Seminar Uas
Seminar Uas
Oleh:
FARHAN NURUZZAMAN
NIM 121711433097
2020
DAFTAR ISI
Daftar Isi......................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN............................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...............................................9
1.4 Batas dan Ruang Lingkup......................................................10
1.5 Kerangka Konsep...................................................................11
1.6 Tinjauan Pustaka....................................................................18
1.7 Metode Penelitian...................................................................21
1.8 Sistematika Penulisan.............................................................22
SEKITAR .......................................................................................................24
Mun’im..........................................................................................24
Nurul Jadid....................................................................................33
TAHUN 1950-1996.....................................................................36
2
3.2 Fase Kedua............................................................................38
BAB IV PENUTUP……………………………………………60
4.1 Kesimpulan............................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.................................................................61
LAMPIRAN.............................................................................. 65
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
mengambil peran menghubungkan potensi masyarakat dengan pihak-pihak
luar baik sisi pemodalan, pengengolaan maupun pemasaran. Lembaga luar
yang pernah bekerja sama dengan Pondok Pesantren Nurul Jadid adalah
lembaga penelitian pendidikan dan penerangan ekonomi dan sosial (LP3ES) di
Jakarta. kerja sama ini diawali dengan latihan kader pengembangan
masyarakat selama tiga bulan. Perlatihan memberikan wawasan tentang
potensi Pesantren dan potensi masyarakat yang bersinergis untuk
mengembangkan ekonomi masyarakat yang bersamaan juga dengan
pengembangan kehidupan kultural antara pondok pesantren dan masyarakat.2
5
Nurul Jadid sendiri, pendirinya Kh. Zaini Mun’im pada mulanya tidaklah
tampil sebagai sosok seorang kiai melainkan seorang petani dan kemudian
merintis tanaman tembakau yang dibawanya dari Madura yang di perkenalkan
pada masyarakat Paiton dan sekitarnya. Ketika itu, masyarakat Paiton masih
belum mengenal jenis tanaman tembakau. Bahkan Zaini yang diknal sebagai
pejuang kemerdekaan di Madura yang kemudian mengungsi ke Desa
Karanganyar Paiton kemudian di tahan oleh Pemerintahan Belanda dengan
tuduhan menimbun tembakau. Inilah awal mula bahwa pendiri Pondok
Pesantren Nurul Jadid adalah perintis usaha- usaha pertanian dan ekonomi
pertanian dan usaha masyarakat. Karena itu pengembangan masyarakat
melalui pesantren di Pondok Pesantren Nurul Jadid mempunyai basis
kesejarahan sebagai nafas untuk mendorong bahwa pengembanagan
masyarakat terintegrasi kedalam program internal Pesantren. Dalam struktur
dan tata laksana tugas di pondok pesantren,3 di bawah pengasuh terdiri dari
biro-biro salah satu biro mengembang tugas pengembangan Pesantren dan
masyarakat ini struktur tertinggi di bawah pengasuh yang menunjukkan
keseriusan pondok pesantren memberikan perhatian kepada tugas-tugas
pengembangan masyarakat.
6
memuat cara-cara pendampingan mulai dai pemodalan, produksi dan
pemasaran serta diskursus tentang orentasi pengembangan masyarakat
Madani. Umumnya pondok pesantren hanya sebatas menyelenggarakan proses
belajar mengajar bidang agama dengan mengambil corak kehidupan sufi,
Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo melampaui fungsi itu
dengan mengambil peran pada pengembangan masyarakat melalui kegiatan
perberdayaan ekonomi kecil bertumpu pada kekuatan kebudayaan fan
keagamaan.
Pada masa orde baru, perhatian pemerintah tergolong kecil pada dunia
pondok Pesantren, terutama pada Pesantren yang afiliasi politiknya tidak sama
dengan pemerintah orde baru hampir tak mungkin dapat bantuan, Pondok
Pesantren Nurul Jadid termasuk Pesantren yang pilihan politiknya tidak sama
dengan pemerintah orde baru, di tengah-tengah sepinya perhatian pemerintah,
Pesantren ini mengambil terobosan untuk membangun hubungan dengan
beberapa Non Govermintal Organisation (NGO), seperti LP3 ES Jakarta,
Perhimpunan Pesantren dan Pengembangan Masyarakat (P3M) Jakarta, Bina
desa Jakarta. Pilihan ini tidak banyak dilakukan oleh Pesantren pada
umumnya, karena membangun kerja sama dengan organisasi yang berbeda
profilnya dengan pondok pesantren memerlukan wawasan yang luas dari kiai
dan pengurus pondok pesantren serta sikap keterbukaan dan keluwesan
pandangan.5
7
Pengalaman pendampingan program yang diperoleh dari lembaga-
lembaga swadaya masyrakat nasional telah mendorong para santri senior
berkiprah lebih luas dari lingkungan pesantren, mereka terlibat dalam
perlatihan pengembangan masyarakat baik yang bekerja sama antar pondok
pesantren maupun dengan lembaga profesi dan organisasi masyrakat. Adapula
yang direkrut untuk membantu program pemerintah yang mehubungkan
pesantren dengan masyarakat, misalnya pemanfaatan ialah 5% BUMN dan
BUMD yang belakangan dikenal dengan corporate sosial responbility atau
tanggung jawab perusahaan. Ini gambaran baru tentang peran santri sejak di
programkanya pengembangan masyarakat melalui Pesasntren. Sebelumnya,
hanya berputar pada kegiatan belajar mengajar.
6
Amin Haedari. Transformasi Pesantren, (Jakarta: IekDies & Media Nusantara, 2006). Hlm 10-11
8
menggambarkan tentang Pondok Pesantren Nurul Jadid dan untuk mengetahui
keberadaan Pondok Pesantren Nurul Jadid.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik bersifat teoritis
maupun praktis yaitu:
a. Manfaat teoritis
1. Menambah refrensi khususnya yang berkaitan dengan
9
keberadaan Pondok Pesantren dalam pengembangan masyrakat
2. Memberikan rekomendasi teoritis tentang keberadaan Pondok
Pesantren dalam rintisan pengembangan masyrakat.
b. Manfaat praktis
1. Bahan masukan bagi pemegang kebijakan dalam hal Pondok
Pesantren dan rintisan pengembangan masyarakat.
2. Sebagai sumber rujukan dalam penyususnan kebijakan dan
pengaturan pendidikan khususnya pendidikan Pondok
Pesantren dan rintisan pengembangan masyrakat.
