Anda di halaman 1dari 10

Manajemen Pemberian Larutan Hara untuk Budidaya Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.

)
Nash) Menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)

Nutrient Solution Management of Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) Cultivation Using Water
Culture System

Ulya Zulfa, Slamet Susanto*, Sintho Wahyuning Ardie

Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor


(Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
*Penulis untuk korespondensi: slmtsanto@gmail.com

ABSTRACT
The objectives of this experiment were to determine the optimum nutrient solution dose for the high
vegetative growth and root yield of vetiver (Vetiveria zizanioides) using water culture system. Vetiver
‘Verina 2’ variety were grown in container (volume 150 l) in a greenhouse of the Cikabayan Bawah
Experimental Farm (240 m above sea level) started from November 2012 to July 2013. This experiment was
arranged in a randomized complete block design with one factors, e.g . P1 = 5x nutrient solution dose, P2 =
2.5x nutrient solution dose, P3 = 1.25x nutrient solution dose, and P4 = without nutrient solution or 0x
nutrient solution dose. The result showed that planting without nutrient solution resulted in the worst
vegetative growth and root development of vetiver. It means that adding the nutrient solution need to be
applied in cultivation of vetiver using water culture. The optimum nutrient solution dose which resulted the
high vegetative growth and root development of vetiver are nutrient solution dose between 2.5x up to 5x; or
approximately ± 3.75x. Generally, water culture system can be applied in cultivation of vetiver and resulted
the high vegetative growth and root development of vetiver.

Key words: vetiver, water culture system, optimum nutrient solution dose

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan hara optimum untuk pertumbuhan
dan hasil akar wangi varietas Verina 2 menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST).
Penelitian dilakukan di rumah kaca Kebun Penelitian Cikabayan Bawah, IPB dengan elevasi 240 m di atas
permukaan laut (dpl) mulai dari bulan November 2012 hingga November 2013. Penelitian disusun
berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor, yaitu konsentrasi larutan
hara dengan empat (4) taraf: P1 = konsentrasi larutan hara 5x, P2 = konsentrasi larutan hara 2.5x, P3 =
konsentrasi larutan hara 1.25x, dan P4 = tanpa tambahan hara atau konsentrasi larutan hara 0x. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanpa hara menghasilkan pertumbuhan tanaman yang tercekam
dan tidak berkembang. Oleh karena itu, penambahan hara sangat diperlukan dalam budidaya akar wangi
menggunakan THST. Larutan hara optimum untuk memperoleh pertumbuhan tajuk dan perkembangan akar
tanaman yang baik adalah larutan hara konsentrasi antara 2.5x sampai 5x; atau larutan hara konsentrasi ±
3.75x. Secara umum, THST dapat diterapkan untuk budidaya akar wangi dan menghasilkan pertumbuhan
tajuk dan perakaran yang baik.
.
Kata kunci: akar wangi, teknologi hidroponik sistem terapung, konsentrasi larutan hara, optimal

