Anda di halaman 1dari 7

Kesimpulan tentang materi

Pancasila Sebagai dasar Negara RI

Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat ini, Pancasila
ikut berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap sebagai dasar negara
namun interpretasi dan perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan
kekuasaan yang silih berganti. Pada akhirnya kesepakatan bangsa terwujud kembali
pada masa kini yaitu dengan keluarnya ketetapan MPR No. XVIIVMPR/1998 tentang
Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan
pancasila sebagai dasar Negara. Pasal 1 ketetapan tersebut menyatakan bahwa
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan
secara konsisten dalam kehidupan bemegara.

Oleh karena itu, kajian Pancasila berpijak dari kedudukan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara Republik Indonesia. Akan tetapi, mengkaji Pancasila secara mendalam
perlu diawali dengan pendekatan filsafat.

1. PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT

Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis.


Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam
mengenai Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan mendasar,
kita harus mengetahui sila-sila yang membentuk Pancasila itu. Dari masing-masing sila,
kita cari intinya, hakikat dari inti dan selanjutnya pokok-pokok yang terkandung di
dalamnya.

1. Nilai-Nilai yang Terkandung pada Pancasila

Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan


suatu nilai (Kaelan; 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV adalah sebagai berikut.

 Ketuhanan Yang Maha Esa


 Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permuswaratan/perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan
perasan dari sila-sila pancasila tersebut adalah :

 NilaiKetuhanan;
 Nilai Kemanusiaan;
 Nilai Persatuan;
 Nilai Kerakyatan;
 NilaiKeadilan

2. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara

Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman
bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan
normatif dijabarkan dalam wujud norma. Sebuah nilai mustahil dapat menjadi acuan
berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam sebuah norma. Dengan demikian pada
dasarnya norma adalah perwujudan dari nilai. Tanpa dibuatkan norma, nilai tidak bisa
praklis artinya tidak mampu berfungsi konkret dalam kehidupan sehari-hari.

Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat), yaitu sebagai
berikut.

1. Norma agama

Norma ini disebut juga dengan noffna religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan atau
keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini ditujukan terhadap
kewajiban manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri. Sumber norma ini adalah ajaran-
ajarankepercayaan atau agamayang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai
perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-pelanggaran nonna
kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.

1. Norma moral (etik)

Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma
moral atau etik adalah nonna yapg paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana
kita menilai seseorang. Norma kesusilaan berhubungan. dengan manusia sebagai
individu karena menyangkut kehidupan pribadi. Asal atau sumber norma kesusilaan
adalah dan manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap
lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas pelanggaran norma
moral berasal dari diri sendiri.

1. Norma kesopanan

Norma kesopanan disebut juga norrna adat, sopan santun, tatakrama atau
normafatsoen. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau
kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Daerah berlakunya norma kesopanan itu
sempit, terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun di suatu daerah tidak sama
dengan daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat, berbeda pula sopan santunnya.
Sanksi atas pelanggaran norna kesopanan berasal dari masyarakat setempat.

1. Norma Hukum

Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan luar
diri manusia yang memaksakan kepada kita. Masyarakat secara resmi (negara) diberi
kuasa untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah
sebagai lembaga yang mewakili masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman

1. MAKNA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara.

2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara

1. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Pernyataan bahwa nilai-nilai dasar Pancasila menjadi dasar normatif penyelenggaraan


bernegara Indonesia belum merupakan pernyataan yang konkret. Sebagai nilai dasar
yang bersifat abstrak dan normatif, perlu upaya konkretisasi terhadap pernyataan di
atas. Upaya itu adalah dengan menjadikan nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma
dasar dan sumber normatif bagi penyusunan hukum positif negara, Sebagai negara
yang berdasar atas hukum, sudah seharusnya segala pelaksanaan dan
penyelenggaraan bernegara bersumber dan berdasar pada hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Jadi, operasionalisasi Pancasila sebagai dasar
(filsafat) Negara diwujudkan dengan pembentukan sistem hukum nasional dalam suatu
tertib hukum (legal order) di mana Pancasila menjadi norma dasarnya.

Pancasila adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut teori
jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsenseorang ahli filsafat
hukum, dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu
negara atau disebut norna fundamental Negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm
merupakan norna hukum tertinggi dalam negara. Di bawah grundnorm terdapat nonna-
norrna hukum yang tingkatannya lebih rendah dan grundnorm tersebut Norma-norma
hukum yang bertingkat-tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang disebut sebagai
tertib hukum.

Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang dan berlapis-
lapis dalam suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang lebih rendah
berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi
berdasar, bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada norma yang tertinggi yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, Norma
tertinggi itu dikatakan sebagai norma dasar (grundnorm). Norma dasar (grundnorm) ini
sebagai norma tertinggi tidak dibentuk lagi oleh norma yang lebih tinggi lagi sebab
apabila norma dasar ini masih berdasar, bersumber dan berlaku pada normayatg lebih
tinggi lagi maka ia bukanlah norma tertinggi dan akan terus berjenjang tidak ada
habisnya. Norma tertinggi ini ditetapkan oleh masyarakat sebagai norna dasar yang
merupakan tempat bergantung norna-nonna di atasnya.

Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky.
Hans Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan
negara. Menurut Hans Nawiasky, norma hukum dalam suatu negara juga berjenjang
dan bertingkat membentuk suatu tertib hukum. Norma yang di bawah berdasar,
bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norrna yang lebih tinggi
berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi lagi demikian
seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam Negara yang disebutnya sebagai Norma
Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm). Norma dalam negara itu selain
berjenjang, bertingkat dan berlapis juga membentuk kelompok norma hukum.

Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri atas 4
(empat) kelompok besar, yaitu :

1. 1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,


2. Staqtgrundgesetz atau aturan dasar/pokok flegata,
3. Formellgesetz atauundang-undang,
4. Verordnung dan Autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom

            D.MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesiajuga berkedudukan sebagai ideologi


nasional Indonesia. Apa makna pancasila sebagai ideologi nasional ?

1. Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata idea yangberarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita,
dan logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar,
ide. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan “cita-cita”. Cita-cita
yang dimaksud adalah cita-cita bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita itu
sekaligus merupakan dasar, pandangan/paham.

Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi


seperangkat nilai, di mana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan
bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut.
Ideologi yang pada mulanya berarti gagasan dan cita-cita berkembang secara luas
menjadi suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh
seorang atau sekelompok orang untuk menjadi pegangan hidup.

2. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa

Ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah ideologi bagi Negara dan bangsa
Indonesia adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No. XVIIVMPR/l998
tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. IVMPR/ 1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan pengamalan pancasila (Eka prasetya Pancakarsa) dan Penetapan
tentang Penegasan pancasila sebagai dasar Negara.

Pada Pasal I ketetapan tersebut dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud


dalam Pembukaan undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara.

Adapun makna Pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah
bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila menjadi cita-cita normatif
penyelenggaraan bernegara. Secara luas dapat

diartikan bahwa visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-
Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan dan yang ber- Keadilan.

Pancasila sebagai ideologi nasional yang berfungsi sebagai cita-cita adalah sejalan
dengan fungsi utama dari sebuah ideologi sebagaimana dinyatakan di atas. Adapun
fungsi lain ideologi Pancasila sebagai sarana pemersatu masyarakat sehingga dapat
dijadikan prosedur penyelesaian konflik, dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri
negara kita tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat mempersatukan
berbagai golongan masyarakat di Indonesia.

Banyak pihak telah sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi nasional merupakan titik
temu, rujukan bersama, commom platform, kesapakatan bersama dan nilai integratif
bagi bangsa Indonesia, Kesepakatan bersama bahwa pancasila adalah ideologi nasional
inilah yang harus terus kita pertahankan dan tumbuh kembangkan dalam kehidupan
bangsa yang plural ini.

Berdasarkan uraian di atas, Pancasila sebagai ideologi nasional lndonesia memiliki


makna sebagai berikut:

1)      Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi cita-cita normative


penyelenggaraan bernegara;
2)      Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan nilai yang disepakati
bersama dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi)
masyarakat Indonesia.

1. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana
yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret, dan operasional
aplikatif sehingga tidak menjadi slogan belaka. Daiam Ketetapan MPR No.
XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa pancasila perlu diamalkan dalam bentuk
pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan bernegara.

1. Perwujudan Ideologi pancasila sebagai cita-cita Bernegara

Perwujudan Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti menjadi cita-cita


penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan No.VII/MPR/2001 tentang Visi
Indonesia Masa Depan. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Visi Indonesia
Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu

1. Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam pembukaan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pada Alenia
kedua dan keempat;
2. Visi Antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;
3. Visi Lima Tahunan, sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara.

2. Perwujudan Pancasila sebagai Kesepakatan atau Nilai Integratif


Bangsa

Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian
konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila sebagai
sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang
terkandung dalam nilai integratif Pancasila. Pancasila sudah diterima olehmasyarakat
Indonesia sebagai sarana pemersatu, artinya sebagai suatu kesepakatan bersama
bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disefujui sebagai milik bersama.
Pancasila menjadi semacarn social ethics dalam masyarakat yang heterogen.

1. PENGAMALAN PANCASILA

Tibalah saatnya akhiruraian mengenai pancasila ini pada kata ”pengamaran Pancasila”,
Sering sekali kita dengar terutama sejak masa orde Baru perlunya Pancasila diamalkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Namun, selalu saja
terkesan slogan belaka dan tidak membumi. pada ketetapan MPR No. XVIII/MPR 1998
dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan undang-undang
Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN terakhir 1999-
2004 disebutkan pula bahwa misi pertama penyeleng garaan bernegara adalah
pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Bagaimana sesungguhnya melaksanakan atau mengamalkan Pancasila
secara konsisten dalam kehidupan bernegara itu?

Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan cara:

1. Pengamalan secara objektif

Pengamalan secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan


perundang-undangan sebagai norma hukum negara yang berlandaskan pada Pancasila.

2. Pengamalan secara subjektif

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang


berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku
pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan Negara untuk


menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara Negara yang berperilaku
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan
sanksi. Pengamalan secara objektifbersifat memaksa serta adanya sanksi hukum,
artinya bagi siapa saja yang melanggar norna hukum akan mendapatkan sanksi.
Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar
Pancasila sebagai norna hukum negara.

Anda mungkin juga menyukai