Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi

Analisis perancangan sistem informasi merupakan proses menganalisis

kebutuhan infomasi pengguna/pemakai sistem dan proses menganalisis kendala

dalam perancangan sistem. Proses ini sangat bermanfaat untuk menerjemahkan

kebutuhan pemakai informasi ke dalam suatu rancangan yang dapat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna/pemakai sistem tersebut.

Menurut Amsyah ( 2005, 27 ) “ Sistem adalah elemen-elemen yang saling

berhubungan membentuk satu kesatuan atau organisasi.” Dari pendapat tersebut

dapat diartikan bahwa sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang saling

berelasi dan berinteraksi, serta hubungan antara objek atau komponen bisa dilihat

sebagai satu kesatuan yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini

sistem dapat di interprestasikan terdiri dari bagian – bagian, memiliki hubungan

(berinteraksi), merupakan kesatuan yang utuh dan memiliki tujuan membentuk

organisasi.

Selanjutnya, Ladjamudin (2005, 3) berpendapat bahwa “Sistem adalah

suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul

bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu

sasaran tertentu”.Adapun Pendapat lain dari Jogiyanto (1990, 5) mengenai sistem

yaitu “Suatu kesatuan yang terdiri dari dua atau lebih komponen atau subsistem

yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan Djhot (2001) berpendapat bahwa sistem merupakan:

Agregasi atau pengelompokan objek-objek yang dipersatukan oleh


beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung, sekelompok
unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau
oleh seni sehingga membentuk suatu keseluruhan yang integral dan
berfungsi, beroperasi, atau bergerak dalam satu kesatuan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa ada beberapa

persamaan dari para ahli, seperti yang dikemukakan oleh Ladjamudin dan

Jogiyanto bahwa sistem prosedur, komponen, ataupun subsistem yang saling

berhubungan untuk mencapai saran atau tujuan tertentu. Sedangkan Amsyah dan

Ladjamudin memiliki pendapat bahwa sistem itu merupakan kumpulan elemen

dan prosedur dalam suatu jaringan kerja.

Selain persamaan, beberapa pendapat di atas juga memiliki perbedaannya

masing-masing. Djhot memiliki pendapat yang sangat berbeda dengan yang

lainnya. Djhot berpendapat bahwa sistem yang saling tergantung itu

dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau seni.Dari pengertian, persamaan,

dan perbedaan di atas dikemukakan bahwa suatu sistem adalah beberapa

prosedur, komponen atau subsistem yang saling berkaitan untuk menyelesaikan

kegiatan secara bersamaan demi tercapainya suatu tujuan atau sasaran tertentu.

2.1.1 Tahapan Pengembangan Sistem

Dalam pengembangan sistem informasi ada yang dikenal dengan siklus

hidup sistem, gunanya yakni untuk menggambarkan proses membangun sistem

informasi secara terstruktur dan teratur. Beberapa kerangka kerja pengembangan

sistem didasarkan pada siklus hidup pengembangan sistem atau systems

development life cycle (SDLC).

Universitas Sumatera Utara


Kendall & Julie (2006) mendefenisiskan systems development life cycle

sebagai “pendekatan bertahap untuk melakukan analisa dan membangun

rancangan sistem dengan menggunakan siklus yang spesifik terhadap kegiatan

pengguna”. Sedangkan menurut Leod (2004) “systems development life cycle

adalah penerapan pendekatan sistem untuk mengembangkan dan menggunakan

sistem berbasis komputer”.Adapun persamaan pendapat yang dimiliki dari kedua

ahli diatas bahwa siklus hidup pengembangan sistem adalah pendekatan untuk

melakukan analisa, dan perancangan sistem. Sedangkan perbedaannya adalah

pendekatan menurut Kendall dilakukan menggunakan siklus spesifik dan menurut

Leod pendekatan yang dilakukan untuk mengembangkan sistem berbasis

komputer.

Dari dua pendapat diatas systems development life cycle (SDLC)

dikemukakan bahwa suatu konsep pendekatan yang berfungsi untuk

menggambarkan tahapan-tahapan utama dalam pengembangan sistem seperti

melakukan analisa dan membangun racangan sistem.

Menurut Kendal dan Julie (2007) ada 7 tahapan dalam systems

development life cycle (SDLC) yakni:

1. Identifikasi permasalahan, kesempatan dan tujuan


2. Penentuan persyaratan informasi pengguna
3. Analisa kebutuhan sistem
4. Perancangan sistem yang telah direkomendasi
5. Pengembangan dan dokumentasi perangkat lunak
6. Menguji sistem
7. Implementasi dan evaluasi sistem

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1. Pengembangan sistem

Sumber: Kendall & Julie (2006, 10)

2.1.2 Analisis Sistem

Proses analisis sistem sangat penting untuk memberikan pemahaman


kepada kita tentang sistem yang sudah ada dan kemudian mengembangkan sistem
menjadi lebih baik untuk memenuhi kebutuhan informasi.

Menurut Yulianto (2009, 37) “Analisis sistem sebagai suatu kegiatan

untuk melihat sistem sebelumnya yang telah berjalan, kemudian melihat bagian

mana yang memerlukan perbaikan dan mana yang sudah baik, setelah itu

mendokumentasikan kebutuhan yang akan dipenuhi dalam sistem yang baru”.

