Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

M DENGAN
DIAGNOSA
MEDIS OPEN FRAKTUR HUMERUS DEXTRA
IGD RSUD DR.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :

Nama : Yohanes Gerry


NIM : 2017.C.09a.0870

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA
KEPERAWATAN
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 KONSEP PENYAKIT


1.1.1 DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau
pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien
(Black dan Hawks, 2014).
Fraktur terbuka merupakan kondisi cidera serius patah tulang dimana
terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar, kondisi ini sangatlah
membahayakan karena dapat menginfeksi daerah yang mengalami fraktur.
Kejadian infeksi pada fraktur terbuka lebih sering terjadi di karenakan energi yang
tinggi dari trauma seperti kecelakaan bermotor, serangan senjata api dan jatuh dari
ketinggian.( Gede Dehandra, dkk 2019).
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang
humerus. (Hoppenfeld, 2011).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpukan bahwa fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh trauma,rudapaksa atau
oleh penyebab patologis yang dapat digolongkan sesuai dengan jenis dan
kontinuitasnya.
1.1.2 ANATOMI FISIOLOGI
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal
dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis”
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”.
Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang
dalam tubuh manusia,
Tulang   dapat   diklasifikasikan   dalam   lima   kelompok   berdasarkan  
bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus)  terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah
tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di
lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang
yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular).
Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi,
dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama
dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang
panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis
berisi sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks
tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam
polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-
garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat
dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh
nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1
mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan
yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang. Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi
rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang
kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,
terletak dekat endosteum dan dalam lacuna  Howship (cekungan pada permukaan
tulang).
a. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, namun
mempunyai struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum
dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum
mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk
ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga
disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun
dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas
kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks
tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti
lingkaran yang menyatu.
Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang  panjang dan di dalamnya
terdapat pembuluh darah dan saraf  yang masuk ke tulang melalui  Kanal
Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan
membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan
akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang)
dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut 
Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel
darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow 
merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan
bone marrow  kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses
fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru.
Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah
sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun
yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut
matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat,
mineral,dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam
difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan
pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik
(kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah
dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang.
b. Tulang humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus,
dan ujung bawah.
1. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat
sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan
sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher
anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah
benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat
sebuahmbenjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas
terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari
otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi
fraktur.
2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas
deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik
melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan
memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga
disebut celah spiralis atau radialis.
3. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam
berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar
terdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian
ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial.
1.1.3 ETIOLOGI
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang
atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahakan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat
mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen
tulang. Menurut, Hoppenfeld dalam bukunya yang berjudul Terapi dan
Rehabilitasi Fraktur tahun 2011 etiologi fraktur colles diakibatkan karena jatuh
dengan menumpu pada tangan yang mengakibatkan fraktur dan dislokasi radius
distal.
Menurut Sjamsujidajat dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Ilmu Bedah
tahun 2004 etiologi fraktur colles paling sering ditemukan di kehidupan normal
karena jatuh bertumpu tangan, usia lanjut, postmenopause, massa otot rendah,
osteoporosis, kurang gizi, olahraga seperti sepakbola dll, ACR (albumin creatinin
ratio) yang tinggi

1.1.4 PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut
saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan
udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada
pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang bertujuan
untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap pada tempatnya
sampai sembuh. (Sylvia, 2010 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh
vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada cedera,
respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detah
jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-
katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan
meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse
pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu
terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-
sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih
dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous
return) dengan cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara
yng paling efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan
perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan
awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik,
mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya asidosis metabolik.
Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP
(adenosine triphosphat) tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi
mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang.
Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra struktural pertama
dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan cedera mitokondrial.
Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler.
Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel . juga terjadi
penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera
seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan
sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut
saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang
akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan,
hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh
di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
Trauma Gerakan pintir mendadak Kontraksi otot ekstem Keadaan patologis

FRAKTUR MRS MK : Ansietas

Diskontiunitas tulang Pergeseran fragmen tulang

BI B2 B3 B4 B6

Perubahan jaringan Perubahan jaringan Pergeseran fragmen Perubahan jaringan Perubahan jaringan Perubahan jaringan
sekitar sekitar tulang sekitar sekitar sekitar

Spasme otot Inflamasi Laserasi kulit


Laserasi kulit Pergeseran fragmen Laserasi kulit
tulang
Merangsang Terputusnya vena /
Terputusnya vena/ Peningkatan tekanan
neurotransmiter arteri Ada luka terbuka
arteri kapiler
Nyeri saat beraktifitas

Hipotalamus perdarahan Sebagai media


perdarahan Pelepasan histamin Aktivitas terhambat masuknya virus
penyebab infeksi
Reseptor nyeri Perdarahan MK : Gangguan
Suplai O2 oleh darah Protein plasma hilang
mobilitas fisik MK : Risiko Infeksi

Edema Persepsi nyeri Kehilangan volume


Kebutuhan O2
cairan
Penekanan pembuluh MK : Nyeri Akut
Takipnea, dispnea darah
MK : Kekurangan
MK: Volume Cairan
perfusi jaringan
Pola napas tidak
efektif
MK : Resiko perfusi
perifer tidak efektif
1.1.5 KLASIFIKASI
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
D. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
F. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
G. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
H. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
1.1.6 MANIFESTASI KLINIS (TANDA & GEJALA)
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak /edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasasi daerah di
jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
Paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjdi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang
digerakkan.
9. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
11. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.
1.1.7 KOMPLIKASI
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi antara lain:
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
g. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada individu
uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma
komplikasi palinh fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nekrosis
iskemia.
j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti. Mungkin karena
nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability.
1.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada taruma
multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple atau cedera hari.

