Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata

Seperti kamera, mata menangkap informasi tentang bentuk, warna, dan

gerakan, dan relay dalam bentuk impuls ke otak. Interior mata diisi dengan cairan.

Sebuah zat seperti gel yang disebut vitreous mengisi wilayah tengah mata.

Wilayah ini disebut rongga vitreous. Ruang anterior, atau kompartemen depan

mata, dibatasi oleh kornea, iris, pupil, dan lensa. Itu diisi dengan cairan encer

yang disebut aqueous humor. Adapun struktur mata yang terlibat dalam regulasi

dari cairan humor aqueous ini adalah badan siliar sebagai pembentuk humor

aqueous, dan sudut bilik mata depan sebagai aliran keluarnya humor aqueous

(Giampani & Junior, 2013).

A. Badan Siliar, adalah tempat produksi humor aqueous. Badan Siliar adalah

bagian anterior dari saluran uveal, yang terletak antara iris dan koroid

(Giampani & Junior, 2013).

- Otot siliaris terdiri dari tiga serat otot yang terpisah: longitudinal, sirkular dan

miring. Kontraksi otot longitudinal, membuka trabecular meshwork dan

kanal Schlemm`s (Giampani & Junior, 2013).

- Processus Siliaris (Pars Plikata) terdiri dari stroma pusat dan kapiler,

ditutupi oleh lapisan ganda epitel. Humor Aqueous dibentuk oleh proses silia

(Giampani & Junior, 2013).

- Pars Plana terletak posterior berukuran 4 mm. Muncul dari badan siliar,

terdiri dari pigmented dan nonpigmented epithelial layers. Sel Non-pigmented

8
9

epithelial memproduksi asam mucopolysaccharide yang merupakan

komponen dari vitreus (Giampani & Junior, 2013).

B. Sudut Bilik Mata Depan adalah Iris memasukkan ke sisi anterior dari tubuh

ciliary dan memisahkan kompartemen berair menjadi posterior dan ruang

anterior. Sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea adalah ruang sudut

anterior. Aqueous humor dibentuk oleh proses siliar, lewat dari ruang

posterior menuju ruang anterior melewati pupil dan meninggalkan mata di

ruang anterior. Sebagian besar humor aqueous keluar dari mata melalui

trabecular meshwork, yang disebut sistem konvensional atau canalicular, dan

menyumbang 83-96% dari aliran air dari mata manusia normal (Giampani &

Junior, 2013).

Sumber:(Giampani & Junior, 2013).


Gambar 2.1 Anatomi Mata
10

2.2 Fisiologi

2.2.1 Pembentukan Humor Aqueous

Aquous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata

belakang, aquous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, lalu

anyaman trabekular di sudut bilik mata depan. Selama itu, terjadi oertukaran

diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di iris. TIO ditentukan

oleh kecepatan pembentukan aquous humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya

dari mata. Volume dari aqueous humor adalah sekitar 250 mikroliter per menit.

Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma (Riyanto dkk, 2007; Salmon,

2013).

2.2.2 Aliran Keluar Humoer Aqueous

Aqueous Humor mengalir dari bilik mata belakang melalui pupil ke dalam

bilik mata depan, dan keluar dari mata melalui dua jalur yang berbeda.

Pembuangan Aqueous Humor 90% melalui jalur trabekular. Anyaman trabekular

terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen elastic yang dibungkus oleh sel-sel

trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori yang semakin

mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui

insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran-ukuran pori-pori di

anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat.

Aliran aqueous humor ke dalam kanal Schlemm bergantung pada pembentukan

saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saliran eferen dari kanal

Schlemm menyalurkan cairan ke dalam system vena. Sejumlah kecil aqueous


11

humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan

kedalam sisem vena corpus ciliare, koroid, dan sclera (Salmon, 2013).

