Anda di halaman 1dari 18

PAPER

TINITUS

DISUSUN OLEH :

MONIKA FERONIKA NDRURU 183307020072


DORTHEA GOHAE 183307020029
MHD HASRATDIN GIAWA 183307020064

PEMBIMBING :
Dr. dr. Yuliani M. Lubis, Sp. THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

Polip nasi adalah adalah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip
dapat timbul pada laki-laki ataupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut
(Adams dkk, 1997).
Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan
dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi penelitian dan metode
diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di
Eropa dan 4,2% di Finlandia. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-
4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian
Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000
orang per tahun. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan
wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2%-4,3% (Soepardi dkk, 2007).
Polip hidung merupakan penyakit multifaktorial, mulai dari infeksi, inflamasi non
infeksi, kelainan anatomis, serta abnormalitas genetik. Banyak teori yang mengarahkan polip
ini sebagai manifestasi dari inflamasi kronis, oleh karena itu, tiap kondisi yang menyebabkan
adanya inflamasi kronis pada rongga hidung dapat menjadi faktor predisposisi polip. Kondisi-
kondisi ini seperti rinitis alergi ataupun non alergi, sinusitis, intoleransi aspirin, asma, Churg-
strauss syndrome, cystic fibrosis, katagener syndrome, dan Young syndrome (Ahmad et all,
2012).
Faktor genetik dianggap berperan dalam etiologi polip hidung. Sekitar 14% penderita
polip memiliki riwayat keluarga menderita polip hidung. Etnis dan geografis memiliki
peranan dalam patofisiologi polip. Pada populasi Caucasian dominan polip eosinofilik
sementara di Asia dominan neutrofilik (Aaron, Chandra, Conley & Kern 2010).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung


2.1.1 Anatomi Hidung
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar
menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas, struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat
digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan, dan
yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. (Keith L. Moore,
Arthur F., 2013)

Gambar 2.1 Anatomi hidung luar


(Sumber : www.siswapedia.com)
a. Hidung luar
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung (Keith L. Moore, Arthur F., 2013).
Kerangka tulang terdiri dari :
1) Tulang hidung (os nasal)
2) Prosesus frontalis os maksila
3) Prosesus nasalis os frontal;
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :
1) Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2) Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (ala mayor)
3) Tepi anterior kartilago septum.
Gambar 2.2 Anatomi os nasal
(Sumber : http://repository.usu.ac.id)

b. Hidung dalam
1) Anterior
- Nares anterior
- Vibrissae
- Vestibulum
- Limen
- Atrium
2) Posterior
- Concha inferior
- Concha medial
- Concha superior
- Coana

Gambar 2.3 Anatomi hidung dalam


(Sumber : anatomytopics.wordpress.com)
2.1.2 Fisiologi hidung
Fungsi hidung adalah olfaktori (penghidu), respirasi (pernapasan), filtrasi debu,
kelembapan udara yang dihirup, dan resepsi dan eliminasi sekresi dari sinus paranasalis dan
ductus nasolacrimalis (Keith L. Moore, Arthur F., 2013).
2.2 Polip
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Bentuk
menyerupai buah anggur, lunak dan dapat digerakkan. Polip timbul dari dinding lateral
hidung. Polip yang diakibatkan proses inflamasi biasanya bilateral (Schlosser & Woodworth
2009; Mangunkusumo & Wardani 2007).

Gambar 2.1 Nasal Polips


(Sumber : http://klikpdpi.com)
Polip hidung dapat menyebabkan gejala hidung tersumbat, rinore, dan
hiposmia. Walaupun tidak menyebabkan gangguan yang mengancam jiwa, tetapi berdampak
besar pada kualitas hidup penderita.2 Polip hidung dapat mengganggu fungsi dasar mukosa
hidung, yaitu melawan infeksi dan mengkondisikan udara yang masuk ke saluran napas
bawah, dan dapat menyebabkan eksaserbasi asma dan hiperesponsif.3 Poliposis yang masif
dapat menyebabkan perubahan struktur craniofacial dan menyebabkan hypertelorism.4
Kondisi yang lebih memperberat gangguan kualitas hidup penderita adalah bila timbul
komplikasi ke orbita, atau intracranial (Iwan Setiawan Adji, dkk, 2016)
Gambar 2.2 Gambaran endoskopi polip antrokoanal.
(Sumber : http://repository.unand.ac.id)

Pembagian stadium polip :


