Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu
negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak asasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang
adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan
dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan
kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Tantangan Pendidikan Pancasila
Masih ada sederet fakta empiris yang menunjukkan betapa Pancasila sebagai dasar negara
Republik Indonesia kini tak lebih bagaikan macan kertas. Nilai-nilai ekonomi kerakyatan,
misalnya, sudah mulai ditinggalkan pelan-pelan digantikan sistem ekonomi pro-”kapital”. Pasar-
pasar tradisional digusur digantikan dengan supermarket. Semuanya dilakukan seolah-olah
sebagai hal wajar dan tidak memiliki dampak jangka panjang Akibatnya, rakyat mulai
kehilangan mata pencarian di satu sisi dan di sisi lain bangsa ini mulai kehilangan daya kritisnya
karena bekerja dalam bidang apa pun berada di bawah tekanan global. Nasib buruh semakin
ternistakan karena keserakahan juragannya dan kebijakan pemerintah yang membiarkan praktik
outsourcing yang kerap tak manusiawi.
Elite politik tampak membiarkan dirinya tercebur dalam pusaran arus global tanpa proteksi.
Kebanggaan diri sebagai bangsa bukan lagi menjadi acuan. Orientasi hidup hanya mencari
popularitas, maka munculnya fenomena ”mengiklankan diri sendiri” tanpa memerhatikan aspek
penderitaan rakyat. Pemerintah sulit menjadikan rasa empati sebagai bahan pertimbangan utama
merancang kebijakan, yang di luar terlihat populis tetapi substansinya sebenarnya menindas.
Pancasila kita sedang menghadapi krisis multidimensional. Pancasila kita sedang berhadapan
dengan pola perilaku elite yang tidak lagi peka terhadap rakyatnya. Pancasila kita juga sedang
menghadapi tantangan bagaimana membuat orang-orang beragama lebih toleran terhadap
lainnya. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus dimaknai bersama-sama dengan sila-sila lainnya.
Sebagai bangsa yang bertuhan, meyakini kebenaran Tuhan tidak boleh dilakukan dengan cara
menegasikan kemanusiaan. Kemanusiaan harus tetap dijunjung sehingga tercipta suasana adil
dan beradab. Untuk bisa menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab, kebijakan sosial-
politik-ekonomi harus berlandaskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika kita gagal
menerapkan Pancasila dalam makna sesungguhnya, sebenarnya Pancasila tak sakti lagi.
Tantangan dari dalam di antaranya berupa berbagai gerakan separatis yang hendak memisahkan
diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apa yang terjadi di Aceh, Maluku, dan
Papua merupakan sebagian contoh di dalamnya. Penanganan yang tidak tepat dan tegas dalam
menghadapi gerakan-gerakan tersebut akan menjadi ancaman serius bagi tetap eksisnya keutuhan
Bangsa Indonesia dan pancasila.. satu tantangan terbesar yang perlu segera dijawab bangsa yang
besar ini, khususnya oleh para pemegang kekuasaan, adalah menjawab tantangan atas lemahnya
kesejahteraan rakyat dan penegakkan keadilan. Ketimpangan kesejahteraan antara kota dan desa,
terlebih Jawa dan luar Jawa merupakan salah satu permasalahan besar yang harus segera dijawab
oleh bangsa ini. Terasa sesak bagi kita semua bila mengingat bahwa dialam sejarah dewasa ini
masih ada bagian dari bangsa ini yang secara mengenaskan masih hidup di alam prasejarah!
Masalah penegakkan keadilan juga menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius para
pengambil kebijakan. Keadilan sosial yang telah lama digariskan para pendiri negeri ini sering
menjadi kontraproduktif manakala hendak ditegakkan di kalangan para penguasa dan pemilik
uang. Jadilah hingga sekarang ini pisau keadilan yang dimiliki bangsa ini masih merupakan pisau
keadilan bermata ganda, tajam manakala diarahkan kepada rakyat kebanyakan, dan tumpul atau
bahkan kehilangan ketajamannya sama sekali manakala dihadapkan dengan para pemegang
kekuasaan atau pemilik sumber-sumber ekonomi.
Tantangan yang paling berat dan utama, adalah masalah ekonomi dan budaya yang menggilas
bangsa ini tanpa ampun. Sebab, ajaran Pancasila yang hakiki sama sekali tidak sesuai dengan
arus modernisasi yang masuk ke bumi tercinta, Indonesia.
Oleh karena itu justru dalam pembukaan itulah secara formal yuridis pancasila ditetapkan
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Maka hubungan antara pembukaan UUD 1945
adalah secara timbal balik sebagai berikut:
Bahwa Rumusan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti yang
tercamtum dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV.
Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan pokok kaidah Negara
yang Fundamental dan terhadap tertib hukum indonesia mempunyai dua mcama kedudukan
yaitu:
1. Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan faktor faktor mutlak
bagi adanya tertib hukum di Indonesia
2. Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebagai
Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan
sebagai suatu yang bereksistensi sendiri yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan
pasal pasalnya. karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya Pancasila adalah tidak tergantung
pada pada Batang Tubuh (Pasal pasal) UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.
Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat, kedudukan, dan
fungsi sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, yang menjalankan dirinya sebagai dasar
kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia yang diprolamirkan pada 17 Agustus 1945.
Bahwa Pancasila sebagai inti pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan
yang kuat tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara Republik
Indonesia. Dengan demikian kedudukan formal yuridis dalam pembukaan, sehingga baik
rumusan maupun yuridiksinya sebagai dasar negara adalah sebagaimana terdapat dalam UUD
1945. Maka perumusan yang menyimpang dari pembukaan tersebut adalah sama halnya
dengan mengubah secara tidak sah Pembukaan UUD 1945, bahkan berdasarkan hukum positif
sekalipun dan hal ini dalam sejarah ini telah ditentukan dalam ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1996.
Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum indonesia pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum indonesia bersumberkan pancasila, atau
dengan perkataan lain sebagai sumber tertib hukum indonesia. Hal ini berarti secara material
hukum indonesia dijabarkan dari nilai nilai yang terkandung dalam pancasila, pancasila sebagai
sebagai sumber tertib hukum indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan
sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan pembukaan UUD 1945 sebagai
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material, yang merupakan
esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah negara yang Fundamental tersebut tidak lain adalah
Pancasila (Notonagoro, tanpa tahun: 40)