7
Wawancara dengan Ust. Zuryaden, staf pengajar Pondok Pesantren Nurul Jadid, tanggal 19 Mei
2020 pukul 12.45 Wib
10
pesantren dengan komunitas lainya. Selain itu kepedulian Pondok Pesantren
terhadap model-model usaha pengembangan masyarakat. Tahun 1950 sebagai
tahun resmi berdirinya Pondok Pesantren Nurul Jadid yang juga mengemban
misi program pengembangan masyarakat dan program tersebut bersambung
dengan upaya yang lebih sistematis dan terorganisir melalui kerja sama
dengan NGO sekitar tahun 1970-an sampai dengan 1996.8
8
Ibid
11
tempat di perdesaan dimana menurut KH. Sahal Mahfudz bukan suatu
kebetulan melainkan akibat dari politik non cooperation pondok pesantren
terhadap kolonialisme. Pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren di
suatu tempat ada yang keberadaay lebih dulu dibanding komunitas sekitarnya
adapula yang hampir bersamaan berkembang Bersama dengan masyarakat
sekitarnya. Inilah yang memberikan nilai tambah hubungan psikologis,
sosiologis dan kebudayaan antara pondok pesantren dengan masyarakatnya
berlangsung dalam hubungan kedekatan kekeluargaan yang saling melengkapi
berdasar posisi masing-masing.
Potret hubungan seperti inilah yang menopang perkembangan wajar
masyarakat sekitarnya. Ide dan program-program pondok pesantren termasuk
usaha pengembangan ekonomi melalui Pesantren diterima tanpa curiga dan
tidak ada hambatan persepsi dan prasangka kepada pondok pesantren.
Menurut Dawam Rahardjo suasana yang mengambarkan hubungan pondok
pesantren dengan masyarakatnya memudahkan berbagai ide dan program
mendarat dengan benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.9
Dalam proses penelitian, hal-hal di atas dapat ditemukan sebagai
instrument yang menonjang kelancaran ide-ide dan program Pondok Pesantren
Nurul Jadid dalam mendorong pertembuhan ekonomi masyarakat sekitarnya.
Usaha-usaha pengembangan ekonomi berkaitan erat dengan instrument lainya
seperti kegiatan keagamaan rutin yang berbentuk kelompok dan rintisan
layanan Pendidikan dasar dan diniyah yang kesemuanya menyatu dalam
pergerakan ekonomi masyarakat. Bahkan kegiatan dimaksud sebagai sarana
untuk melancarkan program pengembangan ekonomi. Karena itu, penulisan
ini menggambarkan konsep pengembangan ekonomi masyarakat melalui
pondok pesantren.
9
ibid
12
memenuhi kebutuhanya.10 Sedangkan menurut Sahal Mahfud11 pengembangan
masyarakat usaha meningkatkan taraf hidup dan kesejateraan masyarakat
seraya mengadakan pendekatan kepada masyarakat sebagai subjek maupun
objek. Berdasarkan penegasan tersebut, maka pengembangan masyarakat
melalui pesantren adalah ikthiar pengembanagan masyarakat dengan
menjadikan pesantren sebagai pintu masuk pesantren selain dikenal sebagai
lembaga pendidikan islam, juga menonjol sebagai lembaga sosial keagamaan.
Orientasi kemasyrakatan pesantren secara tradisional sudah terwujud jauh
sebelum pesntren dikenal oleh banyak cendikiawan. Bentuk kegiatan
kemasyaratan tradisional dapat disebut seperti pelayanan pengobatan
tradisional, menerima keluhan aspirasi masyarakat, pelayanan konsultasi
keagamaan dan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
kelompok ritual keagamaan dan lain-lain.
10
Jakarta-com, Arti kata pengembangan menurut KBBI, diakses dari, https://jagokata.com/arti-
kata/pengembangan.html, 03 september 2019 pukul 14.10.
11
Mahfud Sahal, dalam dinamika Pesantren,(Jakarta: P3M, 1987), hlm 98
13
kelompok-kelompok usaha yang ditempelkan kepada kelompok keagamaan
sholawat, tahlilan, manakiban dll. Serta beberapa tempat pendidikan dasar dan
pusat kegiatan yang berbasis pada surau dan masjid.
14
(TTG), perkoprasian (Percoprative movement), pengembangan industry kecil
(Small business development), peningkatan pendapatan (income generating
program), kegiatan dimaksud sesunguhnya hanya sebagai titik masuk (entry
point) terhadap pokok dalam permasalahan perdesaan. Sedang yang menjadi
tujuanya adalah suatu gerakan kultural yakni proses demokratisasi,
rasionalisasi dan partisipasi.
13
Owens Edgar dan Shaw Robert, pembagunan ditinjau kembali, menjembatani gap antara
pemerintah dan rakyat, (Jogjakarta :gajah mada university press, 1980), hal 5
14
Wawancara dengan Ust. Nusroh, staf pengajar Pondok Pesantren Nurul Jadid, tanggal 24 Mei
2020. 13.00 Wib.
15
pesantren adalah bahwa masyarakat Indonesia – dimana pesantren terdapat di
dalamnya – sedang dalam proses perubahan, meskipun bentuk perubahan serta
intensitas maupun ekstensitasnya berbeda dari suatu komunitas ke komunitas
lain. Efek perubahan dan dampaknya juga berbeda bagi berbagai golongan dan
lapisan (strata) sosial ekonomi, dan dengan demikian respon berbagai
golongan dan strata sosial ekonomi terhadap perubahan itu berlainan.
15
Billah, M.M, pikiran awal pengembangan pesantren dalam M. dawam raharjo
(Ed),Pergulatan dunia pesantren Membangun dari bawah, (Jakarta: P3M), hal 289.
16
mempunyai potensi pembebasan bagi keterbelakangan kaum bawah, namun
keyataanya kaum bawah ini belum mendapatkan sentuhan aktual, khususnya
segi sosial ekonominya, sehingga di khawatirkan terjadi kesenjangan kultural,
bahkan struktural antara kaum santri dengan masyrakat perdesaan. Maka dari
itu, ke ikutsertaan pesantren dalam pembangunan masyarakat, sebernarnya
menjadi dua sisi mata uang yang harus bergandeng. Pada giliranya,
pendekatan actual ini melahirkan wahana sosial yang dirasakan sebagai
refeleksi etos keagamaan yang dikembangkan oleh pesantren.16
16
Ibid, hlm 297
17
tersebut, sehingga menjadi strategis bila diikuti dengan muatan dan tugas
pengembangan masyarakat.
17
Abdurrahman Wahid, Pesantren sebagai sub kultur, diakses dari
https://santrigusdur.com/2018/05/pesantren-sebagai-subkultur/, 03 September 2019, pukul 15.00.