Stadium 1 ; Polip masih terbatas di meatus medius
Stadium 2 ; Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum
memenuhi rongga hidung
Stadium 3 ; Polip yang mendekati turbinate inferior
Stadium 4 ; Polip tumbuh sampai melewati meatus inferior

Polip hidung secara tradisional dibagi menjadi polip antrokoanal dan polip etmoidal
bilateral. Keduanya adalah massa mukosa sinonasal edematous yang non-neoplastik (Mohan
Bansal, 2013)

Tabel 2.1 Perbedaan antrochoanal and ethmoidal polyp

Keterangan Antrochoanal polyp Ethmoidal polyp


Umur Tersering pada anak-anak Tersering pada orang dewasa
Etiology Infeksi Alergi dan banyak faktor
Jumlah Solitary Multiple
Ukuran Unilateral Bilateral
Asal Maxilarys Etmoidal sinus
Pertumbuhan Tumbuh menuju choana Tumbuh menuju nares
posterior anterior
Lobus two (Dumbbell) or three two (Dumbbell) or three
(trilobed) (trilobed)
Gangguan Unilateral Bilateral
History Relative pendek Relative panjang
Kambuh Tidak sering Sering
Terapi Operasi Obat
Sumber : Diseases-of-ear-nose-and-throat-1e-2013-pdfunitedvrg

2.2.1 Etiologi
Belum diketahui secara pasti , Biasanya diduga manifestasi (Mohan Bansal, 2013):
1. Rinosinusitis: asal alergi dan non-alergi dan rinitis non alergi dengan sindrom
eosinofilia.
2. Cystic fibrosis: Gangguan motilitas siliaris dan komposisi abnormal lendir hidung.
3. Sinusitis jamur alergi.
4. Tiga serangkai Samter: Ini adalah tiga serangkai polip hidung, asma, dan intoleransi
aspirin.
5. Sindrom Kartagener: Bronkiektasis, sinusitis, situs inversus, dan diskinesis silia.
6. Young syndrome: penyakit sinopulmoner dan azoospermia.
7. Sindrom Churg-Strauss: Asma, demam, eosinofilia, vaskulitis, dan granuloma.
8. Mastocytosis hidung: Mukosa hidung diinfiltrasi dengan sel mast dengan sedikit
eosinofil. Tes kulit untuk tingkat alergi dan IgE adalah normal.
9. Neoplasma: Polip hidung sederhana dapat dikaitkan dengan keganasan, yang umum
pada orang di atas 40 tahun dan harus dikeluarkan dengan pemeriksaan histologi.

2.2.2 Patologi
Patologi pada polip menurut Mohan Bansal, 2013 :
1. Terjadi pengumpulan cairan ekstraseluler dan edema mukosa hidung (perubahan
polipoidal), terutama meatus tengah dan turbinate tengah. Polip pada awalnya sessile
dan kemudian menjadi pedunculated karena efek gravitasi dan bersin berlebihan.
2. Polip biasanya dilapisi dengan epitel kolumnar bersilia, yang pada paparan iritasi
atmosfer dapat mengalami perubahan metaplastik menjadi tipe transisional dan
skuamosa. Submucosa mengandung ruang interselular besar yang diisi dengan
eosinofil dan sel bundar.

2.2.3 Gambaran Klinis


Gambaran klinis polip menurut Mohan Bansal, 2013 :
1. Ada keluhan hidung tersumbat
2. Mengalami anosmia parsial/ total dan sakit kepala
3. Sering bersin, rhinorea dan gatal mengidentifikasi alergi
4. Adanya purulent pada hidung

2.3 Polip Antrokoanal


2.3.1 Definisi
Polip antrokoanal merupakan pertumbuhan jinak unilateral yang berasal dari
mukosa sinus maksilaris hingga mencapai koana posterior dan polip terlihat di
nasofaring.
Gambar 2.1 Anatomi Polip antrokoanal
(Sumber : http://forum.detik.com)

2.3.2 Etiologi
Belum diketahui secara pasti, kemungkinan dikarenakan adanya infeksi pada sinus
maxilaris (Mohan Bansal, 2013)

2.3.3 Patogenesis
Proses pembentukan polip hidung diduga melalui 2 tahap, yaitu (Diar M. Ardani, Dwi R.
Pawarti, 2008) :
1. Tahap awal terjadi perubahan mukosa berupa udim dan infiltrasi sel-sel radang seperti
eosinophil dan neutrophil yang disebabkan oleh alergi, infeksi, dan gangguan
vasomotor atau kombinasi.
2. Tahap kedua mukosa yang udim tersebut akan menonjol ke kavum nasi karena
pengaruh mekanis dari lingkungannya yaitu tekanan negative.
2.3.4 Patologi
Biasanya berbentuk lonceng bisu dan biasanya muncul melalui ostium
aksesori atau jarang melalui ostium alami. Polip terbatas pada ostium sehingga
membentuk lonceng bisu. Di antrum biasanya timbul dari lantai atau dinding lateral
(P. Hazarika, dkk, 2013).

