan bayi yang dilahirkan. Pertumbuhan dan


12

perkembangan janin dalam kandungan sangat di pengaruhi oleh

makanan yang dimakan oleh ibunya.

3) Usia ibu : angka kejadian prematuritas tinggi ialah pada usia ibu

dibawah 20 tahun dan multi gravid yang jarak kelahirannya

terlalu dekat.

4) Keadaan social ekonomi

5) Kondisi ibu saat hamil : peningkatan berat badan ibu yang tidak

adekuat dan ibu yang perokok (mitayani, 2011).

4. Faktor janin

Hidramnion, polihidramnion, kehamilan ganda dan kelainan janin.

4. Gambaran Klinik

Gambaran klinik yang terdapat pada bayi dengan berat badan lahir

rendah adalah sebagai berikut:

1. Berat badan kurang dari 2.500 gram

2. Panjang badan kurang dari 45 cm

3. Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm

4. Masa gestasi kurang dari 37 minggu

5. Kepala lebih besar dari tubuh

6. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat

sedikit

7. Osifikasi tengkorak sedikit serta sutura dan ubun-ubun melebar

8. Genetalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia mayora


13

9. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga elastic dan

sering mendapat apnea.

10. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernapasan belum

teratur dan sering mendapat apnea

11. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun, reflex mengisap dan

menelan belum sempurna (Mitayani, 2011)

5. Penyakit yang bisa di timbulkan pada BBLR

Menurut Pantiawati (2010) penyakit yang dapat menyertai bayi

dengan berat badan lahir rendah sebagai berikut:

1. Sindrom gangguan pernapasan idopatik, disebut juga penyait

membrane hialin yang meliputi alveolus paru.

2. Pneumonia aspirasi, sering ditemukan pada premature karena

reflex menelan dan batuk belum sempurna, penyakit ini dapat

dicegah dengan perawatan yang baik.

3. Perdarahan intreventikular, perdarahan spontan pada ventrikel otak

lateral biasanya disebabkan oleh anoksia otak, biasanya terjadi

bersamaan dengan pembentukan membrane hialin pada paru.

4. Fibroplasia retinolental. Ditemukan pada bayi premature

disebabkan oksigen yang berlebihan.

5. Hiperblirubinemia karena kematangan hepar, sehingga konjugasi

blirubin indirek menjadi blirubin direk belum sempu


14

6. Penatalaksanaan / Penanganan

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu

untuk pertumbuhsan dan perkembangan an penyusaian diri dengan

lingkungan hidup diluar uterus maka perlu diperhatikan (Sarwono,

2005) :

a. Pengaturan suhu

1) Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang

cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi

oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal.

2) Bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan

berat badan kurang dari 2 kg adalah 35ºC dan untuk bayi

dengan berat badan 2 – 2,5 kg 34ºC, agar ia dapat

mempertahankan suhu tubuh sekitar 37ºC. Kelembaban

inkubator berkisar antara 50 – 60 persen.

3) Bayi dalam incubator hanya dipakaikan popok. hal ini penting

untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum,

perubahan tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan

sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal

sedini-dininya dan tindakan serta pengobatan dapat

dilaksanakan secepat-cepatnya.
15

b. Makanan bayi

1) Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum

sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim

pencernaan terutama lipase masih kurang disamping itu

kebutuhan protein 3 – 5 g/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari),

agar berat badan bertamba sebaik-baiknya.

2) Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam

agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia.

3) Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan

pengisapan cairan lambung. Hal ini perlu mengetahui ada

tidaknya atresia esophagus dan mencegah muntah. pengisapan

cairan lambung juga dilakukan pada setiap pemberian minum

selanjutnya.

4) Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau lebih

dapat menyusui pada ibunya. Bayi dengan berat kurang dari

1500 gram kurang mampu mengisap air susu ibu atau susu

botol, terutama pada hari-hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi

minum melalui sonde lambung (orogastrik – intubation).