18
Op Cit, hlm 5
18
yang dibangun dari keterbatasan pondok pesantren tetapi kemudian menjadi
menarik karena keunikan yang timbul sperti, metode soregan dimana santri
mengajukan diri untuk membacakan teks-teks kitab bandung dan kiai
mencermatinya. Sedangkan metode bandongan, kiai membacakan dan member
arti kitab-kitab, santri menuliskan dan menyimaknya.
Pondok pesantren tumbuh dan berkembang bersama masyarakat
bahkan Pesantren bisa menjadi vocal point bagi masyarakat sekitarnya dalam
memperjuangkan kehidupan mereka sehari-hari. Interaksi ini tumbuh sebagai
pergulatan dari bawah yang terus berjuang untuk memenuhi kehidupan mereka,
warna gerakanya relative orisinil dan bersifat natural bahkan muncul dari
kegiatan- kegiatan keagamaan seperti jamaah sholawat, majelis takhlim dll.
Yang kemudian diberi makna dan fungsi lebih besar, lebih luas sesuai dengan
dinamika dalam masyarakat itu sendiri.
19
Op cit, hlm 16.
19
berkiprah di tengah-tengah masyarakat.
20
intelenjelensia mereka aktif dalam perubahan sosial, demikian pula dengan
pergerakan nasional. Sesudah kemerdekaan, banyak dari mereka aktif di
bidang politik, pendidikan, kebudayaan, sosial bahkan kesehatan. Keberadaan
pondok pesantren beserta perangkatnya dikenal sebagai lembaga pendidikan,
dakwa serta lembaga kemasyrakatan yang telah memberikan warna daerah
perdesaan. Ia tumbuh dan berkembang bersama warga masyrakatnya sejak
berabad-abad. pondok pesantren tidak hanya secara kultural lembaga ini bisa
di terima, tetapi bahkan telah ikut serta membentuk dan memberikan corak
serta nilai kehidupan kepada masyarakat yang senang tiasa tumbuh dan
berkembang.
21
memberikan kepercayaan kepada masyrakat untuk turut dilibatkan mengelola
kelompok – kelompok di masyrakat, seperti arisan, shalawatan, koperasi dan
kelompok swadaya lainya. Lebih dari itu pesantren tampil sebagai wahana
permusyaratan yang mampu menampung aspirasi masyarakat karena kecilnya
hambatan psikologis dan budaya bagi mereka untuk menyatakan pendapat
secara terbuka dalam lingkungan sendiri.
22
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Benteng
22
Tahap pertama merupakan pemilihan topik. Kemudian heuristic, pencarian
data yang merupakan tahapan dimana penulis mengumpulkan sumber baik
primer maupun sekunder yang didapatkan dari sumber arsip, surat kabat, buku
dan wawancara yang berhubungan dengan penelitian ini. Setelah sumber-
sumber dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah kritik sumber serta deskriptif
analisis untuk menentukan otensititas dan kredibilitas sumber sejarah. Tahap
interpretasi merupakan tahap menetapkan makna dan hubungan dari fakta-
fakta yang telah diverifikasi. Tahap terakhir merupakan tahap penulisan atau
disebut dengan historiografi. Pada tahap ini peneliti akan menuliskan hasil
riset sejarahnya.
Dalam penulisan ini juga digunakan beberapa pendekatan: yaitu
pendekatan perbandingan (comperatif apparoach), dengan melakukan kajian
terhadap beberapa hal serupa yang dapat dibandingkan untuk mengelaborasi
objek penelitian ini. kemudian digunakan pendekatan sejarah (historical
approach) digunakan untuk menelaah pergerakan tokoh, organisasi dan sejarah
perkembanganya terutama yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Adapun
pendekatan kasus (case approach)23. Digunakan untuk menelaah kasus tertentu
kaitanya dengan sejumlah program atau kegiatan ketokohan, kepesantrenan
dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Penelitian ini menggunakan sumber-sumber berupa buku, document di
pesantren, wawancara dengan saksi hidup, penuturan pengurus pesantren
senior penulis dapat menembus sumber-sumber penulisan melalui kerabad dan
kenalan yang sedang menjabat sebagai pengurus di pondok pesantren nurul
jadid. Studi analisisnya mengenai pergerakan ketokohan rintisan kegiatan di
masyarakat kebanyakan diperoleh dari kunjungan ke pondok dan masyarakat
sekitar untuk memperoleh gambaran Riwayat kegiatan serta keberhasilanya.
23
penulisan dibagi menjadi empat bab yang masing-masing sub-bab yang
tertuang dalam penjelasan dari garis besar setiap pembahasan babnya.
BAB II
24
Profil Pondok Pesantren Nurul Jadid dalam Pengembangan Ekonomi
Masyarakat Sekitar
Nama Tanjung diambil dari dari nama pohon besar bernama Tanjung,
dan bunganya pun dinamai bunga Tanjung, yang sejak zaman dulu berdiri
tegak ditengah-tengah desa itu. Oleh masyrakat setempat pohon Tanjung itu
dianggap mempunyai kelebihan dan keistemewaan sehingga diabadikan
sebagai nama desa.
24
M. Rahwini Anwar, Sejarah Almarhum KH. Zaini Mun’im dan pesantren Nurul jadid, PP. Nurul
Jadid, hal 34.
25
yang laki-laki maupun perempuannya. Bahkan di desa Tanjung ini merupakan
tempat pelacuran terbesar, dan tempat aduan sapi di daerah Probolinggo. “
pokoknya, di daerah tanjung ini merupakan pusat kegiatan-kegiatan yang
sangat rusak dan sangat bertentangan dengan agama ”25
Desa Tanjung pada masanya itu merupakan desa yang mati, karena
disamping sebuah desa yang daerahnya masih dipenuhi dengan hutan jati dan
25
Wawancara dengan Bpk Ali, Bagian umum biro kepensantrenan pondok pesantren Nurul Jadid
Mei 2019
26
Mar’at, Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukuranya, (Jakarta:Ghalian Indonesia 1984), hal 77
26
penuh dengan semak belukar, juga karena kehidupan masyrakatnya yang tidak
mempedulikan sama sekali dengan keadaan di sekelilingnya. Dalam
kehidupan sehari-hari mereka lebih memetingkan kesenangan dunia semata,
sehingga tentang moral sosial saja mereka tidak mengenalnya, apalagi yang
berupa norma-norma agama. Masyrakat desa Tanjung waktu itu hanya
mengenal bahwa, kesenangan dan kebahagiaan hanya terdapat ada perbuatan
yang penuh dengan kemaksiatan dan kemungkaran itu.27
Dalam situasi dan kondisi sosial masyrakat desa tanjung seperti itulah,
Kiai Zaini – setelah mendapatkan restu dan perintah dari K.H. Syamsul Arifin,
ayah dari KH. As’ad Syamsul Arifin (pahlawan nasional), Sukorejo –
memutuskan untuk menetap dan bertempat tinggal bersama keluarganya di
desa ini28 Karena, menurut penuturan Kiai Wahid, Kiai Faqih dan Kiai Muyan,
bahwa sebelum memutuskan bertempat tinggal di desa Tanjung, Kiai Zaini
telah mengajukan beberapa tempat lainya, dengan membawa contoh tanah
sekitar tahun 1946 kepada KH. Syamsul Arifin. Daerah yang pernah diajukan
oleh Kiai Zaini adalah selain tanah di desa Tanjung ini adalah di daerah
Gengong Timur, dusun Kramat Kraksaan Timur, desa Curahsawo Probolinggo
Timur, sebuah dusun di daerah kebun kelapa jabung dan dusun Sumberkerang.