2.3.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan utama dari penderita polip hidung adalah buntu hidung yang makin lama
makin memberat sesuai perkembangan polipnya. Kadang-kadang disertai anosmia.
Timbulnya gangguan akibat sumbatan hidungnya antara lain gangguan air
conditioning dari hidung sehingga menimbulkan keluhan tenggorokan. Keluhan
rinore yang lengket atau dapat purulen jika ada infeksi sekunder di sinus paranasal
yang disertai keluhan sakit kepala atau pipi.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior akan tampak massa polip yang berasal dari
meatus medius bias soliter ataupun multiple dan unilateral atau bilateral. Terkadang
polip multiple terhalang oleh polip yang besar, sehingga untuk pemeriksaannya perlu
tampon larutan efedrin 2% untuk melonggarkan rongga hidung. Polip yang makin
besar jika kebelakang akan tampak di koana, atau hanya tampak di koana saja yang
disebut polip koanal yang akan tampak pada rinoskopi posterior.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi :
 Radiologi : foto polos sinus paranasal
 Biopsy
 Tes alergi
2.3.5 Diagnosis Banding
Diagnosis banding polip antrokoanal adalah :
 Blob of mucus
 Hypertrophied middle turbinate
 Angiofibroma
 Malignancy
 pediatric masses

2.3.6 Penatalaksanaan dan pencegahan


 Polipektomi medikamentosa : dengan kortikosteroid topikal atau sistemik
 Pembedahan : Polip antrokoanal dapat di avulsi baik melalui jalur hidung
atau oral. Perulangan, yang jarang terjadi setelah pelepasan total, mungkin
memerlukan operasi Caldwell-Luc (P. Hazarika, dkk, 2013).
BAB 3
LAPORAN KASUS

FISIK DIAGNOSTIK PADA PEMERIKSAAN PARU

ANAMNESIS
IDENTITAS PRIBADI
 Nama : Nn. X
 Umur : 33 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat :-
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Status keluarga : Belum menikah
 Tanggal masuk : 2 Mei 2019

Anamnesis Penyakit
Autoanamnesis/ Aloanamnesis
Keluhan Utama : Hidung tersumbat
 Onset : sebulan lalu
 Location : hidung kanan
 Duration : 2 minggu terakhir
 Character : (-)
 Aggravating : kontak dengan debu
 Radiation : (-)
 Timing : selalu terutama malam hari
Keluhan Tambahan : sulit bernafas, sakit kepala.
Telaah : Seorang wanita umur 33 tahun datang ke poli THT RS Royal
Prima mengeluh hidung tersumbat sejak 1 bulan yang lalu dan semakin berat 2 minggu
terakhir terutama pada malam hari dan sakit kepala.
Riwayat Penyakit Terdahulu : (-)
Riwayat Pemakaian Obat : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : (-)
Riwayat Merokok : (-)
Riwayat Alergi Obat : (-)

VITAL SIGN
 Tekanan Darah : 110/ 80 mmHg
 Heart Rate : 90x/menit
 Respiratory Rate : 20x/menit
 Temperatur : 37,50C
 Berat Badan : 60 kg
 Tinggi Badan : 160 cm

STATUS GENERALISATA
Kepala
 Bentuk : Normal/Tidak
 Rambut : Normal/Tidak
Telinga
 Bentuk : Normal/Tidak
 Liang Telinga : Lapang/tidak
 Serumen : Ada /Tidak
 Mukosa : Normal
 Selaput Pendengaran : Baik/Tidak
 Gangguan Pendengaran : Ada/Tidak
Hidung
 Bentuk : Simetris/tidak
 Deviasi Septum :Ada/tidak
 Sekret : Jernih
 Concha Nasalis : Hipertrofi
Mulut
 Mukosa : Normal/tidak
 Sianosis : Ada/tidak
 Tonsil : Normal/tidak
 Faring : Hiperemis/tidak
Leher
 Bentuk : Simetris
 Pembesaran Kelenjar Tiroid : Pembesaran KGB/tidak
 Posisi Trakea : Medial/tidak
 TVJ : Normal/tidak
Thorax : Normal
Abdomen : Normal
Punggung : Normal
Genitalia : Normal
Ekstremitas : Normal

PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG


Inspeksi
Keadaan Umum : Sadar dan orientasi baik
Sensorium : Compos Mentis/tidak
GCS : E4V5M6
Bentuk Hidung : Simetris
Deviasi Septum : Tidak
Sekret : Jernih
Concha Nasalis : Hipertrofi
Massa : Ada
Palpasi
Nyeri Tekan : nyeri tekan/tidak

DIAGNOSA SEMENTARA
Polip antrokoanal + Turbinate Hipertropy
TINDAKAN LANJUTAN
Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan yaitu :
 Pemeriksaan radiologi : Sinus paranasal (PA/Lateral) dan X-ray Thorax (PA)
 Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap
02 Mei 2019
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Radiologi
Sinus Paranasal (PA/Lateral)
Tampak perselubungan memenuhi rongga
Sinus maxillaris kanan
Tulang-tulang dinding sinus intak
Septum nasi medial
Kesan : Sinusitis Maksilari Kanan

X-ray Thorax (PA)


Jantung bentuk dan ukuran normal

B. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Normal Hasil
Lengkap
HB 12,5 – 14,5 13,5 g/dL
Eritrosit 3,50 – 5,50
Leukosit 5 – 11 12,61. 103/µL
Hematokrit 30,5 – 45,0
RDW 11,50 – 14,50
Limfosit 20 – 40
Neutrofil 50 – 70

Pemeriksaan Cogulation Normal Hasil


Waktu pendarahan 1-5 menit 3 menit
Waktu pembekuan 5-15 menit 7 menit

Pemeriksaan Diabetic Normal Hasil


Glukosa ad random <200 mg/dL 13,5 mg/dL

RESUME
Hidung tersumbat (+) sejak 1 bulan yang lalu dan semakin berat 2 minggu terakhir terutama
pada malam hari dan sakit kepala (+).

DIAGNOSA
Polip antrokoanal + Turbinate Hipertropy
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Dokter menyarankan agar Nn. X dioperasi dengan tindakan polipeptomi secara bius umum.
Dengan tujuan pembedahan untuk melepangkan hindung. Resiko pembedahan yaitu
terjadinya pendarahan. Dan komplikasinya adalah infeksi. Prognosisnya baik bila
penanganan yang baik pula.

PERSIAPAN PASIEN
Nn X telah mendapatkan edukasi dan menyetujui untuk dioperasi dan menerima prosedur
yang telah disampaikan dokter. Nn.X akan menjalani pengobatan praoperasi dalam ruangan
yang telah ditetapkan oleh rumah sakit. Dan akan dioperasi pada tanggal 03 Mei 2019.

FOLLOW UP
Hari ke 1 Preoperasi
Tgl. Reseptur : 2 Mei 2019
Ruangan : Lt.9B
Tanggal/ Subjective Objective Assesment Planning
waktu
2 Mei 2019 / Hidung Kesadaran : Diagnosa : - Antasida doen
20:22:59 tersumbat (+) CM - Polip 60 ml syrup
Sulit bernafas (+) TD : 110/80 antrokoanal - Lansoprazole 30
Lambung sakit mmHg - Turbinate mg tablet
(+) HR : 90x/mnt Hypertropy Domperidone 10
RR : 20x/mnt mg tablet
T : 37,50C - Cefotaxime 1 gr
SPO2 : 100% injeksi
2 Mei 2019 / - Cefotaxime 1 gr
22:52:07 injeksi
- Ringer lactat 500
wida
Hari ke 2 Preoperasi
Tgl. Reseptur : 3 Mei 2019
Ruangan : Lt.9B
Tanggal/ waktu Subjective Objective Assesment Planning
3 Mei 2019 / Kesadaran : CM Diagnosa : - Ringer lactat
01:24:15 TD : 110/80 - Polip 500 MJB
mmHg antrokoanal -Steril water 25
HR : 90x/mnt - Turbinate ml Otsu
RR : 20x/mnt Hypertropy - Ranitidine 25
T : 37,50C mg injeksi
SPO2 : 100% - Cefotaxime 1
gr injeksi
- Furosemide 10
mg injeksi
3 Mei 2019 / - Candesartan 8
01:25: 00 mg tablet
-Concor 2.5 mg
tablet
Clindamycin
150 mg kapsul