Sejalan dengan pendapat di atas Astuti (2008) mendefenisikan bahwa

analisis sistem adalah

10

Universitas Sumatera Utara


Penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh kedalam bagian-bagian
komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan
mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi dan
kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan.
Berdasarkan dua pendapat di atas definisi analisis sistem adalah suatu

kegiatan yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi

permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang

diharapkan lalu dapat disimpulkan mana yang baik dan belum baik sehingga dapat

diusulkan perbaikan untuk sistem baru.

Analisis sistem merupakan bagian dari tahapan dalam proses perancangan

sistem yang menjadi fondasi dalam menentukan keberhasilan sistem yang akan

dihasilkan nantinya. Setiawan (2011, 7) menjabarkan lebih detail lagi mengenai

defenisi analisis sistem yaitu

Teknik pemecahan masalah yang menguraikan bagian-bagian komponen


dengan mempelajari secara bagus bagian-bagian komponen tersebut
bekerja dan berinteraksi untuk mencapai tujuan mereka. Analisis sistem
adalah sebuah istilah yang secara kolektif mendeskripsikan fase-fase awal
pengembangan sistem.
Fase analisis sistem menjadi acuan yang penting dalam pengembangan

sistem. Menurut Setiadi (2010) terdapat empat tahap atau langkah umum dalam

analisis sistem yaitu:

1. Survei sistem berjalan


2. Mengidentifikasi kebutuhan informasi pemakai
3. Mengidentifikasi kebutuhan sistem yang perlu untuk memenuhi
kebutuhan informasi pemakai
4. Penyajian laporan analisis sistem

11

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Tahapan Analisis sistem

Sumber : Yulianto (2009, 38)

Pada gambar 2. di atas tahapan analisis sitem dibagi menjadi 5 langkah

dimana setiap proses yang dilalui perlu dilakukan dokumentasi, adapun penjelasan

dari setiap fase analisis sistem di atas menurut Yulianto (2009, 39) yaitu :

1. Penetapan ruang lingkup


Fase ini memiliki tugas : Mengidentifikasi Masalah Awal yang ada
pada sistem saat ini, seperti seberapa urgensi, tingkat visibilitas, berapa
keuntungan yang akan diperoleh dari pemecahan masalah, prioritas
dan penetapan solusi untuk memecahkan masalah, Menegosiasikan
ruang lingkup untuk proyek pengembangan sistem, Menilai kelayakan
proyek, mengembangkan jadwal dan anggaran awal, dan
mengkomunikasikan rencana proyek.
2. Analisis Masalah
Fase ini memiliki tugas: Memahami bidang masalah, menganalisis
masalah-masalah dn kesempatan-kesempatan, menganalisis proses-
proses bisnis, menentukan tujuan-tujuan perbaikan sistem,
memperbaharui rencana proyek, dan mengkomunikasikan penemuan-
penemuan dn rekomendasi.
3. Analisis persyaratan
Fase ini memiliki tugas: mengidentifikasi dan menyatakan
kebutuhan/persyaratan bisnis, membuat prioritas persyaratan sistem,

12

Universitas Sumatera Utara


memperbaharui atau memperhalus rencana proyek, dan
mengkomunikasikan pernyataan kebutuhan/persyaratan.
4. Desain logic
Pada fase ini akan digambarkan berbagai model sistem untuk
mendokumentasikan persyaratan untuk sistem baru dan sistem yang
ditingkatkan.
5. Analisis keputusan
Pada fase ini akan ditemukan solusi, menganalisis solusi dan
rekomendasi sebuah sistem yang akan dirancang, dibangun dan
diimplementsikan.

2.1.3 Desain Sistem

Setelah mendapat gambaran apa yang dilakukan pada tahap analisis

sistem, tahap berikutnya adalah perancangan (design) sistem.

Menurut Mahyuzir (1989) “Perancangan sistem adalah proses menentukan

bagaimana suatu sistem akan menyelesaikan apa yang harus diselesaikan,

menyangkut konfigurasi komponen hardware dan sorfware dari sistem sehingga

setelah instalasi akan benar-benar memuaskan penggunanya”.

Dari pendapat Mahyuzir di atas perancangan sistem menyangkut

mengkonfigurasikan komponen-komponen perangkat keras dan perangkat lunak

dari suatu sistem, sehingga setelah instalasi sistem selesai rancang bangun yang

dihasilkan dapat memberikan kepuasan penggunanya. Setiadi (2010, 4)

menyatakan 2 tujuan utama dari desain sistem yakni “untuk memenuhi kebutuhan

pemakai sistem, dan memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang

lengkap kepada pemrogram komputer dan ahli teknik yang terlibat”.