PENDAHULUAN
Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) merupakan anggota famili Graminae
penghasil minyak atsiri penting di dunia. Kebutuhan minyak akar wangi dunia mencapai 300 ton tiap tahun.
Saat ini Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 28% saja dari kebutuhan minyak akar wangi dunia
(Mulyati et al. 2009). Hal tersebut dikarenakan produktivitas akar wangi yang masih rendah, yaitu 11 ton
terna per hektar (Indrawanto 2009). Rendemen minyak akar wangi yang sangat rendah yaitu 1.5-2% bobot
kering, semakin menghambat peningkatan ekspor minyak akar wangi (Sani 2011). Di samping itu, belum
terstandarnya mutu minyak akar wangi yang yang dihasilkan oleh petani Indonesia menyebabkan harga
minyak akar wangi yang sangat fluktuatif (Kardinan 2005). Usaha peningkatan produksi dan kualitas minyak
akar wangi dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya akar wangi. Dalam perbaikan teknik
budidaya, kegiatan pemanenan merupakan tahap penting yang menentukan hasil minyak akar wangi
berkualitas tinggi. Kehilangan hasil pada proses pasca panen primer (pencucian dan pengeringan) dapat
mencapai 65% (Mulyono et al. 2012). Nilai kehilangan hasil tersebut belum memperhitungkan kehilangan
1
hasil akibat tertinggalnya akar di dalam tanah pada saat pemanenan. Untuk menanggulangi kendala tersebut
diperlukan suatu teknologi budidaya yang tepat guna.Salah satu teknologi budidaya yang dapat digunakan
adalah teknologi hidroponik sistem terapung. Aplikasi teknologi hidroponik pada tanaman akar wangi
diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mendapatkan akar wangi bermutu tinggi dengan input yang
seminimal mungkin namun output yang maksimal dengan pemanenan yang mudah.
Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh teknik budidaya menggunakan teknologi
hidroponik sistem terapung untuk tanaman akar wangi sehingga dapat memudahkan proses panen dan
menghasilkan biomassa akar dengan kandungan bahan aktif yang tinggi. Secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan hara optimum untuk pertumbuhan dan hasil akar wangi
varietas Verina 2.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kebun Penelitian Cikabayan Bawah, University Farm,
Fakultas Pertanian IPB dengan elevasi 240 m di atas permukaan laut (dpl), selama 12 bulan mulai dari bulan
November 2012 hingga bulan November 2013. Kegiatan analisis kandungan klorofil Sim and Gamon (2002)
dilakukan di Laboratorium Spektofotometer-UV Departemen Agronomi dan Hortikultura dan analisis
serapan hara NPK dilakukan di Laboratorium Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.
Setelah pemanenan, analisis rendemen minyak akan dilaksanakan di Laboratorium PT Indesso Aroma.
Penelitian disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor,
yaitu konsentrasi larutan hara dengan empat (4) taraf: P1 = konsentrasi larutan hara 5x, P2 = konsentrasi
larutan hara 2.5x, P3 = konsentrasi larutan hara 1.25x, dan P4=tanpa tambahan hara atau konsentrasi larutan
hara 0x. Komposisi larutan hara yang digunakan mengacu pada Yoshida et al. (1976) dengan modifikasi
(Tabel 1). Komposisi hara larutan stok A terdiri atas Ca(NO3)2, dan Fe-EDTA, sedangkan komposisi hara
larutan stok B terdiri atas KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CuSO4, (NH4)2SO4, Na2HBO3, ZnSO4, H3BO3,
(NH4)6Mo7O2, dan Na2MoO4.
Tabel 1 Komposisi unsur hara pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4
Konsentrasi unsure Konsentrasi
Unsur hara
P1 P2 P3 P4 referensi
…………………….…ppm……………………..
N 204.92 102.46 51.23 0.00 40.98
P 63.87 31.93 15.97 0.00 12.77
K 161.26 80.63 40.32 0.00 32.25
Makro
Ca 237.90 118.95 59.48 0.00 47.58
Mg 91.07 45.53 22.77 0.00 18.21
S 166.41 83.20 41.60 0.00 33.28
Fe 10.00 5.00 2.50 0.00 2.00
Mn 2.50 1.25 0.63 0.00 0.50
Zn 0.50 0.25 0.12 0.00 0.10
Mikro
Cu 0.05 0.02 0.01 0.00 0.01
Mo 0.50 0.25 0.13 0.00 0.10
B 2.01 1.00 0.50 0.00 0.40
Keterangan : Konsentrasi pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 merupakan kelipatan 5, 2.5, 1.25, 0 dari
kosentrasi referensi, berturut-turut.
Bibit akar wangi varietas Verina 2 diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
(Balittro) Cimanggu. Persiapan bibit meliputi pemisahan bibit menjadi satu anakan, pemangkasan daun, dan
penanaman dalam polibag berisi kompos. Selama pemeliharaan, bibit dipupuk dengan pupuk NPK mutiara
16:16:16 600 ml per tanaman setiap satu minggu sekali dengan konsentrasi 15 g.L-1. Bibit dipelihara di
dalam rumah naungan hingga berumur 11 minggu dengan jumlah daun 12-57 helai dan dipangkas hingga
tingginya seragam, yaitu 30 cm. kemudian, bibit tersebut dipindahtanamkan untuk diberi perlakuan.
Tiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan, dengan tiap unit penelitian adalah satu bak tanam berukuran
55 cm x 55 cm x 65 cm yang berisi empat (4) tanaman akar wangi. Panel floating dibuat dari kayu berukuran
(panjang x lebar) 65 cm x 65 cm dengan ketebalan 3 cm sehingga dapat diletakkan pada permukaan bak
tanpa tenggelam. Empat buah lubang persegi berukuran 15 cm x 15 cm dibuat di tengah panel sebagai
lubang tanam bibit akar wangi. Pangkal bibit akar wangi dibebat menggunakan busa lunak sehingga dapat
tersangga dengan baik pada lubang di papan floating.

