Anda di halaman 1dari 11

Makalah Pengelolaan Jasa Lingkungan Medan, Mei 2020

HUTAN PRODUKSI YANG DILAKUKAN OLEH


MASYARAKAT

Dosen Penanggungjawab :
Meohar Maraghiy Harahap, S.Hut, M.Sc

Oleh :
Putria Aqila 171201056
Gunplawan Tobing 171201150
David Wiranata 171201156
Sry Mulyani Kurniawati Sirait 171201159
Johanes Simatupang 171201164

KSH 6

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik
dan tepat waktu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Meohar Maraghiy Harahap,
S.Hut, M.Sc.sebagai dosen Pengelolaan Jasa Lingkungan yang telah memberikan
materi dengan baik dan benar dan juga ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada teman-teman yag telah ikut serta membantu dalam penyelesaian makalah
ini dengan memberikan ide dan dorongan semangat.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kesalahan
yang terjadi baik dalam penulisan maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata semoga tulisan makalah ini berguna bagi kita semua.

Medan, Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan.................................................................................................. 2

BAB II ISI
2.1 Potensi Jasa Lingkungan Pada Hutan Produksi................................. 3
2.2 Bentuk Pengelolaan Jasa Lingkungan Pada Hutan Produksi............ 3
2.3 Penelitian Terbaru Mengenai Potensi Jasa Lingkungan
Pada Hutan Produksi........................................................................4

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kawasan hutan yang berdekatan dengan areal pertanian penduduk atau
berdekatan dengan permukiman, pengelolaannya, khususnya pengawasan baik itu
tanaman maupun hasil hutan, perlindungan hutan secara murni oleh Dinas
Kehutanan tanpa campur tangan masyarakat. Mengingat besarnya ancaman dari
tindakan pencurian ataupun perusakan hutan. Apalagi terhadap tanaman hutan
baru setelah selesai ditebang. Kawasan hutan yang berdekatan dengan
permukiman penduduk sudah hampir tidak ada lagi yang memang murni hutan
(original hutan). Hal tersebut oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk areal hutan produksi ataupun hutan lindung,
melalui tanaman sengon, jati mas dan tanaman lain yang merupakan bahan
produksi seperti kertas dan lain sebagainya. Sistem pengawasan hutan demikian
oleh Dinas Kehutanan bekerja sama dengan masyarakat sekitar hutan dengan cara
masyarakat sekitar hutan tersebut diperkenankan untuk menanami kawasan hutan
dengan tanaman pertaniaan (Suwarno dan Bramantyo, 2019).
Pemanfaatan kawasan hutan produksi sebagaimana diatur dalam Pasal 28
dan Pasal 29 pada Undang Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan, menjelaskan berbagai bentuk pemanfaatan yang dapat dilaksanakan
sesuai aturan perizinan. Perizinan usaha dimaksud dapat diberikan kepada
perseorangan, koperasi, swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD). Adanya izin pemanfaatan yang diberikan kepada
salah satu pihak sesuai aturan yang digunakan (rule in use) akan membatasi hak
pemilikan pihak lain (non excludeble), namun tidak dapat membatasi penggunaan
lain (non rivalery). Ada dua fungsi pemerintah dalam mengatur pemanfaatan
hutan, yaitu pengalokasian dan pendistribusian kawasan hutan produksi. Fungsi
alokasi merupakan representasi publik diberi kewenangan kepada pemerintah
untuk menetapkan sumber daya apa yang akan dimanfaatkan, untuk apa, dan
bagaimana cara pemanfaatannya. Sedangkan fungsi distribusi merupakan alokasi
kawasan hutan dapat dimanfaatkan masyarakat (Napitu, dkk, 2017).
Konflik sumber daya alam, termasuk konflik lahan semakin marak terjadi
dalam dekade terakhir ini. Konflik tersebut terjadi dengan cakupan wilayah, pihak
yang terlibat dan dampak yang semakin luas. Kondisi tersebut disebabkan oleh
adanya ketimpangan distribusi lahan. Hal ini diperkuat dengan data Badan
Pertanahan Nasional (BPN) yang menunjukkan bahwa rasio distribusi lahan di
Indonesia hanya sebesar 0,562. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan
penguasaannya yang dikuasai oleh hanya 0,2% penduduk Indonesia.Kehutanan
sebagai salah satu sektor yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk
menguasai hamparan lahan seluas 136,94 juta hektar (65% dari total luas wilayah
Indonesia) tentu saja tidak luput dari persoalan konflik lahan. Fakta di lapangan
menunjukkan banyaknya kawasan hutan yang diokupasi oleh masyarakat untuk
dijadikan lokasi pemukiman, infrastruktur, desa, lahan usaha tani dan kebun.
Kondisi tersebut ditunjukkan dengan adanya kasus konflik lahan di sektor
kehutanan yang mencapai 72 kasus dengan luas areal mencapai 1,2 juta hektar
lebih (Harun dan Dwiprabowo, 2014).

Rumusan Masalah
1. Bagaimana Potensi Jasa Lingkungan Pada Hutan Produksi?
2. Bagaimana Bentuk Pengelolaan Jasa Lingkungan Pada Hutan Produksi?
3. Bagaimana Penelitian Terbaru Mengenai Potensi Jasa Lingkungan Pada
Hutan Produksi?

Tujuan
Adapun tujuan daripada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Potensi Jasa Lingkungan Pada Hutan Produksi.
2. Untuk mengetahui Bentuk Pengelolaan Jasa Lingkungan Pada Hutan
Produksi.
3. Untuk mengetahui Penelitian Terbaru Mengenai Potensi Jasa Lingkungan
Pada Hutan Produksi.
BAB II
ISI

2.1 Potensi Jasa Lingkungan Pada Hutan Produksi

Gambar 1. Potensi Jasa Lingkungan


Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan, namun selain diperuntukkan sebagai ruang tumbuh
untuk memproduksi hasil hutan juga memiliki manfaat sebagai penyedia jasa
lingkungan yaitu berupa usaha wisata alam, olah raga tantangan, pemanfaatan air,
usaha perdagangan karbon serta usaha penyelamatan hutan dan lingkungan. Jasa
lingkungan hidrologis hutan berupa sumberdaya air merupakan salah satu jasa
lingkungan terpenting yang dihasilkan hutan. Aliran air yang keluar dari mata air
yang bersumber dari areal hutan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
seperti: sebagai sumber air minum, sanitasi lingkungan, kebutuhan pertanian,
industri, dan ekosistem.
Hutan produksi memiliki komponen penyusun karbon terbesar adalah
pohon yaitu 95 %. Tumbuhan bawah memiliki peran yang sangat kecil dalam
menyediakan karbon di hutan produksi yaitu 1 %. Rendahnya kemampuan
tumbuhan bawah dalam menyimpankarbon sangat ditentukan oleh kemampuan
tumbuhan menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk
karbon.Komponen penyusun ekosistem di hutan produksi terdiri atas pohon,
serasah dan tumbuhan bawah. Pohon merupakan penyimpan karbon terbesar
bawahnya relatif rendah. Kondisi ini yaitu 95%, serasah menyimpan karbon 4%
dan tumbuhan bawah sebesar 1%.
2.2 Bentuk Pengelolaan Jasa Lingkungan Pada Hutan Produksi
Pembangunan Hutan Dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hutan dan
keseimbangan air. Pembangunan hutan dapat menjaga keseimbangan air jika
pembangunan hutan dilaksanakan secara bijaksana dengan memperhatikan:
1. Jenis pohon yang ditanam disesuaikan antara tingkat transpirasi jenis
tersebut dengan jumlah curah hujan areal penanaman. Misalnya jika jenis yang
ditanam mempunyai evapotranpirasi sebesar 3000 mm/th, maka jenis tersebut
hanya dapat ditanam pada daerah dengan curah hujan > 3000 mm/th, karena jika
ditanam pada daerah dengan curah hujan < 3000 mm/th, maka daerah tersebut
akan mengalami defisit air.
2. Penanaman hutan sebaiknya menciptakan strata tajuk, minimal ada dua
strata, yaitu strata kanopi pohon dan strata tumbuhan penutup tanah. Dengan
kombinasi bentuk daun yang runcing dan sempit serta dengan adanya strata tajuk
tersebut dapat memperkecil massa dan kecepatan butir air hujan yang jatuh ke
lantai hutan. Jika lantai hutan penuh dengan tumbuhan penutup tanah, serasah dan
humus, maka pembangunan hutan tersebut dapat mengurangi aliran permukaan
(air larian) dan dapat meningkatkan infiltrasi air (suplesi air). Dengan
berkurangnya air larian dan meningkatnya suplesi air maka pembangunan hutan
dapat mengurangi bahaya banjir dan erosi serta meningkatkan air simpanan (air
tanah). Pemerintah-Pertanian Indonesia PP 23 Tahun 1999 dalam Sumaryanto
(2006) secara ringkas dijelaskan bahwa sasaran akhir petani dapat membiayai dan
pemeliharaan irigasi secara mandiri, maka petani melalui perkumpulan Petani
Pemakai Air (P3A) dilatih ikut menanggung biaya Oparasional di petak tertier
sehingga diberlakukan Iuran Pembayaran Air Irigasi (IPAIR).

2.3 Penelitian Terbaru Mengenai Potensi Jasa Lingkungan Pada Hutan


Produksi.
Pada jenis Acacia mangium Willd. (mangium) yang merupakan salah satu
tanaman penyusun HTI yang sampai saat ini belum banyak diteliti dan dikelola
secara khusus untuk kepentingan jasa lingkungan. Salah satu yang menentukan
dalam penelitian ini adalah metode pengukuran. Metode pengukuran biomassa
dan kandungan karbon telah banyak diketahui, namun hingga saat ini belum ada
metode pengukuran yang standar. Dengan demikian, penelitian-penelitian
mengenai pendugaan kandungan karbon pada tanaman masih terus berkembang,
baik ditingkat nasional maupun ditingkat internasional. Untuk menurunkan
dampak dari pemanasan global ini adalah dengan upaya mitigasi, yaitu berupa
upaya untuk menstabilkan konsentrasi CO di atmosfer yang salah satunya 2
dengan cara melakukan penanaman jenis tanaman berkayu pada areal-areal hutan
dan lahan yang terdegradasi.
Untuk itu diperlukan kegiatan yang dapat mengkuantifikasi pertumbuhan
tegakan dan simpanan karbon dalam hutan maupun lahan yang terdegradasi,
dimana hasilnya dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan managemen
pengelolaan hutan. Salah satu cara adalah dengan melakukan pengukuran karbon
yang tersimpan pada tanaman untuk mengetahui kemampuan tanaman dalam
menyerap CO dan menyimpannya ke dalam organ- 2 organ pohon (daun, cabang,
batang, dan akar). menyimpannya sebagai materi organik dalam bentuk biomassa
tanaman. Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam biomassa hutan per
unit luas dan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan.
Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi
emisi CO di atmosfer melalui aktivitas physiologinya. Pengukuran 2 produktivitas
hutan dalam sudut pandang penelitian ini relevan dengan pengukuran biomassa
hutan yang menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi
penyerapan CO dan karbon yang tersimpan dalam tanaman pada umur tertentu.
potensi biomassa dan karbon yang tersimpan pada tegakan hutan tanaman jenis
mangium, serta potensinya dalam menyerap gas CO dari atmosfer, kemudian
menyusun persamaan allometrik dari potensi 2 biomassa, karbon tersimpan dan
penyerapan gas CO berdasarkan dimensi pertumbuhannya 2 (diameter). Dan
diharapkan menjadi salah satu metode pembanding untuk pengukuran karbon
secara langsung yang berkembang saat ini.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pemanfaatan kawasan hutan produksi sebagaimana diatur dalam Pasal 28
dan Pasal 29 pada Undang Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan, menjelaskan berbagai bentuk pemanfaatan yang dapat
dilaksanakan sesuai aturan perizinan.
2. Sistem pengawasan hutan demikian oleh Dinas Kehutanan bekerja sama
dengan masyarakat sekitar hutan dengan cara masyarakat sekitar hutan
tersebut diperkenankan untuk menanami kawasan hutan dengan tanaman
pertaniaan.
3. Hutan produksi memiliki komponen penyusun karbon terbesar adalah
pohon yaitu 95 %. Tumbuhan bawah memiliki peran yang sangat kecil
dalam menyediakan karbon di hutan produksi yaitu 1 %.
4. Pada jenis Acacia mangium Willd. (mangium) yang merupakan salah satu
tanaman penyusun HTI yang sampai saat ini belum banyak diteliti dan
dikelola secara khusus untuk kepentingan jasa lingkungan
5. Adanya izin pemanfaatan yang diberikan kepada salah satu pihak sesuai
aturan yang digunakan (rule in use) akan membatasi hak pemilikan pihak
lain (non excludeble), namun tidak dapat membatasi penggunaan lain (non
rivalery).
DAFTAR PUSTAKA

Asef K, H. 2014. Potensi Biomassa Dan Karbon Pada Hutan Tanaman Acacia
Mangium Di Hti Pt. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan . 7(4) Edisi Khusus, 237 -249

Harun, M. K., & Dwiprabowo, H. 2014. Model resolusi konflik lahan di


kesatuan pemangkuan hutan produksi model Banjar. Jurnal Penelitian
Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 11(4), 29108.

Midi, L., Kasim, S., & Saldin, S. 2016. Analisis Kesediaan Membayar
(Willigness To Pay) Jasa Lingkungan Hidrologi Kawasan Hutan Produksi
Gunung Loi-Loiyo (Studi Kasus Desa Laroonaha Kecamatan Oheo
Kabupaten Konawe Utara). Jurnal Ecogreen, 2(1), 57-62.

Napitu, J. P., Hidayat, A., Basuni, S., & Sjaf, S. 2017. Mekanisme akses pada
hak kepemilikan di kesatuan pengelolaan hutan produksi meranti,
Sumatera Selatan. J. Penelit. Sos. dan Ekon. Kehutan, 14(2), 101-118.

Ratnaningsih, A. T., Suwarno, E., & Insusanty, E. 2014. Potensi Karbon pada
beberapa Tipe Vegetasi di Hutan Tanaman Industri (Potential of Carbon
for Some Type Of Vegetation in The forest plantation. Jurnal Ilmiah
Pertanian, 11(2), 43-55.

Safril K,. La, O,M,. Dan Juliana. 2015. Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis
Hutan Produksi Desa Lakomea Kecamatan Landono Kabupaten Konawe
Selatan. Ecogreen Vol. 1(2): 25 – 38.

Suwarno, S., & Bramantyo, R. Y. 2019. Pertumbuhan Ekonomi Kreatif


Masyarakat Sekitar Hutan Lindung dan Hutan Produksi di Kecamatan
Ngancar Kabupaten Kediri. Jurnal Mediasosian: Jurnal Ilmu Sosial dan
Administrasi Negara, 3(2).
Lampiran:

Asef K, H. 2014. Potensi Biomassa Dan Karbon Pada Hutan Tanaman Acacia
Mangium Di Hti Pt. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan . 7(4) Edisi Khusus, 237 -249

Anda mungkin juga menyukai