Untuk mencapai tujuan di atas, menurut Setiadi (2010, 4) analis sistem

harus dapat mencapai sasaran – sasaran sebagai berikut

13

Universitas Sumatera Utara


1. Desain sistem harus berguna, mudah dipahami dan nantinya mudah
digunakan.
2. Desain sistem harus dapat mendukung tujuan utama perusahaan.
3. Desain sistem harus efisien dan efektif untuk dapat mendukung
pengolahan transaksi, pelaporan manajemen dan mendukung
keputusan yang akan dilakukan oleh manajemen, termasuk tugas –
tugas lainnya yang tidak dilakukan oleh komputer.
4. Desain sistem harus dapat mempersiapkan rancang bangun yang
terinci untuk masing – masing komponen dari sistem informasi yang
meliputi data, informasi serta pengendalian intern.

2.1.4 Analisis PIECES

Dalam pengembangan suatu sistem akan terjadi beberapa perubahan

didalamnya dari sistem yang lama ke sistem yanga baru. Untuk menentukan suatu

sistem baru itu layak atau tidak, maka diperlukan suatu analisis terhadap kriteria-

kriteria yaitu kinerja (Performance), informasi (Information), ekonomi

(Economic), kontrol (Control), efisiensi (Efficiency), dan pelayanan (Services)

yang lebih dikenal sebagai Analisis PIECES.

Menurut Al fatta (2007, 51) metode yang menggunakan enam variable

PIECES, sebagai berikut:

1. Performance (Analisis Kinerja)

Masalah kinerja terjadi ketika tugas-tugas bisnis yang dijalankan


tidak mencapai sasaran. Kinerja diukur dengan jumlah produksi dan
waktu tanggap. Jumlah produksi adalah jumlah pekerjaan yang bisa
diselesaikan selama jangka waktu tertentu. Pada bagian pemasaran,
kinerja diukur berdasarkan volume pekerjaan. Pangsa pasar yang
diraih, atau citra perusahaan. Waktu tanggap adalah keterlambatan
rata-rata antara suatu transaksi dengan tanggapan yang diberikan
kepada transaksi tersebut.

2. Information (Analisis Informasi)

Informasi merupakan komoditas krusial bagi pengguna akhir.


Evaluasi terhadap kemampuan sistem informasi dalam menghasilkan
informasi yang bermanfaat perlu dilakukan untuk menyikapi peluang
dan menangani masalah yang muncul. Dalam hal ini meningkatkan

14

Universitas Sumatera Utara


kualitas informasi tidak dengan menambah jumlah informasi, karena
terlalu banyak informasi malah akan menimbulkan masalah baru.
Situasi yang membutuhkan peningkatan informasi meliputi.Kurangnya
informasi mengenai keputusan atau situasi yang sekarang, Kurangnya
informasi yang relevan mengenai keputusan atau situasi sekarang.,
Kurangnya informasi yang tepat waktu, Terlalu banyak informasi,
Informasi tidak akurat, Informasi juga dapat merupakan fokus dari
suatu batasan atau kebijakan. Sementara analisis informasi memeriksa
output sistem, analisis yang tersimpan dalam sebuah sistem.

3. Economic (Analisis Ekonomi)


Alasan ekonomi barangkali merupakan motivasi paling umum bagi
suatu proyek. Pijakan bagi kebanyakan manajer adalah biaya atau
rupiah. Persoalan ekonomis dan peluang berkaitan dengan masalah
biaya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dapat disimak berikut:
a. Biaya
b. Keuntungan

4. Control (Analisis Kontrol/Keamanan)


Tugas-tugas bisnis perlu dimonitor dan dibetulkan jika ditemukan
kinerja yang di bawah standar. Kontrol dipasang untuk
meningkatkan kinerja sistem, mencegah, atau mendeteksi
kesalahan sistem, menjamin keamanan data, dan persyaratan. Adapun
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Keamanan atau kontrol yang lemah
b. Kontrol atau keamanan berlebihan

5. Efficiency (Analisis Efisiensi)


Efisiensi menyangkut bagaimana menghasilkan output sebanyak-
banyaknya dengan input yang sekecil mungkin. Berikut adalah suatu
indikasi bahwa suatu sistem dapat dikatakan tidak efisien:
a. Banyak waktu yang terbuang pada aktivitas sumber daya
manusia, mesin, atau komputer.
b. Data dimasukkan atau disalin secara berlebihan.
c. Data diproses secara berlebihan.
d. Informasi dihasilkan secara berlebihan.
e. Usaha yang dibutuhkan untuk tugas-tugas terlalu berlebihan.
f. Material yang dibutuhkan untuk tugas-tugas terlalu berlebihan.

6. Services (Analisis Layanan)


Berikut adalah keriteria penilaian dimana kualitas suatu sistem bisa
dikatakan buruk:
a. Sistem menghasilkan produk yang tidak akurat.
b. Sistem menghasilkan produk yang tidak konsisten.
c. Sistem menghasilkan produk yang tidak dipercaya.
d. Sistem tidak mudah dipelajari.

15

Universitas Sumatera Utara


e. Sistem tidak mudah digunakan.
f. Sistem canggung untuk digunakan.
g. Sistem tidak fleksibel.

Berdasarkan uraian di atas, analisis sistem dilakukan untuk menghasilkan

suatu laporan tertulis yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah dari suatu

sistem yang diterapkan guna mendapatkan gambaran tentang keadaan sistem yang

sedang diterapkan. Hal ini, untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dan sebagai

referensi bagi pemimpin dalam pengambilan keputusan. Apakah akan dilakukan

perbaikan terhadap sistem lama atau mengubah sistem lama ke sistem baru yang

lebih baik.