2
Bak diisi larutan hara dengan konsentrasi sesuai perlakuan dengan volume 150 L/bak. Permukaan
larutan berjarak 5 cm dari permukaan bawah panel floating. Aerator digunakan untuk mengaerasi 12 bak
sehingga oksigen tersedia bagi akar tanaman. Kondisi larutan hara (pH, electrical conductivity/EC, dan
dissolved oxygen/DO) dimonitor selama perlakuan. Pengamatan terhadap pH dan EC larutan hara dilakukan
tiap satu minggu sekali, sedangkan DO dimati setiap sebulan sekali. Penurunan muka air larutan di bak
tanam diukur setiap minggu dan selanjutnya ditambahkan larutan sampai ketinggian semula. Data konsumsi
air per tanaman diperoleh dari penambahan larutan hara tersebut. Larutan hara diperbaharui setiap satu bulan
sekali. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi sanitasi lingkungan tumbuh, penyulaman pada
tanaman yang tidak tumbuh dan mati, serta pengendalian hama dan penyakit.
Pengamatan dilakukan terhadap parameter pertumbuhan vegetatif tanaman setiap satu minggu sekali
yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah akar besar dengan diameter > 2 mm, jumlah akar
kecil dengan diameter < 2 mm, jumlah akar baru berwarna putih tanpa adanya akar tersier, jumlah akar total,
panjang akar, dan warna daun dengan alat SPAD (soil plant analysis development). Data pertumbuhan
vegetatif tersebut didukung oleh analisis klorofil daun dilakukan pada 6 MSP. Semua data yang diperoleh
dianalisis menggunakan uji F. Jika terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5%.
Metode stressing dilakukan dengan mengurangi volume larutan hara di bak tanam hingga
setengahnya (ketinggian 30 cm) untuk mengarahkan pertumbuhan ke pematangan akar. Metode stressing
dilakukan sebelum pemangkasan. Oleh karena itu, akar hanya terendam setengahnya dan sisanya terpapar
langsung ke udara. Kemudian, saat umur tanaman berumur 6 dan 9 bulan, tajuk dipangkas hingga
menyisakan tinggi tajuk 30 cm dan kemudian dilakukan pengamatan bobot basah dan bobot kering tajuk.
Bobot basah tajuk (g) ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik setelah pemangkasan. Bobot
kering tajuk (g) didapatkan dengan menimbang tajuk setelah dikeringkan menggunakan oven selama 24 jam
pada suhu 80oC. Pemanenan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu saat tanaman berumur 6 bulan, 8 bulan,
10 bulan, dan 12 bulan. Akar yang dipanen ditimbang biomassanya serta dianalisis kandungan vetiverol.
Pengamatan lingkungan dalam rumah kaca dilakukan terhadap suhu ( oC) dan kelembaban (%) rata-
rata harian menggunakan termo-hygrometer bola basah-bola kering. Data lingkungan tersebut didukung oleh
data intensitas radiasi matahari dari Stasiun Klimatologi BMKG Dramaga, Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian


Suhu rata-rata lingkungan di dalam rumah kaca pada bulan November 2012 hingga Juli 2013 adalah
30oC. Rata-rata suhu dan kelembaban udara pada pagi hari (07.00 WIB) adalah 25oC dan 83%, siang (12.00
WIB) 31oC dan 70%, dan pada sore hari (17.00 WIB) 26oC dan 82%. Menurut Surtiningsih (2009), akar
wangi dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 17-27oC dan masih dapat bertahan hidup hingga 55oC.
Oleh karena itu, kondisi lingkungan pada penelitian ini cukup sesuai bagi pertumbuhan tanaman akar wangi.
Pengamatan terhadap pH, EC, dissolve oxygen, dan suhu larutan hara dilakukan secara rutin (Tabel
2). Konsentrasi larutan hara 5x mempunyai rataan pH paling rendah dibanding konsentrasi lainnya karena
semakin pekat larutan hara maka semakin rendah nilai pH larutan (pr>f = 0.08, Pearson correlation
coefficients = -0.74). Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya sumbangan ion H+ dari bahan utama
penyumbang unsur makro yang digunakan sebagai larutan hara, seperti ammonium sulfat, potassium sulfat,
dan dipotassium sulfat. Ketiga bahan utama tersebut merupakan garam yang bersifat asam. Dissolve oxygen
dan suhu larutan hara yang diamati setiap sebulan sekali mempunyai rentang nilai 5.70-8.30; rataan 6.73
mg.L-1 dan 27.43-28.93; rataan 28.02 oC, berturut-turut. Larutan hara yang baik dan mampu menyediakan
oksigen bagi pertumbuhan tanaman biasanya mempunyai nilai dissolve oxygen di atas 4 mg.L-1. Akar wangi
mampu tumbuh pada lahan yang mempunyai kisaran pH yang sangat luas dari 3.5 (sangat masam) sampai
dengan 11,5 (sangat basa) (Rosihan et al. 2010). Oleh karena itu, kondisi keasaman dan oksigen terlarut
lingkungan perakaran pada penelitian ini cukup sesuai bagi pertumbuhan tanaman akar wangi.
Tabel 2 Nilai EC dan pH larutan hara yang diukur sampai 12 MSP
Larutan hara Nilai EC (ppm) Nilai pH
……………min-maks; rataan…………
Konsentrasi 5x 612-857; 794.21 3.9-6.5; 5.54
Konsentrasi 2.5x 282-327; 305.58 5.2-7.3; 6.27
Konsentrasi 1.25x 197-254; 220.10 4.9-7.5; 6.42
Konsentrasi 0x 32-64 ; 52.62 6.4-8.1; 7.38

3
Penurunan volume muka air larutan di bak tanam diukur setiap minggu untuk selanjutnya
ditambahkan larutan lagi sampai mencapai ketinggian awal. Data konsumsi air per tanaman diperoleh dari
penambahan larutan hara tersebut. Konsumsi air meningkat karena tanaman semakin tumbuh besar dan
memerlukan lebih banyak air (Gambar 1). Akan tetapi konsumsi air tanaman yang diberi perlakuan P4 (tanpa
hara) sangat sedikit (16.39-19.84 ml.tanaman-1.hari-1) karena tanaman tersebut tidak tumbuh dengan baik dan
tidak memerlukan banyak air untuk proses fisiologi sel-selnya.

Gambar 1 Konsumsi air tanaman (ml.tanaman-1.hari-1)

Pengaruh Konsentrasi Larutan Hara terhadap Pertumbuhan Tanaman Akar Wangi


Berdasarkan hasil pengamatan hingga 16 MSP, konsentrasi hara pada larutan berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman akar wangi pada perlakuan P4 (tanpa hara) memiliki
jumlah anakan, tinggi tanaman, dan jumlah daun yang lebih rendah dibandingkan tanaman akar wangi pada
perlakuan lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan hara sangat diperlukan dalam budidaya
akar wangi menggunakan THST. Tanaman pada perlakuan P1 (5x konsentrasi referensi) dan P2 (2.5x
konsentrasi referensi) memiliki pertumbuhan tajuk dan akar rata-rata lebih tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya (Tabel 3). Konsentrasi nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) pada perlakuan P1 (N = 204.92 ppm;
P = 63.87 ppm; K = 161.26 ppm) dan P (N = 102.46 ppm; P = 31.93 ppm; K = 80.63 ppm) mampu
menyediakan unsur makro yang cukup untuk pertumbuhan tanaman dibandingkan pada perlakuan P3 (N =
51.23 ppm; P = 15.97 ppm; K = 40.32 ppm) maupun P4. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa untuk
membudidayakan tanaman yang dipanen akarnya maka konsentrasi unsur K sebaiknya lebih tinggi dibanding
N dan P. Dalam hal ini, masing-masing perlakuan masih menyumbangkan unsur K yang relatif rendah. Dosis
rekomendasi 200 kg ZA + 100 kg SP-36 + 75 kg KCl untuk tanaman akar wangi di lapang juga
menyumbangkan K lebih besar dibanding N dan P (Rosihan et al. 2010).

Tabel 3 Pengaruh konsentrasi larutan terhadap peubah pertumbuhan vegetatif da perkembangan akar pada
16 MSP
Tinggi Jumlah anakan Jumlah daun Panjang akar Jumlah akar
Larutan hara
tanaman (cm) (unit) (helai) (cm) (unit)
Konsentrasi 5x 196.75 a 21.83 b 166.67 a 108.92 a 137.58 ab
Konsentrasi 2.5x 195.33 a 27.33 a 144.58 b 99.08 b 160.58 a
Konsentrasi 1.25x 161.63 b 23.50 ab 139.58 b 91.92 b 121.50 b
Konsentrasi 0x 111.92 c 9.00 c 39.83 c 72.42 c 19.58 c
Pr>F <.0001 0.0002 <.0001 0.0049 <.0001
KK (%) 2.22 10.17 7.53 7.96 12.20
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
berdasarkan DMRT pada taraf =5%. Pr>F = probabilitas, KK = koefisien keragaman

Pada 12 MSP, tanaman akar wangi pada perlakuan P4 (tanpa hara) memiliki panjang akar,
jumlah total akar, jumlah akar besar dan jumlah akar kecil yang lebih rendah dibandingkan tanaman
akar wangi pada perlakuan lainnya (Tabel 4). Pembentukan akar baru juga sangat terhambat pada
perlakuan P4 (tanpa hara).

4
Tabel 4 Pengamatan khusus peubah jumlah akar pada 12 MSP
Jumlah akar Jumlah Jumlah Jumlah seluruh
Larutan hara
besar akar kecil akar baru akar
.........................................unit.......................................
Konsentrasi 5x 43.2 a 49.6 b 44.8 a 137.58 ab
Konsentrasi 2.5x 45.4 a 68.9 a 46.3 a 160.58 a
Konsentrasi 1.25x 34.8 a 55.7 ab 31.1 a 121.50 b
Konsentrasi 0x 5.9 b 10.8 c 2.9 b 19.58 c
Pr>F 0.0023 0.0002 <.0001 <.0001
KK (%) 23.35 14.55 14.23 12.20
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
berdasarkan DMRT pada taraf =5%. Pr>F = probabilitas, KK = koefisien keragaman

Setelah tanaman berumur 6 bulan dilakukan pemangkasan daun untuk mendapatkan akar yang
rimbun dan panjang sehingga dapat meningkatkan hasil sampai 10%. Metode stressing dilakukan dengan
mengurangi volume larutan hara di bak tanam hingga setengahnya (ketinggian 30 cm) untuk mengarahkan
pertumbuhan ke pematangan akar. Metode stressing menyebabkan akar hanya terendam setengahnya dan
sisanya terpapar langsung ke udara. Pada penelitian ini, pemangkasan dilakukan bersamaan dengan stressing
treatment. Table 5 menunjukkan bahwa bobot basah, bobot kering, dan kadar air hasil pemangkasan tajuk
pada perlakuan P1 (konsentrasi 5x), P2 (konsentrasi 2.5x), dan P3 (konsentrasi 1.25x) relatif sama, tetapi
mempunyai nilai terendah pada perlakuan P4 (konsentrasi 0x).
Tabel 5 Pengamatan biomassa dan kadar air tajuk pada pemangkasan pertama (16 MSP)
Berat basah Berat kering Kadar air
Larutan hara
(gram) (gram) (%)
Konsentrasi 5x 184.08 ab 47.67 ab 73.92 a
Konsentrasi 2.5x 242.08 a 64.50 a 73.36 a
Konsentrasi 1.25x 145.75 b 38.92 b 73.09 a
Konsentrasi 0x 3.64 c 1.49 c 54.97 b
Pr>F 0.0008 0.0007 0.0188
KK (%) 24.03 23.13 8.51
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
berdasarkan DMRT pada taraf =5%. Pr>F = probabilitas, KK = koefisien keragaman.
Menurut Sulistyaningsih et al. (2005) salah satu pendekatan untuk mengetahui jumlah klorofil daun adalah
dengan mengukur tingkat kehijauan. Tanaman akar wangi pada perlakuan P4 (tanpa hara) juga memiliki warna
daun yang lebih terang (hijau kekuningan) dibandingkan tanaman akar wangi pada perlakuan lainnya. Warna
daun kekuningan pada perlakuan P4 (tanpa hara) disebabkan kandungan klorofil total daun yang rendah
dibandingkan perlakuan lain yang relatif hijau (Tabel 6).
Tabel 6 Pengaruh konsentrasi larutan hara terhadap kehijauan dan total klorofil daun 6 MSP
Bulan Bulan Bulan Bulan Total klorofil
Larutan hara
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 (mg.g-1 berat basah)
………………..unit SPAD………………
Konsentrasi 5x 37.35 a 44.68 a 44.58 a 44.11 a 4.09 a
Konsentrasi 2.5x 32.87 a 49.03 a 47.42 a 42.45 a 3.88 a
Konsentrasi 1.25x 40.18 a 41.03 a 39.64 b 47.98 a 4.23 a
Konsentrasi 0x 21.43 b 17.51 b 10.03 c 21.86 b 1.00 b
Pr>F 0.0225 0.0414 <.0001 0.0049 0.004
KK (%) 16.48 28.05 5.91 14.41 17.10
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
berdasarkan DMRT pada taraf =5%. Pr>F = probabilitas, KK = koefisien keragaman.
Laju pertumbuhan tajuk dan akar tanaman akar wangi dipengaruhi oleh konsentrasi hara pada satu
minggu setelah perlakuan (MSP) dan semakin nyata pada minggu-minggu berikutnya. Laju pertumbuhan
dari perlakuan P4 untuk peubah jumlah anakan, tinggi, jumlah daun, dan jumlah akar menghasilkan rataan
yang sangat rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 2A, 2B, 2C, dan 2D). Akan tetapi, laju
pertumbuhan peubah panjang akar relatif sama pada masing-masing perlakuan (Gambar 2E). Pada penelitian
ini, pertumbuhan tajuk maupun akar juga masih mengalami kenaikan sampai 12 MSP.
5
Gambar 2 Laju pertumbuhan (A) jumlah anakan, (B) tinggi, (C) jumlah daun, (D) jumlah akar, dan (E)
panjang akar tanaman akar wangi sampai 12 MSP

Berdasarkan uji statistik kontras polinomial, keempat perlakuan membentuk pola kurva tertentu pada
masing-masing peubah rata-rata mulai pada 1-2 MSP dan seterusnya. Pola kuadratik didapatkan untuk
peubah jumlah anakan (pr>f = 0.0002), jumlah akar (pr>f = 0.0002), tinggi (pr>f = 0.0001), dan jumlah daun
(pr>f = 0.0006), sedangkan pola linier didapatkan untuk peubah panjang akar (pr>f = 0.0009). Pola kuadratik
pada Gambar 3A, 3B, 3C, dan 3D menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan hara, maka belum
tentu akan menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang tinggi juga. Namun, ada titik tertentu dimana
pertumbuhan vegetatif mencapai titik optimal (setelah P2; 2.5x konsentrasi) lalu menurun pada konsentrasi
hara yang lebih tinggi (P1; 5x konsentrasi). Titik optimal pertumbuhan didapatkan ketika tanaman diberi
konsentrasi larutan hara antara 2.5x sampai 5x atau konsentrasi ±3.75x.

6
Gambar 3 Pola kuadratik pada peubah (A) jumlah snakan, (B) tinggi, (C) jumlah daun, (D) jumlah akar, dan
pola linear pada peubah (E) panjang akar. Tanda panah hitam menunjukkan titik optimum
pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh konsentrasi larutan hara

7
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanpa hara menghasilkan pertumbuhan tanaman
yang tercekam dan tidak berkembang. Oleh karena itu, penambahan hara sangat diperlukan dalam budidaya
akar wangi menggunakan THST. Larutan hara optimum untuk memperoleh pertumbuhan tajuk dan
perkembangan akar tanaman yang baik adalah larutan hara konsentrasi antara 2.5x sampai 5x; atau larutan
hara konsentrasi ± 3.75x. Secara umum, THST dapat diterapkan untuk budidaya akar wangi dan
menghasilkan pertumbuhan tajuk dan perakaran yang baik.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis menyampaikan terima kasih kepada PT Indesso Aroma yang telah mendanai selama
penelitian ini berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa oleh
Susilo, H.). Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 p.
Indrawanto C. 2009. Kajian pengembangan industri akar wangi (Vetiveria zizanioides L.) menggunakan
interpretative structural modelling. Informatika Pert. 18(1):1-18.
Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Tanggerang (ID): Agromedia.
Mulyati H, Setiawan A, Rusli M. 2009. Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko
Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mulyono E, Sumangat D, Hidayat T. 2012. Peningkatan mutu dan efisiensi produksi minyak akar wangi
melalui teknologi penyulingan dengan tekanan uap bertahap. Bul Teknol Pascapanen Pert. 8(1):35-
47.
Rosihan R., O. Trisilawati, Setiawan, Makmun, T. Santoso dan Zainudin. 2010. Respon nomor harapan
akarwangi terhadap pemupukan N, P dan K . Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2010 Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 11hal.
Sani. 2011. Minyak dari Tumbuhan Akar Wangi. Surabaya (ID): Unesa University Press.
Sims DA, Gamon JA. 2002. Relationship between leaf pigment content and spectral reflectance across a
wide range of species, leaf structures and developmental stages. Remote Sensing of Environtment.
81:37-354.
Sulistyaningsih E, Budiastuti K, Kurniasih E. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Caisin pada Berbagai Warna Sungkup
Plastik. Jurnal Ilmu Pertanian Volume 12 No.1:65-76.
Yoshida S, Forno DA, Cook JH, Gomez KA. 1979. Manual for Physiological Studies of Rice. Los Banos
(Philippines): IRRI.

8
Penelitian Tambahan
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa konsentrasi larutan hara yang baik untuk
memberikan nutrisi pada tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) menggunakan Teknologi
Hidroponik Sistem Terapung (THST) adalah larutan hara yang mengandung unsur makro, yaitu 102.46 ppm
N, 31.93 ppm P, 80.63 ppm K, 118.95 ppm Ca, 45.53 ppm Mg, dan 83.20 ppm S, serta unsur mikro 5.00
ppm Fe, 1.25 ppm Mn, 0.25 ppm Zn, 0.02 ppm Cu, 0.25 ppm Mo, dan 1.00 ppm B. Penelitian lanjutan yang
dilakukan mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan aerator dan penggantian larutan hara.
Kombinasi perlakuan yang diterapkan, antara lain: 1) Diganti dan diberi aerator, 2) Diganti dan tanpa diberi
aerator, dan 3) Tidak diganti dan diberi aerator.
Nilai dissolve oxygen larutan hara yang diberi gelembung aerasi berkisar 5.70-8.30; dengan rataan
6.73 mg.L-1. Sedangkan nilai dissolve oxygen larutan hara yang tanpa diberi gelembung aerasi lebih rendah,
yaitu berkisar 3.40-4.66; dengan rataan 4.10 mg.L-1. Larutan hara yang baik dan mampu menyediakan
oksigen bagi pertumbuhan tanaman biasanya mempunyai nilai dissolve oxygen di atas 4 mg.L-1. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan tanpa dan dengan pemberian aerator masih mampu menunjang pertumbuhan
tanaman.
Berdasarkan hasil pengamatan hingga 11 MSP, tanaman akar wangi pada semua perlakuan
mempunyai respon yang relatif sama pada peubah jumlah anakan dan jumlah daun. Sedangkan untuk peubah
tinggi, panjang akar, dan jumlah akar masing-masing perlakuan memberikan dampak yang berbeda.
Perlakuan penggantian hara dan pemberian aerasi mempunyai rataan yang lebih tinggi pada peubah tinggi
tanaman dan panjang akar, namun mempunyai rataan lebih rendah pada peubah jumlah akar. Perlakuan
penggantian hara dan pemberian aerasi memberikan kondisi yang paling optimal untuk pertumbuhan
tanaman walaupun tidak terlihat pada peubah jumlah akar total (Tabel 7). Jumlah akar total terdiri dari
jumlah akar besar, jumlah akar kecil, dan jumlah akar baru. Jumlah akar total pada perlakuan penggantian
hara dan pemberian aerasi mempunyai nilai rataan paling rendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya
pertumbuhan dan jumlah akar kecil (berdiameter kurang dari 2 mm) yang diduga kurang berpotensi
menghasilkan minyak atsiri. Akar besar yang berdiameter lebih dari 2 mm adalah akar yang berpotensi
menghasilkan minyak atsiri. Secara umum, jumlah akar besar tanaman akar wangi masing-masing perlakuan
relatif sama (Tabel 8). Oleh karena itu, berdasarkan data pertumbuhan vegatatif dan perkembangan akar,
hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan tidak diganti larutan hara dan tanpa
pemberian aerasi mempunyai pertumbuhan relatif sama dengan tanaman yang diberi kondisi optimal (diganti
larutan hara dan pemberian aerasi).
Tabel 7 Pengaruh kombinasi perlakuan penggantian larutan hara dan dan penggunaan aerator terhadap
peubah pertumbuhan vegetatif pada 11 MSP
Jumlah Tinggi Jumlah daun Panjang akar Jumlah akar
Perlakuan
anakan (unit) (cm) (helai) (cm) total (unit)
Diganti dan aerator 24.42 183.17 a 139.75 92.08 a 160.58 b
Diganti dan tanpa aerator 26.50 147.42 b 163.42 62.50 b 226.33 a
Tidak diganti dan aerator 26.67 147.08 b 143.33 83.08 a 232.17 a
Pr>F 0.69 0.002 0.35 0.01 0.01
KK (%) 6.00 3.62 12.71 8.95 8.43
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf α=5%. Pr>F = probabilitas, KK = koefisien keragaman.
Tabel 8 Pengaruh kombinasi perlakuan penggantian larutan hara dan dan penggunaan aerator terhadap
peubah perkembangan akar pada 11 MSP
Jumlah akar Jumlah akar Jumlah akar Jumlah akar
Perlakuan
total besar kecil baru
......................................unit...................................
Diganti dan aerator 160.58 b 45.42 68.92 b 46.25
Diganti dan tanpa aerator 226.33 a 52.50 101.75 a 72.08
Tidak diganti dan aerator 232.17 a 59.08 101.83 a 71.25
Pr>F 0.01 0.31 0.0013 0.12
KK (%) 8.43 18.01 4.97 20.71
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf α=5%. Pr>F = probabilitas, KK = koefisien keragaman.

9
Laju pertumbuhan tanaman pada Gambar 4 menunjukkan bahwa pertumbuhan pada masing-masing
perlakuan relatif sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan
pemberian aerasi dan penggantian larutan hara tidak berbeda dengan pertumbuhan tanaman yang tidak diberi
pemberian aerasi dan maupun penggantian larutan hara.

Gambar 4 Laju pertumbuhan (A) jumlah anakan, (B) tinggi, (C) jumlah daun, (D) jumlah akar, dan (E)
panjang akar tanaman akar wangi sampai 11 MSP.

10

Anda mungkin juga menyukai