1.1.9 PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Inspeksi bagian tubuh yang fraktur
a. Inspeksi adanya laserasi, bengkak dan deformitas
b. Observasi angulasi, pemendekan dan rotasi
c. Palpasi nadi distal untuk fraktur dan pulsasi semua perifer
d. Kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensasi atau tidak adanya
pulsasi; hal tersebut menandakan cedera pada saraf atau suplai darah
terganggu
e. Tangani bagian tubuh dengan lembut dan sesedikit mungkin gerakan
yang kemungkinan dapat menyebabkan gerakan pada tulang yang fraktur
2. Berikan bebat sebelum klien dipindahkan; bebat dapat mengurangi nyeri,
memperbaiki sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut, dan mencegah fraktur
tertutup menjadi fraktur terbuka.
a. Imobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu
tangan distal terhadap fraktur dan berikan satu penarikan ketika
menempatkan tangan lain diatas fraktur untuk menyokong.
b. Pembebatan diberikan meluas sampai sendi dekat fraktur.
c. Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembebatan; periksa warna,
suhu, nadi dan pemucatan kuku.
d. Kaji untuk adanya deficit neurologi yang disebabkan oleh fraktur.
e. Berikan balutan steril pada fraktur terbuka.
3. Kaji adanya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami  cedera.
4. Pindahkan klien secara hati-hati dan lembut, untuk meminimalisasi gerakan
yang dapat menyebabkan gerakan pada patahan tulang.
5. Lakukan penanganan pada trauma yang spesifik
Trauma Femur
Femur biasanya patah pada sepertiga tengah, walaupun pada orang tua
selalu dipikirkan patah pangkal tulang paha (collum femoris). Fraktur ini dapat
menjadi fraktur terbuka dan kalau hal ini terjadi harus ditangani sebagai fraktur
terbuka. Banyak otot disekeliling femur dan perdarahan massif dapat terjadi pada
paha. Fraktur femur bilateral dapat menyebabkan kehilangan sampai dari 50%
volume sirkulasi darah.
1.2 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang
meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,
dan tanggal pengkajian serta siapa yang bertanggung jawab terhadap
klien
2. Keluhan utama
Penderita biasanya mengeluh nyeri.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka (pre/post
op).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit
fraktur / penyakit menular.
4. Keadaan umum
Kesadaran: compos mentis, somnolen, apatis, sopor koma dan koma dan
apakah klien paham tentang penyakitnya.
5. Pengkajian Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman/nyeri
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada
imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
b. Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c. Kebersihan Perorangan
Klien fraktur pada umumnya sulit melakukan perawatan diri.
d. Cairan
Perdarahan dapat terjadi pada klien fraktur sehingga dapat
menyebabkan resiko terjadi kekurangan cairan.
e. Aktivitas dan Latihan
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dimana Aktifitas dan
latihan mengalami perubahan/gangguan akibat adanya luka sehingga
perlu dibantu.
f. Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
g. Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur
h. Neurosensory
Biasanya klien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya
kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke
dalam jaringan.
Gejala : Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, kelemahan.
i. Keamanan
Tanda dan gejala : laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan local
j. Seksualitas
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
k. Keseimbangan dan Peningkatan Hubungan Resiko serta Interaksi
Sosial
Psikologis : gelisah, sedih, terkadang merasa kurang sempurna.
Sosiologis : komunikasi lancar/tidak lancar, komunikasi
verbsl/nonverbal dengan orang terdekat/keluarga, spiritual tak/dibantu
dalam beribadah.

1.2.2 Pengkajian Primer


a. Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur,
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring
atau trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi
vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus
selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak
boleh mengakibatkan hiperekstensi leher. Cara melakukan chinlift dengan
menggunakan jari-jari satu tangan yang diletakan dibawah mandibula,
kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit
menekan bibir bawah untuk membuka mulut dan jika diperlukan ibu jari
dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat
dagu. Jaw trust juga merupakan tekhnik untuk membebaskan jalan nafas.
Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan masing-masing satu tangan
dibelakang angulus mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila
tindakan ini dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan
sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika
kesadaran klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel
(oro-pharyngeal airway) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan
dibelakang lidah. Cara terbaik adalah dengan menekan lidah dengan
tongue spatol dan mendorong lidah kebelakang, karena dapat menyumbat
fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini, karena dapat
menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat dilakukan
dengan memasukkan guedel secara terbalik sampai menyentuh palatum
molle, lalu alat diputar 180o dan diletakkan dibelakang lidah. Naso-
Pharyngeal airway juga merupakan salah satu alat untuk membebaskan
jalan nafas. Alat ini dimasukkan pada salah satu lubang hidung yang tidak
tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya terletak di
fariks. Jika pada saat pemasangan mengalami hambatan berhenti dan
pindah kelubang hidung yang satunya.Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi atau rotasi leher.
b. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada klien harus
dibuka untuk melihat pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk
menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.Inspeksi dan palpasi
dapat mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu
ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema pada klien cedera
wajah dan leher. Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang
berat adalah tension pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru,
open pneumothoraks dan hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang
demikian siapkan klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai
indikasi.
c. Circulation
Control pendarahan vena dengan menekan langsung sisi area
perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan
area perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah,
kulit dingin, lembab dan nadi halus.Darah yang keluar berkaitan dengan
fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan infuse IV,
plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan
setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru
menyebabkan penurunan suplai oksigen pada jaringan menyebabkan
kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstremitas dan pengendalian nyeri penting
dalam mengatasi syok yang menyertai fraktur.
d. Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat
kesadaran ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan
penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada
otak. Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya pemeriksaan terhadap
keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
e. Exporsure/ control lingkungan
Pada saat tiba di RS, seluruh pakaian yang dikenakan klien harus
dibuka, untuk mengevaluasi klien. Setelah pakaian dibuka, penting untuk
menjaga klien agar tidak kedinginan, harus diberikan selimut hangat dan
diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan. Pemeriksaan
tambahan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur
adalah imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi
f. Imobilisasi Fraktur
Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera
dalam posisi anatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan
pada daerah fraktur.hal ini akan tercapai dengan melakukan traksi untuk
meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan dengan alat imobilisasi.
pemakaian bidai yang benar akan membantumenghentikan pendarahan,
mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.
Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan di bawah fraktur. Fraktur
femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint.
Tractionsplint menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui
kulit. Di proksimaltraction splint didorong ke pangkal paha melalui ring
yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha. Cara paling sederhana
dalam membidai tungkai yang trauma adalah dengan tungkai sebelahnya.
Pada cedera lutut pemakaian long leg splint atau gips dapat membantu
kenyamanan dan stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi
dalam ekstensi penuh. Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi
dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint.jika tersedia dapat
dipasang gips dengan imobilisasi meliputitungkai bawah, lutut, dan
pergelangan kaki.
g. Pemeriksaan Radiologi
Umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan
bagian dari survey sekunder.jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang
akan dilakukan ditentukan oleh hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan
hemodinamik, sertamekanisme trauma. foto pelvis AP perlu dilakukan
sedini mungkin pada pasienmultitrauma tanpa kelainan hemodinamik dan
pada pasien dengan sumberpendarahan yang belum dapat ditentukan.

1.2.3 Pengkajian Sekunder


1) Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan
mulut. Temuan yang dianggap kritis:
a) Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
b) Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
c) Robekan/laserasi pada kulit kepala?
d) Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
e) Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
f) Battle sign dan racoon eyes?
2) Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit
3) Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,
pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka,
sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada para doksikal,
suara paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola
napas yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot
asesoris).
4) Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan
auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang
dianggap kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada
abdomen bunyi dullness.
5) Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan.
Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak
stabil serta pembengkakan di daerah pubik
6) Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka laserasi
pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik,
fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau
menghilangnya denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi
sensorik dan motorik.
7) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
8) Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma
Scale): terjadi penurunan kesadaran pada pasien.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga:
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk
dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama).

1.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring dan 1. Meningkatkan stabilitas,


imobilisasi sesuai indikasi. meminimalkan gangguan akibat
2. Bila terpasang gips/bebat, sokong perubahan posisi.
fraktur dengan bantal atau gulungan 2. Mencegah gerakan yang tak perlu
selimut untuk mempertahankan akibat perubahan posisi.
posisi yang netral. 3. Penilaian kembali pembebat perlu
3. Evaluasi pembebat terhadap resolusi dilakukan seiring dengan
edema. berkurangnya edema
4. Bila terpasang traksi, pertahankan 4. Traksi memungkinkan tarikan pada
posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson, aksis panjang fraktur tulang dan
Russel) mengatasi tegangan otot untuk
5. Yakinkan semua klem, katrol dan tali mempercepat reunifikasi fragmen
berfungsi baik. tulang
6. Pertahankan integritas fiksasi 5. Menghindari iterupsi penyambungan
eksternal. fraktur.
7. Kolaborasi pelaksanaan kontrol foto. 6. Keketatan kurang atau berlebihan
dari traksi eksternal (Hoffman)
mengubah tegangan traksi dan
mengakibatkan kesalahan posisi.
7. Menilai proses penyembuhan tulang.

b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,


cedera jaringan lunak, fraktur terbuka.
Tujuan: Dalamwaktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria hasil: Secara subjektif, pasien melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diadaptasi, dapat mengindentifikasikan aktifitas yang meningkatkan
atau menurunkan nyeri,pasien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian 1. Mengurangi nyeri dan mencegah


yang sakit dengan tirah baring, gips, malformasi.
bebat dan atau traksi 2. Meningkatkan aliran balik vena,
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang mengurangi edema/nyeri.
terkena. 3. Mempertahankan kekuatan otot dan
3. Lakukan dan awasi latihan gerak meningkatkan sirkulasi vaskuler.
pasif/aktif. 4. Meningkatkan sirkulasi umum,
4. Lakukan tindakan untuk menurunakan area tekanan lokal dan
meningkatkan kenyamanan (masase, kelelahan otot.
perubahan posisi) 5. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
5. Ajarkan penggunaan teknik meningkatkan kontrol terhadap nyeri
manajemen nyeri (latihan napas yang mungkin berlangsung lama.
dalam, imajinasi visual, aktivitas 6. Menurunkan edema dan mengurangi
dipersional) rasa nyeri.
6. Lakukan kompres dingin selama fase 7. Menurunkan nyeri melalui mekanisme
akut (24-48 jam pertama) sesuai penghambatan rangsang nyeri baik
keperluan. secara sentral maupun perifer.
7. Kolaborasi pemberian analgetik 8. Menilai perkembangan masalah klien.
sesuai indikasi.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,
petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)

c. Resiko infeksi b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,


edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, resiko sindrom kompartemen tidak terjadi.
Kriteria hasil : Pasien tidak mengeluh nyeri lokal hebat, skala nyeri 0-1,
CRT <3 detik, akral pada sisi lesi hangat, nadi pada sisi lesi sama dengan
sisi yang sehat.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin 1. Meningkatkan sirkulasi darah dan


melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera. 2. Mencegah stasis vena dan sebagai
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat petunjuk perlunya penyesuaian
tekanan bebat/spalk yang terlalu keketatan bebat/spalk.
ketat. 3. Meningkatkan drainase vena dan
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas menurunkan edema kecuali pada
yang cedera kecuali ada adanya keadaan hambatan aliran arteri
kontraindikasi adanya sindroma yang menyebabkan penurunan perfusi.
kompartemen. 4. Mungkin diberikan sebagai upaya
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) profilaktik untuk menurunkan
bila diperlukan. trombus vena.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran 5. Mengevaluasi perkembangan masalah
kapiler, warna kulit dan kehangatan klien dan perlunya intervensi sesuai
kulit distal cedera, bandingkan keadaan klien.
dengan sisi yang normal.