2.1.5 Alat Bantu Perancangan Sistem

Dalam merancang suatu sistem terdapat banyak hal yang harus

diperhatikan sehingga perlu digunakan alat bantu untuk memodelkan aplikasi

yang akan dibuat. Simatupang (2011) mengemukakan bahwa “Terdapat banyak

bentuk model yang dapat digunakan dalam perancangan sebuah sistem antara lain

model narasi, prototype, model grafis atau diagram dan lain sebagainya”

Dalam hal ini, tidak menjadi masalah model mana yang akan digunakan

asalkan pemodelan yang dibuat harus mampu mempresentasikan visualisasi

bentuk sistem yang diinginkan pemakai, karena sistem akhir yang dibuat bagi

pemakai akan diturunkan dari model. Pada dunia pemodelan sistem terdapat

sejumlah cara merepresentasikan sistem melalui diagram misalnya; Flowchart,

Data flow diagram (DFD) dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dijelaskan lebih

lanjut mengenai pemodelan sistem melalui flowchart dan data flow diagram.

16

Universitas Sumatera Utara


Menurut Pariyanto (2010, 5) “Flowchart adalah teknik penyusunan

instruksi untuk penulisan program komputer terstruktur dengan menggunakan

gambar-gambar/simbol-simbol”. Tujuan utama dari alat bantu flowchart biasanya

menggambarkan tahapan masalah yang ada dalam sistem secara sederhana dan

jelas menggunakan simbol-simbol standar.

Ada beberapa kelebihan flowchart menurut Harsono (2012, 6) yaitu

sebagai berikut:

1. Flowchart membantu (mempermudah) programmer dalam mendesain


program, sebagai spesifikasi program, sebagai alat verifikasi dan
sekaligus untuk dokumentasi program.
2. Dalam proses desain, flowchart dapat membantu memecahkan
persoalan yang cukup kompleks kedalam serangkaian instruksi.
3. Dalam proses verifikasi, flowchart lebih mudah diperiksa oleh seorang
quality control (QC) dari pada langsung memeriksa source code
(instruksi-instruksi) program, atau flowchart dapat mempermudah
pekerjaan QC tersebut dalam pemeriksaan kualitas program.
4. Flowchart dapat digunakan sebagai dokumen spesifikasi proses dalam
pembuatan Data Flow Diagram.

Adapun mengenai pengertian data flow diagram yang dijabarkan oleh

Simanjuntak (2012, 26) yaitu

Data Flow Diagram adalah alat pembuatan model yang memungkinkan


profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu
jaringan proses fungsional yang dihubungkan satu sama lain dengan
alur data, baik secara manual maupun komputerisasi. DFD ini sering
disebut juga dengan nama Bubble chart, Bubble diagram, model
proses, diagram alur kerja, atau model fungsi.

Beberapa kelebihan data flow diagram menurut Purnama (2012) yaitu:

1. Adanya pembagian sistem kedalam sub-sub sistem berdasarkan


alur data pada sistem
2. Adanya data store dan alur data (masuk atau keluar) pada sistem
3. Adanya unsure-unsur eksternal, yaitu sumber dan tujuan dari
sistem.

17

Universitas Sumatera Utara


2.2 Repositori Institusi

Repositori sering dimaknai sebagai suatu tempat penyimpanan berbagai

jenis koleksi dari suatu institusi atau lembaga. Keberadaan repositori institusi

telah menjadi suatu infrastruktur penting bagi perguruan tinggi dengan

menyediakan akses penuh dan terbuka untuk hasil-hasil penelitian sivitas

akademikanya.

Menurut Pendit (2003, 2) “Repositori institusi merupakan perwujudan dari

perpustakaan digital yang lebih mengkhususkan dalam mengelola koleksi local

content dan grey literature dari suatu institusi”.

Pengertian lain mengenai Repositori institusi menurut Siregar (2011, 2)

“Institutional Repository (IR) adalah suatu locus untuk mengumpulkan,

memelihara, dan mendiseminasikan dalam bentuk digital keluaran suatu institusi

terutama insitusi penelitian”.

Dari beberapa pendapat di atas repositori institusi merupakan suatu tempat

penyimpanan yang gunanya untuk mengelola koleksi local institusi,

mengumpulkan karya-karya institusi, mengelola karya-karya tersebut agar

terpelihara dan dapat digunakan kepada pengguna repositori institusi, dan

mendistribusikan kembali karya yang sudah dikelola dengan sistem informasi

yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan penggunannya.