Hari Operasi
Tgl. Reseptur : 3 Mei 2019
Ruangan : OT 2
Tanggal/ Subjective Objective Assesment Planning
waktu
Tiba : Hidung Kesadaran : Diagnosa : - Cefotaxime 1 gr
3 Mei 2019 / tersumbat (+) CM - Polip - Puasa
14: 05 Sulit bernafas (+) TD : 130/90 antrokoanal
Lambung sakit mmHg - Turbinate
(+) HR : 90x/mnt Hypertropy
RR : 20x/mnt
T : 37,50C
SPO2 : 99%
Anestesi : TD : 130/90
3 Mei 2019 / mmHg
14 : 10 HR : 90x/mnt
RR : 20x/mnt
T : 37,50C
SPO2 : 98%
Hari ke 1 Pasca operasi
Tgl. Reseptur : 3 Mei 2019
Ruangan : Ruang putih/ODC
Jam masuk ruangan : 16 : 20
Pengkajian Pasca operasi :
1. Kesadaran umum : Memuaskan
2. Tingkat kesadaran : Terjaga
3. Jalan nafas : Tidak ada masalah
4. Pernafasan : Spontan
5. Terapi Oksigen : O2 Nasal
6. Kulit : Lembab
7. Sirkulasi : Merah muda
8. Posisi pasien : Lateral
9. Skor Alderette : 9 (total)
 Aktivitas : 2 ektremitas (1)
 Pernafasan : dapat bernafas dalam dan batuk (2)
 Sirkulasi : TD 20 mmHg dari nilai pra-anestesi (2)
 Kesadaran : sadar penuh (2)
 Saturasi O2 : ≥ 92% dengan udara kamar (2)

Hari ke 2 Pasca operasi


Tgl. Reseptur : 4 Mei 2019
Ruangan : Lt.9B
Tanggal/ Subjective Objective Assesment Planning
waktu
4 Mei 2019 / - Asam Tranneksamat
50 mg injeksi
- Cefoperazone injeksi
- Dexamethazone 5 mg
injeksi
- Ondansetron 8 mg
injeksi
- Ranitidine 25 mg
injeksi
- Cefotaxime 1 gr
injeksi
Hari ke 3 Pasca operasi
Tgl. Reseptur : 5 Mei 2019
Ruangan : Lt.9B
Tanggal/ waktu Subjective Objective Assesment Planning
4 Mei 2019 / -Dexamethazone 5
mg injeksi
- Ringer lactat 500
wida
- Asam
Tranneksamat 50 mg
injeksi
- Dexketopronfen 50
mg/2 ml injeksi
- Cefoperazone
injeksi
- Ranitidine 25 mg
injeksi
- Ondansetron 4 mg
injeksi
- Buka tampon

Hari ke 4 Pasca operasi


Tgl. Reseptur : 6 Mei 2019
Ruangan : Lt.9B
Tanggal/ waktu Subjective Objective Assesment Planning
6 Mei 2019 / - Ringer lactat 500
wida
- Dexketopronfen 50
mg/2 ml injeksi
- Asam
Tranneksamat 50 mg
injeksi
- Cefoperazone
injeksi
- Ranitidine 25 mg
injeksi
- Ondansetron 4 mg
injeksi
- Dexamethazone 5
mg injeksi
Hari ke 5 Pasca operasi (Pasien Pulang)
Tgl. Reseptur : 7 Mei 2019
Ruangan : Lt.9B
Tanggal/ waktu Subjective Objective Assesment Planning
7 Mei 2019 / - cuci hidung dengan
NaCL 25 ml Otsu

7 Mei 2019 / - NaCL 500 ml MJB


-Inbumin fc tablet
250 mg
- methylprednisolone
4 mg tablet
- Asam traneksamat
(Nexitra) 500 tablet
Cefadroxil 500 mg
kapsul
7 Mei 2019 / - Cefoperazone
injeksi
- Ranitidine 25 mg
injeksi
- Ondansetron 4 mg
injeksi
- Dexamethazone 5
mg injeksi
- Asam
Tranneksamat 100
mg injeksi
- Furosemide 10 mg
injeksi
- Cefotaxime 1 gr
injeksi

Hari ke 5 Pasca operasi (Kontrol 1 )


Tgl. Reseptur : 10 Mei 2019
Tanggal/ waktu Subjective Objective Assesment Planning
10 Mei 2019 / - cuci hidung dengan
NaCL 25 ml Otsu

Anda mungkin juga menyukai