5) Cara pemberian melalui susu botol adalah dengan frekuensi

pemberian yang lebih sering dalam jumlah susu yang sedikit

(small frequent feeding).


16

6) Jumlah cairan yang diberikan pertama kali adalah 1 – 5 ml/jam

dan jumlahnya dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12

jam. Penambahan susu tersebut tergantung dari jumlah susu

yang tertinggal pada pemberian minum sebelumnya (gastric

residual), untuk mencegah regurgitasi/muntah atau distensi

abdomen.

7) Banyaknya cairan yang diberikan adalah 60 ml/kg/hari setiap

hari dinaikkan 20 ml, sampai 200 ml/kg/hari.

8) Air susu yang paling baik adalah ASI, bila bayi belum dapat

menyusu, air susu ibu dipompa dan dimasukkan ke botol steril.

Bila air susu ibu tidak ada, susunya dapat diganti dengan susu

buatan yang mengandung lemak yang mudah dicerna bayi

(lemaknya dari middle chain trilycerides) dan mengandung 20

kalori per 30 ml air atau sekurang-kurangnya bayi mendapat

110 kal/kg berat badan per hari.

Kadang-kadang diperlukan pemberian makanan melalui kateter,

sebaiknya digunakan kateter dari bahan polytethilen yang dapat

ditinggal dilambung selama 4 – 5 hari tanpa iritasi. Kateter dari

karet mudah menyebabkan iritasi dan infeksi.

a. Yang dipakai kateter no. 8 untuk bayi kurang dari 1500 gram

dan no. 10 untuk bayi diatas 1500 gram.


17

b. Panjang kateter yang dimasukkan bila melalui mulut ialah sama

dengan ukuran dari pangkal hidung ke prosessus xifoideus; bial

melalui hidung, ditambah dengan jarak dari pangkal hidung ke

liang telinga.

c. Mula-mula dicoba dulu dengan air yang sudah dimasak apakah

kateter dapat dilalui.

d. Setelah kateter dimasukkan, lihat apakah bayi menjadi sesak

napas atau tidak; bila sesak napas, mungkin kateter masuk ke

trakea.

e. Kemudian, cairan lambung diisap dan diperiksa keasamannya

dengan kertas lakmus. Bila cairan berwarna hijau , kateter

ditarik kira-kira 2 cm, kemudian diisap lagi.

f. Sebuah corong yang berukuran kecil (misalnya tabung suntikan

yang 10 – 20 ml) diletakkan pada ujung kateter sebelah luar

dan cairan susu dimasukkan ke dalam corong, lalu biarkan

mengalir ke lambung.

g. Setelah minum, bayi didudukan atau diletakkan kepalanya

dipundak si pemberi minum selama 10 – 15 menit dan

kemudian ditidurkan pada sisi kanan atau tengkurap.

Bila daya isap dan menelan mulai baik, kateter secara

berangsur-angsur dapat diganti dengan pipet, sendok atau botol

dengan dot (Sarwono, 2005, hal 778 – 780).


18

c. Pencegahan infeksi

Bayi berat lahir rendah mudah sekali diserang infeksi. Ini

disebabkan karena adanya daya tahan tubuh terhadap infeksi

berkurang, relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya

fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh

karena itu perlu dilakukan tindakan pencegahan yang dimulai pada

masa perinatal: mamperbaiki keadaan sosial-ekonomi, program

pendidikan (nutrisi, kebersihan serta kesehatan; mencegah tuna-

aksara; keluarga berencana; perawatan antenatal, natal dan

postnatal) screening (TORCH, hepatitis, AIDS), vaksinasi tetanus,

tempat kelahiran dan perawatan yag terjamin kebersihannya.

Infeksi yang sering terjadi ialah infeksi silang melalui para dokter,

perawat, bidan, dan petugas lain yang berhubungan dengan bayi.

Untuk ini para petugas perlu disadarkan akan bahaya infeksi pada

bayi. Selanjutnya perlu :

1) Diadakan pemisahan antara bayi yang kena infeksi dengan bayi

yang tidak kena infeksi.

2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang seorang

bayi.

3) Membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah tidak dipakai

lagi.

4) Membersihkan ruangan pada waktu-waktu tertentu.


19

5) setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri.

6) Kalau mungkin setiap bayi di mandikan di tempat tidurnya

masing-masing dengan perlengkapan sendiri.

7) Setiap petugas di bangsal bayi harus memakai pakaian yang

telah disediakan.

8) Petugas yang menderita penyakit menular (infeksi saluran

napas, diare, konjungtivitis dan lain-lain) dilarang merawat bayi.

9) Kulit dan tali pusat bayi harus di bersihkan sebaik-baiknya.

10)Para pengunjung orang sakit hanya boleh melihat bayi dari

belakang kaca (Sarwono, 2005).

Menurut safruddin dan Hamidah (2011) penanganan BBLR adalah

sebagai berikut:

1. Mempertahankan suhu dengan ketat

BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya

harus dipertahankan dengan ketat.

2. Menjaga infeksi dengan ketat

BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip

pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang

bayi.

3. Pengawasan nutrisi/ASI

Reflex menelan BBLR belum sempurna oleh sebab itu pemberian

nutrisi harus dilakukan dengan cermat.


20

4. Penimbangan ketat

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan

erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu

penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.

B. Tinjauan Tentang Proses Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah metode pendekatan pemecahan

masalah kesehatan ibu dan anak yang khusus dilakukan

oleh bidan didalam memberikan asuhan kebidanan kepada

individu, keluarga dan masyarakat.

Manajemen kebidanan bagi bidan dapat juga diartikan sebagai

alat yang digunakn seorang bidan untuk memecahkan masalah

kesehatan ibu dan anak. Manajemen kebidanan dilakukan khusus

oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan dalam ruang

lingkup tanggung jawabnya.

2. Tahapan Manajemen Kebidanan

Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yakni sebagai


berikut:
a. Langkah I : Identifikasi Data Dasar

Pengumpulan dan analisa data dasar adalah pengumpulan

data yang kompleks untuk menilai keadaan klien, termasuk


21

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul atau indikasi tertentu,

catatan riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang serta hasil

pemeriksaan laboratorium.

b. Langkah II : Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual

Menginterpretasi data secara positif ke dalam suatu rumusan

diagnosa dan masalah kebidanan. Kata masalah dan diagnosis

digunakan kedua-duanya dan mempunyai pengertian yang

berbeda. Masalah tidak dapat didefinisikan sebagai suatu

diagnosis, tetapi memerlukan penanganan yang menyeluruh.

Masalah lebih sering berhubungan dengan bagaimana klien

menguraikan keadaan yang ia rasakan, sedangkan diagnosa lebih

sering didefinisikan oleh bidan yang difokuskan dengan apa yang

di alami oleh klien.

c. Langkah III : Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial

Dari kumpulan masalah dan diagnosa, identifikasi faktor-

faktor potensial yang memerlukan antisipasi segera, tindakan

pencegahan jika memungkinkan atau waspada sambil menunggu

serta persiapan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi.

d. Langkah IV : Tindakan Emergency/Kolaborasi

Proses manajemen kebidanan dilakukan secara terus menurus

yang dapat menghasil kan data baru dimana harus segera dinilai.

Data yang muncul dapat menggambarkan suatu keadaan darurat,


22

maka bidan harus segera bertindak untuk menyelamatkan ibu dan

bayi, misalnya pada perdarahan post partum dan apgar score yang

rendah. Beberapa data merupkan indikasi adanya situasi yang

membutuhkan segera sambil menunggu intervensi dokter. Dalam

kasus lain yang tidak darurat akan tetapi membutuhkan konsultasi

atau kolaborasi dokter.

e. Langkah V : Rencana Tindakan/Intervensi

Dikembangkan berdasarkan intervensi saat sekarang dan

antisipasi diagnosa masalah serta meliputi data dasar. Rencana

tindakan komprehensif bukan meliputi keadaan Pasien serta dalam

berhubungan dengan masalah yang dialami akan tetapi meliputi

antisipasi dengan bimbingan terhadap klien, serta konseling bila

perlu mengenai ekonomi, agama, budaya ataupun psikologis.

Rencana tindakan harus disetujui oleh klien. Semua tindakan yang

diambil harus berdasar kan rasional yang relevan dan diakui

kebenaran nya serta situasi dan kondisi dimana tindakan harus

dapat dianalisa secara teoritis.

f. Langkah VI : Implementasi

Implementasi dapat dilaksanakan secara keseluruhan oleh

bidan ataupun kerja sama dengan tim kesehatan lain. Bidan harus

bertanggung jawab terhadap tindakan langsung ataupun tindakan

konsultasi dan kolaborasi. Implementasi yang efisien akan


23

mengurangi waktu perawatan dan biaya perawatan dan akan

meningkatkan kualitas pelayanan klien.

g. Langkah VII : Evaluasi

Langkah akhir adalah evaluasi, namun sebenar nya langkah

evaluasi ini dilakukan pada setiap step manajemen kebidanan.

Bidan harus mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan

kebidanan yang diberikan kepada klien.

C. Tinjauan Tentang Pendokumentasian Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Dokumentasi adalah catatan tentang interaksi antara tenaga

kesehatan, pasien, keluarga pasien, tim kesehatan yang mencatat

tentang hasil pemeriksaan prosedur, pengobatan pada pasien dan

pendidikan kepada pasien, serta respon pasien terhadap semua

kegiatan yang dilakukan (Nur Wafi, 2009).

2. Proses Pendokumentasian

Menurut Helen Varney, alur berpikir bidan saat menghadapi klien

meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh

seorang bidan melalui proses berpikir sistematis, didokumentasikan

dalam bentuk SOAP, yaitu:

a. S (subjektif) adalah menggambarkan pendokumentasian hasil

pengumpulan data klien melalui anamnese sebagai langkah I

Varney
24

b. O (objektif) adalah menggambarkan pendokumentasian hasil

pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan uji diagnostik lain

yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan

sebagai langkah I Varney

c. A (assesment/analisis) dalah menggambarkan pendokumentasian

hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu

identifikasi

1) Diagnosa masalah

2) Antisipasi diagnosis/masalah potensial

3) Perlu tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/

kolaborasi dan/atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney

d. P (planning) adalah menggambarkan pendokumentasian dan

tindakan dan evaluasi perencanaan berdasarkan assesment

sebagai langkah 5, 6, dan 7 Varney

3. Penggunaan Dokumentasi

Catatan digunakan sebagai salah satu metode dokumentasi asuhan

kebidanan oleh karena merupakan:

a. Kemajuan informasi yang sistematis yang mengorganisir penemuan

dan kesimpulan menjadi rencana asuhan

b. Intisari dari langkah-langkah dalam proses manajemen kebidanan

c. Urutan-urutannya dapat membantu dalam mengorganisir pikiran

dalam memberikan asuhan yang menyeluruh


25

d. Pencatatan dan pendokumentasian penting oleh karena:

1) Merupakan catatan yang bersifat permanent tentang asuhan

yang diberikan

2) Memfasilitasi berbagi informasi diantara para pemberi asuhan

3) Memfasilitasi pemberian asuhan yang berkesinambungan.

4) Memfasilitasi evaluasi efektivitas asuhan yang diberikan.

5) Dapat digunakan sebagai data rasional, keperluan riset, statistik

morbiditas dan mortalitas.

6) Meningkatkan pemberian asuhan yang aman, efektif dan

berkualitas.

4. Model Dokumentasi Asuhan Kebidanan

1) SOAPIER

S : Subjektif

Data subjektif, berhubungan masalah dari sudut

pandang pasien. Ekspresi pasien mengenal kekhawatiran

dan keluhannya.

O: Objektif

Data objektif, pendokumentasian dari hasil observasi,

pemeriksaan laboratorium untuk melaksanakan tindakan.

Catatan medik dapat dimasukkan dalam data objektif

sebagai data penunjang.


26

A : Analysis/Assesment

Assesment/analysis, kesimpulan dari data subjektif

dan objektif. Analisis data mencakup diagnosis/masalah

kebidanan, diagnosis/masalah potensial, antisipasi

diagnosis/masalah potensial dan tindakan segera .

P : Planing

Planning, membuat rencana asuhan saat ini dan

yang akan datang. Rencana disusun berdasarkan hasil

analisis dan interpretasi data. Rencana bertujuan

mengusahakan tercapainya kondisi optimal dan

kesejahteraan pasien. Rencana ini harus bias mencapai

criteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu

tertentu.

I : Implementation

Implementation, pelaksanaan sesuai dengan rencana

yang disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka

mengatasi masalah pasien.

E : Evaluasi

Evaluation, tafsiran dari efek tindakan yang telah

diambil untuk menilai efektifitas asuhan/hasil tindakan.


27

R : Revised

Revised, mencerminkan perubahan rencana asuhan

dengan cepat, memperhatikan hasil evaluasi, serta

implementasi yang telah dilakukan. Hasil evaluasi digunakan

untuk menentukan ada tidaknya perbaikan atau perubahan

intervensi dan tindakan.

2) SOAP

S : Subjektif

O : Objektif

A : Analysis/Assesment

P : Planing

Menurut Helen Varney, alur berfikir bidan saat

menghadapi klien meliputi 7 langkah, untuk mengetahui apa

yang telah dilakukan seorang bidan melalui proses berfikir

sistematis, didokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu:

S (Subjektif) : Menggambarkan pendokumentasian pengum

pulan data klien melalui anamnesis sebagai

langkah I dalam Varney.

O (Objektif) : Menggambarkan pendokumentasian hasil

pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan

uji diagnostic lain yang dirumuskan dalam data


28

fokus untuk mendukung asuhan sebagai

langkah I Varney

A (Assesment) : Menggambarkan pendokumentasian hasil

analisis interpretasi data subjektif dan objektif

dalam suatu identifikasi.

P (Planning) : Menggambarkan pendokumentasian dan

tindakan dan evaluasi perencanaan berdasar

-kan assesment sebagai langkah V, VI dan VII

Varney.
29

Tabel 1

Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan


Pencatatan dari
Alur Pikir Bidan
Asuhan kebidanan
5 Langkah Catatatan
7 Langkah Varney SOAP
(Kompetensi)

Data Subjektif

Data Objektif

Antisipasi diagnosa Aktual

Assesment/ Assesment/
Antisipasi Masalah Potensial
Diagnosa Diagnosa

Menetapkan Kebutuhan Segera


Untuk Konsultasi, Kalaborasi
Planning :

a. K
onsul
b. T
Perencanaan Perencanaan es lab
c. R
ujukan
Implementasi Implementasi d. P
endidikan/k
onseling
e. T
indak Lanjut
Evaluasi Evaluasi

Proses

Manajemen Pendokumentasian

Asuhan kebidanan
30

Sumber: Nur Wafi, 2013

Gambar 1

Alur Pikir Manajemen Kebidanan

Tahap I

Pengumpulan data dasar

Tahap VII Tahap II

Interpretasi data dasar


Evaluasi

Tahap III
Tahap VI
Identifikasi diagnosis/masalah
Pelaksanaan asuhan langsung potensial dan antisipasi
penanganannya

Tahap IV
Tahap V Menetapkan kebutuhan
Rencana Asuhan tindakan segera, kolaborasi
rujukan
31

(Asrinah, 2010)

Anda mungkin juga menyukai