18

Universitas Sumatera Utara


2.2.1 Manfaat Repositori Institusi

Manfaat dari penerapan repositori institusi menurut Sutedjo (2014, 3)

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengumpulkan karya ilmiah-intelektual sivitas akademika dalam


satu lokasi agar mudah ditemukan kembali baik melalui google
maupun mesin pencari lainnya.
2. Untuk menyediakan akses terbuka terhadap karya ilmiah-intelektual
yang dihasilkan sivitas akademika dan menjangkau khalayak lebih luas
lagi dengan tempat dan waktu yang tak terbatas.
3. Untuk meningkatkan dampak dari karya ilmiah-intelektual yang
dihasilkan sivitas akademika.
4. Untuk mempromosikan karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan sivitas
akdemika.
5. Sebagai etalase dan tempat penyimpan yang aman untuk hasil penelitian
sivitas akademika.
6. Untuk menyediakan URL jangka panjang bagi karya ilmiah-intelektual
hasil penelitian sivitas akademika.
7. Apabila terjadi plagiasi terhadap karya ilmiah-intelektual yang dipublish
di repositori institusi akan mudah diketahui dan ditemukan.
8. Untuk menghubungkan publikasi sivitas akademika/peneliti dari
halaman web mereka (web personal dosen/peneliti)

2.2.2 Pengembangan Repositori Institusi

Pengembangan repositori perpustakaan sangat berguna bagi terciptanya

suatu perpustakaan sebagai pusat belajar dan sumber informasi dalam suatu

institusi. Kebutuhan akan informasi yang terus meningkat, menuntut setiap

organisasi maupun institusi untuk terus meningkatkan kualitas dari pelayanan dan

produk informasi yang dihasilkannya. Oleh sebab itu, repositori institusi sebagai

sarana dari lembaga informasi yang mendukung terjadinya distribusi informasi

kepada pengguna dituntut untuk terus berkembang mengikuti arus perkembangan

teknologi informasi saat ini.

Menurut Hadi (2015) Strategi yang perlu disiapkan dalam pengelolaan

dan pengembangan repositori antara lain:

19

Universitas Sumatera Utara


1. Studi banding (benchmarking)
2. Sumberdaya manusia (pengelola repositori)
3. Perangkat keras dan lunak (hardware, software, jaringan, dsb.)
4. Prosedur dan dukungan pimpinan
5. Manajemen informasi muatan lokal

Strategi pengembangan repositori institusi diatas dapat dijabarkan


kembali secara mendalam seperti: 1) Studi banding (benchmarking) maksudnya
ialah sebelum merencanakan pengembangan repositori sebaiknya dilakukan
pengamatan ke lokasi lain atau ke repositori lain yang dianggap lebih baik, lebih
maju dari repositori yang kita miliki manfaat dari kegiatan ini agar kita dapat
mengetahui bagian yang perlu perbaikan dan memutuskan rencana baru yang
ingin dilakukan; 2) SDM maksudnya disini pengembangan suatu sistem repositori
juga tidak lepas dari peran penting pengelola sistem tersebut, baik dari kompetensi
maupun keahlian mereka; 3) Perangkat keras dan lunak juga sangat berpengaruh
dalam pengembangan repositori, dalam memutuskan perangkat apa yang
dibutuhkan sistem harus sesuai dengan kebutuhan baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya; 4) Prosedur dan dukungan pimpinan juga dibutuhkan agar proses
pengembangan yang dilakukan berjalan sesuai aturan dan mendapat dukungan
dari pimpinan; 5) Konten yang menjadi isi dari sistem yang akan dikelola harus
diorganisasikan lebih dahulu, proses pengelolaan konten dapat dicontohkan
dengan membuat metadata pada setiap dokumen yang akan diproses kedalam
sistem
Pengembangan repositori institusi memiliki beberapa tujuan seperti yang
dikemukakan oleh Hasugian (2013) yaitu:
1. Menyediakan akses terbuka terhadap keluaran institusi untuk
memaksimalkan penggunaannya
2. Menciptakan visibility global terhadap karya institusi,
3. Mengumpulkan konten pada lokasi tunggal; dan
4. Menyimpan dan memelihara aset digital institusi, termasuk literatur
kelabu atau yang tidak diterbitkan yang mudah hilang

Tujuan pengembangan repositori institusi diatas pada dasarnya sebagai

keterbukaan informasi atas suatu institusi atau organisasi. Keterbukaan informasi

disini didukung dengan sistem repositori yang memberikan kemudahan terhadap

20

Universitas Sumatera Utara


akses informasi kedalamnya, namun kebebasan ini akan diikuti dengan batasan

dan kewajiban bagi seseorang yang menggunakannya dengan beberapa aturan

tertentu.

2.3 Standar Metadata Repositori

Beragam standar metadata yang digunakan akan menjadi masalah pada

saat integrasi dilakukan. Pada implementasinya, harus digunakan satu jenis

metadata yang dapat menyatukan seluruh metadata yang akan digunakan sebagai

format standar untuk pengumpulan data.Menurut Susilawati (2008) Standar

metadata adalah “satu set terminologi serta definisi umum yang digunakan dalam

metadata serta dipresentasikan dalam format terstruktur”.