Sumber : (Riyanto dkk, 2007)


Gambar 2.2 Aliran Aqueous Humor

2.3 Pengertian Glaukoma

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan

yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan

mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil

saraf optic, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan

peninggian tekanan intraocular ini disebabkan (Salmon, 2013) :

- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.

- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di

celah pupil (glaukoma hambatan pupil)

Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya

cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan)

serta degenerasi papil saraf optic, yang dapat berakhir dengan kebutaan (Ilyas dan

Yulianti, 2014).
12

2.4 Epidemiologi Glaukoma

Glaukoma adalah penyakit yang menyerang usia tua dengan prevalensi yang

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Telah di estimasikan bahwa 73 juta

orang telah menderita glaukoma di dunia. Berdasarkan data dari World Health

Organisation (WHO) glaukoma adalah penyebab kebutaan tersering nomer dua

setelah katarak dengan prevalensi sebesar 15% dan rata-rata mengenai wilayah

Asia (Ahmad dan Khan dkk, 2014). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia

tahun 2013, prevalensi kebutaan dari rentang umur 45 tahun hingga lebih dari 75

tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi (Riskesdas, 2013). Menurut

Riset Kesehatan Dasar Provinsi Bali tahun 2007, presentase tertinggi kebutaan

terjadi di kabupaten Buleleng sebesar 2,4%, kemudian Klungkung sebesar 1,6%

dan Gianyar sebesar 1,2% (Riskesdas Provinsi Bali, 2007).

2.5 Pathogenesis Glaukoma

Glaukoma biasanya, meskipun tidak selalu, berhubungan dengan peningkatan

TIO. Tiga faktor yang menentukan TIO adalah (Barton & Hitchings, 2013):

1. Tingkat air produksi humor oleh tubuh ciliary.

2. Ketahanan terhadap air humor keluar di sistem kanal trabecular

meshwork-Schlemm.

3. Tingkat tekanan vena episcleral (Barton & Hitchings, 2013).

TIO ditentukan oleh persamaan Goldmann yang dimodifikasi, yang

menghubungkan berbagai komponen inflow dan outflow. Hal ini dapat dilihat

dengan persamaan ini bahwa keseimbangan antara produksi (aliran air) dan
13

outflow menentukan TIO. Peningkatan resistensi outflow dengan usia memiliki

pengaruh penting pada Stabilitas TIO. Penyebab paling umum dari elevasi TIO

mata dengan sudut terbuka adalah drainase yang tidak memadai (misalnya,

mengurangi outflow) dari humor aqueous karena meningkatnya resistensi di

trabecular meshwork (Barton & Hitchings, 2013).

Aqueous humor diproduksi dan beredar terus-menerus, meskipun ada variasi

yang besar antara siang (2-3 ml / min) dan produksi malam hari, dengan tingkat

terendah terjadi saat tidur (sekitar 1,4 ml / menit). Berbagai faktor lain

mempengaruhi tingkat humor aqueous produksi. Ini termasuk usia, integritas

sawar darah-berair, aliran darah ke tubuh silia (misalnya, berkurang pada penyakit

karotis-oklusif), peraturan neurohormonal jaringan pembuluh darah dan epitel

silia, detasemen tubuh silia (misalnya, setelah trauma), cyclitis atau cyclitic

membran (misalnya, dalam peradangan intraocular), cyclophotocoagulation

(misalnya, dengan dioda laser) dan obat-obatan tertentu (misalnya, anestesi

umum, beberapa sistemik agen hipotensi) (Barton & Hitchings, 2013).

Rasio trabekular untuk keluar uveoscleral dipengaruhi oleh usia dan

kesehatan mata. Fasilitas humor keluar air sangat bervariasi di sehat mata dan

dipengaruhi oleh (Barton & Hitchings, 2013) :

- Usia

- Fungsi sel trabekular

- Trauma

- Operasi (keratoplasty menembus dan aphakia dapat mengakibatkan

distorsi dari ruang trabecular meshwork, fasilitas outflow mempengaruhi)


14

- Matriks ekstraselular dalam trabecular meshwork (dipengaruhi oleh

kortikosteroid dan penuaan)

- Kerusakan trabecular meshwork dari IOP berkepanjangan atau berat

elevasi

- Oklusi sudut (misalnya, glaukoma primer sudut tertutup [PACG] atau

neovaskularisasi) (Barton & Hitchings, 2013).

Pada glaukoma primer sudut terbuka tidak terdapat kontak iridotrabecular.

Berkurangnya arus keluar dari aqueous humor di POAG disebabkan oleh

penurunan fungsi trabecular meshwork, yang pada akhirnya meningkatkan TIO.

Sedangkan dalam glaukoma sudut tertutup, air tidak mencapai meshwork

trabecular karena akses ke sudut bilik mata depan terhalang oleh iris atau kadang-

kadang jaringan lain, yang dapat meningkatkan TIO. Glaukoma sudut tertutup

dianggap telah terjadi ketika iris berada dalam kontak dengan trabecular

meshwork atas sebagian atau seluruh keliling ruang anterior angle. Sudut tertutup

mungkin karena aposisi intermiten dan, oleh karena itu, mungkin reversibel

(appositional), meskipun iridotrabecular berkepanjangan (Barton & Hitchings,

2013).

2.6 Klasifikasi Glaukoma

Terdapat 4 bentuk glaukoma berdasarkan klasifikasi dari Vaughan yaitu :

A. Glaukoma primer adalah glaukoma dengan etiologi yang tidak pasti,

atau tidak didapatkan kelainan yang merupakan penyebab glaukoma.

Glaukoma ini didapatan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan
15

glaukoma. Glaukoma primer bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris

dengan sudut bilik mata terbuka ataupun tertutup, pengelompokan ini

berguna untuk penatalaksanaan dan penelitian (Ilyas dan Yulianti,

2014). Terdapat jenis-jenis glaukoma primer :

a. Glaukoma sudut terbuka (simpleks) merupakan bentuk glaukoma

yang umum ditemukan. Penyebabnya tidak diketahui, biasanya

bersifat diturunkan didalam keluarga. Tekanan bola mata yang

tinggi meningkat secara perlahan disertai dengan tekanan pada

saraf optic, yang tidak sakit berat dan penglihatan turun perlahan

lahan. Penglihatan menurun sehingga diketahui sudah terlambat

dengan penglihatan sudah berbentuk terowong (funnel) dan dapat

berakhir dengan kebutaan (Salmon, 2013). Menurut etiologinya

glaukoma sudut terbuka primer adalah salah satu bentuk

glaukoma primer, yang ditandai oleh terganggunya atau

terjadinya hambatan outflow cairan akuos melewati trabecular

meshwork. Hambatan ini terjadi akibat hilang atau

berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork

(Soeroso, 2007). Glaukoma sudut terbuka primer merupakan jenis

glaukoma yang paling sering terjadi, sekitar 1 dari 100 orang di

atas usia 40 tahun, dan mengakibatkan kebutaan pada 12% dari

seluruh kasus kebutaan di Inggris dan Amerika Serikat (Rosalina

dan Wahjudi, 2011).

b. Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila jalan keluar aquous

humor tiba-tiba tertutup, yang akan mengakibatkan rasa sakit yang


16

berat dengan tekanan bola mata yang tinggi (Ilyas dan Yulianti,

2014). Hal ini menghambat aliran keluar aquous dan tekanan

intraocular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat,

kemerahan, dan penglihatan kabur (Salmon, 2013). Hal ini

merupakan keadaan darurat yang gawat. Penglihatan berkabut dan

menurun, enek dan muntah, hal ini sekitar sinar, mata merah dan

mata terasa bengkak (Ilyas dan Yulianti, 2014). Serangan akut

tersebut sering di presipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi secara

spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang (Salmon, 2013).

Berdasarkan studi yang dilaksanakan di RSCM Surabaya, rata-

rata usia penderita glaukoma primer baru di RSCM adalah 60,74

tahun dan proporsi terbesar adalah pada kelompok usia 55-64 tahun.

Pasien yang datang dalam kondisi telah buta adalah rata-rata berumur

61,10 tahun dan yang datang dalam keadaan tidak buta adalah rata-

rata berumur 60,3 tahun. Sedangkan prevalensi kebutaan terendah

didapatkan pada kelompok usia termuda 35-44 tahun sebesar 47,37%

dan prevalensi kebutaan tertinggi ada pada kelompok umur tertua

dengan umur lebih dari 74 tahun sebesar 75% (Ismandari dan Helda,

2011).

B. Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital terjadi pada bayi, dapat terjadi akibat

diturunkan. Saat lahir terlihat kelainan perkembangan mata dengan

pembesaran bola mata. Bola mata besar dengan kornea yang keruh.
17

Mata merah disertai dengan rasa takut pada sinar dan berair (Ilyas dan

Yulianti, 2014). Glaukoma kongenital terdiri dari Glaukoma Anomali

Perkembangan Segmen Anterior dan Aniridia (Salmon, 2013).

C. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi sebagai suatu

manifestasi dari penyakit mata lain (Salmon, 2013). Glaukoma

sekunder terdiri dari Glaukoma Pigmentasi, Glaukoma

Pseudoeksfoliasi, Glaukoma akibat Kelainan Lensa, Glaukoma

Neovaskular, dan lain sebagainya (Salmon, 2013).

Berdasarkan Jurnal Oftalmologi Indonesia, kelainan lensa adalah

penyebab terbanyak pada glaukoma sekunder (39%). Sedangkan

glaukoma neovaskular sebanyak 8% yang umumnya disebabkan oleh

kelainan retina (Artini dan Dame, 2011).

D. Glaukoma Absolut

Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma

(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan

bola mata sehingga memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada

glaukoma absolute kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil

atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan

rasa sakit (Ilyas dan Yulianti 2014).

2.7 Faktor Risiko Glaukoma


18

Adapun beberapa hal yang dapat menjadi faktor resiko dari penyakit

glaukoma, antara lain :

A. Umur. Dengan bertambahnya usia kedua insiden dan prevalensi juga

meningkat melaporkan risiko lebih tinggi secara signifikan setelah 60

tahun dan bahwa risiko ini meningkat dengan setiap dekade berikutnya

hidup.

B. Ras. Prevalensi rata-rata OAG pada semua umur lebih tinggi pada populasi

Afrika-Karibia daripada di Kaukasia atau populasi Asia.

C. Jenis Kelamin. Prevalensi Glaukoma Sudut Terbuka pada pria adalah

sekitar 1.4x lebih tinggi dibandingkan pada wanita dan peningkatan

prevalensi ini konsisten di semua kelompok ras.

D. Riwayat Keluarga. Dalam studi populasi Afrika-Karibia, 10% dari kerabat

yang tinggal dari mereka yang didiagnosis dengan OAG juga memiliki

penyakit, dan lebih dari 13% mungkin memiliki OAG. Diduga glaukoma

simpleks diturunkan secara dominan atau resesif pada kira-kira 50%

penderita, secara genetic penderitanya adalah homozigot (Salmon, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oxford University, terdapat

tiga varian yang umum ditemukan (CDKN2B, ATOH7, dan SIX1) yang

secara significant berhubungan pada glaukoma, baik homozigot ataupun

heterozygot (Ramdas dan Koolwijk dkk, 2011).

E. Penyakit Penyerta. Banyak studi menemukan bahwa pasien dengan

katarak, diabetes dan miopi yang tinggi dapat menjadi factor resiko

seseorang untuk menderita glaukoma sudut terbuka (Faschinger &

Mossbock, 2007 ; Salmon, 2013).


19

2.8 Diagnosa Glaukoma

Dalam menegakkan diagnosis glaukoma diperlukan pemeriksaan menyeluruh.

Dimulai dari basic four and sacred seven seperti riwayat keluarga, ras dan umur,

yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan fisik yang dapat

dilakukan, antara lain :

A. Tonometri. Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular. Ketebalan

kornea berpengaruh terhadap keakuratan pengukuran. Rentang tekanan

inraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata tekanan

itraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg

(Salmon, 2013).

B. Gonioskopi. Sudut bilik mata depan dapat ditentukan dengan pemeriksaan

gonioskopi. Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea

perifer dengan iris, yang diantaranta terdapat annyaman trabekular.

Konfigurasi sudut ini, yakni, lebar (terbuka), sempit atau tertutup member

dampak penting pada aliran keluar aqueous humor. Apabila keseluruhan

anyaman trabekular, taji sclera, dan processus iris dapat terlihat, sudut

dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil

dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit.

Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup (Salmon,

2013).

C. Penilaian Diskus Optikus. Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran

konsentrik cawan optic atau pencekungan (cupping) superior dan inferior

dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus.


20

“Rasio Cawan Diskus” adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran

diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah

perbandingan antara ukuran cawan optic terhadap diameter diskus

(Salmon, 2013).

D. Pemeriksaan Lapang Pandang. Gangguan lapang pandang terutama akibat

glaukoma mengenai 30 derajat lapang pandang bagian sentral. Perubahan

paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Pada glaukoma lanjut

pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi secara legal

buta. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman peglihatan sentral mungkin

normal tetapi hanya 5 derajat lapang pandang di tiap-tiap mata (Salmon,

2013).

2.9 Penatalaksanaan Glaukoma

Golongan obat diberikan dengan tujuan mengatasi kemungkinan

penyebabnya. Terdapat beberapa obat yang dapat mengatasi penyebab dari

glaukoma yaitu :

a. Untuk mengurangi masuknya aquous humor ke mata dapat menggunakan,

beta blocker yaitu berupa betaxolol larutan; Beta 1 dan beta 2 yaitu berupa

Timolol larutan dan Levobunolol larutan; Karbonik anhidrase inhibitor

sistemik yaitu berupa Acetazolamide 250 mg tablet, Topical carbonic

anhydrase inhibitors, Dorzolamide larutan dan Brinzolamide suspension.

b. Untuk Meningkatkan pengeluaran aquous humor dari mata melalui

anyaman trabekulum dapat menggunakan, miotika-parasmpatomimetika


21

langsung yaitu berupa Pilocarpine larutan dan Carbacol larutan; Obat

Adrenergik yaitu berupa Dipivefrine.

c. Meningkatkan pengeluaran aquous melalui uveo sclera yang tidak umum

dapat menggunakan, Lipid-receptor agonis yaitu berupa Latanoprost,

Travoprost, Bimatoprost dan Unoprostone.

d. Dua jalur pengaliran aquous dimana penghambatan masuk dan

meningkatkan keluarnya aquous uveosklera dapat menggunakan Alpha 2

agonist yaitu berupa Brimonidine.

e. Obat lainnya untuk glaukoma dapat menggunakan Hyperosmotik gliserin

dan manitol.

Bila sudah dibuat diagnosis glaukoma dimana tekanan mata diatas 21 mmHg

dan terdapat kelainan pada lapang pandang dan papil maka berikan pilokarpin 2%

3 kali sehari. Bila pada control tidak terdapat perbaikan, ditambahkan timolol

0,25% 1-2 dd sampai 0,5%, asetazolamida 3 kali 250 mg atau epinefrin 1-2%, 2

dd. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk kombinasi untuk mendapatkan hasil

yang efektif. Bila pengobatan tidak berhasil maka dilakukan trabekulektomi laser

atau pembedahan trabekulektomi. Namun pembedahan tidak seluruhnya

menjamin kesembuhan mata. (Ilyas dan Yulianti, 2014)

Anda mungkin juga menyukai