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka


neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x7 jam diharapkan pasien
bisa melakukan pergerakan secara mandiri dengan kriteria hasil : Pasien
meningkat aktivitas fisik, Mengerti tujuan peningkatan mobilitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas 1. Memfokuskan perhatian,


rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol diri/harga
kunjungan teman/keluarga) sesuai diri, membantu menurunkan isolasi
keadaan klien. sosial.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif 2. Meningkatkan sirkulasi darah
aktif pada ekstremitas yang sakit muskuloskeletal, mempertahankan
maupun yang sehat sesuai keadaan tonus otot, mempertahakan gerak
klien. sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
3. Berikan papan penyangga kaki, mencegah reabsorbsi kalsium karena
gulungan trokanter/tangan sesuai imobilisasi.
indikasi. 3. Mempertahankan posis fungsional
4. Bantu dan dorong perawatan diri ekstremitas.
(kebersihan/eliminasi) sesuai 4. Meningkatkan kemandirian klien
keadaan klien. dalam perawatan diri sesuai kondisi
5. Ubah posisi secara periodik sesuai keterbatasan klien.
keadaan klien. 5. Menurunkan insiden komplikasi kulit
6. Dorong/pertahankan asupan cairan dan pernapasan (dekubitus,
2000-3000 ml/hari. atelektasis, penumonia)
7. Berikan diet TKTP. 6. Mempertahankan hidrasi adekuat,
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi men-cegah komplikasi urinarius dan
sesuai indikasi. konstipasi.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi 7. Kalori dan protein yang cukup
klien dan program imobilisasi. diperlukan untuk proses penyembuhan
dan mem-pertahankan fungsi
fisiologis tubuh.
8. Kerjasama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.
9. Menilai perkembangan masalah klien.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan


traksi (pen, kawat, sekrup)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang 1. Menurunkan risiko kerusakan/abrasi


nyaman dan aman (kering, bersih, kulit yang lebih luas.
alat tenun kencang, bantalan bawah 2. Meningkatkan sirkulasi perifer dan
siku, tumit). meningkatkan kelemasan kulit dan
2. Masase kulit terutama daerah otot terhadap tekanan yang relatif
penonjolan tulang dan area distal konstan pada imobilisasi.
bebat/gips. 3. Mencegah gangguan integritas kulit
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah dan jaringan akibat kontaminasi fekal.
perianal 4. Menilai perkembangan masalah klien.
4. Observasi keadaan kulit, penekanan
gips/bebat terhadap kulit, insersi
pen/traksi.
f. Risiko infeksi b/d fraktur terbuka dan kerusakan jaringan
lunak
Dalam waktu 3x24 jam, resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi, pengangkatan jahitan
pasca bedah ORIF dapat dilakukan pada hari ke-10.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan 1. Mencegah infeksi sekunderdan


perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.
2. Ajarkan klien untuk 2. Meminimalkan kontaminasi.
mempertahankan sterilitas insersi 3. Antibiotika spektrum luas atau spesifik
pen. dapat digunakan secara profilaksis,
3. Kolaborasi pemberian antibiotika mencegah atau mengatasi infeksi.
dan toksoid tetanus sesuai indikasi. Toksoid tetanus untuk mencegah
4. Analisa hasil pemeriksaan infeksi tetanus.
laboratorium (Hitung darah lengkap, 4. Leukositosis biasanya terjadi pada
LED, Kultur dan sensitivitas proses infeksi, anemia dan peningkatan
luka/serum/tulang) LED dapat terjadi pada osteomielitis.
5. Observasi tanda-tanda vital dan Kultur untuk mengidentifikasi
tanda-tanda peradangan lokal pada organisme penyebab infeksi.
luka. 5. Mengevaluasi perkembangan masalah
klien.

g. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan


cidera jaringan lunak sekuderakibat fraktur terbuka.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam, integritas jaringan membaik secara
optimal.
Kriteria hasil : Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik,
pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1) Kaji kerusakan jaringan lunak yang 1. Menjadi data dasar untuk memberikan
terjadi pada pasien. informasi intervensi perawatan luka,
2) Lakukan perawatan luka : alat apa yang akan dipakai, dan jenis
a) Lakukan perawatan luka dengan larutan apa yang akam dilakukan
teknik steril. Meningkatkan partisipasi dan
b) Kaji keadaan luka dengan teknik kemandirian klien dalam perencanaan
membuka balutan, mengurangi dan pelaksanaan program terapi fisik.
stimulus nyeri. Jika perban melekat 2. Perawatan luka dengan teknik steril
kuat, diguyur dengan NaCl. dapat mengurangi kontaminasi kuman
3) Evaluasi kerusakan jaringan dan langsung kearea luka
perkembangan pertumbuhan Manajemen membuka luka dengan
jaringan. mengguyur larutan NaCl ke kasa
4) Kolaborasi:Kolaborasi dengan tim dapat mengurangi stimulus nyeri dan
bedah untuk dilakukan bedah padat menghindari terjadinya
perbaikan pada kerusakan jaringan perdarahan pada luka osteomielitis
agar tingkat kesembuhan dapat kronis akibat kasa yang kering karena
dipercepat. ikut mengering bersama pus.
3. apa bila masih belum tercapai kriteria
evaluasi, sebaiknya perlu dikaji ulang
faktor-faktor apa yang menghambat
pertumbuhan jaringan luka.
4. Bedah perbaikan dilakukan terutama
pada pasien fraktur terbuka dengan
luka yang luas yang dapat menjadi
pintu  masuk kuman yang ideal.
h. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan
hilangnya darah dari luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cidera pada
pembuluh darah.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, resiko syok hipovolemik tidak terjadi.
Kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor
kulit normal, TTV dalam batas nomal, CRT <3 detik, urine >600 ml/hari.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pantau status cairan (turgor kulit, 1. Jumlah dan tipe cairan pengganti
membran mukosa, haluaran urine). ditentukan oleh keadaan status cairan.
2. Kaji sumber kehilangan cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan
3. Auskultasi tekanan darah. menurunnya produksi urine, pemantauan
Bandingkan kedua lengan.\ yang ketat pada produksi urine < 600 ml/
hari merupakan tanda-tanda terjadinya
4. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi
syok kardiogenik.
perifer, dan diaforesis secara teratur.
2. Kehilangan cairan dapat berasal dari
5. Pantau frekuensi dan irama jantung.
faktor ginjal dan diluar ginjal. Penyakit
6. Kolaborasi :Pertahankan pemberian yang mendasari terjadinya kekurangan
cairan melalui intravena. volume cairan ini juga haris diarasi.
Perdarahan harus dikendalikan.
3. Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia
yang menunjukkan terlibatnya sistem
kardiovaskuler untuk melakukan
kompensasi mempertahankan tekanan
darah.
4. Mengetahui adanya pengaruh
peningkatan tahanan perifer.
5. Perubahan frekuensi dan irama jantung
menunjukankomplikasi disritmia.
6. Jalur yang paten penting untuk pemberian
cairan cepat dan memudahkan perawat
dalam melakukan kontrol asupan dan
haluaran cairan.
1.2.3 IMPLEMENTASI
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas
merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat
pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien
perlu dilakukan sebelumnya.

1.2.4 EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien  Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha
untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali
rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. M
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/ Bangsa : Dayak/ Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jln. Kecubung
Tgl MRS : 14 Desember 2020/ 13.00WIB
No. MR : 16648xx
Diagnosa Medis : Open Fraktur Humerus Dextra

2.2 Prioritas Triase


Triase : Kuning (Prioritas II)
Keluhan utama : Klien mengeluh “nyeri pada tangan kanan”.

2.3 Data Primer


2.3.1 Airway
Hasil pemeriksaan ditemukan tidak ada sumbatan jalan napas,tidak ada
lendir/dahak dan darah pada jalan nafas, lidah tidak menutupi jalan nafas. Tidak
ditemukan benda asing, sekret serta sisa makanan.
2.4.1 Breathing
Pasien tidak sesak napas, RR = 22x/menit, napas dalam, irama napas
teratur, tidak ada suara napas tambahan, tidak terdapat penggunaan otot bantu
napas, tidak ada batu, tipe pernapasan dada dan perut..
2.5.1 Circulation
Frekuensi Nadi: 84 x/menit, TD: 100/70 mmHg, denyut nadi teraba lemah ,
akral teraba dingin, CRT 2 > detik, warna kulit pucat, Suhu: 36,3oC, RR: 22
x/menit, SpO2: 98%.
Masalah Keperawatan : Resiko Perfusi Jaringan Perifer
2.6.1 Disability
GCS pasien untuk E: 4 (spontan membuka mata), V: 5 (berorientasi baik),
M: 6 (mengikuti perintah), tingkat kesadaran pasien compos mentis dengan
jumlah GCS = 15, pupil isokor dan refleks cahaya positif (+/+), Nilai kekuatan
otot : Extrimitas atas kanan 1, Extrimitas atas kiri 5, Extrimitas bawah kanan
5,Extrimitas bawah kiri 5. Reflek, Patela: +/-, Babinsky: +/-, Bisep/trisep: +/-.
Masalah Keperwatan : Gangguan Mobilitas Fisik
2.7.1 Exposure
Terdapat patah tulang di tangan kanan (open fraktur humerus dextra)
terdapat luka robek, panjang 10cm, tidak terdapat pendarahan.

2.4 Data Sekunder


2.3.1 Kepala
Kulit kepala tampak bersih, mata tampak simetris, konjungtiva anemis,
tidak ditemukan massa pada leher, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe tidak
teraba, kelenjar tiroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.
2.4.1 Thorax/ jantung
Bentuk dada simetris. Bunyi jantung normal S1-S2 tunggal (lub-dub), tidak
ada suara tambahan, bunyi rongga dada sonor (suara perkusi jaringan yang
normal).
2.5.1 Punggung
Tidak terdapat pembengkakan, jejas atau luka pada punggung. Tulang
belakang normal tidak ada kelainan.
2.6.1 Abdomen
Tidak terjadi distensi pada abdomen, tidak terdapat nyeri tekan, bising usus
6 kali/menit, tampak adanya ascites.
2.7.1 Genitaurinary
Tidak terdapat kemerahan, tidak terdapat gatal-gatal, tidak terdapat kelainan
pada organ reproduksi.
2.8.1 Ektremitas
Kemampuan pergerakan sendi ekstremitas atas tangan kanan terbatas,
terdapat nyeri skala 8, terdapat fraktur terbuka bagian tangan kanan dan terdapat
luka robek. Uji kekuatan otot ektrimitas atas 1|5, ekstremitas bawah 5|5 skala
aktivitas 3.
Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik, Resiko infeksi & Nyeri
Akut

2.5 Riwayat AMPLE


A : Klien mengatakan tidak ada alergi obat-obatan maupun makanan.
M : Obat yang diminum klien bila ada masalah kesehatan biasanya berasal
dari dokter setempat atau puskesmas
P : Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya
L : Sebelum kejadian dan masuk rumah sakit pasien tidak mengomsumsi
obat-obatan
E : Klien jatuh dari motor setelah kejadian tersebut klien merasa tangan
nya sakit dan nyeri sekali dan berteriak kesakitan.

2.6 Riwayat Penyakit


2.6.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Klien masuk RSUD dr.Doris Sylvanus pada tanggal 14 Desember 2020,
pukul 13.00 WIB diantar keluarganya ke IGD, dan dilakukan anamnesa oleh
perawat hasil pemeriksaan terdapat Patah tulang di tangan kanan, luka robek
panjang 10cm, klien berteriak kesakitan. Di temukan diagnosa medis dari dokter
yaitu Open Fraktur Humerus Dextra.
2.6.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien dan klien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit
sebelumnya..
2.6.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mnegatakan tidak mempunyai penyakit keturunan dan tidak
pernah menderita penyakit yang sama.
2.7 Terapi Medis
Tanggal 14 Desember 2020
No Terapi Indikasi Kontraindikasi
1. Infus RL 20 tpm Mengembalikan keseimbangan Penyakit ginjal
elektrolit pada dehidrasi, penyakit jantung
menggantikan cairan tubuh penyakit hati
yang hilang saat mengalami hipoalbuminemia
luka, cedera, atau menjalani
operasi yang menyebabkan
kehilangan darah dengan cepat
dalam jumlah yang banyak.

2. Cefotaxime 2x1 gram Membunuh bakteri penyebab Pasien dengan riwayat


infeksi, Menangani infeksi alergi, dan harus
akibat bakteri, Mencegah berhati-hati digunakan
infeksi luka operasi pada pasien dengan
abnormalitas darah atau
riwayat
hipersensitivitas
terhadap penicillin.

2. Ranitidin 3x50 mg Tukak lambung dan duodenum Riwayat alergi terhadap


akut, refluks esofagitis, ranitidine, Ibu yang
keadaan hipersekresi patologis. sedang menyusui,
Pemberian ranitidin
juga perlu diawasi pada
kondisi gagal ginjal
3. Ketorolac 2 x 30 Meredakan peradangan dan Alergi OAINS, tukak
mg nyeri peptik akut, perdarahan
KV, diastesis
hemoragik, hamil dan
menyusui, anak < 16
tahun.

4. Tindakan Memperbaiki alignment tulang Infeksi aktif (lokal atau


OREF sehingga memungkinkan sistemik), atau
penyembuhan fraktur berupa osteomyelitis, tindakan
union tulang dan memastikan operatif atau anestesi
fungsi kembali baik (contohnya baru terkena
infark miokard)
2.8 Data Penunjang
1) Hasil laboratorium
Tanggal 14 Desember 2020
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 8.56 x 103/uL 4-10x103/uL
RBC 4.38 x 106/uL 3.5-5.5x106/uL
HGB 12.8 gr/dl 11-16 g/dl
PLT 283 x 103/uL 150-400x103/uL
Creatinin 0,42 mg/dl 0,17-1,5 mg/dl
Ureum 36 mg/dl 21-53 mg/dl

2) EKG
Tidak ada dilakukan pemeriksaan EKG.
ANALISIS DATA

Data Subjektif dan Data Objektif Kemungkinan Penyebab Masalah


DS: Pergeseran fragmen tulang Nyeri Akut
Klien mengatakan “nyeri pada baian ↓
tanangan kanan/ Humerus Innflamasi

DO: Merangsan
1. Terdapat luka robek, panjang neurotransmitter
10cm ↓
2. Fraktur humerus dextra Hipotalamus
3. Tidak terdapat pendarahan. ↓
4. Klien berteriak kesakitan Reseptor nyeri
5. Wajah klien tampak meringis ↓
6. P : Nyeri karena patah tulang Presepsi nyeri
Q : Nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : Nyeri bagian tangan kanan
S : Skala nyeri 8
T : Nyeri dirasakan terus menerus

DS: - Perubahan jaringan sekitar Resiko Infeksi


fraktur
DO: ↓
1. Terdapat luka robek, panjang Laserasi kulit
10cm ↓
2. Fraktur humerus dextra ( patah Ada luka terbuka
tulang bagian tangan kanan) ↓
3. Luka terbuka Sebagai media masuknya
virus penyebar bakteri

DS: Klien mengatakan “badannya Perubahan jaringan sekitar Gangguan perfusi


lemah” fraktur jaringan tidak aktif

DO: Spasme otot
1. TTV : TD = 100/70 mmHg, N = ↓
84x/menit, RR: 22 x/menit, S = Peningkatan tekanan
36.3 oC. kapiler
2. Akral klien teraba dingin. ↓
3. Nadi teraba lemah. Pelepasan histamin
4. Warna kulit pucat ↓
5. CRT > 2 detik Protein plasma
6. Klien tampak lemah ↓
Edema

Penekanan pembuluh
darah

Perfusi jaringan
DS: Perubahan jaringan sekitar Gangguan mobilitas
- Klien mengatakan aktivitas klien ↓ fisik
dibantu oleh keluarganya Pergeseran framen tulang
- ↓
DO: Nyeri bila digerakan
1. Klien tampak selalu di bantu oleh ↓
keluarga dan perawat dalam Gangguan fungsi
melakukan aktivitas ↓
2. Open fraktur bagian tangan kanan Aktivitas terhambat
(open fraktur humerus dextra)
3. Skala aktivitas 3
4. Tindakan fiksasi (bidai)
5. Kekuatan otot ekstremitas atas
1│5
6. Hb 9 g/dl
Konjungtiva anemis
Akral dingin
Warna kulit pucat
CRT lebih dari 3 detik
PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera, fraktur terbuka ditandai dengan terdapat luka robek, panjang 10cm
,fraktur humerus dextra, tidak terdapat pendarahan.klien berteriak kesakitan,
wajah klien tampak meringis, p : nyeri karena patah tulang, q : nyeri seperti di
tusuk-tusuk, r : nyeri bagian tangan kanan, s : skala nyeri 8, t : nyeri
dirasakan terus menerus.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan
lunak ditandai dengan terdapat luka robek, panjang 10cm, fraktur humerus
dextra ( patah tulang bagian tangan kanan), luka terbuka.
3. Resiko perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah. TTV : TD = 100/70 mmHg, N = 84x/menit, RR: 22 x/menit, S = 36.3
o
c, akral klien teraba dingin, nadi teraba lemah, warna kulit pucat CRT > 2
detik, Klien tampak lemah.
4. Ganguan mobilitas fisik kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi) ditandai dengan Klien tampak selalu di bantu oleh
keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas, Open fraktur bagian tangan
kanan (open fraktur humerus dextra), Skala aktivitas 3, Tindakan fiksasi
(bidai), Kekuatan otot ekstremitas atas 1
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : IGD
Diagnosa Keperawatan Tujuan (KriteriaHasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan 1. Mengurangi nyeri dan
dengan spasme otot, keperawatan selama 1x2 jam tirah baring, gips, bebat dan atau traksi mencegah malformasi.
gerakan fragmen tulang, diharapkan bersihan jalan 2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena. 2. Meningkatkan aliran balik
edema, cedera, fraktur napas nyeri berkurang dengan 3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif. vena, mengurangi
terbuka ditandai dengan Kriteria Hasil: 4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan edema/nyeri.
terdapat luka robek, kenyamanan (masase, perubahan posisi) 3. Mempertaha
panjang 10cm ,fraktur 1. Secara subjektif, pasien 5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri nkan
humerus dextra, tidak melaporkan nyeri berkurang (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas kekuatan
terdapat pendarahan klien atau dapat diadaptasi, dipersional) otot dan
berteriak kesakitan, wajah 2. Dapat mengindentifikasikan 6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 meningkatka
klien tampak meringis, p : aktifitas yang meningkatkan jam pertama) sesuai keperluan. n sirkulasi
nyeri karena patah tulang, q atau menurunkan nyeri, 7. Observasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal vaskuler.
: nyeri seperti di tusuk- 3. Pasien tidak gelisah, skala dan non verval, perubahan tanda-tanda vital) 4. Meningkatkan sirkulasi
tusuk, r : nyeri bagian nyeri 0-1 atau teradaptasi 8. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. umum, menurunakan area
tangan kanan, s : skala 4. Pasien rileks tekanan lokal dan kelelahan
nyeri 8, t : nyeri dirasakan otot.
terus menerus. 5. Mengalihkan perhatian
terhadap nyeri,
meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama.
6. Menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
7.
8. Menilai perkembangan
masalah klien
9. Menurunkan nyeri melalui
mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : IGD
DiagnosaKeperawatan Tujuan (KriteriaHasil) Intervensi Rasional
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengevaluasi perkembangan masalah klien.
berhubungan dengan keperawatan selama 1x2 jam dan tanda-tanda peradangan 2. Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat
fraktur terbuka dan diharapkan resiko infeksi dapat lokal pada luka penyembuhan luka.
kerusakan jaringan diatasi dengan Krtiteria Hasil: 2. Lakukan perawatan pen steril 3. Leukositosis biasanya terjadi pada proses
lunak ditandai dengan dan perawatan luka sesuai infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat
terdapat luka robek, 1. Tidak ada tanda dan gejala protocol terjadi pada osteomielitis.
panjang 10cm, fraktur infeksi 3. Analisa hasil pemeriksaan 4. Meminimalkan kontaminasi.
humerus dextra 2. Pengangkatan jahitan pasca laboratorium (Hitung darah 5. Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat
( patah tulang bagian bedah ORIF/ OREF dapat lengkap, LED, Kultur dan digunakan secara profilaksis, mencegah atau
tangan kanan), luka dilakukan pada hari ke-10. sensitivitas luka/serum/tulang) mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah
terbuka. 3. Jumlah leukosit normal 4. Ajarkan klien untuk infeksi tetanus.
mempertahankan sterilitas
insersi pen.
5. Kolaborasi pemberian
antibiotika dan toksoid tetanus
sesuai indikasi.

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : IGD
DiagnosaKeperawatan Tujuan (KriteriaHasil) Intervensi Rasional
3. Resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi tanda vital.  Perhatikan 1. Ketidakadekuatan volume sirkulasi
tidak efektif berhubungan keperawatan selama 1x2 jam tanda-tanda pucat atau sianosis akan mempengaruhi sistim perfusi
dengan penurunan diharapkan gangguan perfusi umum, kulit dingin, perubahan jaringan.
sirkulasi darah ditandai jaringan dapat berkurang. 2. Dapat membendung sirkulasi bila
dengan TTV : TD = Kriteria hasil: mental terjadi edema.
100/70 mmHg, N = 1. Akral teraba hangat 2. Lepaskan perhiasan dari 3. Kembalinya warna harus cepat (3-5
84x/menit, RR: 22 2. Tanda-tanda vital ekstremitas yang sakit detik), warna kulit putih
x/menit, S = 36.3 oc, akral Tekanan darah: 120/80 3. Kaji aliran kapiler, warna kulit menunjukkan gangguan arterial,
klien teraba dingin, nadi mmHg, nadi: 60-80 dan kehangatan distal pada sianosis diduga adanya gangguan
teraba lemah, warna kulit kali/menit, respirasi 16-20 fraktur vena
pucat crt > 2 detik, Klien kali/ menit, suhu : 36 0C- 4. Awasi posisi atau lokasi cincin 4. Alat traksi dapat menyebabkan
tampak lemah. 37.5 0C. penyokong bebat. tekanan pada pembuluh darah atau
3. CRT < 2 detik. 5. Ambulasi sesegera mungkin. saraf, terutama pada aksila dan lipat
4. SpO2 tidak mengalami 6. Berikan kompres es di sekitar paha, mengakibatkan iskemia dan
penurunan bahkan fraktur sesuai indikasi kerusakan saraf permanen
mencapai 98-100%. 5. Meningkatkan sirkulasi dan
5. Nadi teraba kuat dan menurunkan pengumpulan darah,
teratur. khususnya pada ekstremitas bawah.
6. Menurunkan edema atau
pembentukan hematoma yang dapat
mengganggu sirkulasi.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : IGD
DiagnosaKeperawatan Tujuan (KriteriaHasil) Intervensi Rasional
4. Ganguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan pelaksanaan 1. Memfokuskan perhatian,
kerusakan rangka keperawatan selama 1x2 jam aktivitas rekreasi terapeutik meningkatakan rasa kontrol diri/harga
neuromuskuler, nyeri, diharapkan mobilitas fisik dapat (radio, koran, kunjungan diri, membantu menurunkan isolasi
terapi restriktif diatasi. teman/keluarga) sesuai keadaan sosial.
(imobilisasi) ditandai Kriteria hasil: klien. 2. Meningkatkan sirkulasi darah
dengan Klien tampak 1. Pasien meningkat aktivitas 2. Bantu latihan rentang gerak muskuloskeletal, mempertahankan
selalu di bantu oleh fisik. pasif aktif pada ekstremitas tonus otot, mempertahakan gerak
keluarga dan perawat 2. Mengerti tujuan peningkatan yang sakit maupun yang sehat sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
dalam melakukan mobilitas sesuai keadaan klien. mencegah reabsorbsi kalsium karena
aktivitas, Open fraktur 3. Berikan papan penyangga kaki, imobilisasi.
bagian tangan kanan gulungan trokanter/tangan 3. Mempertahankan posis fungsional
(open fraktur humerus sesuai indikasi atau lakukan ekstremitas.
dextra), Skala aktivitas 3, tindakan OREF. 4. Meningkatkan kemandirian klien
Tindakan fiksasi (bidai), 4. Bantu dan dorong perawatan dalam perawatan diri sesuai kondisi
Kekuatan otot ekstremitas diri (kebersihan/eliminasi) keterbatasan klien.
atas 1│5. sesuai keadaan klien. 5. Menurunkan insiden komplikasi kulit
5. Ubah posisi secara periodik dan pernapasan (dekubitus,
sesuai keadaan klien. atelektasis, penumonia)
6. Kolaborasi pelaksanaan 6. Mempertahankan hidrasi adekuat,
fisioterapi sesuai indikasi men-cegah komplikasi urinarius dan
7. Evaluasi kemampuan mobilisasi konstipasi.
klien dan program imobilisasi. 7. Kerjasama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.
Menilai perkembangan masalah klien.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera, fraktur terbuka ditandai dengan terdapat luka robek,
panjang 10cm ,fraktur humerus dextra, tidak terdapat pendarahan klien berteriak kesakitan, wajah klien tampak meringis, p : nyeri karena
patah tulang, q : nyeri seperti di tusuk-tusuk, r : nyeri bagian tangan kanan, s : skala nyeri 8, t : nyeri dirasakan terus menerus.
Tanda tangan
Hari/Tanggal,
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
14 Desember 1. Mempertahankan imobilasasi bagian yang Jam 13.00 WIB
2020 sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan Yohanes Gerry
atau traksi S:
13:00
2. Meninggikan posisi ekstremitas yang - Klien mengatakan tangan nya masih nyeri
WIB O:
terkena.
3. Melakukan dan awasi latihan gerak 1. Skala nyeri 8
pasif/aktif. 2. TD:100/70mmHg, N: 80x/menit, RR:
4. Melakukan tindakan untuk meningkatkan 20x/menit, S: 36oC
kenyamanan (masase, perubahan posisi) 3. Klien tampak meringis kesakitan
5. Mengajarkan penggunaan teknik 4. Melakukan manajemen nyeri(nafas dalam)
manajemen nyeri (latihan napas dalam, 5. Posisi fowler
imajinasi visual, aktivitas dipersional) 6. Membatasi aktifitas gerak
6. Melakukan kompres dingin selama fase 7. Melakukan kompres dingin sesuai keperluan
akut (24-48 jam pertama) sesuai 8. Berkolaborasi dalam pemberian analgetic
keperluan. ketorolac 2x30mg , cairan infus RL 20 tpm
7. Mengobservasi keluhan nyeri (skala, A : Masalah belum teratasi
petunjuk verbal dan non verval, perubahan P : Lanjutkan Intervensi 1,3,4,5,6,7,8
tanda-tanda vital)
8. Berkolaborasi pemberian analgetik sesuai
indikasi.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa 2
Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak ditandai dengan terdapat luka robek, panjang 10cm,
fraktur humerus dextra ( patah tulang bagian tangan kanan), luka terbuka.
Tanda tangan
Hari/Tanggal,
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
14 Desember 1. Mengobservasi tanda-tanda vital dan Jam 13.00 WIB
2020 tanda-tanda peradangan lokal pada luka Yohanes Gerry
3. Melakukan perawatan pen steril dan S : -
13. 00 WIB O:
perawatan luka sesuai protocol
4. Menganalisa hasil pemeriksaan 1. TD:100/70mmHg, N: 80x/menit, RR:
laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, 20x/menit, S: 36oC
Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang) 2. Luka terbuka ditangan kanan
5. Mengajarkan klien untuk mempertahankan 3. Luka robek dengan panjang 10 cm
sterilitas insersi pen. 4. Dilakukan perawatan luka sesuai protocol
3
6. Berkolaborasi pemberian antibiotika dan 5. Hasil lab WBC 8,56 x10 /uL
toksoid tetanus sesuai indikasi. 6. Pemberian antibiotic cefotaxime 2x1 gr
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,dan 5
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa 3
Resiko perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ditandai dengan TTV : TD = 100/70 mmHg, N = 84x/menit,
RR: 22 x/menit, S = 36.3 oc, akral klien teraba dingin, nadi teraba lemah, warna kulit pucat crt > 2 detik, Klien tampak lemah.
Tanda tangan
Hari/Tanggal,
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
14 Desember 1. Mengawasi tanda vital. Perhatikan tanda- Jam 13.00 WIB
2020 tanda pucat atau sianosis umum, kulit Yohanes Gerry
dingin, perubahan mental S:-
13.00 WIB
2. Melepaskan perhiasan dari ekstremitas O :
yang sakit 1. Warna kulit sudah tidak pucat
3. Mengkaji aliran kapiler, warna kulit dan 2. Perhiasan dan barang dilepas
kehangatan distal pada fraktur 3. Akral hangat
4. Mengawasi posisi atau lokasi cincin 4. Dikompres dingin
penyokong bebat. A : Masalah sebagian teratasi
5. Mengambulasi sesegera mungkin. P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,dan 5
6. Meberikan kompres es di sekitar fraktur
sesumai indikasi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa 4
Ganguan mobilitas fisik kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) ditandai dengan Klien tampak selalu di bantu
oleh keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas, Open fraktur bagian tangan kanan (open fraktur humerus dextra), Skala aktivitas 3,
Tindakan fiksasi (bidai), Kekuatan otot ekstremitas atas 1│5.
Tanda tangan
Hari/Tanggal,
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
14 Desember 1. Mempertahankan pelaksanaan aktivitas Jam 13.00 WIB
2020 rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan Yohanes Gerry
teman/keluarga) sesuai keadaan klien. S : Klien mengatakan aktivitas klien dibantu oleh
13.00 WIB
2. Membantu latihan rentang gerak pasif aktif keluarganya.
pada ekstremitas yang sakit maupun yang
sehat sesuai keadaan klien. O:
3. Memberikan papan penyangga kaki, 1. Membantu pasien melakukan rentan gerak
gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi pasie aktif pada ekstremitas yang sakit
atau rencanakan OREF Open Reduction 2. Dilakukan pembidaian pada tangan yan patah
Eksternal Fixation (luar). atau lakukan tindakan OREF Open Reduction
4. Membantu dan dorong perawatan diri Eksternal Fixation (luar).
(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien. 3. Mendorong klien untuk merawat diri
5. Mengubah posisi secara periodik sesuai 4. Mengubah posisi klien secara periodic
keadaan klien. 5. Melakukan fisioterapi secara bertahap
6. Berkolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai A : Masalah sebagian teratasi
indikasi P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,dan 5
7. Mengevaluasi kemampuan mobilisasi klien
dan program imobilisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani M, Wirjatmadi B. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group; 2014.
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Gibney MJ, Margetts BM, Keraney JM, Arab L. Gizi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada; 2014.

Anda mungkin juga menyukai