Menurut Susilawati (2008) Secara umum, standar-standar yang digunakan

dalam skema metadata, antara lain:

1. CDWA (Categories for Descriptions of Works of Art): skema untuk


deskripsi karya seni
2. DCMES (Dublin Core Metadata Element Set): skema umum untuk
deskripsi beraneka ragam sumber digital
3. EAD (Encoded Archival Description): skema untuk menciptakan sarana
temu kembali bahan kearsipan (archival finding aids) dalam bentuk
elektronik
4. Gateway to Educational Materials: skema untuk bahan pendidikan dan
pengajaran
5. MPEG (Moving Pictures Experts Group) MPEG-7 dan MPEG-21:
standar untuk rekaman audio dan video dalam bentuk digital

Primadesi (2012, 5) mengemukakan “Standar metadata yang umum

digunakan di perpustakaan adalah MARC (Machine Readable Cataloging),

METS (Metadata Encoding and Transmission Standard), MODS (Metadata

Object Description Standard), dan Dublin Core”.

21

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Fungsi Penggunaan Metadata

Metadata sering disebut dengan data tentang data atau informasi tentang

informasi. Fungsi metadata dalam dunia perpustakaan dapat dicontohkan sebagai

katalog perpustakaan, dimana katalog perpustakaan berisi data tentang dokumen,

jika sebuah dokumen berisi data, maka katalog dapat disebut sebagai data tentang

data.

Ada beberapa fungsi metadata menurut Haynes (2004) seperti dikutip

oleh Prasetya sebagai berikut:

1. Sumber informasi (resources description)


Ini merupakan fungsi yang paling fundamental dari sebuah
metadata. Karena sebuah data dapat diidentifikasi sebagai satu
kesatuan berbeda dari data lainnya sehingga dapat ditemukan dengan
menggunakan suatu pendekatan unik yang ada dalam metadata
tersebut.

2. Temu kembali informasi (information retrieval)


Metadata digunakan untuk memasukkan suatu istilah pada
semacam konteks semantik, memberitahukan mesin pencari atau
aplikasi lain bagaimana memperlakukan suatu unsur metadata
sehingga suatu sumber informasi dapat ditemukan dengan istilah
tersebut.

3. Pengelolaan informasi (management of information)


Dengan adanya metadata, dapat ditentukan bagaimana melakukan
pengelolaan informasi mengenai penyimpanan dan penemuan kembali
sumberdaya informasi.

4. Manajemen hak cipta, kepemilikan dan otentisitas (right management,


ownership and authenticity)
Mendorong perkembangan metadata dalam dunia penerbitan
khususnya media tercetak dan elektronik, menjadi suatu kebutuhan
untuk mengelola hak intelektual tersebut dengan baik. Fungsi ini
merupakan salah satu fungsi yang menjadi fokus utama untuk
menghindari plagiarisme dan melindungi hak cipta atas suatu sumber
informasi.

5. Interoperabilitas (interoperability)

22

Universitas Sumatera Utara


Merupakan kemampuan pertukaran data dalam berbagai sistem
menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras, serta struktur data.
Dengan menggunakan metadata, sebuah sistem dapat mengidentifikasi
informasi terstruktur yang kemudian sumber informasi tersebut
menampilkan informasi sesuai dengan ketentuan tertentu.

Menurut Basuki (2000, 3) metadata memungkinkan pemakai untuk

menentukan:

1. Ketersediaan informasi (apakah objek informasi itu ada atau eksis? Di


manakah letaknya? Berapakah yang tersedia? Apakah kesemuanya itu
sama?)
2. Kegunaan informasi (apakah otentik? Apakah baik? Bagaimana
pemakai dapat menentukan apakah berguna atau tidak?)

Berdasarakan beberapa pendapat di atas pada dasarnya fungsi metadata

memudahkan temu kembali suatu informasi, menghindari plagiarisme dan

melindungi hak cipta atas suatu sumber informasi, dan memberi petunjuk atas

ketersediaan suatu informasi. Dari sekian banyak fungsi metadata yang paling

penting ialah bahwa metadata juga sangat menentukan kualitas informasi yang

didapatkan.

2.3.2 Standar Metadata Dublin Core

Standar metadata Dublin Core merupakan standart metadata yang sangat

sering digunakan untuk repositori institusi sebuah perguruan tinggi. Prasetya

(2009, 26) menyatakan bahwa “Metadata Dublin Core adalah standart metadata

yang sangat sering digunakan untuk repositori institusi sebuah perguruan tinggi”.

Seperti yang dikemukakan oleh Ajie (2012, 3) metadata Dublin Core

memiliki beberapa kekhususan sebagai berikut:

23

Universitas Sumatera Utara


1. Memiliki deskripsi yang sangat sederhana,
2. Semantic atau arti kata yang mudah dikenali secara umum, dan
3. Bersifat expandable yang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih
lanjut.

NISO mengemukakan metadata Dublin Core yang terdiri atas 15 unsur

sebagai berikut:

Tabel 1. Unsur Metadata Dublin Core

NO Elemen Keterangan

1. Tittle Judul dari sumber informasi

2. Creater Pencipta sumber informasi

3.. Subject Pokok bahasan sumber infomasi, biasanya

dinyatakan dalam bentuk kata kunci atau nomor

klasifikasi.

4. Description Keterangan dari isi suatu sumber informasrupai,

misalnya abstrak, daftar isi dan uraian.

5. Publisher Orang atau badan yang menginformasikan

sumber informasi.