Setelah diseleksi contoh tanahnya oleh K.H Syamsul Arifin, maka Kiai Zaini
diperintahkan untuk menetap dan mendirikan pondok di desa Tanjung, karena
tanahnya dipandang cocok Kiai Syamsul untuk didirikan suatu pondok.
27
mau mendirikan pondok pesantren di derah sini (desa tanjung), maka pondok
tersebut kelak akan menjadi pondk besar dan santrinya banyak, akan melebihi
santri saya”. Dan isyarat yang ketiga adalah isyarat dari alam itu sendiri, di
mana kondisi tanahnya yang bagus dan air tidak menjadi masalah. Disamping
itu, desa Tanjung merupakan tempat yang jauh dari keramaian kota
(kraksaan), sehingga sangat cocok untuk pendirian suatu tempat pendidikan.
29
Wawancara dengan Lailul Ilham Seketaris Biro Pengembangan Tahun 1986-1989. 9 Mei 2020.
Jam 2.00
28
kebutuhan transit dan selanjutnya meneruskan perjalanan ke daerah Jogjakarta
untuk bergabung dengan teman – temanya yang tergabung dalam pasukan
hizbullah. KH. Zaini sendiri adalah komandan sabililah di Madura, dengan
menjadikan pondok pesantren panggung galis Pamekasan yang merupakan
peninggalan ayah handanya dijadikan sebagai markas pertahanan melawan
perjajahan belanda. Sampai pada akhirnya pertengahan 1947 pesantren itu
dibakar oleh penjajah belanda dan KH. Zaini mengungsi ke rumah pamanya
KH. Samsul Arifin di Pondok Sukorejo Asembagus Situbondo. Dari
pengungsian inilah, KH. Zaini merencanakan perjalanan perjuangan hizzbulah
di Jogjakarta, perjalanan ini membawa KH. Zaini mun’im transit di desa
Karanganyar Paiton Probolinggo.
29
mendekatkan hubungan masyarakat sekitar, KH. Zaini mengusahakan tempat
asah bagi alat benda tajam untuk mencari rumput yang ukuranya cukup besar
dan belum ada yang menyamai ukuran asah itu di tempat lain. Ini cukup
menarik perhatian sehingga banyak masyarakat datang untuk mengasah alat
mencari rumputnya.
Bersamaan dengan itu, KH. Zaini Mu,im mendirikan mushollah
berkaki atau yang umum disebut cangkruk dilengkapi dengan temppat wuduh
ala dan kamar mandi ala kadarnya. Inilah komunikasi dibangun dengan
masyarakat sekitarnya30. Pada mulanya mereka hanya cangkrukan, ngobrol
dan mengasah alat pencari rumput, lambat laun obrolan itu menjurus ke hal –
hal keagamaan dan di akiri dengan sholat berjamaah. Setelah di tempat
pertama ini banyak di datangi masyarakat dan sholat jamaah dijalankan, maka
KH. Zaini Mun’im mendirikan lagi mushollah cangkrukan yang tempatnya
empat ratus meter ke arah barat dan di tempat kedua ini juga melakukan
gerakan sholat berjamaah. Setelah cukup banyak jamahnya, KH. Zaini
mendirikan lagi mushollah cangkrukan yang kira – kira lima ratus meter ke
arah selatan dari mushollah yang pertama. Disini dilakukan juga pelaksanaan
sholat berjamaah setelah cukup banyak jamaah yang ikut serta, KH. Zaini
mendirikan lagi mushollah cangkrukan yang tempatnya empat ratus metter ke
timur dan di mushollah ke empat ini dilaksanakan juga sholat berjamaah.
Demikian aktivitas awal KH. Zaini Mun’im dengan menggilir waktu
sholatnya dari mushollah pertama sampai ke empat dan mirip membentuk arah
mata angin. Di antara waktu sholat fardhu, terutama di pagi dan siang hari
KH. Zaini bertani dan berkebun sebagia mana masyarakat umumnya inilah
awal mula rintisan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pendiri
dan pengasuh utama Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
Pada awal pendirian Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Zaini Mun’im
30
Anwar Arifin, Strategi Komunikasi,(Bandung:Amrico 1984). Hlm 45
30
sebagai pendiri dan pengasuh pertama memiliki perhatian yang sangat tinggi
pada kehidupan masyarakat sekitar, terutama pada sektor mata pencarian
mereka yang banyak berkencimpung di sektor pertanian, perkebunan,
perikanan, dan perdagangan. Masyarakat tampak kehidupanya terbelakang,
karena tidak ditemukan jenis tanaman yang secara ekonomis sangat
menguntungkan sementara tanaman padi dan jagung tergantug pada pengairan
yang memadai dan di daerah ini pengairanya tergantung pada tadah hujan31
31
dan Pondok Pesantren Nurul Jadid mengambil peran aktif dalam
mengedukasi, memidiasi, menfasilitasi bahkan mengatfokasi masyarakat
petani tembakau untuk terus meningkatkan posisinya sehingga dapat
melindungi hasil pertanianya berhadapan dengan gudang dan pabrik agar
permainanya lebih fair dan berkeadilan.
32
masyarakat lebih berkembang.
33
Pondok Pesantren Nurul Jadid masyrakat sekitar ini banyak bergerak di sektor
informal, perdagang kecil dan pedagang keliling. Oleh pihak Pesantren
masyrakat sekitarnya dihubungkan dengan program pengembangan
masyarakat Pondok Pesantren Nurul Jadid.
34
1970-an ditambah lagi dengan Biro Pengembangan Pesantren dan masyrakat
yang merupakan respon terhadap kerja sama berbagai swadaya masyrakat.
Posisi biro-biro ini memiliki kedudukan tinggi dan pelaksana langsung
terhadap program yang digariskan oleh pengasuh. Inilah bukti keseriusan
Pondok Pesantren Nurul Jadid membangun rintisan pemgembangan
masyarakat.
“ya begini dari dulu mas, saya meneruskan, kami selaku biro
pengembangan juga menjalin kemitraan dengan banyak pihak untuk
mendukung pengembangan di pondok ini”
35
sangat terasa terjadinya transmisi pengetahuan dan pengalaman yang
berlangsung di luar pesantren kemudian menjadi berpindah pada pengurus dan
santri Pondok Pesantren Nurul Jadid. Inilah yang menjadi modal dalam
mengebangkan kelompok-kelompok, dinamis dan organisasi siswa intra
sekolah yang menjadi kawah candra di muka bagi tumbuhnya kader dan
penerus cita-cita pengembangan masyarakat.
BAB III
Program dan Aksi Pengembangan Ekonomi Masyarakat Melalui Pondok
Pesantren Nurul Jadid Tahun 1950-1996
36
Dalam menjalankan Program dan aksi pengembangan Ekonomi
Masyarakat, Pondok Pesantren Nurul Jadid mengalami dua fase: Pertama
fase pendirian dan rintisan pondok pesantren tahun 1950 sampai 1978 yang
berangkat dari visi pendiri pondok pesantren yang peduli terhadap pertanian,
perkebunan dan lingkngan. Melalui tiga isu ini pendiri pondok pesantren KH.
Zaini Mun’im mengajak masyarakat sekitar untuk Bertani berkebun secara
benar melalui pengenalan varitas baru seperti perkebunan pohon manga,
pohon kelapa dan tembakau yang dianggap mampu mendorong peningkatan
pendapatan masyarakat. Fase kedua Pondok Pesantren Nurul Jadid
menggandeng dan bekerjasama dengan Non Govermental Organization
(NGO) yang peduli dengan pondok pesantren dan pengembangan ekonomi
Masyarakat. Selanjutnya perlu digambarkan profil Kerjasama sebagai
berikut.
a. Penanaman tembakau
37
pabrik rokok. Mengingat harga jualnya cukup tinggi, maka usaha penanaman
tembakau lambat laun diikuti oleh masyarakat sekitar. Bahkan KH. Zaini
untuk memudahkan masyarakat menyimpan hasil tembakau menyiapkan
Gudang yang cukup memadai untuk menyimpan hasil tembakau baik
miliknya sendiri maupun milik masyarakat. Inilah yang kemudian pada tahun
1949 dijadikan alibi oleh kolonial Belanda untuk menangkap KH. Zaini
dengan tuduhan penimbunan tembakau illegal. Padahal, hal yang
sesunguhnya KH. Zaini memang dicari karena sebagai sabilillah leader di
Madura yang menentang kolonialisme Belanda. Penanaman tembakau ini di
kemudian hari dilakukan masyarakat secara besar-besaran dan menjadi
komoditas utama yang menonjang ekonomi masyarakat. Bahkan mampu
menarik tiga perusahaan rokok besar: PR Gudang Garam, PR Sampoerna dan
PR Djarum untuk mendirikan Gudang besar di kecamatan Paiton.
38
penanaman pohon kelapa dengan jarak dan baris yang di atur sehingga
tampak indah dan menarik. Sekalipun Kawasan pantai, tapi masyarakat
jarang sekali yang serius menanam pohon kelapa, mereka hanya berdagang
dan nelayan ala kadarnya. Sama halnya dengan tanaman tembakau dan pohon
mangga, tanaman pohon kelapa ini dimulai dari lahan KH. Zaini sendiri yang
selain dinikmati hasil buahnya tetapi juga oleh keluarga KH. Zaini diolah
menjadi minuman dan snack seperti wingko, campuran makanan burnang
dan lain-lain. Yang kemudian mendorong masyarakat untuk mengikuti jejak
penanaman pohon kelapa ini. Selain pohon kelapan berumur Panjang juga
harganya cukup untuk menonjang kebutuhan dapur masyarakat.
39
mengusung program teknologi tepat guna yaitu program dengan
pendekatan teknologi yang diambil dari bahan-bahan yang tersedia di
lingkungn masyrakat untuk memberikan kemudahan vagi masyrakat
seperti : pembuatan tungku lorena yaitu tungku yang lebih menghemat
bahan bakar kayu dengan tingkat pemanasan yang lebih maksimal,
seperti diketahui pada masa itu belum ada gas elpiji atau kompor gas
dan masa sedikit penggunaan kompor minyak tanah. Berikutnya juga
penggunaan anyaman bamboo yang dilapisi semen untuk dinding dan
atap, program pompa air melalui tali tampar, pipa dan roda. Pengerak
untuk menarik air dari kedalaman tertentu untuk keperluan air minum
dan mck kemudian program sanitasi untuk kesehatan lingkungan35
Kerjasama dengan LP3ES ini juga mengikutsertakan lembaga
lain, dalam bidang kajian dan keilmuan melibatkan lembaga Federich-
Nauman Stiftung yang memberikan perhatiaan keilmuan, penelitian
dan penerbitan hal ini lebih pada program intelektual dan akademik
bagi santri-santri yang mempunyai minat dan bakat keilmuan. Untuk
bidang pemberdayaan ekonomi masyrakat melalui program penguatan
modal pendampingan produksi dan pasar, LP3ES bekerja sama
dengan Swiss Development Coporation (SDC) di tahun 1993-1996
meluncurkan program yang melibatkan lima pondok pesantren di
sekitar Pondok Pesantren Nurul Jadid, seperti Pondok Pesantren
Nambaul Ulum Paiton Probolinggo, Pondok Pesantren Nurul Rohma
kota Anyar Probolinggo, Pondok Pesantren Al Hidayah Probolinggo,
Pondok Pesantren Darulluwoh Kraksan Probolinggo, Pondok
Pesantren Wangkal Probolinggo dimana Pesantren-Pesantren itu
mengikutsertakan masyrakat sekitarnya yang memiliki usaha baik
pertanian, perdagangan maupun sektor informal lainya.36 Dalam hal
mengembangkan masyarakat melalui Pesantren dalam program ini,
pendekatan yang digunakan adalah melalui wadah atau forum yang
sudah ada dan berjalan di masyarakat. Mereka beserta arisan,
35
Kh. Zuhri. Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid. 10 Mei 2019
36
Ibid.
40
sholawatan, yasinan, dll dijadikan instrument untuk mengembangkan
usaha masing- masing. Anggota kelompok ini yang sekaligus sebagai
pedagang kecil maupn usaha lainya dijadiak sebagai sasaran program.
Dengan harapan melalui wadah yang sudah ada akan menpunyai
kekuatan cultural untuk mendorong berjalanya program. Selain itu
swadana yang dihimpun melalui arisan bisa bersifat komplemeter
atau salin melengkapi dengan dana yang disodorkan melalui
program ini. Cara yang digunakan pada program pinjaman
menggunakan cara revolving fund yaitu danah bergulir dengan
model tanggung renten. Artinya modal yang dipinjamkan dibiarkan
bergulir dikelompok itu dan semua anggota harus bertanggung jawab
secara renteng bila ada anggota yang mennonggak maka anggota
lain terkena sangsi tidak menerima pinjaman, sehingga masing-
masing pihak saling mengontrol. Penawaran program seperti ini
dimaksudkan bukan hanya untuk menambah da memperkuat modal,
memperkuat dan menambah modal, melainkan juga untuk
pembelanjaran bersama melalui penegakan disiplin kesadaran dan
berwawasan kedepan. Selain itu, menghindari usaha-usaha yang fiktif
atau dipaksakan karena berada dalam kawasan bersama. Hal yang
lebih penting adalah mewujudkan pemupukan modal kelompok
sehingga semakin hari modal itu semakin membesar dan terus
bergulir memberikan manfaat yang begitu luas. Forum arisan dan
sebagainya bisa mengundang para ahli untuk melakukan
pendampingan terhadap proses atau produksi pada usaha masing-
masing serta akses pasar, sehingga penguliran program ini merupakan
bagian dari kebudayaan masyrakat setempat dan diharapakan
sebagai kekuatan yang positif.
b. Kerjasama dengan Penhimpunan Pengembangan Pesantren dan
Masyrakat (P3M)
Pondok Pesantren Nurul Jadid bekerja sama dengan
Penghimpunan Pengembanagn Pesantren dan Masyrakat (P3M)
41
mengembangkan tradisi keilmuan melalui ketrampilan tulis menulis,
jurnalistik dunia kewartawanan dan pembentukan lingkumgan dan
pendidikan. Melalui salah satu unit pelaksana P3M yaitu Unit
Dokumentasi dan Pelayanan Informasi (UDPI) Pondok Pesantren Tebu
Ireng Jombang. Memulai program dengan latihan jurnalistik selama
satu bulan pada bulan juni 1986 bertempat di Pondok Pesantren Tebu
Ireng Jombang diutus lima kader senior dari Pondok Pesantren Nurul
Jadid. Selepas latihan mereka diwajibkan membuat media baca sperti
bulletin, majalah, dan tabloid. Kemudian secara berantai Pesantren
Nurul Jadid menyelengarakan pelatihan yang sama kepada pesantren
atau lembaga pendidikan di sekitar Pondok Pesantren Nurul Jadid,
sehingga keterampilan tulis menulis ini meluas di miliki oleh para
santri dan masyrakat. Dari kelompok tulis menulis ini lahir pula
kelompok pemerhati lingkungan dan pendidikan, terutama pendidikan
awal atau dasar secara bergiliran mengunjungi lembaga-lembaga
pendidikan di pelosok-pelosok yang memerlukan dukungan sumber
daya pengajar untuk memberikan nilai tambah serta membangun
semangat agar lebih survive dan berkembang dalam mengelola
pendidikanya.
c. Bekerjasama dengan Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (LAKPESDAM-NU)
Pondok Pesantren Nurul Jadid membangun modul-modul atau
paket pelatihan untuk penyelengaraan pelatihan di Pesantren dan
madrasah terutama yang berada di pelosok perdesaan. Melalui jaringan
alumni diberbagai daerah di ikutsertakan dalam gerakan pelatihan dan
peyusunan paket atau modul untuk meningjatkan kemampuan mereka
dalam mengelola kelas dan lingkungan belajar terutama penguasaan
pelajaran dasar keagamaan dan kemampuanya mengungkapkan
gagasan-gagasan untuk pengembangan pendidikan agama.
Penyengelaraan pelatihan ini juga dikerjasamakan dengan
pendidikan maa’rid yang menaungi lembaga pendidikan di bawah NU.
42
Sasaranya selain tenaga pengajar adalah satuan-satuan pendidikan
yang dipersiapkan secara khusus bagi siswa yang mempunyai
kemampuan yang berkeunggulan agar potensi mereka benar-benar
dapat disalurkan dengan baik, dipadukan dengan gerakan penelusuran
minat dan bakat setiap siswa untuk mengantarkan meraka sesuai
dengan bakat dan minatnya. Pendekatan pelatihan diutamakan untuk
memindahkan kemampuan dari para pelatih menjadi kemampuan lokal
yang dimiliki oleh para pengajar atau pendampin kependidkan yang
tersedia di tempat itu atau yang dikenal dengan transfer keilmuan.
Hal yang sama dengan lapesdam adalah Kerjasama Dengan
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (IJMI) dan beberapa pemeratih
lainya. Kerjasama posisisnya diletakkan sebagai pemicu bagi
kebangkitan peradaban masyrakat dari berbagai sektor. Dimaksudkan
untuk mengembangkan kehidupan mereka melalui akar budayanya
sendiri, sehingga tidak menimbulkan benturan nilai, keterjutan budaya
atau lompatan-lompatan pembangunan yang tanpa disadari menarik
manusia dari lingkungan budayanya. Inilah yang memerlukan kearifan
dari para pengembang sosial untuk benar-benar berhati-hati
mencangkokkan setiap kegiatan yang baru atau dari luar yang diusung
untuk masyarakat lokal.
43
Beririnya Pondok Pesantren Nurul Jadid memang bukan sekedar
untuk pemenuhan kebeutuhan keilmuan, melainkan juga penjagaan
budaya, penyebaaran etika dan moralitas keagamaan. Tak heran, pada
periode awal ini santri lebih diarakan agar lebih memahami bentuk
aplikasi dan teori ilmu- ilmu keagamaan yang mereka pelajari kitab-
kitab kuning. Sehingga nantinya, para santri bisa mengamalkan teori
ilmu-ilmu keagamaan secara tepat dan benar ketika sudah terjun di
tengah-tengah masyrakat. Bentuk aplikasi ilmu keagamaan tersebut
dilakukan dalam bentuk pendampingan kepada masyrakat.
44
menerjemahkan kitab-kitab yang dikajinya.
45
didirikan untuk menampung aspirasi masyarakat yang enggan
menyekolahkan putra-putrinya ke lembaga pendidikan yang lokasinya
berada di dalam Pesantren. Dua tahun kemudian, SDI menempati
lokasi baru dan namanya berubah menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Nurul
Mun’im (MINN).
46
mendalami ilmu agama sebagai bekal saat kelak terjun di tengah-
tengah masyarakat. Selain itu, dalam periode ini, sistem manajerial
pengelolaan pesantren mengalami perkembangan cukup signifikan.
Kreasi-kreasi inovatif banyak bermunculan, terutama dalam hal
merespon perkembangan yang terjadi. Pengembangan ilmu dan
teknologi merupakan salah satu cara agar pesantren ini mampu
berbicara di tengah zaman yang terus berubah.
47
IV, V dan VI menjadi madrasah Aliyah Nurul Jadid (MANJ). Pada
jenjang pendidikan tinggi juga mulai terlibat adanya peningkatan.
Tahun 1979-1980 dirintis berdirinya sekolah tinggi ilmu syariah.
Untuk membekali life skill santri, pesantren mendelegasikan diri
beberapa santri untuk mebngikuti pelatihan, baik tingkat wilayah
maupun Nasional. Pada periode ini pula, pesantren mulai merintis hal-
hal yang menyangkut keterampilan santri, mulai dari elektro, jahit
menjahit, pertanian serta kemampuan kebahasan (Arab-Inggris). Selain
itu, para santri dan alumni dianjurkan untuk mengisi ruang-ruang
birokrasi. Jumlah santri pada masa KH. Hasyim meningkat drastis.
Pada tahun 1983, jumlah santri Nurul Jadid sekitar 2000 santri.
48
Satu tahun kemudian, beberapa lembaga pendidikan yang
sebelumnya hanya memiliki status terdaftar dan diakui, diusahakan
meningkat menjadi disamakan. Dengan peningkatan status ini,
lembaga pendidikan tersebut sejajar dengan lembaga pendidikan
negeri. Beberapa lembaga tersebut adalah SMUNJ yang disamakan
pada tahun1990, SMPNJ disamakan pada tahun 1990, SMPNj
disamakan pada tahun 1991, dan MTsNJ serta MANJ disamakan pada
tahun yang sama.
49
pesantren juga mendirikan Klinik Azzainiyah, 40 yang semula bernama
Usaha Pelayanan Kesehatan Santri (UPKS). Pesantren juga
membangun panti asuhan untuk menampung anak-anak dari kalangan
ekonomi lemah. Setelah KH. Wahid wafat, kepemimpinan pesantren
dilanjutkan oleh KH. Moh. Zuhri Zaini. Pada masa KH. Zuhri,
dilakukan pembenahan dalam struktur pondok pesantren, seperti
dibentuknya dewan pengasuh, koordinator sebagai lembaga yang
membantu pengasuh, restruksi BPPM, menambah struktur baru seperti
BKLH dan lajnah Falakiyah, pembentukan bagian khusus yang
menangani pembinaan Al-Qur’an, serta mendirikan Ma’had Aly yang
memiliki kosentrasi dalam pembinaan kader dakwah. Untuk
peningkatan kinerja organisasi pesantren, dilakukan beberapa langkah
pembenahan infrastruktur manajemen pesantren seperti pengadaan
Local Area Network (LAN) sebagai penghubung elektronik antar
lembaga, sentralisasi data, pembuatan website, dan lainya. Selain itu,
pengembangan dan perluasan area Pondok Pesantren Nurul Jadid juga
dilakukan, terutama di area kampus terpadu, sebelah timur kompleks
pondok pesantren, meliputi: IAI Nurul Jadid, STT Nurul Jadid, dan
STIkes Nurul Jadid. Pengembangan sarana ibadah juga dilakukan,
seperti renovasi Masjid Jami Nurul Jadid menjadi tiga lantai,
penambahan mushallah-mushallah di wilayah puteri, serta melakukan
penambahan asrama sebagai sarana prasarana tempat mukim santri,
meliputi: Asrama i’daiyah Daltim, Asrama Sunan Muria, Asrama
Sunan Maulana Malik Ibrahim.
50
dalam membimbing kehidupan di dunia dan akhirat. Hubungan ini bersifat
simbiosis mutualistik, masyarakat memerlukan pondok pesantren dan pondok
pesantren memerlukan masyarakatnya. Hubungan seperti inilah yang menjadi
kekuatan pondok pesantren sebagai agen pembaruan dan perubahan. Ikhtiar
perubahan melalui pondok pesantren nyaris tanpa curiga, diterima sebagai
bagian dari kebutuhan masyarakat dan pondok pesantren itu sendiri. Suasana
kebatinan seperti ini merupakan kekayaan sekaligus kekuatan hubungan
pondok pesantren dan masyarakat.
Kiai dan pondok pesantren bukan hanya pemimpin dan tempat kegiatan
keagamaan melainkan sebagai panutan, pembimbing dan pendamping
masyarakat. Mereka tumbuh dan berkembang bersama masayarakat. Dalam
kasus Pondok Pesantren Nurul Jadid, keterlibatan pondok pesantren dengan
masyarakatnya berlangsung hampir dalam setiap kebutuhan dan persoalan
masyarakat, mulai dari kelahiran, perkawinan dan kematian. Pengagas
tanaman pertanian dan perkebunan lahir dari hubungan Pondok Pesantren
Nurul Jadid dan sekitarnya, seperti penanaman mangga, tembakau, kelapa
dan beberapa variaritas tanaman padi dipelopori oleh hasil hubungan
Pesantren Nurul Jadid dengan masyarakat sekitarnya di tahun 1947 pendiri
dan sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid ditahan oleh
pemerintah belanda di Kraksan karena di tuduh menimbun hasil tembakau,
walaupun masyarakat tau bahwa tuduhan itu hanya dibuat buat yang
51
sebenarnya adalah karena posisi KH. Zaini Mun’im sabilillah leader di
Madura.41
41
Wawancara dengan Bpk. Lukman Hakim bagian Koperasi Tahun 1986-1989, 05 Mei 2020, jam
12.00.
42
ibid
43
Sirajuddin, Fatkhurrahman, Zurkanain, Legislative, Drafting, pelembagaan metode partisipatif
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, malang, Corruption Watch dan YAPPIKA
2016. Hlm 234.
52
menunjukkan grafik ketika kekuasaan pemerintah tidak represif. Hasil
pendekatan teknokratik – seperti dialami pemerintah orde baru – pemerintah
daerah hanya meneruskan program-program yang dirancang pemerintah
pusat. Keadaan ini oleh Widianingsih dan Mirrel44 disebut sebagai
menghambat kreativitas dan inovasi daerah.
Apapun model partisipasi yang terjadi, tidak akan banyak berarti jika
masyarakat bersifat apatis terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk itu harus di
upayakan untuk mendorong masyarakat agar aktif berpatisipasi dalam setiap
proses keputusan kolektif. Ada beberapa strategi yang dapat di lakukan untuk
mendorong partisipasi masyarakat, antara lain: mengokohkan kekuatan
masyarakat dalam setiap peran serta, memberdayakan masyarakat termasuk
kesadaran kritis terhadap hal-hal sekitarnya, mendorong publikasi informasi
ke ilmuan dan kemasyarakatan khususnya yang berkaitan dengan partisipasi
44
Ida Widianingsih dan Elizabeth Morrel, Participatory Planning In Indonesia, dalam Policy
studies, Vol 28- issue, 2007. Hlm 2
45
Andrian Gurza Lavall, Arnab Acharya dan Peter P. Houtzager, beyond comparative
anecdotalism: listen on civil society in participation from sao Paulo Brazil, dalam world
development vol 3 (6) 2005 hlm. 960
53
serta mempengaruhi pengambil kebijakan, memunculkan relasi dan gerakan
partisipasi secara berlanjut.
54
masyarakat.
55
dari satu pondok ke pondok lainya, dari pondok ke madarasa/sekolah dari
sekolah ke pondok.
56
pertama professor dokter BJ Habibie sejak inilah hubungan pemerintah
dengan dunia Pesantren relative terbuka dan meningkat, lambat laun hambatan
politik mulai sirna dan kemudian ditunjukkan dengan melalui kunjungan
Professor Habibie ke Pondok Pesantren Nurul Jadid di awal Tahun 1990-an.
Era baru yang cukup harmonis antara pemerintah dan Pesantren ini
mulai tampak dukungan pemerintah melalui pengaspalan jalan utama menuju
pondok pesantren, ke iku sertaan santri-santri senior dalam program
pemerintah seperti keluaraga berencana, pemanfaatan CSR coporate social
responbilities perusahaan milik Negara, pengiriman tugas belajar santri
dengan program pemerintah dan lain- lain.
Pola hubungan yang bersifat baru ini, sekaligus menjadi tantangan bagi
pondok pesantren danmasyarakat khususnya dalam kemandirian, kecerdasan
dan kemampuan untuk memilih arah jalan hidup yang tetap menjaga marawa
dan martabat pesantren dan masyarakat. Terbukanya hubungan politik dengan
semua pihak, dan naiknya peranan partai politik serta Negara dalam kehidupan
masyarakat telah memberikan arah baru bagi berbagai jenis komunikasi dan
upaya pemberdayaan. Dulu pondok pesantren sibuk mencari akses ke
lingkungan pemerintah dan intitusi lainya, kini banyak unsur-unsur
pemerintah dan Negara yang sibuk membangun hubungan dengan pesantren
dan masyarakat.
57
pondok pesantren dan masyarakatnya yang umumnya tiggal di
pedesaan telah di gelontor dengan program dana desa, Pesantren di dekati oleh
berbagai partai politik dan kekuasaan, mereka berjalan dalam lingkaran
kepentingan masing-masing, inilah yang menjadi tantangan ke depan, apakah
dengan berbagai kemudahan ini pondok pesantren dan masyarakatnya masih
bertahan bahkan berkembang dengan warna asalnya, dengan kemandirian dan
cita-cita keluruhan ataukah telah bergeser pada langkah-langkah pragmatis
yang bersifat jangka pendek dan tidak menguatkan karakter. Inilah masalah-
masalah yang perlu dijawab Pesantren dan masayarakatnya untuk terus hidup
dalam kemajuan dengan jati diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang
berdasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 1945.
58
sekolah seperti Osis di semua lembaga pendidikan tingkat pertama maupun
tingkat atas dan organisasi senat mahasiswa. Pondok Pesantren Nurul Jadid
dengan tiga lembaga pendidikan tingkat pertama dan empat lembaga
pendidikan tingkat atas serta senat mahasiswa dari universitas Nurul Jadid
dapat dirancang untuk bekerja sama dengan biro pengembangan Pesantren dan
masyarakat Pondok Pesantren Nurul Jadid.
59
4. Membuka diri terhadap pihak – pihak yang ingin membangun kerja
sama dalam mensukseskan program pengembangan baik dari kalangan
pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat umum.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
60
dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat sekitar. Selain itu,
potensi ketokohan pengasuh pondok pesantren yang mempunyai
pengaruh dan keteladanan serta keberadaan santri dan fasilitas
pondok pesantren yang dapat menjadi instrumen bagi usaha- usaha
masyarakat. Kemampuan-kemampuan membangun kerja sama
dengan pihak luar menjadi modal mendukung kelengkapan
program pengembangan masyarakat.
2. Pondok Pesantren Nurul Jadid sejak berdiri 1948 telah melakukan
peran rintisan pengembangan masyarakat melalui rintisan
penanaman tembakau yang kemudian menjadi andalan pendapatan
masyarakat sekitar, di ikuti dengan pendampingan bibit pertanian,
pengolahan tanaman pertanian dan perjualan hasil pertanian.
Memberikan penguatan modal, pelatihan produksi dan pemasaran
bagi masyarakat sekitar. Menjalankan proyek percontohan
penanam bibit mangga dan kelapa. Mendirikan beberapa lembaga
baik di Pesantren maupun di luar Pesantren yang selanjutnya
disertai dengan program keagagamaan yang berlangsung secara
rutin dalam kelompok-kelompok masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
61
(Ed). 1990. Pergulatan ddunia pesantren Membangun dari bawah. Jakarta:
P3M.
Dr. Suhrawardi K, Farid Wajdi. 2012. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar
Grafika.
Karya Grafika.
Jurnal
62
Andrian Gurza Lavalle, Arnab Acharya dan Peter. Houtzager. 2005. Beyond
comparative anecdotalism: listen on civil society in participation from
sao Paulo Brazil. World development Vol 3 (6).
Artikel
Arsip
Wawancara
Drs Faizin Samuel. seketaris biro kepensantrenan nurul jadid. Wawancara oleh
Farhan Nuruzzaman 2019. Rintisan Pengembangan Masyarakat
(tanggal 06 mei).
63
(tanggal 06 mei).
Bpk Ali. Bagian umum biro kepensantrenan pondok pesantren Nurul Jadid.
Wawancara oleh Farhan Nuruzzaman 2019. Biografi Kh. Zaini
Mun,im (tanggal 10 Mei).
Kh. Zuhri. Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid. Wawancara oleh Farhan
Nuruzzaman 2019. Sejarah pembangunan Pondok Pesantren Nurul
jadid (10 Mei 2019).
Koran
Internet
64
LAMPIRAN
65
Kerjasama yang dilakukan Pondok Pesantren Nurul Jadid di dalam negeri dan
di luar negeri
66
Kegiatan Pondok Pesantren Nurul Jadid
67
Bukti Riwayat hidup KH. Zaini Munim
68
69