6. Contributor Orang atau badan yang ikut menciptakan sumber

informasi

7. Date Tanggal penciptaan sumber informasi

8. Type Jenis sumber informasi, novel, laporan, peta, dan

24

Universitas Sumatera Utara


sebagainya

9. Form Bentuk fisik sumber informasi, format, ukuran,

durasi sumber informasi

10 Identifier Nomor atau serangkaian angka dan huruf yang

mengidentifikasikan sumber informs contoh:

URL atau alamat situs

11. Source Rujukan ke sumber asal atau suatu sumber

informasi

12. Language Bahasa intelektual yang digunakan sumber

informs

13. Relation Hubungan antara satu sumber informasi dengan

sumber informasi lainnya

14. Coverage Cakupn isi ditinjau dari segi geografis dan

cakupan waktu

15. Relate Pemilik hak cipta sumber informasi

Sumber : Niso (2013, 2)

Contoh metadata Dublin Core seperti yang dipaparkan oleh

Greenberg,yaitu:

25

Universitas Sumatera Utara


<dc:title>Godiva Chocolatier</dc:title>
<dcterms:alternative>Godiva store</dcterms:alternative>
<dc:creator>Nancy Confection</dc:creator>
<dc:creator>Confection, Nancy</dc:creator>
<dc:subject>Chocolate</dc:subject>
<dc:subject xsi:type="dcterms:lcsh">Truffles
(Confectionery)</dc:subject>
<dcterms:created xsi:type=“dcterms.W3CDTF">
2008--6--28</dcterms:created>
<dc:identifier>http://www.godiva.com</dc:identifier>
<dcterms:abstract>Provides access to
collections, gifts, ….</dcterms:abstract>

Gambar 3. Contoh metadata Dublin Core

Sumber: Greenberg 2010, 8

Dari contoh metadata Dublin Core di atas dapat dilihat bahwa dari

beberapa element metadata yang terdapat pada contoh jelas bahwa metadata diatas

mewakili metadata sebuah bahan pustaka yang berjudul “Godiva Chocolatier”,

pengarangnya “Nancy Confection”, subjeknya “Chocolate”, identifiernya

“http://www.godiva.com”, abstraknya “Provides access to

collections, gifts” , dan sebagainya.

2.4 Perangkat Lunak Pembangun Repositori

Perangkat lunak merupakan perintah (program komputer) yang

dieksekusi memberikan fungsi dan petunjuk kerja seperti yang diinginkan.

Rahman (2013, 4). mendefenisikan bahwa “Perangkat lunak adalah program

komputer yang berfungsi sebagai sarana interaksi (penghubung) antara pengguna

(user) dan perangkat keras (hardware)”.

26

Universitas Sumatera Utara


Apapun perangkat lunak yang digunakan suatu lembaga untuk

membangun dan menjalankan repositori institusi mereka, yang perlu diperhatikan

bahwa paket software tersebut mempunyai komponen terpenting seperti

dikemukakan oleh Rahayu (2015, 6). seperti:

1. Adanya interface untuk menambahkan konten ke dalam sistem


2. Interface untuk search/browse/retrieve dari konten Repositori Institusi
3. Adanya database untuk menyimpan konten
4. Adanya interface administrative untuk mengelola konten dan adanya
kegiatan preservasi

Menurut Hamdani (2015) ada dua kategori lisensi perangkat lunak yang

banyak dipakai, yaitu:

1. FOSS (Free / Open Source Software) adalah dua istilah yang


maksudnya hampir sama,yakni program yang tidak perlu biaya izin
(free = bebas) digunakan dan kode sumbernya tidak dirahasiakan (open
= tersedia), sehingga cara kerjanya dapat dipelajari, lalu
dikembangkan, dan disebarluaskan. Contoh: Linux, OpenOffice,
GIMP, Inkscape.

2. PCSS (Proprietary / Closed Source Software) adalah program yang


hanya dimiliki pembuatnya (terikat). Pengguna hanya dapat
menggunakan jika membeli lisensi (mendapatkan izin). Pihak lain
tidak dapat mempelajari cara kerjanya (tertutup), tidak pula
mengembangkan dan menyebarluaskan. Contoh: Windows, MS Office,
Photoshop, Corel Draw

Dalam membangun sebuah sistem repositori institusi sangat dibutuhkan

perangkat lunak. Pemilihan perangkat lunak dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu

membangun sendiri, membeli produk yang sudah jadi dan memanfaatkan aplikasi

open source. Membangun sendiri berarti harus mempunyai staf yang mempunyai

pengetahuan tentang pemrograman atau menyewa tenaga outsourcing dan

mempunyai tenaga pustakawan yang bertindak sebagai analis sistem. Adapun

paket perangkat lunak gratis untuk menjalankan repositori seperti: DSpace

27

Universitas Sumatera Utara


(dikembangkan MIT US), Eprints (University of Southampton UK), Fedora,

Inveno, Sobek CM, , Greenstone, i-Tor, dan sebagainya.

2.4.1 Perangkat Lunak Berbayar Pembangun Repositori

Perangkat lunak berbayar merupakan perangkat lunak yang dikembangkan

untuk tujuan komersil, setiap pengguna yang ingin menggunakan atau

mendapatkan perangkat lunak ini harus membeli atau membayar pada pihak yang

mengembangkannya. Susanto (2016) menjelaskan bahwa,

“Pengguna yang menggunakan perangkat lunak berbayar umumnya tidak

diijinkan untuk menyebarluaskan perangkat lunak tersebut secara bebas tanpa ijin

penerbitnya. Contoh perangkat lunak berbayar ini misalnya, sistem microsoft

windows, microsoft office, adobe photo shop, dan lain-lain”.

Adapun contoh perangkat lunak berbayar yang digunakan untuk

menjalankan repositori institusi namanya akan disesuaikan dengan penerbit dari

software itu sendiri, karena adanya larangan bagi pengguna untuk tidak

menyebarluaskan perangkat lunak tanpa seijin penerbitnya maka tidak dapat

dapat diketahui secara pasti apa nama perangkat lunak berbayar yang pernah

digunakan oleh sebuah organisasi untuk menjalankan repositori instutusi mereka.

Kesamaan dari membangun perangkat lunak sendiri dengan membeli paket

perangkat lunak adalah perangkat lunak ini akan dinamai sesuai kehendak

penerbitnya.

Jika dalam suatu institusi mereka membangun perangkat lunaknya sendiri

untuk membangun repositori, maka nama perangkat lunak akan disesuaikan

28

Universitas Sumatera Utara


dengan kesepakatan institusi maupun penerbit/staf pemrograman serta semua

pihak yang terlibat dalam penciptaan perangkat lunak tersebut.

Sebagai contoh Rahayu (2015, 6) menjelaskan bahwa “Perpustakaan ITS

pada tahun 2006 – 2007 mengembangkan sendiri perangkat lunak yang digunakan

untuk repositori institusi dengan nama Digital Library Search In Context”

Pada contoh di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan ITS

mengembangkan sendiri perangkat lunak mereka dan menamai perangkat lunak

yang mereka kembangkan sendiri dengan nama Digital Library Search In Context.

Saat ini sudah banyak perpustakaan yang membangun repositori institusi mereka

dengan mengembangkan perangkat lunak sendiri, biasanya perpustakaan akan

bekerja sama dengan beberapa ahli seperti analis sistem dan programmer.

2.4.2 Perangkat Lunak Tidak Berbayar Pembangun Repositori

Perangkat lunak gratis/tidak berbayar ini lebih dikenal dengan istilah

freeware atau free open source software yang artinya memiliki makna yang sama,

yaitu tidak berbayar dan kode sumbernya tidak dirahasiakan. Open Source tidak

hanya bermakna kebebasan akses ke source code saja. Hamdani (2015)

menyatakan open source juga merupakan:

1. Sebuah komunitas kuat yang terdiri dari individu-individu yang lebih


mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan umum dibandingkan
dirinya sendiri

2. Seperangkat aturan lisensi software maksudnya open source bukan


berarti tanpa lisensi, sebab ini berkaitan dengan hukum. Agar open
source dapat menjadi legal di mata hukum, diperlukan aturan lisensi
open source

29

Universitas Sumatera Utara


3. Sebuah model pengembangan software secara kolaboratif dimana
setiap orang dapat ikut berpartisipasi dalam mengembangkan software

4. Sebagai katalis yang membangkitkan bisnis dan model bisnis yang


belum pernah ada sebelumnya; tidak ada bisnis dalam sistem open
source itu sendiri, karena ia hanyalah alat; namun open source dapat
digunakan untuk menjalankan bisnis dengan lebih efisien atau
mengembangkan model bisnis baru di sekitar pemanfaatan open
source

5. Kekuatan yang mendorong percepatan software menjadi komoditi.


Jenis perangkat lunak komputer yang kode sumber pemogramannya

terbuka bagi setiap pengguna maka, Setiap orang dapat melihat atau memodifikasi

kodenya dan bisa juga mendistribusikannya kembali.

Keuntungan dari menggunakan perangkat lunak open source ialah kita


tidak hanya bisa menggunakan open source secara bebas tetapi kita juga
bisa mengembangkan open source tersebut sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan kita, tentunya kebebasan itu tetap bertumpu pada etika dan
peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya. Perangkat lunak aplikasi
open source bagi manajemen informasi dan perpustakaan seperti:
archimede, ARNO, BePress, CDSware, Dspace, Eprints, Fedora,
Greenstone, i-Tor, dan sebagainya (Rahman 2013, 15).

DSpace paling disukai dan berdasarkan analisis kelayakan yang

dilakukan oleh University of Arizona pada Table 2 menunjukkan bahwa DSpace

menerima nilai tertinggi dalam analisis operasional, teknik, jadwal, dan analisis

ekonomi.

30

Universitas Sumatera Utara


Table 2. Laporan dari proses analisis sistem di university of Arizona

Sumber: Soeb (2009, 202)

Preference of software packages for


IR
100

80

60

40

20

0
Dspace Greenstone Fedora

Gambar 4. Menunjukan superioritas DSpace dibandingkan perangkat

lunak repositori institusi lainnya.

Sumber: Soeb (2009, 2)

31

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai