Anda di halaman 1dari 212

LAPORANH LENGKAP

Lembar Kerja Mahasiswa


Praktikum Farmasetika Dasar

HARI/TANGGAL : SENIN / 11 MEI 2020


NAMA : NADYA HUMAIRA
NIM : 191320007
KELOMPOK : 04 (Empat)
ASISTEN : ERVIANINGSIH,S.Farm.,M.Si.,Apt.

LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN, DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2020
Jurnal Praktikum Farmasetika Dasar
Percobaan ke 4
Unguenta/Salep

HARI/TANGGAL : SENIN / 11 MEI 2020


NAMA : NADYA HUMAIRA
NIM : 191320007
KELOMPOK : 04 (Empat)
ASISTEN : ERVIANINGSIH,S.Farm.,M.Si.,Apt.

LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN, DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2020
JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR
PERCOBAAN V
LARUTAN

HARI/TANGGAL : SENIN / 04 MEI 2020


NAMA : NADYA HUMAIRA
NIM : 191320007
KELOMPOK : 04
ASISTEN : ERVIANINGSIH,S.Farm.,M.Si.,Apt.

LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN, DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


  Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut (FI Edisi IV 1995). Larutan adalah sediaan cair yang dibuat dengan
melarutkan satu jenis obat atau lebih di dalam pelarut, dimaksudkan
ke dalam organ tubuh (Formularium Nasional 1978).
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih dalam
pelarut air suling kecuali yang nyatakan lain, di maksudkan digunakan sebagai
obat alam, obat luar untuk dimasukkan kedalam rongga tubuh.
Sediaan cair atau sediaan solutio lebih banyak diminati oleh kalangan anak-
anak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan solutio dibandingkan
dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan. Dengan
adanya bentuk sediaan tersebut diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan
keamanan bagi konsumen.Salah satu contoh sediaan farmasi yang beredar di
pasaran, apotek, Intalasi kesehatan, maupun toko obat adalah sediaan cair
(liquid).Sediaan solutio dengan aneka fungsi sudah banyak digeluti oleh sebagian
besar produsen.Sediaan yang di tawarkan pun sangat beragam mulai dari segi
pemilihan zat aktif serta tambahan, sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga
merk yang digunakan pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk
sediaan liquid.
Bila suatu zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut, sifat pelarut itu
berbeda dari pelarut murni. Terdapat 4 sifat fisika yang penting, yang berubah
secara perbandingan lurus dengan banyaknya partikel zat terlarut yang terdapat
yaitu tekanan uap, titik beku,titik didih dan tekanan osmotik (Keenan,1992)
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid
dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari
swdiaan liquid ini.Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan
pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar.
Larutan (solutiones) adalah sediian cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut.Larutan terjadi jika sebuah bahan padat tercampur atau terlarut
secara kimia maupun fisika ke dalam bahan cair (FI Edisi IV).

I.2 Maksud dan Tujuan


A. Maksud
1.mahasiswa dapat mengetahui cara membuat sediaan larutan
2.Mahasiswa dapat mempelajari cara menghitung bahan pada resep
3. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat pada resep yang dibuat

B. Tujuan
1. Dapat membuat sediaan larutan
2. Mengetahui cara menghitung bahan pada resep
3. Mengetahui manfaat pada resep yang telah dibuat
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Defenisi larutan


Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih
dalam pelarut air suling kecuali dinyatakan lain, dimaksudkan untuk digunakan
sebagai obt alam, obat luar untuk dimasukkan kedalam rongga tubuh. Untuk
larutan steril yang digunakan sebagai obat luar harus memenuhi syarat yang
tertera pada injections.
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau
campuran pelarut yang saling bercampur (FI Edisi IV).
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut (Anonim b. 1995.Halaman 15). Larutan adalah sediaan cair yang dibuat
dengan melarutkan satu jenis obat atau lebih di dalam pelarut, dimaksudkan
ke dalam organ tubuh (Formularium Nasional hal 322).
II.2. Pembangian Sediaan Larutan
a. Menurut Penggunaaan:
1. Larutan steril
Larutan yang digunakan untuk pengobatan luar sebagai pengobatan luka atau kulit
terbuka, larutan yang digunakan untuk iritasi kandung kemih dan larutan
intraperitonium.
2. Larutan tidak steril
Larutan yang digunakan baik untuk di minum secara langsung atau
harus diramu terlebih dahulu, larutan obat yang di gunakan untuk kulit utuh dan
larutan yang digunakan untuk hemodialisa .
3. Larutan antiseptik
Larutan yang digunakan antiseptik sangat mudah untuk dicemari mikroba. Oleh
karena itu air suling yang digunakan harus air suling atau air yang mendidih,
menggunakan wadah yang benar benar bersih. Larutan antiseptik tidak boleh
digunakan lebih dari satu minggu sejak tutup sediaan dibuka.
II.3. Bentuk  sediaan larutan berdasarkan cara pemberiannya 
A. Larutan Oral
Larutan  oral  yaitu  sediaan  cair  yang  dibuat  untuk  pemberian  oral,
mengandung  satu atau  lebih  zat  dengan  atau  tanpa  bahan  pengaroma,
pemanis  atau  pewarna  yang  larut dalam  air  atau  campuran  cosolven-air.

1. Potiones (obat minum) adalah solutio  yang  dimaksudkan  untuk  pemakaian 


dalam ( peroral ). Selain  berbentuk larutan  potio  dapat  juga  berbentuk  emulsi 
atau  suspensi.
2. Sirup, Ada  3  macam  sirup  yaitu :
a.  Sirup  simpleks.
b.  Sirup obat.
c.  Sirup  pewangi.
3. Elixir adalah  sediaan larutan  yang  mengandung  bahan  obat  dan  bahan
tambahan  (pemanis, pengawet, pewarna  dan  pewangi) sehingga  memiliki  bau
dan  rasa  yang  sedap  dan sebagai pelarut  digunakan  campuran  air – etanol. Di
sini  etanol  berfungsi  mempertinggi kelarutan  obat  pada  elixir  dapat  pula
ditambahkan gliserol, sorbitol  atau  propilenglikol. Sedangkan  untuk pengganti
gula  bisa digunakan  sirup  gula.
4. Netralisasi,  saturatio  dan  potio  effervescent.
a. Netralisasi  adalah  obat  minum  yang  dibuat  dengan  mencampurkan  bagian
asam  dan  bagian  basa  sampai  reaksi  selesai  dan  larutan  bersifat  netral.
Contohnya : solutio  citratis  magnesici,  amygdalas  ammonicus.
b. Saturatio  adalah  Obat  minum  yang  dibuat  dengan  mereaksikan  asam
dengan  basa tetapi  gas  yang  terjadi  ditahan  dalam  wadah  sehingga  larutan
jenuh  dengan  gas.
c.  Potio  effervescent  adalah  Saturatio  yang  CO2 nya lewat  jenuh.
5.  Guttae ( drops ) atau obat  tetes  adalah  sediaan  cair  berupa  larutan,  emulsi
atau  suspensi,  apabila tidak  dinyatakan  lain  maka  dimaksudkan  untuk  obat
dalam.
B. Larutan  Topikal
Larutan  topikal  adalah  larutan  yang  biasanya  mengandung  air  tetapi
seringkali  juga pelarut  lain, misalnya  etanol  untuk  penggunaan  topikal  pada
kulit  dan  untuk  penggunaan topikal  pada  mukosa  mulut.  Larutan  topikal
yang  berupa  suspensi  disebut  lotion. Sediaan-sediaan  termasuk  larutan
topikal:
1. Collyrium
Adalah  sediaan  berupa  larutan  steril, jernih, bebas  pirogen, isotonis,
digunakan  untuk membersihkan  mata. Dapat  ditambahkan  zat  dapar  dan  zat
pengawet.
2. Guttae  Ophthalmicae
Tetes  mata  adalah  larutan  steril  bebas  partikel  asing  merupakan
sediaan  yang  dibuat dan dikemas  sedemikian  rupa  hingga  sesuai  digunakan
pada  mata.
3. Gargarisma
Gargarisma / obat  kumur  mulut  adalah  sediaan  berupa  larutan
umumnya  dalam keadaan  pekat  yang  harus  diencerkan  dahulu  sebelum
digunakan.
4.  Guttae  Oris
Tetes  mulut  adalah  Obat  tetes  yang  digunakan  untuk  mulut  dengan
cara mengencerkan  lebih  dahulu  dengan  air  untuk  dikumur-kumur, tidak
untuk  ditelan.
5. Guttae  Nasalis
Tetes  hidung  adalah  obat  yang  digunakan  untuk  hidung  dengan  cara
meneteskan  obat  ke dalam  rongga  hidung, dapat  mengandung  zat
pensuspensi, pendapar  dan pengawet.
6. Inhalation
Sediaan  yang  dimaksudkan  untuk  disedot  oleh  hidung  atau  mulut,
atau  disemprotkan dalam  bentuk  kabut ke dalam  saluran  pernafasan.
7. Injectiones / Obat  suntik
Injeksi  adalah  sediaan  steril  berupa  larutan, emulsi  atau  suspensi  atau
serbuk  yang harus  dilarutkan  atau  disuspensikan  lebih  dahulu  sebelum
digunakan, yang  disuntikan dengan  cara  merobek  jaringan  ke dalam  kulit  atau
melalui  kulit  atau  selaput  lendir.
8. Lavement /  Enema /  Clysma
Cairan  yang  pemakaiannya  per rectum / colon  yang  gunanya  untuk
membersihkan  atau menghasilkan  efek  terapi  setempat  atau  sistemik.
9. Douche
Adalah  larutan  dalam  air  yang  dimaksudkan  dengan  suatu  alat  ke
dalam  vagina,  baik untuk  pengobatan  maupun  untuk  membersihkan
10. Epithema / Obat  kompres
Adalah  cairan  yang  dipakai  untuk  mendatangkan  rasa  dingin  pada
tempat-tempat  yang  sakit  dan  panas  karena  radang  atau  berdasarkan  sifat
perbedaan  tekanan osmose  digunakan  untuk  mngeringkan  luka  bernanah.
11. Litus  Oris
Oles  bibir  adalah  cairan  agak  kental  dan  pemakaiannya  secara
disapukan  dalam  mulut.  

II.4. Penggolongan berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut


1. Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah
menguap, umumnya digunakan sebagai bahan pengaroma.
2. Tingtur adalah larutan mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat dari
bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
3. Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah
menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap lainnya. Air
aromatik dibuat dengan cara destilasi dan disimpan dalam wadah yang terlindung
dari cahaya panas berlebih.
Untuk mendapatkan suatu larutan dibutuhkan pelarut (solven) dan zat
terlarut (solut). Perbandingan antara zat terlarut dan pelarut disebut konsentrasi
larutan tersebut. Biasanya dinyatakan dalam persen (%). (Syamsuni,H.A., 2006)
Pelarut yang biasa digunakan adalah:
a) Air, untuk macam-macam garam.
b) Spirtus, misalnya untuk kamfer, iodium, menthol.
c) Gliserin, misalnya untuk tanin, zat samak, borax dan fenol.
d) Eter, misalnya untuk kamfer, fosfor dan sublimat.
e) Minyak, misalnya untuk kamfer dan menthol.
6.  Parafin liquidum, untuk melarutkan cera, cetaceum, minyak-minyak, kamfer,
menthol dan klorbutanol.
7.  Eter minyak tanah, untuk minyak-minyak, lemak.

II.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Larutan


Interaksi dapat terjadi antara pelarut dengan pelarut, pelarut dengan zat
terlarut, dan zat terlarut dengan zat terlarut.
A. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut
Aturan yang terkenal, yakni like dissolves like, diperoleh berdasarkan
pengamatan bahwa molekul-molekul dengan distribusi muatan yang sama dapat
larut secara timbal-balik, yaitu molekul polar akan larut dalam media yang serupa
yaitu polar, sedangkan molekul nonpolar akan larut dalam media akan larut
dengan media nonpolar.
B.  Co-solvency
Co-solvency adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan karena
penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya, luminal tidak larut
dalam air tetapi larut dalam campuran air-gliserrin (Sol. Petit).
C. Sifat kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar
larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam
farmasi umumnya adalah:
1. Dapat larut dalam air
Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam nitrat
larut, kecuali nitrat basa seperti bismut subnitrat.Semua garam sulfat larut, kecuali
BaSO4, PbSO4, CaSO4 (sedikit larut).
2. Tidak larut dalam air
Semua garam karbonat tidak larut dalam air, kecuali K2CO3, Na2CO3, (NH4)2CO3.
Semua oksida dan hidroksida tidak larut dalam air, kecuali KOH, NaOH, NH 4OH,
BaO dan Ba(OH)2. Semua garam fosfat tidak larut dalam air, kecuali K3PO4,
Na3PO4, (NH4)3PO4.
D. Temperatur
Beberapa zat padat umumnya bertambah larut jika temperaturnya dinaikkan,
dan dikatakan zat itu bersifat eksoterm. Pada beberapa zat lain, kenaikan
temperature justru menyebabkan zat itu tidak larut, zat ini dikatakan
bersifat endoterm.
E. Salting out dan Salting in
Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibandingkan zat utamanya sehingga menyebabkan
penurunan kelarutan zat utama.
Salting in adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih kecil dibandingkan zat utamanya sehingga menyebabhan kenaikan
kelarutan zat utama.
F. Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa
tidak larut dan zat yang larut dengan membentuk senyawa kompleks yang larut.
G. Common ion effect (efek ion bersama)
Obat yang tidak larut sering dibuat suspensi.Di sini ada keseimbangan
antara partikel padat dengan larutan jenuhnya.
H.  Hidrotopi
Hidrotopi  adalah peristiwa bertambahnya kelarutan suatu senyawa yang
tidak larut atau sukar larut dengan penambahan senyawa lain namun bukan zat
surfaktan (surface activate agent, SSA).
I. Ukuran partikel
Efek ukuran partikel zat terlarut terhadap sifat kelarutannya terjadi hanya
jika partikel mempunyai ukuran dalam micron dan akan terlihat kenaikan kira-kira
10% dalam kelarutannya. Kenaikan ini disebabkan adanya energy bebas
permukaan yang besar dihubungkan dengan partikel yang kecil.
Kecepatan melarutnya suatu zat dipengaruhi oleh:
a. Ukuran partikel. Makin halus zt terlarut makin kecil ukuran partikel, makin
luas permukaannya yang kontak dengan pelarut sehingga zat terlarut makin cepat
larut.
b. Suhu. Umumnya kenaikan suhu akan menambah kelarutan suatu zat.
c. Pengadukan.

II.6.  Keuntungan  Dan  Kerugian  Sediaan  Larutan


A. Keuntungan  sediaan  larutan ;
1. Lebih  mudah  ditelan  disbanding bentuk  padat  sehingga  dapat 
digunakan untuk  bayi, anak-anak, dan  usia  lanjut.
2.Segera  diabsorpsi  karena  sudah  berada  dalam  bentuk  larutan  ( tidak 
mengalami  proses  disintegrasi  dan  pelarutan ).
3.  Dosis dapat diubah dalam pembuatan.
4.  Mengurangi  resiko  iritasi  pada  lambung  oleh  zat-zat  iritan.
5.  Mudah diberi pemanis, pewarna dan aroma.
6.  Untuk pemakaian luar mudah digunakan.
B.  Kerugian  sediaan  larutan :
1.  Larutan  bersifat  voluminous,  sehingga  kurang  menyenangkan 
untuk diangkut  dan  dismpan.  Apabila  kemasan  rusak , keseluruhan 
sediaan tidak  dapat  dipergunakan.
2.  Stabilitas  dalam  bentuk  larutan  biasanya  kurang  baik  dibandingkan 
bentuk  sediaan  tablet  atau  kapsul,  terutama  jika  bahan  mudah 
terhidrolisis.
3.  Larutan  merupakan  media  ideal  untuk  pertumbuhan  mikroorganisme,
oleh  karena  itu  memerlukan  penambahan  pengawet.
4.  Ketetapan  dosis  tergantung  pada  kemampuan  pasien  untuk  menakar.
5.  Rasa  obat  yang  kurang  menyenangkan  akan  lebih  terasa  jika diberikan 
dalam  larutan  dibandingkan  dalam  bentuk  padat . Walaupun  demikian. 
Larutan  dapat  diberi  pemanis  dan  perasa  agar  penggunaanya  lebih 
nyaman.

II.7. Istilah Kelarutan


Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan
untuk melarutkan
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1-10
Larut 10-30
Agak sukar larut 10-100
Sukar larut 100-1000
Sangat sukar larut 1000-10000
Praktis tidak larut Lebih dari 10000

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1. Resep

Dr. Dio Pratama

Sip 007/IDI/00

Jln. Jarak 23

R/ Solutio Acidi Borici 100

s. untuk kompres kaki

Pro : Rindi

III.2. Kelengkapan Resep

Dr. Dio Pratama

Sip 007/IDI/00

Jln. Jarak no. 23 palopo

Telp. 081354943101

Palopo,
04/05/2020

No.01

R/ Sulutio Acidi Borici 100

S. Untuk kompres kaki

Pro : Rindi

Umur : 18 tahun

Alamat: Jln. Benteng no.13 Palopo


Keterangan :
R/ (Recipe) = Ambillah
S (Signa) = Tandai
Pro = Untuk

III.3. Uraian Bahan


1. Asam Borat (Depkes RI, 1979: 49)
Nama Resmi : ACIDUM BORICUM
Sinonim : Asam Borat
Rumus Bangun :-
Rumus Molekul : H3BO3
Pemerian : Hablur serbuk, hablur putih atau sisik mengkilap tidak
berwarna; kasar; tidak berbau; rasa agak asam dan
pahit kemudian manis.

Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air


mendidih, dalam 16 bagian etanol (95%) P dan dalam
5 bagian gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Antiseptikum Ekstern (Antiseptik adalah senyawa
kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan
membran mukosa).

1. Aquadest (Depkes RI, 1979: 96)


Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Aquadest, Air Suling
Rumus bangun :-
Rumus molekul : H2O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak mempunyai rasa
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Bahan tambahan pelarut (pelarut untuk melarutkan
asam borat).
III.4. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Timbangan 6. Hot plate
2. Erlenmeyer 7. Cawan petri
3. Gelas kimia 8. Botol coklat
4. Gelas ukur 9. Corong & kertas saring
5. Batang pengaduk 10. Lap halus & kasar
B. Bahan
- Acidum Boricum
- Aqua destilata
- Etiket

III.5. Perhitungan Bahan


Komposisi : Tiap 100ml mengandung :
- Acidum boricum 3g
- Aqua destilata ad 100g
Perhitungan :
3
- Asam Borat 3% = x 100 = 3 gram
100

- Aqua Destillata = 100 – 3 = 97 mL

III.6. Cara Kerja


1. Tiapkan alat dan bahan
2. Timbang bahan satu per satu
3. Masukkan asam borat dalam gelas kimia, lalu tambahkan aquadest sedikit,
kemudianpanaskan diatas hot plate hingga larut kemudian dinginkan.
4. Tambahkan sisa aquadest ad 100ml
5. Saring dengan menggunakan kertas saring dengan menggunakan corong, lalu
masukka ke dalam botol
6. Tutup botol lalu kemudian beri etiket biru
III.7 Copy Resep

APOTEK WOOKIE FARMA


Jln. Benteng raya no.13.Telp : 081354943101
Apoteker : Novita sari, S.Farm., Apt
SIPA : 191320014

No : 01
Nama Pasien : Rindi
Dokter : Dr. Dio Pratama
Tanggal R/ : 04/05/2020
Tanggal Pembuatan R/ : 04/05/2020

COPY RESEP

R/ Solutio acidi borici 100

S. Untuk kompres kaki


detur

-pcc

APOTEK WOOKIE FARMA


III.8 Etiket Jln. Benteng raya no. 13 palopo

Apoteker : Novita sari S.Farm. Apt

SIPA : 191320014

No.01
04/05/2020

Nama : Rindi

Berikan pada bagian yang membutuhkan


atau sakit

OBAT LUAR

Nama obat:
III.9 Wadah
- Botol Coklat

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan sediaan larutan.


Larutan adalh sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih dalam
pelarut air suling kecuali dinyatakan lain, dimaksudkan untuk digunakan sebagai
obat ala, obat luar, untuk dimasukkan kedalam rongga tubuh.
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut,
missal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran
pelarut yang saling bercampur (FI. Edisi IV).
Pada pembuatan resep 1 , zat yang terkandung pada Acidum Boricum
memiliki fungsi yaitu sebagai antiseptic ringan. Sedangkan pada aquadest
memiliki fungsi sebagi pelarut pada pembuatan obat dan sediaan farmasi.
Adapun cara pembuatan pada resep 1 yaitu, disiapkan alat dan bahan, lalu
timbang bahan satu persatu sesuai perhitungan, kemudian masukkan asam borat
kedalam gelas kimia dan tambahkan aquadest sedikit demi sedikit, setelah itu
panaskan diatas hot plate hingga larut, kemudian dinginkan. Setelah itu
tambahkan sisa aquadest ad 100 ml. saring dengan kertas saring melalui corong ke
dalam botol.Kemudian tutup lalu beri etiket biru.
Adapun efek samping pada penggunaan asam borat yaitu dapat
menyebabkan iritasi atau reaksi alergi setempat, seperti muncul ruam, kemerahan
atau kulit menjadi kering.

BAB V
PENUTUP
V.1 kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpilkan bahwa:
1. mahasiswa dapat membuat sediaaan larutan dengan cara, disiapkan alat
dan bahan, lalu timbang bahan satu persatu sesuai perhitungan, kemudian
masukkan asam borat kedalam gelas kimia dan tambahkan aquadest
sedikit demi sedikit, setelah itu panaskan diatas hot plate hingga larut,
kemudian dinginkan. Setelah itu tambahkan sisa aquadest ad 100 ml.
saring dengan kertas saring melalui corong ke dalam botol. Kemudian
tutup lalu beri etiket biru.
2. Adapun cara perhitungan bahannya yaitu, pada resep solutio acidi borici
sebanyak 100, dan pada solution acidi borici komposisinya pada 100 ml
mengandung Acidum Boricum 3 g dan Aqua destillata 100 g. jadi acidum
boricum = 100 per seratus dikali dengan 3g sama dengan 3g. sedaangkan
pada Aqua destillata 100 dikurang dengan hasil dari Acidum Boricum jadi
hasilnya 97g.
3. Adapun manfaat atau kegunaan pada resep 1 adalah digunakan sebagai
obat kompres kaki.

V.2 Saran
Dalam melakukan praktikum sebaiknya praktikan bekarja denagn teliti,
benar dan bersih.Serta meracik sediaan sesuai dengan prosedur peracikan obat.
Dalam melakukan praktikum sebaiknya praktikan senatiasa menjaga kebersihan
laboratorium dan setalah selesai melakukan praktikum, alat alat yang digunakan
disimpan ditempanya yang semula.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh .1997 . Ilmu Meracik Obat .Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas   Press.

Anonim. 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 822, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim. 1978, Formularium Nasional, Edisi kedua, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Depkes, 1995. Farmakope Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Keenan, Charles. W. 1992. Ilmu kimia untuk Universitas. Cetakan II. Jakarta:
Erlangga.

JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR


PERCOBAAN V
LARUTAN
HARI/TANGGAL : SENIN/04 MEI 2020
NAMA : NADYA HUMAIRA
NIM : 191320007
KELOMPOK : 04
ASISTEN : ERVIANINGSIH,S.Farm.,M.Si.,Apt.

LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN, DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Larutan (solutiones) adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia
terlarut. Kecuali dinyatakan lain, sebagai pelarut digunakan air suling.
(FI.Edisi III).
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut. Larutan terjadi jika sebuah bahan padat tercampur atau terlarut
secara kimia maupun fisika ke dalam bahan cair (FI.Edisi IV).
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih
dalam pelarut air suling kecuali dinyatakan lain, dimaksudkan untuk
digunakan sebagai obat alam, obat luar untuk dimasukkan kedalam rongga
tubuh.
Bila suatu zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut, sifat pelarut itu
berbeda dari pelarut murni. Terdapat empat sifat fisika yang penting, yang
berubah secara perbandinganlurus dengan banyaknya partikel zat terlarut
yang terdapat, yaitu tekanan uap, titik beku,titik didih dan tekanan osmotik
(Keenan, 1992).
Sediaan cair atau sediaan solutio lebih banyak diminati oleh kalangan
anak-anak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan solutio
dibandingkan dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk
sediaan.Dengan adanya bentuk sediaan tersebut diharapkan dapat
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Salah satu contoh
sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek, Instalasi kesehatan, maupun
toko obat adalah sediaan cair (liquid). sediaan solutio dengan aneka fungsi
sudah banyak digeluti oleh sebagian besar produsen. Sediaan yang
ditawarkan pun sangat beragam mulai dari segi pemilihan zat aktif serta zat
tambahan,  sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga merk yang digunakan
pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk sediaan liquid.
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid
dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari
sediaan liquid ini.  Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan
pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar.
I.2. Maksud dan Tujuan
A. Maksud
1. Untuk mengetahui kandungan, kegunaan, serta efek samping dari
suatu sediaan larutan
2. Untuk mengetahui cara pembuatan suatu sediaan larutan.
3. Untuk mengetahui cara perhitungan dosis pada sediaan larutan.

B. Tujuan
1. Dapat mengetahui kandungan, kegunaan, serta efek samping dari
suatu sediaan larutan.
2. Dapat mengetahui cara pembuatan suatu sediaan larutan.
2. Dapat menghitung bahan dan dosis pada sediaan larutan.

BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Definisi Larutan


Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih
dalam pelarut air suling kecuali dinyatakan lain, dimaksuukkan kedalam
rongga tubuh.Untuk larutan steril yang di gunakan sebagai obat luar harus
memenuhi syarat yang tertera pada injections.
Solutiones atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau
lebih zat kimia yang terlarut. Karena molekul-molekul dalam
larutan  terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk
sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki
ketelitian yang baik jika larutan  diencerkan atau dicampur. (FI.Edisi IV).
Bila suatu zat A dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan menjadi tipe
larutan sebagai berikut:
1.   Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A
yang terlarut.
2.  Larutan  pekat, yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A
yang terlarut.
3.  Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A
yang dapat larut dalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
4.   Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang
terlarut melebihi batas kelarutannya di  dalam  air  pada  temperatur
tertentu.Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan zat yang terlarut
disebut solut.

II.2. Bentuk  sediaan larutan berdasarkan cara pemberiannya 


A. Larutan Oral
Larutan  oral  yaitu  sediaan  cair  yang  dibuat  untuk  pemberian  oral,
mengandung  satu atau  lebih  zat  dengan  atau  tanpa  bahan pengaroma,
pemanis  atau  pewarna  yang  larut dalam  air  atau  campuran  cosolven-air.
1. Potiones (obat minum) adalah solutio  yang  dimaksudkan 
untuk pemakaian dalam ( peroral ). Selain  berbentuk larutan  potio  dapat 
juga  berbentuk  emulsi  atau  suspensi.
2.Sirup, Ada  3  macam  sirup  yaitu :
a.  Sirup  simpleks.
b.  Sirup obat.
c.  Sirup  pewangi.
3. Elixir adalah  sediaan larutan  yang  mengandung  bahan  obat  dan  bahan
tambahan  ( pemanis, pengawet, pewarna  dan  pewangi ) sehingga  memiliki
bau  dan  rasa  yang  sedap  dan sebagai pelarut  digunakan  campuran  air –
etanol.Di sini  etanol  berfungsi  mempertinggi kelarutan  obat  pada  elixir
dapat  pula ditambahkan gliserol, sorbitol  atau  propilenglikol. Sedangkan
untuk pengganti gula  bisa digunakan  sirup  gula.
4. Netralisasi,  saturatio  dan  potio  effervescent.
a. Netralisasi  adalah  obat  minum  yang  dibuat  dengan  mencampurkan
bagian asam  dan  bagian  basa  sampai  reaksi  selesai  dan  larutan bersifat
netral. Contohnya : solutio  citratis  magnesici,  amygdalas ammonicus.
b. Saturatio  adalah  Obat  minum  yang  dibuat  dengan  mereaksikan  asam
dengan  basa tetapi  gas  yang  terjadi  ditahan  dalam  wadah
sehinggalarutan  jenuh  dengan  gas.
c.  Potio  effervescent  adalah  Saturatio  yang  CO2 nya lewat  jenuh.
5.  Guttae ( drops ) atau obat  tetes  adalah  sediaan  cair  berupa  larutan,  emulsi
atau  suspensi,  apabila tidak  dinyatakan  lain  maka  dimaksudkan  untuk  obat
dalam.

B. Larutan  Topikal
Larutan  topikal  adalah  larutan  yang  biasanya  mengandung  air
tetapi  seringkali  juga pelarut  lain, misalnya  etanol  untuk  penggunaan
topikal  pada  kulit  dan  untuk  penggunaan topikal  pada  mukosa  mulut.
Larutan  topikal  yang  berupa  suspensi  disebut  lotio. Sediaan-sediaan
termasuk  larutan  topikal:
1. Collyrium
Adalah  sediaan  berupa  larutan  steril, jernih, bebas  pirogen,
isotonis,digunakan  untuk membersihkan  mata. Dapat  ditambahkan  zat
dapar  dan zat  pengawet.
2. Guttae  Ophthalmicae
Tetes  mata  adalah  larutan  steril  bebas  partikel  asing  merupakan sediaan
yang  dibuat dan dikemas  sedemikian  rupa  hingga  sesuai digunakan  pada
mata.
3. Gargarisma
Gargarisma / obat  kumur  mulut  adalah  sediaan  berupa  larutanumumnya
dalam keadaan  pekat  yang  harus  diencerkan  dahulu  sebelum  digunakan.
4.  Guttae  Oris
Tetes  mulut  adalah  Obat  tetes  yang  digunakan  untuk  mulut  dengancara
mengencerkan  lebih  dahulu  dengan  air  untuk  dikumur-kumur, tidak
untuk  ditelan.
5. Guttae  Nasalis
Tetes  hidung  adalah  obat  yang  digunakan  untuk  hidung  dengan  cara
meneteskan  obat  ke dalam  rongga  hidung, dapat  mengandung  zat
pensuspensi, pendapar  dan pengawet.
6. Inhalation
Sediaan  yang  dimaksudkan  untuk  disedot  oleh  hidung  atau  mulut, atau
disemprotkan dalam  bentuk  kabut ke dalam  saluran  pernafasan.
7. Injectiones / Obat  suntik
Injeksi  adalah  sediaan  steril  berupa  larutan, emulsi  atau  suspensi  atau
serbuk  yang harus  dilarutkan  atau  disuspensikan  lebih  dahulu  sebelum
digunakan, yang  disuntikan dengan  cara  merobek  jaringan  ke dalam kulit
atau  melalui  kulit  atau  selaput  lendir.
8. Lavement /  Enema /  Clysma
Cairan  yang  pemakaiannya  per rectum / colon  yang  gunanya  untuk
membersihkan  atau menghasilkan  efek  terapi  setempat  atau  sistemik.

9. Douche
Adalah  larutan  dalam  air  yang  dimaksudkan  dengan  suatu  alat  ke dalam
vagina,  baik untuk  pengobatan  maupun  untuk  membersihkan
10.Epithema / Obat  kompres
Adalah  cairan  yang  dipakai  untuk  mendatangkan  rasa  dingin  pada tempat-
tempat  yang  sakit  dan  panas  karena  radang  atau  berdasarkansifat
perbedaan  tekanan osmose  digunakan  untuk  mngeringkan  luka  bernanah.
11.Litus  Oris
Oles  bibir  adalah  cairan  agak  kental  dan  pemakaiannya  secaradisapukan
dalam  mulut.  

II.3. Penggolongan berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut


1. Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat
mudah menguap, umumnya digunakan sebagai bahan pengaroma.
2. Tingtur adalah larutan mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat
dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
3. Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah
menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap lainnya. Air
aromatik dibuat dengan cara destilasi dan disimpan dalam wadah yang
terlindung dari cahaya panas berlebih.
Untuk mendapatkan suatu larutan dibutuhkan pelarut (solven) dan zat
terlarut (solut). Perbandingan antara zat terlarut dan pelarut disebut
konsentrasi larutan tersebut. Biasanya dinyatakan dalam persen (%).
(Syamsuni,H.A., 2006)
Pelarut yang biasa digunakan adalah:
a) Air, untuk macam-macam garam.
b) Spirtus, misalnya untuk kamfer, iodium, menthol.
c) Gliserin, misalnya untuk tanin, zat samak, borax dan fenol.
d) Eter, misalnya untuk kamfer, fosfor dan sublimat.
e) Minyak, misalnya untuk kamfer dan menthol.
6.  Parafin liquidum, untuk melarutkan cera, cetaceum, minyak-minyak, kamfer,
menthol dan klorbutanol.
7.  Eter minyak tanah, untuk minyak-minyak, lemak.

II.4. Istilah Kelarutan


Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan
untuk melarutkan
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1-10
Larut 10-30
Agak sukar larut 10-100
Sukar larut 100-1000
Sangat sukar larut 1000-10000
Praktis tidak larut Lebih dari 10000

II.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Larutan


Interaksi dapat terjadi antara pelarut dengan pelarut, pelarut dengan zat
terlarut, dan zat terlarut dengan zat terlarut.
A. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut
Aturan yang terkenal, yakni like dissolves like, diperoleh berdasarkan
pengamatan bahwa molekul-molekul dengan distribusi muatan yang sama dapat
larut secara timbal-balik, yaitu molekul polar akan larut dalam media yang serupa
yaitu polar, sedangkan molekul nonpolar akan larut dalam media akan larut
dengan media nonpolar.
B.  Co-solvency
Co-solvency adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan karena
penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya, luminal tidak larut
dalam air tetapi larut dalam campuran air-gliserrin (Sol. Petit).

C. Sifat kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar
larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam
farmasi umumnya adalah:
1. Dapat larut dalam air
Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam nitrat
larut, kecuali nitrat basa seperti bismut subnitrat.Semua garam sulfat larut, kecuali
BaSO4, PbSO4, CaSO4 (sedikit larut).
2. Tidak larut dalam air
Semua garam karbonat tidak larut dalam air, kecuali K2CO3, Na2CO3, (NH4)2CO3.
Semua oksida dan hidroksida tidak larut dalam air, kecuali KOH, NaOH, NH 4OH,
BaO dan Ba(OH)2. Semua garam fosfat tidak larut dalam air, kecuali K3PO4,
Na3PO4, (NH4)3PO4.
D. Temperatur
Beberapa zat padat umumnya bertambah larut jika temperaturnya dinaikkan,
dan dikatakan zat itu bersifat eksoterm. Pada beberapa zat lain, kenaikan
temperature justru menyebabkan zat itu tidak larut, zat ini dikatakan
bersifat endoterm.
E. Salting out dan Salting in
Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibandingkan zat utamanya sehingga menyebabkan
penurunan kelarutan zat utama.
Salting in adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih kecil dibandingkan zat utamanya sehingga menyebabhan kenaikan
kelarutan zat utama.
F. Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa
tidak larut dan zat yang larut dengan membentuk senyawa kompleks yang larut.
G. Common ion effect (efek ion bersama)
Obat yang tidak larut sering dibuat suspensi.Di sini ada keseimbangan
antara partikel padat dengan larutan jenuhnya.
H.  Hidrotopi
Hidrotopi  adalah peristiwa bertambahnya kelarutan suatu senyawa yang
tidak larut atau sukar larut dengan penambahan senyawa lain namun bukan zat
surfaktan (surface activate agent, SSA).
I.  Ukuran partikel
Efek ukuran partikel zat terlarut terhadap sifat kelarutannya terjadi hanya
jika partikel mempunyai ukuran dalam micron dan akan terlihat kenaikan kira-kira
10% dalam kelarutannya. Kenaikan ini disebabkan adanya energy bebas
permukaan yang besar dihubungkan dengan partikel yang kecil.
Kecepatan melarutnya suatu zat dipengaruhi oleh:
a.       Ukuran partikel. Makin halus zt terlarut makin kecil ukuran partikel, makin
luas permukaannya yang kontak dengan pelarut sehingga zat terlarut makin cepat
larut.
b.      Suhu. Umumnya kenaikan suhu akan menambah kelarutan suatu zat.
c.       Pengadukan.

II.6.  Keuntungan  Dan  Kerugian  Sediaan  Larutan

A. Keuntungan  sediaan  larutan ;


1.Lebih  mudah  ditelan  disbanding bentuk  padat  sehingga  dapat  digunakan 
untuk  bayi, anak-anak, dan  usia  lanjut.
2.Segera  diabsorpsi  karena  sudah  berada  dalam  bentuk  larutan(tidak 
mengalami  proses  disintegrasi  dan  pelarutan ).
3.Dosis dapat diubah dalam pembuatan.
4.Mengurangi  resiko  iritasi  pada  lambung  oleh  zat-zat  iritan.
5.Mudah diberi pemanis, pewarna dan aroma.
6.Untuk pemakaian luar mudah digunakan.

B.  Kerugian  sediaan  larutan :


1.    Larutan  bersifat  voluminous,  sehingga  kurang  menyenangkan  untuk 
diangkut  dan  dismpan.  Apabila  kemasan  rusak , keseluruhan  sediaan
tidak  dapat  dipergunakan.
2.    Stabilitas  dalam  bentuk  larutan  biasanya  kurang  baik  dibandingkan 
bentuk  sediaan  tablet  atau  kapsul,  terutama  jika  bahan  mudah 
terhidrolisis.
3.    Larutan  merupakan  media  ideal  untuk  pertumbuhan  mikroorganisme,
oleh  karena  itu  memerlukan  penambahan  pengawet.
4.Ketetapan  dosis  tergantung  pada  kemampuan  pasien  untuk  menakar.
5.    Rasa  obat  yang  kurang  menyenangkan  akan  lebih  terasa  jika  diberikan 
dalam  larutan  dibandingkan  dalam  bentuk  padat . Walaupun  demikian. 
Larutan  dapat  diberi  pemanis  dan  perasa  agar  penggunaanya  lebih 
nyaman.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Resep 2
Dr.Rumaysha

SIP. 57838/IDI/2005

Jln. Rambutan

R/ Patio Alba Control Tussin 1% 50

S.tdd ck 1

Pro : An. Rara

B. Kelengkapan Resep

Dr. Rumaysha

SIP. 57838/IDI/2005

Jln. Rambutan. Telp : 91408

No : 4 Palopo, 04-05-2020

R/ Patio Alba Control Tussin 1% 50

S.tdd ck 1

Pro : An. Rara


Umur : 9 tahun
Alamat : Jln. Merdeka
Keterangan :
I. R/ (Recipe) : Ambillah
II. Pro : Untuk.
III. S(signa) : Tandai.
IV. Tdd (ter di die) : Satu kali sehari.
C. Uraian Bahan
Potio Alba (FN hal.250)

Tiap 10 ml
mengandung :
Ammoniae Anisi : 1 gr
Spiritus
Oleum Menthae : gtt 1
Piperitae
Sirup Simplex : 10 gr
Aqua Destillata : ad 100 ml
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Dosis : 3 sampai 4 kali sehari 1 sendok teh
Catatan : Dapat ditambahkan Meti Paraben sebagai zat
pengawet

SASA (FN. Edisi II Hal. 23)


Tiap 100 mL
mengandung :
Oleum Anisi : 4 gr
Aethanolum 90% : 76 gr
Ammonia : 20 gr
Liquidum

2. Sirup Simplex (Depkes RI, 1979: 567)


Nama resmi : SIRUPUS SIMPLEX
Sinonim : Sirop Gula
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk.
K/P :

3. Aquadest (Depkes RI, 1979: 96)


Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Aquadest, Air Suling
Rumus bangun :-
Rumus molekul : H2O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak mempunyai rasa
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Bahan tambahan, pelarut

4. Aethanolum ( Depkes RI, 1979 : 65)


Nama resmi : AETHANOLUM
Sinonim : Etanol, Alkohol
Rumus bangun :-
Rumus molekul : C2H6O
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
Kelarutan :-
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya;
di tempat sejuk, jauh dari nyala api
K/P : Zat tambahan

5. Ammonia Liquidum (Depkes RI, 1979: 86)


Nama resmi : AMMONIA LIQUIDA
Sinonim : Amonia Encer
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian :-

Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertuttup rapat; di tempat sejuk
K/P : Zat tambahan

6. Oleum Anisi (Depkes RI, 1979: 451)


Nama resmi : OLEUM ANISI
Sinonim : Minyak Adasmanis
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian : Cairan; tidak berwarna atau warna kuning pucat;
bau menyerupai buahnya, rasa manis dan aromatik,
menghablur jika didinginkan
Kelarutan : Larut dalam 3 bagian volume etanol (95%) P;
larutan menunjukkan opalesensi tidak lebih kuat dari
opalesensi yang terjadi jika 0,5 ml perak nitrat 0,1 N
ditambahkan pada campuran 0,5 ml natrium klorida
0,02 N dan 50 ml air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh,
terlindung dari cahaya. Jika menghablur, sebelum
digunakan harus dipanaskan hingga mencair
K/P : Zat tambahan

7. Oleum Menthae (Depkes RI, 1979: 458)


Nama resmi : OLEUM MENTHAE
Sinonim : Minyak Permen
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian : Cairan tidak berwarna, kuning pucat atau kuning
kehijauan, bau aromatik, rasa pedas dan hangat,
kemudian dingin
Kelarutan : Larut dalam 4 bagian volume etanol (70%) P
opalesensi yang terjadi tidak lebih kuat dari
opalesensi larutan yang dibuat dengan menambahkan
0,5 perak nitrat 0,1 N, pada campuran 0,5 natrium
klorida 0,02 N dan 50 ml air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung
dari cahaya
K/P : Zat tambahan, karminativum

D. Alat dan Bahan


1. Alat :
a. Erlenmayer
b. Gelas kimia
c. Batang pengaduk
d. Hot plate
e. Timbangan
f. Cawan petri
g. Gelas ukur
h. Botol coklat
i. Lap halus dan kasar
j. Kertas saring
k. Corong
2. Bahan :
a. Ammoniae anisi spritus
b. Oleum menthae piperithae
c. Sirup simplex
d. Aqua destillata
e. Oleum anisi
f. Aethanolium
g. Ammonia liquidum

E. Perhitungan Bahan
1. SASA = 50 ml/100 ml x 1 = 0,5 gr.
2. Oleum menthae = 50 ml/100 ml x 1 gr = ½ tetes = 9,5 gr AMP.
Ketentuan :
 1 bagian OMP~ 1000 bagian AMP
 1 mg OMP ~ 1 gr AMP
 1 tetes OMP ~ 1 gr AMP
 0,5 tetes OMP ~ 19/2 gr AMP
 9,5 mg OMP ~ 9,5 gr AMP
3. Sirup simplex = 50 ml/100 ml x 10 gr = 5 gr
4. Aqua ad 50 = 50 gr – ( 0,5 – 9,5 – 5 )
= 35 gr ~ 35 ml.

F. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Disetarakan timbangan
3. Ditara botol 50 gr
4. Ditimbang sirup simplex sebanyak 5 gr dalam botol coklat, lalu bolak-
balik agar merata
5. Ditimbang sisa 0,5 gr dalam botol yang telah ditara, kemudian kocok
sedikit demi sedikit
6. Ditara beker glass lalu timbang 9,5 gr AMP. Masukkan dalam botol lalu
kocok hingga homogen
7. Di addkan sisa aquadest, kocok sampai homogen
8. Tutup botol tersebut lalu berikan etiket putih

G. Copy Resep

APOTEK ARA FARMA


Jln. Perum Graha Jannah A.14. Telp : 082344917164
Apoteker : Andi Ridhatul Annisa, S.Farm., Apt
SIPA : 191320012
No : 04
Nama Pasien : An. Rara
Dokter : Dr. Rumaysha
Tanggal R/ : 04/05/2020
Tanggal Pembuatan R/ : 04/05/2020
COPY RESEP

R/ Patio Alba Control Tussin 1% 50

S. tdd ck 1

detur

-pcc
APOTEK ARA FARMA
Jln. Perum Graha Jannah A.14. Telp : 082344917164
Apoteker : Andi Ridhatul Annisa, S.Farm., Apt
H. Etiket SIPA : 191320012
No : 4 Tanggal 4/5/2020
Nama : An. Rara
Tablet
1 x sehari 1 Kapsul
Bungkus

Sebelum/Sesudah Makan
KOCOK DAHULU
Nama Obat :
sendok

I. Wadah
Botol coklat.
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam melakukan praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan


sediaan larutan. Larutan adalh sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau
lebih dalam pelarut air suling kecuali dinyatakan lain, dimaksudkan untuk
digunakan sebagai obat ala, obat luar, untuk dimasukkan kedalam rongga tubuh.
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
terlarut, missal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau
campuran pelarut yang saling bercampur (FI. Edisi IV).
Dalam pembuatan resep 2 zat yang terkandung dalam SASA berfungsi
sebagai anti ekspektoran (batuk berdahak), kemudian pada oleum menthae
berfungsi untuk perawatan rasa sakit, demam, dan mual. Kemudian pada sirup
simplex zat aktifnya berfungsi untuk menutupi rasa tidak enak pada obat,sperti
rasa pahit, kemudian aquades berfungsi sebagai bahan,pelarut. Lalu oleum anisi
sebagai obat batuk, perangsang gerakan peristaltik pada mulas. Dan aethanolum
sebagai pelarut dan ammonia sebagai bahan tambahan.
Adapun cara pembuatan pada resep 2 yaitu disiapkan alat dan bahan yg
akan digunakan. Kemudian disetarakan timbangan. Lalu ditara botol 50 gr.
Kemudian ditimbang ss sebanyak 5 gr dalam botol coklat, lalu bolak balik agar
merata. Lalu ditimbang sisa 0,5 gr dalam botol yang audah di tara, kemudian
kocok sedikit demi sedikit.kemudian ditara beker glass lalu timbang 9,5 gr AMP.
Masukkan dalam botol lalu kocok hingga homogen. Lalu di addkan sisa aquadest,
kocok sampai homogen. Dan terakhir beri etiket putih karena pemakaian oral atau
dalam.
Adapun efek samping yang mungkin dapat ditimbulkan pada penggunaaan
resep 2 yaitu dapat menyebabkan mengantuk, mual dan muntah.

BAB 5
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Larutan adalah bentuk sediaan cair yang terdiri dari satu atau lebih zat
kimia terlarut dan zat pelarut dalam suatu larutan. Salah satu keuntungan dari
larutan yaitu segera diabsorbsi karena sudah berada dalam bentuk larutan.
Sedangkan kerugiannya yaitu larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan
mikroorganisme.  Sediaan tersebut mengandung SASA berfungsi sebagai anti
ekspektoran (batuk berdahak).
Serta cara pembuatannya yaitu pertama disiapkan alat dan bahan yg akan
digunakan. Kemudian disetarakan timbangan. Lalu ditara botol 50 gr. Kemudian
ditimbang ss sebanyak 5 gr dalam botol coklat, lalu bolak balik agar merata. Lalu
ditimbang sisa 0,5 gr dalam botol yang audah di tara, kemudian kocok sedikit
demi sedikit.kemudian ditara beker glass lalu timbang 9,5 gr AMP. Masukkan
dalam botol lalu kocok hingga homogen. Lalu di addkan sisa aquadest, kocok
sampai homogen. Dan terakhir beri etiket putih karena pemakaian oral atau dalam.
Adapun efek samping pada penggunaaan resep 2 yaitu dapat menyebabkan
mengantuk, mual dan muntah.

V.2. Saran
Dalam melakukan sebuah praktikum, sebaiknya praktikan bekerja dengan
teliti, tepat, dan bersih. Serta meracik sediaan sesuai dengan aturan atau prosedur
peracikan obat.
Pada saat praktikum, tetaplah menjaga kebersihan Laboratorium dan
setelah praktikum, pastikan semua alat sudah bersih dan dikembalikan ke tempat
semula.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh .1997 . Ilmu Meracik Obat .Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas   Press.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI.

Keenan, Charles. W. 1992. Ilmu kimia untuk Universitas. Cetakan II. Jakarta:
Erlangga.
JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR
PERCOBAAN VI
SUSPENSI

HARI/TANGGAL : JUMAT/08 MEI 2020


NAMA : NADYA HUMAIRA
NIM : 191320007
KELOMPOK : 04
ASISTEN : ERVIANINGSIH,S.Farm.,M.Si.,Apt.
LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN, DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni
dan ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau
produk yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit.
Farmasi juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara membuat,
mencampur, meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi,
menganalisis, serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat
beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Salah satu cabang
ilmu farmasi, yaitu farmasetika dasar.
Farmasetika dasar membahas tentang cara penyediaan obat meliputi
pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan,
seni peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu
hingga siap digunakan sebagai obat, penyampaian informasi obat kepada
pasien, konsultasi obat agar pasien dapat memahami penggunaan obat yang
baik dan benar serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi
pembuatan obat.
Obat dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sediaan, diantaranya
sediaan padat, sediaan setengah padat (semi solid), dan sediaan cair, salah
satunya adalah bentuk cair atau larutan. Sediaan yang dibuat pada praktikum
kali ini adalah sediaan cair berupa suspensi.
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalamfase cair (Depkes RI, 1995). Suspensi adalah sediaan
cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna
dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk
serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan (Dirjen POM, 1978).
Suspensi oral yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang
terdispersi untuk ditujukan secara penggunaan oral atau melalui saluran
gastrointestinal. Mengingat pentingnya pengetahuan tentang cara pembuatan
sediaan suspensi maka dilakukan praktikum ini.
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
tidak larut tetapi terdispersi dalam fase cair. Partikel yang tidak larut tersebut
dimaksudkan secara fisiologi dapat diabsorpsi yang digunakan sebagai obat
dalam atau untuk pemakaian luar denagn tujuan penyalutan. Sediaan dalam
bentuk suspensi juga ditujukan untuk pemakaian oral dengan kata lain
pemberian yang dilakukan melalui mulut. Sediaan dalam bentuk suspensi
diterima baik oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik itu dari segi
warna atupun bentuk wadahnya. Pada prinsipnya zat yang terdispersi pada
suspensi haruslah halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog
perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Selain larutan,
suspensi juga mengandung zat tambahan (bila perlu) yang digunakan untuk
menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin
sediaan mudah digojog dan dituang.
Penggunaan dalam bentuk suspensi bila dibandingkan dengan larutan
sangatlah efisien sebab suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif yang
tidak stabil dalam air. Kekurangan suspensi sebagai bentuk sediaan adalah
pada saat penyimpanan, memungkinkan terjadinya perubahan sistem dispersi
(cacking, flokulasi, deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi atau perubahan
temperatur.
Dengan demikian sangatlah penting bagi kita sebagai tenaga farmasis
untuk mengetahui dan mempelajari pembuatan sediaan dalam bentuk
suspensi yang sesuai dengan persyaratan suspensi yang ideal atau pun stabil
agar selanjutnya dapat diterapakan pada pelayanan kefarmasian dalam
kehidupan masyarakat.

I.2. Maksud dan Tujuan


A. Maksud
1. Untuk mengetahui kandungan, kegunaan, serta efek samping dari suatu
sediaan suspensi
2. Untuk mengetahui cara pembuatan suatu sediaan suspensi.
3. Untuk mengetahui cara perhitungan dosis pada sediaan suspensi.
B. Tujuan
1. Dapat mengetahui kandungan, kegunaan, serta efek samping dari suatu
sediaan suspensi.
2. Dapat mengetahui cara pembuatan suatu sediaan suspensi.
3. Dapat menghitung bahan dan dosis pada sediaan suspensi.
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Definisi Suspensi


Suspensi adalah sediaaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang
terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila dikocok
perlahan endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat
tambahan untuk menjamin stabilitas tetapi kekentalan suspensi harus
menjamin sediaan mudah dikocok dan dituang.
Adapun defenisi suspensi dari beberapa sumber, yaitu :
1. Menurut FI Edisi III, suspensi merupakan sediaan yang mengandung
bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut , terdispersi dalam
cairan pembawa.
2. Menurut FI Edisi IV, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung
partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
3. Menurut Formularium nasional Edisi II, suspensi adalah sediaan cair
yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat
dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan.
4. Menurut Dirjen POM (2014), suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
5. Menurut Bambang (2007), suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang
mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa.
6. Menurut Ansel (1989), suspensi adalah sediaan obat yang terbagi
dengan halus yang ditahan dalam suspensi dengan menggunakan
pembawa yang sesuai.
7. Menurut Syamsuni (2006), suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke
dalam fase cair.
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan
sebagaisuspensi adalah sediaan seperti tersebut di atas dan tidak termasuk
kelompoksuspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi
topikal, dan lainlain. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan,
sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang harus dikonstitusikan
terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel
yangterdispersi dalam pembawa cair yang bertujuan untuk penggunaan pada
kulit. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai lotio termasuk dalam
golongan ini. (Depkes RI, 1995).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang
terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojok
perlahanlahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat
ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi
kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojok dan
dituang.Suspensi sering disebut pula mikstur gojog (mixtura agitandae).
Bila obat dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut yang tersedia maka
harus dibuat mikstur gojog atau disuspensi. (Anief, 2006)

II.2. Jenis-jenis Suspensi


Jenis-jenis suspensi menurut Syamsuni (2006), suspensi berdasarkan
kegunaannya, yaitu :
a. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk pemakaian oral.
b. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
dalam bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang
ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
c. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-
partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian
luar.
d. Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung
partikel-partikel sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa
untuk pemakaian pada mata.
e. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi
serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat
jarum suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikkan secara
intravena atau ke dalam larutan spinal.
f. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Jenis-jenis suspensi berdasarkan istilah :
a. Susu, Yaitu suspensi untuk pembawa yang mengandung air yang
ditujukan untuk penggunaan oral. Contohnya : susu magnesia.
b. Magma, Yaitu suspensi zat padat anorganik dalam air seperti
lumpur, jika zat padatnya mempunyai kecenderungan terhidrasi dan
teragredasi kuat yang menghasilkan konsistansi seperti jell dan sifat
relogi tiksotropik.
c. Lotio, Untuk golongan suspensi tropical dan emulsi untuk
pemakaian pada kulit.
Jenis-jenis suspensi berdasarkan sifatnya :
a. Suspensi deflokulasi
1) Ikatan antar partikel terdispersi kuat
2) Partikel dispersi mudah mengendap
3) Partikel dispersi mudah terdispersi kembali
4) Partikel dispersi tidak membentuk cacking yang keras
b. Suspensi flokulasi
1) Ikatan antar partikel terdispersi lemah
2) Partikel dispersi mengendap secara perlahan
3) Partikel dispersi susah terdispersi kembali
4) Partikel dispersi membentuk cacking yang keras

II.3. Metode Pembuatan Susupensi


A. Metode Dipersi
Serbuk yang terbagi halus didispersikan kedalam cairan pembawa.
Umumnya sebagai cairan pembawa adalah air. Dalam formulasi suspensi
yang penting adalah pertikel-pertikel harus terdispersi betul dalam fase
cair. Mendispersikan serbuk yang tidak larut dalam air kadang-kadang
sukar, hal ini disebabkan karena adanya udara, lemak yang terkontaminasi
pada permukaan serbuk. Serbuk dengan sudut kontak 90 0C disebut
hidrofob. Contohnya sulfur, magnesium stearat, dan magnesium karbonat.
Untuk menurunkan tegangan antar muka, antara partikel padat dan cairan
pembawa digunakan zat pembasah dengan nilai HCB (hidrofil lipofil
balance) atau keseimbangan hidrofil lipofil. Nilai HLB 7-9 dan sudut
kontak jadi kecil. Udara yang dipindahkan dan partikel akan terbasahi
dapat pula menggunakan gliserin, larutan Gom, propilenglikol untuk
mendispersi parikel padat. Biasa juga digunakan Gom (pengental).

B. Metode Presipitasi
1) Metode presipitasi dengan bahan organik :
Dilakukan dengan cara zat yang tak larut dengan air, dilarutkan dulu
dengan pelarut organic yang dapat dicampur air. Pelarut organic yang
digunakan adalah etanol, methanol, propilenglikol, dan gliserin. Yang
perlu diperhatikan dari metode ini adalah control ukuran partikel yang
terjadi bentuk polimorfi atau hidrat dari Kristal.

2) Metode presipitasi dengan perubahan PH dari media :


Dipakai untuk obat yang kelarutannya tergantung pada PH.
3) Metode presipitasi dengan dekomposisi rangkap/penguraian :
Dimana stabilitas fisik yang optimal dan bentuk rupanya yang baik bila
suspensi diformulasikan dengan partikel flokulasi dalam pembawa
berstruktur atau pensuspensi tipe koloid hidrofi. Bila serbuk telah
dibasahi dan didispersikan diusahakan untuk membentuk flokulasi
terkontrol agar tidak terjadi sediaan yang kompak yang sulit didispersi
kembali. Untuk membentuk flokulasi digunakan elektrolit, surfaktan,
dan polimer.

II.4. Sistem Pembentukan Suspensi


A. Sistem flokulasi
1) Partikel merupakan agregat yang bebas
2) Sedimentasi terjadi capat
3) Sedimen terbentuk cepat
4) Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah
terdispersi kembali seperti semula
5) Wujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat
dan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.
B. Sistem deflokulasi
1) Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lainnya
2) Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing partikel mengendap
terpisah dan partikel berada dalam ukuran yang paling kecil
3) Sedimen terbentuk lambat
4) Sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi
kembali
5) Wujud suspense bagus karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama.
Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut

II.5. Faktor-faktor yang MempengaruhiSuspensi


Menurut Bambang (2007), yaitu:
a) Proses pembasahan.
b) Interaksi antar partikel.
c) Elektrokinetik.
d) Agregasi.
e) Laju sedimentasi.
Menurut Syamsuni (2006), yaitu:
a) Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan
antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas
penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke
atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel
semakin besar luas penampangnya (dalam volume yang sama).
Sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya tekan ke atas
cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel
untuk mengendap. Sehingga, untuk memperlambat gerakan tersebut
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
b) Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan memengaruhi pula kecepatan aliran cairan
tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun
atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan
memengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya.
Dengan demikian, dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan,
gerakan turun partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Perlu
diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan
mudah dikocok dan dituang.
c) Jumlah partikel (Konsentrasi)
Jika di dalam suatu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar,
maka partikel akan sulit melakukan gerakan bebas karena sering terjadi
benturan antara partikel tersebut. Oleh benturan ini akan menyebabkan
terbentuknya endapan zat tersebut, oleh karena itu semakin besar
konsentrasi partikel, makin besar kemungkinannya terjadi endapan
partikel dalam waktu yang singkat.
d) Sifat atau muatan partikel
Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, kita tidak dapat memengaruhinya.

II.6.  Keuntungan  Dan  Kerugian  Sediaan Suspensi


A. Keuntungan  sediaan  suspensi :
1) Baik digunakan untuk pasian yang sukar menerima tablet/ kapsul,
terutama anak-anak.
2) Homogenitas tinggi
3) Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul karena luas
permukaan
4) Kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat
5) Dapat menutupi rasa tidak enak/pahit obat (dari larut/tidaknya)
6) Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air
B. Kerugian :
1) Kestabilan rendah (pertumbuhan Kristal (jika jenuh), dan degradasi
2) Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun
3) Alirannya menyebabkan sukar dituang
4) Ketetapan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
5) Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan system
dispersi terutama jika terjadi perubahan temperatur
6) Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh
dosis yang diinginkan.
II.6.  Syarat-syarat Suspensi
Menurut FI edisi III adalah :
a) Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
b) Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
c) Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
d) Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok
atau sedia dituang
e) Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama
Menurut FI edisi IV adalah :
a) Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal
b) Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba
c) Suspensi harus dikocok sebalum digunakan.
d) Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat

II.7 Komposisi Sediaan Suspensi


A. Zat aktif
B. Bahan tambahan :
1) Bahan pensuspensi / suspending agent
Fungsinya adalah untuk memperlambat pengendapan, mencegah
penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan resin, dan bahan
berlemak.
Contoh :
a) Golongan polisakarida yaitu seperti gom akasia, tragakan, alginat
starc.
b) Golongan selulosa larut air yaitu seperti metil selulosa, hidroksi
etilselulosa, avicel, dan Na-CMC.
c) Golongan tanah liat misalnya seperti bentonit, aluminium
magnesium silikat, hectocrite, veegum.
d) Golongan sintetik seperti carbomer, carboxypolymethylene,
colloidal silicon dioxide.
2) Bahan pembasah (wetting agent) / humektan
Fungsinya adalah untuk menurunkan tegangan permukaan bahan
dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan dispersi bahan yang
tidak larut. Misalnya gliserin, propilenglikol, polietilenglikol, dan
lain-lain.
3) Pemanis
fungsinya untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Misalnya sorbitol
dan sukrosa.
4) Pewarna dan pewangi
Dimana zat tambahan ini harus serasi. Misalnya vanili, buah-buahan
berry, citrus, walnut, dan lain-lain.
5) Pengawet
Sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung bahan
alam, atau bila mengandung larutan gula encer (karena merupakan
tempat tumbuh mikroba). Selain itu, pengawet diperlukan juga bila
sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang.
Pengawet yang sering digunakan
 Metil atau propil paraben
 Asam benzoat
 Chlorbutanol
 Senyawa ammonium.
6) Antioksidan
Jarang digunakan pada sediaan suspensi kecuali untuk zat aktif yang
mudah terurai karena teroksidasi.
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :
 Golongan kuinol, contoh : hidrokuinon, tokoferol,
hidroksikoman, hidroksi kumeran, BHA, BHT.
 Golongan katekhol contoh : katekhol, piroganol, NDGA, asam
galat
 Senyawa mengandung nitrogen, contoh : ester alkanolamin
turunan amino dan hidroksi dari p-fenilamin diamin,
difenilamin, kasein, edestin.
 Senyawa mengandung belerang, contoh : sisteina hidrokorida
 Fenol monohidrat, contoh : timol.
7) Pendapar
Fungsinya untuk mengatur pH, memperbesar potensial pengawet,
meningkatkan kelarutan. Misalnya dapar sitrat, dapar fosfat, dapar
asetat, dapar borat dan juga dapar karbonat.
8) Acidifier
Fungsinya untuk mengatur pH, meningkatkan kestabilan suspensi,
memperbesar potensial pengawet, dan meningkatkan kelarutan.
Misalnya asam sitrat.
9) Flocculating agent
Merupakan bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel
berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau floc.
Floculating agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat
mengendap tetapi mudah didispersi kembali. Floculating agent dapat
dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu :
 Surfaktan
Contoh : natrium lauril sulfat, dokusat natrium, benxalkonium
klorida, cetylpirimidinum klorida, polisorbat 80, sorbitan
monolaurat
 Polimer hidrofilik
Contoh : CMC-Na, xantan gum, tragakan, metil selulosa, PEG
 Clay
Contoh : magnesium aluminium, silikat, attapulgit, bentonit
 Elektrolit
Contoh : kalium dihidrogen fosfat, AlCl3, NaCl

BAB III
METODE PRAKTIKUM

III.1 Resep Praktikum

Dr.Alphian

SIP. 859458/IDI/2001

Jln. Mekar No. 18 Palopo

R/ Chloramphenicol palmitat 2,875

CMC Na 0,5

Polysorbat 80 0,25

Propilengikol 10

Sirup simplex 15

Aqua ad 50

Pro : Putri
III.2 Kelengkapan Resep

Dr. Alphian

SIP. 859458/IDI/2001

Jln. Mekar No. 18 Palopo. Telp : 91408

No : 1 Palopo, 08-05-2020

R/ Chloramphenicol palmitat 2,875

CMC Na 0,5

Polysorbat 80 0,25

Propilengikol 10

Sirup simplex 15

Aqua ad 50

Keterangan :
m.f.d.s.t.dd.C.I

Pro : An. Putri


Umur : 10 tahun
Alamat : Jln. Merdeka

V. R/ (Recipe) : Ambillah
VI. m. f (misce fac) : campur dan buat
VII. s (signa) : tandai
VIII. C (cochlear) : sendok makan 15 ml
IX. I (unus) : satu
X. Pro : Untuk.
XI. Ad : Hingga
XII. Tdd (ter di die) : Satu kali sehari.

II.3 Uraian Bahan


1. Aquadest (FI Edisi III: 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Aquadest, Air Suling
Rumus bangun :-
Rumus molekul : H2O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak mempunyai rasa
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Bahan tambahan, pelarut

2. Chloramphenicol palmitat (FI Edisi III : 145)


Nama resmi : CHLORAMPHENICOLI PALMITAS
Sinonim : Kloramfenikol palmitat
Rumus bangun :-
Rumus molekul : C27H42Cl2N2O6
Pemerian : Serbuk hablur halus, licin; putih; bau lemah; rasa
tawar.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 45 bagian
etanol (95%) P, dalam 6 bagian kloroform P dan
dalam 14 bagian eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
K/P : Antibiotikum

3. CMC NA (FI Edisi III: 401)


Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Sinonim : Natrium Karboksimetlselulosa
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian : Serbuk atau butiran; putih atau putih kuning gading;
tidak berbau atau hampir tidak berbau; higriskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi
koloidal; tidak larut dalam etanol (95%) P,dalam eter
P dan dalam pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
K/P : Zat tambahan.

4. Etil paraben (FI Edisi IV: 372)


Nama resmi : ETYLIS PARABENUM
Sinonim : Etil paraben
Rumus bangun

:
Rumus molekul : C9H10O3
Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam gliserol, mudah larut
dalam aseton, dalam metanol, dalam eter dan dalam
propilen glikol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Zat tambahan

5. Metil Paraben (FI Edisi III: 378)


Nama resmi : METHYLIS PARABENUM
Sinonim : Nipagin M
Rumus bangun

:
Rumus molekul : C8H8O3
Pemerian : Serbuk hablur halus, putih; hampir tidak berbau;
tidak mempunyai rasa; kemudian agak membakar
diikuti rasa tebal.
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam
3 bagian aseton P; mudah larut dalam eter P dan
dalam larutanalkali hidroksida, larut dalam 60 bagian
gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak
nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Zat tambahan (zat pengawet).

6. Polysorbat 80 (FI Edisi III: 509)


Nama resmi : POLYSORBATUM-80
Sinonim : Polisorbat-80
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian : Cairan kental seperti minyak; jernih; kuning; bau
asam lemak, khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam
etil asetat P dan dalam metanol P, sukar larut dalam
parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
K/P : Zat tambahan

7. Propilengikol (FI Edii III: 534)


Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim : Propilenglikol
Rumus bangun

:
Rumus molekul : C3H8O2
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; tidak berbau;
rasa agak manis; hidroskopik.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%)P dan
dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak
dapat campur dengan eter minyaktanah P dan dengan
minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
K/P : Zat tambahan, pelarut.
8. Sirup Simplex (FI Edisi III: 567)
Nama resmi : SIRUPUS SIMPLEX
Sinonim : Sirop Gula
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk.
K/P :

III.4 Alat dan Bahan


3. Alat :
l. Erlenmayer
m. Gelas kimia
n. Batang pengaduk
o. Hot plate
p. Timbangan
q. Cawan petri
r. Gelas ukur
s. Botol coklat
t. Lap halus dan kasar
u. Kertas saring
v. Corong
4. Bahan :
h. CMC Na
i. Chloramphenicol palmitat
j. Sirup simplex
k. Aqua destillata
l. Polysorbat 80
m. Propilengikol
n. Metil paraben
o. Etil paraben

III.5 Perhitungan Bahan


- Kloramfenikol Palmitat = 2,875 g
- Propilengikol = 10 g
- Polisorbat-80 = 0,25 g
- Sirup simplex = 15 g
- Na CMC = 0,5 g
 Aqua panas = 20 bagian x 0.5 g = 10 g  10 ml
 Aqua dingin = 10 bagian x 0,5 g = 5 g  5 ml
- Metil paraben = 0,1 % x 50
= 0,1/100 x 50 = 0,05 g = 50 mg
- Etil paraben = 0,1 % x 50
= 0,1/100 x 50 = 0,05 g = 50 mg
- Aquadest = 50 g – (2,875+10+0.25+15+0,5+10+5)
=6,375 ml

III.6 Cara Kerja


9. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
10. Ditara botol 50 gram
11. Dibuat mucilago Na CMC :
a. Ditimbang Na CMC 0,5 gram, diatas kertas perkamen
b. Diukur aqua panas 10 ml, masukkan ke dalam lumpang.
c. Taburkan Na CMC diatas aqua panas
d. Diamkan 10-15 menit hingga mengembang, lalu gerus
e. Ditambahkan aqua dingin 5 ml, gerus ad homogen
12. Ditimbang kloramfenikol palmitat 2,875 gram diatas kertas perkamen.
13. Ditimbang propilenikol 10 gram, dalam cawan yang sudah ditara
14. Ditimbang pilisorbat-80 0,25 gram dalam cawan yang sudah ditara.
15. Dicampurkan propilengikol dan polisorbat dalam satu cawan, kemudian
panaskan diatas hote plate, tambahkan kloramfenikol palamitat sambol
diaduk sampai larut.
16. Dituang campuran tersebut ke dalam mucilago Na CMC, sedikit demi
sedikit sambil digerus cepat.
17. Ditimbang sirup simplex 15 gram, dalam cawan yang sudah ditara .
tambahkan kedalam lumpang sedikit demi sedikit sambil digerus.
18. Dimasukkan kedalam botol coklat sediaan dan ditambahkan aquadest
hingga 50 ml

III.7 Copy Resep

APOTEK APRA FARMA


Jln. BTN Hartaco Blok 1 A.No 25. Telp : 081241517086
Apoteker : Audina Prastiwi, S.Farm., Apt
SIPA : 191320011
No : 01
Nama Pasien : An. Putri
Dokter : Dr. Alphian
Tanggal R/ : 08/05/2020
Tanggal Pembuatan R/ : 08/05/2020
COPY RESEP

R/ Chloramphenicol palmitat 2,875

CMC Na 0,5

Polysorbat 80 0,25

Propilengikol 10

Sirup simplex 15

Aqua ad 50

m.f.d.s.tdd.C.I detur

-pcc
III.8 Etiket
APOTEK APRA FARMA
Jln. BTN Hartaco Blok 1 A.No 25. Telp : 081241517086
Apoteker : Audina Prastiwi, S.Farm., Apt
SIPA : 191320011
No : 1 Tanggal 8/5/2020
Nama : An. Putri
Tablet
1 x sehari 1 Kapsul
Bungkus

sendok

Sebelum/Sesudah Makan
KOCOK DAHULU
Nama Obat :

III.9 Wadah
Botol coklat.
BAB IV
PEMBAHASAN

Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak


melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat
yang terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus dengan atau tanpa zat tambahan
yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan
(Formularium Nasional Edisi II).
Permbuatan suspensi ini bertujuan untuk memudahkan dalam dalam
mengonsumsi obat khususnya untuk anak-anak karena rasanya yang manis dan
pemberiannya yang lebih mudah,selain itu baik digunakan untuk yang sulit
mengonsumsi tablet, pil, kapsul.
Pada praktikm kali ini, dilakukan pembuatan sediaan suspensi. Bahan-bahan
yang digunakan, antara lain kloramfenikol, Na CMC, polisorbat 80,
propilenglikol,metil paraben, etil paraben, dan aqua destilata. Zat aktif dalam
sediaan yang telah dibuat pada praktikum ini adalah kloramfenikol.
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan
alat dan bahan serta dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %.
Menurut Pratiwi (2008), alkohol 70 % dapat mempercepat proses pembersihan
alat dari mikroorganisme. Kemudian ditimbang semua bahan yaitu, kloramfenikol
2,875 gr, Na CMC 0,5 gr, Polisorbat 80 0,25 gr, propilenglikol 10 gr, metil
paraben 0.05 gr, etil paraben 0.05 gr. Kemudian menimbang Na CMC 0,5 gram
lalu dibuat mucilago dengan cara memasukkan 10 ml aquadest panas ke dalam
lumpang lalu ditaburkan Na CMC diatas air panas tersebut dan didiamkan selama
10-15 menit hingga mengembang lalu digerus, lalu ditambahkan aqua dingin 5 ml
gerus hingga homogen.
Kemudian dibuat suspensi, pertama dikalibrasi botol 50 ml, kemudian
dimasukkan 2,875 gr kloramfenikol ke dalam lumpang, sebelum propilengikol
dimasukkan ke dalam lumpang terlebih dahulu propilengikol dicampur dengan
polisorbat 80 didalam satu cawan kemudian dipanaskan diatas hot plate,
dimasukkan propilenglikol sebanyak 10 gr dan polisorbat 80 0,25 gr yg sudah
dipanaskan tadi ke dalam lumpang sambil diaduk sampai larut, dengan cara
meneteskan secara merata pada kloramfenikol hingga tidak ada udara lagi pada
kloramfenikol, diaduk sampai homogen. Menurut Anief (1994), penambahan
propilenglikol ini sebagai humektan atau zat pembasah untuk menggantikan
lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah tebasahi.
Sedangkan menurut Dirjen POM (1979), polisorbat 80 digunakan sebagai
meningkatkan kekentalan dari suspensi.
Setelah itu, dimasukkan mucilago Na CMC tadi sedikit demi sedikit dan
diaduk sampai homogen. Menurut Aulton (1988), suspending agent (mucilago Na
CMC) digunakan untuk meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga dapat
memperlambat pengendapan.
Kemudian ditambahkan sirup simplex 15 ml, diaduk sampai homogen.
Menurut Patel (1994), sirup simplex digunakan sebagai pemanis untuk menutupi
sensasi rasa secara efektif. Sirup simplex juga digunakan sebagai pengawet karena
terdapat metil paraben yang berguna sebagai pengawet antimikroba dalam
formulasi sirup simplek. Selain itu sirup simplex juga berguna untuk menurunkan
viskositas dari suspensi agar mudah dituang pada sendok. Setelah itu, dimasukkan
kedalam botol coklat dan ditambahkan aquadest sampai tanda kalibrasi,
digunakan botol coklat karena zat aktif dari sediaan ini harus disimpan dalam
wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya. Terakhir diberi etiket dan dibuat
salinan resep.
Resep ini ditujukan untuk pasien bernama Putri yang berumur 10 tahun. Obat
ini diberikan kepada pasien tersebut karena dia menderita penyakit demam tifoid
(tifus dan paratifus), sehingga pemakaian obat ini diminum sebelum makan 3 x 1
sehari satu sendok makan 15 ml. Obat ini diberi etiket putih dan didalam etiket ini
diberi penandaan “Kocok Dahulu” agar sediaan oabat ini tercampur dengan rata.
Dalam pembuatan suspensi, sediaan yang dibuat harus tetap terjaga
stabilitasnya agar bahan-bahan formulasi dari suspensi tersebut tetap homogen.
Dalam sediaan farmasi, homogenitas sangat perlu untuk kesesuaian dosis yang
diminum, maka dari itu dalam pembuatan sediaan suspensi semua bahan harus
tercampur secara sempurna atau homogen. Sehingga dalam pembuatan suspensi
ini menggunakan metode campuran antara flokulasi dan deflokulasi, yaitu
sedimentasi terjadi lambat dan mudah terdispersi kembali. Karena pada sediaan
suspensi rentan terjadi endapan atau caking yang apabila dikocok kembali sudah
tidak dapat terdispersi kembali. Untuk itu, kestabilan dalam sediaan suspensi
sangat diperlukan.
BAB 5
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Suspensi adalah sediaan cair yang terdiri dari dua fase, yang masing –
masing fase apabila terdapat di alam tidak akan bisa disatukan atau
digabungkan, sediaan suspensi secara garis besar ada tiga jenis yaitu suspensi
oral, suspensi topical dan suspensi otic. Cara pembuatan suspensi ada dua,
yaitu metode dispersi dan metode presitipasi yang keduanya membutuhkan
suspending agent dalam prosesnya, baik suspending agent yang berasal dari
alam maupun sintetik.
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan dengan
menggunakan metode campuran antara flokulasi dan defllokulasi. Dan kami
membuat suspending agent (mucilago Na CMC) terlebih dahulu (10-15 menit
sebelum praktikum) agar suspending agent tersebut mengembang. Untuk
pembuatan suspensi, bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam lumpang
memiliki urutan masing-masing yaitu chloramphenicol, propilenglikol dan
polisorbat-80, Na CMC yang telah di mucilago, sirup simplex, dan
ditambahkan aqua destilata hingga mencapai tanda kalibrasi.
Dilihat dari zat aktif yang digunakan dalam pembuatan sediaan suspensi
diindikasikan untuk pasien yang mengidap penyakit demam tifoid (tifus dan
paratifus). Adapun efek samping penggunaan zat aktif tersebut adalah pusing,
sakit kepala, mual atau muntah, diare, atau reaksi alergi obat seperti merasa
sangat lemas atau lelah dan sulir bernafas.

V.2. Saran
Dalam melakukan sebuah praktikum, sebaiknya praktikan bekerja
dengan teliti, tepat, dan bersih. Serta meracik sediaan sesuai dengan aturan
atau prosedur peracikan obat.
Pada saat praktikum, tetaplah menjaga kebersihan Laboratorium dan
setelah praktikum, pastikan semua alat sudah bersih dan dikembalikan ke
tempat semula.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. A. 1994.  Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ansel, H.C. 1989. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.

Aulton, M. E. 1988. Pharmaceutics, The Science of Dosage From Design.


London: Churcill Livingstone.

Bambang, P. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Jakarta: Departemen Kesehatan


RI.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI.
Dirjen POM. 1978. Formularium Nasional Edisi II. Depkes RI : Jakarta.

Pratiwi, Sylvia, T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.

Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR
PERCOBAAN VI
EMULSI

HARI/TANGGAL : SENIN / 11 MEI 2020


NAMA : NADYA HUMAIRA
NIM : 191320007
KELOMPOK : 04 (Empat)
ASISTEN : ERVIANINGSIH,S.Farm.,M.Si.,Apt.
LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN, DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2020

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Dalam dunia farmasi kita mengetahui beberapa bentuk sediaan obat yang
umumnya di pakai dalam pembuatan obat. Setaip bentuk sediaan memiliki
fungsi dan kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan untuk
apa obat itu di pakai. Salah satu bentuk sediaan dari obat yang sering di
jumoai dan sering di gunakan merupakan emulsi.
Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair juga dapat berupa
sediaan setengah padat. Penggunaan sediaan ini pada saat ini semakin popular
karena dapat digunakan untuk pemakaian luar. Emulsi merupakan suatu
sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak mau bercampur,
dimana cairan yang lain dalam bentuk butir-butir halus karena distabilkan
oleh komponen ketiga yaitu emulgator. Dalam pembuatan suatu emulsi,
pemilihan emulgator merupakan factor yang penting untuk diperhatikan
karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator
yang digunakan
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa , distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok (Anief, 2004)
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya tedispersi dalam
cairan lain dalam bentuk tetesan kecil (Dirjen PO, 1995)
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu Oil In Water
(O/W) atau minyak dalam air dan Water In Oil (W/O) atau air dalam minyak.
Emulsi dapat distabulkan dengan penambahan nahan pengemulsi yang
disebut emulgator (Syamsuni, 2006)
Pada umumnya krim dengan basis M/A lebih disukai daripada krim
dengan basis A/M karena lebih mudah dicuci dengan menggunakan air dan
tidak licin saat diaplikasikan di kulit. Pada saat krim ini digunakan dan
digosokkan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang
adanya krim yang sebelumnya. Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian
dipermudah oleh minyak dalam air yang terkandung di dalamnya. Krim dapat
digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa
minyak dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka
tersebut.
I.2 Maksud dan Tujuan

A. Maksud
- Mahasiswa dapat mengetahui cara membuat sediaan emulsi
- Mahasiswa dapat mempelajari cara menghitung bahan pada resep
- Mahasiswa dapat mengetahui manfaat pada resep yang dibuat

B. Tujuan
1. Dapat membuat sediaan emulsi
2. Mengetahui cara menghitung bahan pada resep
3. Mengetahui manfaat pada resep yang telah dibuat
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Defenisi larutan


Emulsi merupakan satu sistem yang tidak stabil secara
termodinamika yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak
saling bercambur, satu diantaranya didisoersikan sebagai globul dalam fase
cair lain. Sistem ini dibuat stabil dengan bantuan suatu zat pengemulsi atau
emulgator. Pada emulsi farmasetik, fase yang digunakan biasanya air dan
fase yang lainnya adalah minyak, lemak, atau zat-zat seperti lilin.
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Sudah
menjadi ketentuan umum bahwa yang disebut sebagai “emulsi”
menunjukkan pada sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan oral.
Emulsi untuk penggunaan eksternal biasanya langsung disebut sebagai
cream (sediaan semisolid), lotion atau liniment (sediaan liquid). (Farmakope
Indonesian IV).

II.2. Tipe Emulsi


Berdasarkan fase terdispersinya emulsi terbagi atas 2, yaitu:
1. Emulsi tipe OW (Oil In Water) atau M/A(minyak dalam air), adalah
emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi
kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (Water In Oil) atau M/A(air dalam minyak), adalah
emulsi yang terdiri atas butitan air yang tersebar atau terdispersi kedalam
minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase eksternal.

II.3. Teori Terbentuknya Emulsi


1. Teori Tegangan Permukaan
Molekul memiliki daya tarik menarik antar molekul yang sejenis
disebut daya kohesi, sedangkan molekul yang memiliki day tarik menarik
anatrmolekul yang tidak sejenis disebut daya adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga sama sehingga pada
permukaan cairan akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseimbangan daya kohesi. Tegangan pada permukaan tersebut
dinamakan tegangan permukaan (surface tension). Permukaan tegangan
bidang batas dua cairan yang tidak bercampur (immicipe liquid),
tegangan tersebut dianamakan tegangan bidang atas (interfacial tension)
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi dibidang batas,
semakin sulit kedua zat cair tersebut untuk bercampur. Tegangan yang
terjadi akan semakin meningkat dengan penambahan garam-garam
anorganik tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organic
tertentu. Dalam teori ini dikatakan dengan penambahan emulgator akan
menurunkan atau menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang
batas sehingga kedua zat cair akan mudah bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan
terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan selektif dari bagian
molekulemulgator, ada bagian yang suka air atau mudah larut dalam air
(hidrofilik), da nada bagian yang suka minyak atau mudah larut dalam
minyak (lipofilik)
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang
disenanginya, dengan demikian emulgator seolah-olah menjadi tali
pengikat antara air dan minyak. Antara kedua kelompok tersebut akan
membuat suatu keseimbangan. Setiap jenis keseimbangannya dikenal
dengan nama HLB (Hydrophyl Lipophyl Balance), yaitu angka yang
menunjukkan perbandingan anatara kelompok hidrofilik dan lipofilik .
semakin besar harga HLB, semakin banyak kelompok yang suka air
demikian sebaliknya.
Kegunaan Emulgator dan Harga HLB
Harga HLB Kegunaan
1-3 Anti foaming agent
4-6 Emulgator tipe W/O
7-9 Bahan pembahas (wetting agent)
8-10 Emulgator tipe O/W
13-15 Bahan pembersih (deterhent)
15-18 Pembangtu kelarutan (solubilizing
agent)

Nilai HLB beberapa tipe Surfaktan


Surfaktan Nilai HBL Keterangan
Tween 20 (polioksieilen sorbitan 16,7 cairan
monolaurat)
Tween 40 (polioksiesilen sorbitan 15,6 Cairan minyak
monostearat)
Tween 60 (polioksieilen sorbitan 14,9 Semi padat
monostearat) seperti minyak
Tween 65 (polioksieilen sorbitan 10,5 Padat seperti
tristeaarat) minyak
Tween 80 (polioksieilen sorbitan 15,0 Cair seperti
monooleat) minyak
Tween 85 (polioksieilen sorbitan 11,0 Cair seperti
trioleat) minyak
Arlacel atau span 20 (sorbitan 8,6 Cairan minyak
monolaurat)
Arlacel atau span 60 (sorbitan 4,7 Padat seperti
monostearat) malam
Arlacel atau span 80 (sorbitan 4,3 Cairan minyak
monooleat)
Arlacel 83 (sorbitan) 3,7 Cairan minyak
GOM 8,0
TEA (Trieatanolamin) 12,0

3. Teori Film Plastik(Interfacial Film)

Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air
dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel
fase dispers atau fase internal. Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha
anatara partikel yang sejenis untuk bergabung akan menjadi terhalang.

4. Teori Lapisan Listrik Rangkap (Electric Double Laye)

Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan
lapisan berikutbya akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan
didepannya. Dengan demikian seolah-olah partikel minyak dilindungi dua lapisan
listrik yang saling erlawanan. Dengan demikian antara sesama partikel akan tolak
menolak, dan stabilitas emulsi akan bertambah

II.4. Kestabilan Emulsi


1. Emulsi dikatakan stabil jika:
a. Tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau distribusi
partikel dari globul fase dalam selama life time produk
b. Distribusi globul yang teremulsi adalah homogen
c. Mudah mengalir atau tersebar tetapi memiliki viskositas yang tinggi
untuk meningkatkan stabilitas fisiknya.
2. Emulsi dikatakan stabil jika tidak terjadi koalesen fase internal, creaming
dan perubahan penampilan, bau, warna, serta sifat fisik yang lain.
1) Flokulasi dan Creaming
Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok
globul yang posisinya tidak beraturan
2) Koalesen dan Breaking
Koalesen merupakan pecahnya emulsi karena film meliputi
partikel rusak dan butir misalnya berkoalesensi atau menyatu menjadi
fase tunggal yang memisah
3) Inversi Fase
Inversi fase adalah proses perubahan dimana fase terdispersi
berubah fungsi menjadi medium pendispersi sebaliknya.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi


3. Ukuran partikel
4. Perbedaan bobot jenis kedua fase
5. Viskositas fase kontinu
6. Muatan partikel
7. Sifat efektivitas dan jumlah emulgator yang digunakan
8. Kondisi penyimpanan : suhu, ada/tidaknya agitasi dan vibrasi
9. Penguapan atau pengenceran selama penyimpanan
10. Adanya konstaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme

II.5. Pembagian Emulgator


1. Berdasarkan mekanismenya
a. Golongan sulfaktan, memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan
permukaan/antar permukaan minyak-air serta membentuk lapisan film
monomolekuler ada permukaan globul fase terdispersi.
Jenis-jenis sulfaktan :
- Berdasarkan jenis sulfaktan
1. Sulaktan anionic, contoh : Na-lauril Sulfat, Na-Oleat, Na-Stearat
2. Sulfaktan kationik, contoh : Zehiran klorida, setil trimetil
ammonium bromide
3. Sulfaktan non ionic, contoh : tween 80, span 80
- Berdasarkan HBL ( Hidrophy-Lipophyl-Balance )
b. Golongan kloroid hidrofil, membentuk lapisan film mono dan
multimolekuler, oleh adanya partikel halus yang teradopsi pada antar
permukaan kedua fase. Contoh : bentonit, veegum.

2. Berdasarkan sumber
a. Bahan alam, contoh : gom arab, tragakan, agar, male extract
b. Polisakarida seminsinterik, contoh : metyl selusosa, Na-
Carboxymethylselulosa. (CMC )
c. Emulgator sintetik : sulfaktan, sabun, dan alkali, alcohol ( cetyl alcohol,
gliserin ) carbowaxes (PGA), lesitin (fosfolipid)

II.6. Cara Pmebuatan Emulsi


1. Metode Kontinental (gom kering )
Dalam motode ini, zat pengemulasi (biasanya gom arab) di campur
dengan minyak terlebih dahulu, kemudian ditambah air untuk
membentuk korpusemlsi, kemudian diencerkan dengan sisa air yang ada.
2. metode inggris (gom basah)
Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat peengemulsi umumnya
larut dalam air) agar membentuk suatu mucilalago, kemudian perlahan-
lahan minyak di campurkan untuk membentuk emulsi, kemudian di
encerkan dengan sisa air.
3. metode botol
Digunakan untk minyak ,menguap dan zat-zat yang bersifat mnyak dan
mempunyai viskositas rendah (kerang kental). Serbuk gom di masukkan
ke dalam botol kering, ditambahkan dua air, botol di tutup, kemudian
campuran tersebut di kocok hingga kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi
sedikit sambil dikocok.

II.7. keuntungan dan kerugian emulsi


Keuntungan sediaan emulsi :
- Menutupi rasa minyak yang tidak enak
- Lebih mudah di verna dan diapsorpsi karena ukuran minyak di perkecil
- Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran yang
homogeny secara visual.
- Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam air
Kerugian sediaan emulsi :
- Sediaan emulsi kurang praktis dari pada sediaan table
- Sediaan emulsi mempunyai stabilitas yang rendah dari pada sediaan
sediaan table karena cairan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan
- Takaran dosisnya kurang teliti.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

III.1. Resep

Dr. Dio Pratama

Sip 007/IDI/00

Jln. Jarak 23

R/ Asam stearate 15
Cera alba 2
Vaselin alba 8
Trietanolamin 1,5
Propilenglikol 8
Aqua destilata 100
m.f.la
s.u.e

Pro : Diana
III.2. Kelengkapan Resep

Dr. Dio Pratama

Sip 007/IDI/00

Jln. Jarak no. 23 palopo

Telp. 081354943101

Palopo, 12/05/2020

No.01

R/ Asam stearate 15
Cera alba 2
Vaselin alba 8
Trietanolamin 1,5
Propilenglikol 8
Aqua destilata 1,5

m.f.la
s.u.e

Pro : Diana

Umur : 15 tahun

Alamat: Jln. H. Hasan Palopo

Keterangan :
R/ (Recipe) = Ambillah
S (Signa) = Tandai
m.f.la = misce fac legae artis = campur dan buatlah dengan seni
s.u.e = signa usus externur = tandai untuk pemakaian luar
Pro = Untuk

III.3. Uraian Bahan


1. Asam Stearat (Farmakope Indonesia Edisi III : 57-58)
Nama Resmi : ACIDUM STEARICUM
Sinonim : Asam stearate
Rumus Bangun :

Rumus Molekul : C18H36O2


Pemerian : Zat padat keras menunjukkan susunan
hablur, putih
Atau kunung pucat; mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20
bagian etanol (95%) P dalam 2 bagian
kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Zat tambahan

2. Cera Alba (Ditjen POM. 1979)


Nama Resmi : CERA ALBA
Sinonim : Malam Putih
Rumus Bangun :-
Rumus Molekul :-
Pemerian : Zat padat, lapisan tipis bening putih
kekuningan, bau khas lemah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut
dalam eter hangat, dalam minyak lmak
dan atrsiri.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Zat tambahan

3. Vaselin Album (FI Edisi III)


Nama Resmi : VASELUM ALBUM
Sinonim : Vaseline putih
Rumus Bangun :-
Rumus Molekl :-
Pemerian : Zat padat, lapisan tipis bening putih
kekuningan, bau khas lemah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar
larut dalam etanol (95%) P dingin larut
dalam kloroform P, dalam eter hangat,
dalam minyak lmak dan atrsiri.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Zat tambahan

4. Trietanolamina ( FI Edisi III: 612-613)


Nama Resmi : TRIAETHANOLAMINUM
Sinonim : Trietanolamina
Rumus Bangun :-
Rumus Molekl : C16H34O
Pemerian : Cairan kental tidak berwatna hingga kuning
pucat, bau lemah mirip
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P; Larut dalam kloroform P.
etanol (95%) P dingin larut dalam
kloroform P, dalam eter hangat, dalam
minyak lmak dan atrsiri.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya.
K/P : Zat tambahan

5. Propilenglikol (FI edisi III : 534)


Nama Resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim : Propilenglikol
Rumus Bangun :

Rumus Molekl : C3H8O2


Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna;
tidak berbau;
rasa agak manis, higroskopik
Kelarutan : Dapat di campur dalam air, dengan
etanol (95%) P dan dengan kloroform
P larut dalam 6 bagian eter P; tidak
dapat campur dengan eter minyak
tanah P dan dengan minyak lemak
etanol (95%) P dingin larut dalam
kloroform P, dalam eter hangat, dalam
minyak lmak dan atrsiri.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Zat tambahan; pelarut

6. Aquadest (Depkes RI, 1979: 96)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Aquadest, Air Suling
Rumus Bangun :-
Rumus Molekl : H2O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau,
dan tidak mempunyai rasa
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Bahan tambahan, pelarut

III.4. Alat dan Bahan


A. Alat
1) Batang pengaduk
2) Mortil
3) Stamper
4) Kertas perkamen
5) Cawan
6) Gegep
7) Kompor
8) Timbangan
9) Hot plate
10) Pot cream
B. Bahan
1) Asam stearat
2) Cera alba
3) Vaselin album
4) Trietanolamin
5) Propilenglikol
6) Aqua destilata

III.5. Perhitungan Bahan


Komposisi :
1) Asam stearat 15
2) Cera alba 2
3) Vaselin album 8
4) Trietanolamin 1,5
5) Propilenglikol 8
6) Aqua destilata 60
Perhitungan :
15
Asam stearat : x 60=9
100
2
Cera alba : x 60=1,2
100
8
Vaselin album : x 60=4,8
100
1,5
Trietanolamin : x 60=0,9
100
8
Propilengliko : x 60=4,8
100
Aqua destilata : 60 ¿ + 0,9 + 4,8)
= 60 – 20,7
= 39,3
Cara kerja
1) Siapkan alat dan bahan yang yang akan di gunakan
2) Ditara botol 50 gram
3) Dibuat mucilage na cmc
 ditimbang na cmc 0, gram, di atas kertas perkamen
 diukur a qua panas 10 ml, masukkan ke dalam lumpang taburkan
 na cmc diatas a qua panas
 diamankan 15-10 menit hingga megembang gerus
 ditambahkan aqua digin 5 mL , gerus ad homegen.
4) Ditimbang kloramferikol palmitat 2,875 gram diatas kertas perkamen.
5) Ditimbang propilenglikol 10 gram, dalam cawan yang sudah ditara
6) Ditimbang polisorbat -80 025 gram, dalam cawan yang sudah ditara
7) Dicampurkan propilenglikol dan polisorbat dalam satu cawan, kemudian
panaskan diatas hot plate, tambahkan kloramfenikol palmitat sambil di
aduk sampai larut
8) Dituang campuran tersebut kedalam mucilage na cmc , sedikit demi
sedikit digerus cepat
9) Ditimbang sirup sempleks 15 gram dalam cawan yang sudah ditara
ditambahkan ke dalam lumpang sedikit demi sedikit sambil digerus
10) Dimasukkan kedalam botol sedian ditambahkan aquadest hingga 50.

III.7 Copy Resep


APOTEK HUMAIRA FARMA
Jln.H. Hasanno.13.Telp : 081354943101
Apoteker : Nadya Humaira, S.Farm., Apt
SIPA : 191320007

No : 01
Nama Pasien : Diana
Dokter : Dr. Dio Pratama
Tanggal R/ : 12/05/2020
Tanggal Pembuatan R/ : 12/05/2020

COPY RESEP

R/ Asam stearat
Cera alba
Vaselin alba
Trietanolamin
Propilenglikol
Aqua destilata

m.f.la
s.u.e

detur

- pcc
III.8Etiket

APOTEK HUMAIRA FARMA

Jln. H. Hasan No. 13 palopo

Apoteker : Nadya Humaira S.Farm. Apt

SIPA : 191320007

No.01
12/05/2020

Nama : Diana

Berikan pada bagian yang membutuhkan


atau sakit

OBAT LUAR

Nama obat:

III.9 Wadah
A. Pot Cream
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam melakukan praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan


sediaan emulsi. Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair
yang tidak mau camour, biasanya air dan minyak dimana cairan satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. disperse ini tidak
stabil, butir-butir ini akan berlangsung (koalesen) dan membentuk dua lapisan
air dan minyak yang berpisah. Flavor dan pengawet yang berada dalam fase
air yang mungkin larut dalam minyak harus dalam kadar yang cukup untuk
memenuhi yang diinginkan. Emulgator merupakan komponen yang penting
untuk memperoleh emulsi yang stabil (Anief, 1993)
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu Oil In Water
(O/W) atau minyak dalam air dan Water In Oil (W/O) atau air dalam minyak.
Emulsi dapat distabulkan dengan penambahan nahan pengemulsi yang
disebut emulgator (Syamsuni, 2006)
Pada umumnya krim dengan basis M/A lebih disukai daripada krim
dengan basis A/M karena lebih mudah dicuci dengan menggunakan air dan
tidak licin saat diaplikasikan di kulit. Pada saat krim ini digunakan dan
digosokkan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang
adanya krim yang sebelumnya. Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian
dipermudah oleh minyak dalam air yang terkandung di dalamnya. Krim dapat
digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa
minyak dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka
tersebut.
Dalam peracikan obat kali ini dihasilkan obat dalam bentuk sediaan krim.
Krim yang dihasilkan berentuk setengah padat, berwarna putih dan berbau
wangi, bau wangi menghasilkan dari pemakaian TEA. Hasil krim dimasukkan
kedalam pot lalu diberi etiket warna biru.

BAB III
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang lain.
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu Oil In Water
(O/W) atau minyak dalam air dan Water In Oil (W/O) atau air dalam minyak.
Emulsi dapat distabulkan dengan penambahan nahan pengemulsi yang
disebut emulgator (Syamsuni, 2006)
Ada dua macam tipe emulsi yang berbentuk yaitu tipe M/A diamana tetes
minyak terdispersi kedalam fase air, dan tipe A/M diamana fase intern dan
fase ekstern adalah minyak. Fase intern disebut pula fase dispers atau fase
kontinu. Komponen emulsi ada dua yaitu komponen dasar yang terdiri dari
fase kontinu, dan emulgator, pengawet, pengaroma, dan antioksidan.

V.2. Saran
Sebagai mahasisiwa farmasi sebaiknya memahami lebih dalam lagi
mengenai definisi emulsi, tipe-tipe emulsi, serta komponen emulsi agar dapat
di aplikasikan pada saat bekerja baik di rumah sakit, puskesmas maupun di
apotek.
Dalam melakukan sebuah praktikum, sebaiknya praktikan bekerja dengan
teliti, tepat, dan bersih. Serta meracik sediaan sesuai dengan aturan atau
prosedur peracikan obat.
Pada saat praktikum, tetaplah menjaga kebersihan Laboratorium dan
setelah praktikum, pastikan semua alat sudah bersih dan dikembalikan ke
tempat semula.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. A. 2004. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press

Anief, Moh. 1993. Farmasetika. Universitas Gajah Madah: Yogyakarta

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Depkes RI.

Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen


JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR

PERCOBAAN XIII

INFUSA

HARI / TANGGAL : SENIN, 18 MEI 2020

NAMA : NADYA HUMAIRA

NIM : 191320007

KELOMPOK : 04
ASISTEN : EVRIANINGSIH, S.Farm., M.si., Apt

LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO

2020

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati
terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat
tinggi. Hingga saat ini tercatat 7000 spesies spesies tanaman telah
diketahui khasiatnya. Namun, kurang dari 300 tanaman telah
diidentifikasikan dari aspek botani sistematik tumbuhan dengan baik
(Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011)

Infus adalah sediaan cair yang di buat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90 ̊ selama 15 menit (Depkes RI, 1979: 12). Adapun
cara pembuatanya yaitu dengan mencampurkan simplisia dengan derajat
halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas
tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90̊ sambil
sekali-sekali di aduk.

Simplisia adalah bahan alamiah yang di pergunakan sebagai obat yang


belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman
utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Kedua, simplisia hewani
adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat yang
berguna yang dihasilkan oleh hewan atau berupa zat-zat kimia murni.
Ketiga, simplisia pelikan (mineral) yang belum di olah dengan cara-cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni(Depkes, 1979)

I.2 Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Praktikkan dapat mengetahui cara pembuatan atau cara peracikan
sediaan infusa.
b. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sediaan infusa
2. Untuk mengetahui khasiat dan penggunaan dari resep pada sediaan
infusa.
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Definisi Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 900 selama 15 menit. Pembuatannya dengan
mencampur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci
dengan air secukupnya, panaskan diatas penangas air selama 15 menit
terhitung mulai mencapai 900 sambil berkali-berkali diaduk. Serkai selagi
panas melalui kain flanel, tambahakan air panas secukupnya melalui
ampas sehingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki ( Anief,
1993:182 ).
Infusa daun sena dan infusa simplisia yang mengandung minyak atsiri,
diserkai setelah dinginn. Infusa daun sena, infusa asam jawa dan infusa
simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas. Asam jawa
sebelum dibuat infusa  dibuang bijinya dan diremas dengan air hingga
massa seperti bubur, buah adasmanis dan buah adas harus dipecah dahulu.
Pada pembuatan infusa kulit kina ditambahakan asam sitrat 10% dari
bobot bahan khasiat ( Depkes RI, 1979:12 ).

II.2 Kandungan yang berkhasiat dalam simplisia


Infusa yang mengandung glikosida antrakinon, seperti kulit Frangula,
Purshiana, ditambahkan Natrium karbonat 10% dari bobot simplisia.
Infusa yang mengandung bahan tidak berkhasiat keras, dibuat dengan 10%
simplisia. Khusus untuk simplisia berikut digunakan untuk 100 bagian
infusa yaitu (Anief,1993:182-183 ) :

a. Kulit kina : 6 bagian


b. Daun digitalis : 0,5 bagian
c. Akar ipeka : 0,5 bagian
d. Daun kumis kucing : 0,5 bagian
e. ekale kornutum : 3 bagian
f. Daun sena : 4 bagian
g. Temulawak : 4 bagian

II.3 Derajat halus simplisia


Derajat halus simplisia yang digunakan untuk infusa harus
mempunyai derajat halus sebagai berikut ( Depkes, 1979:13 ) :
a. serbuk 5/8       : Akar manis, daun kumis kucing, daun sirih, daun
b. Serbuk 8/10     : Dringo, kelembak
c. Serbuk 10/27   : Laos, akar valerian, emulawak, jahe
d. Serbuk 22/60   : Kulit kina, akar ipeka, sekale sernutum
e. Serbuk 85/20   : Daun digitalis

II.4 Kelebihan dan Kekurangan infusa


1. Kelebihan
a. Alat yang dipakai sederhana
b. Biaya operasional rendah
2. Kekurangan
a. Zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap
kembali apabila kelarutanya sudah mendingin
b. Zat-zat yang tidak tahan panas lama, disamping itu simplisia yang
mengandung zat-zat albumim tentunya zat ini akan menggumpal
dan menyukarkan penarkan zat-zat yang berkhasiat

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1 Resep Praktikum

Dr. Irawan
SIP. 789/IDI/2002
Jl. Kelapa 24 Palopo

R/ Infusa orthosiphon 100

S. b. Dd. C 1

Pro : Wiwi

III.2 Kelengkapan Resep

Dr. Irawan
SIP. 789/IDI/2002
Jl. Kelapa 24 Palopo
No : 1 Palopo, 08-05-2020
R/ Infusa orthosiphon 100
S. b. Dd. C 1

Pro : Wiwi
Umur : 20 th
Alamat : jln. Merdeka

Keterangan :

1. R/ (Recipe) : Ambillah
2. S (Signa) : Tandai
3. b (Bis) : Dua
4. Dd ( De die) : Sehari
5. C (Cochlear) : Sendok makan
6. 1 (Unus) : Satu

III.3 Uraian Bahan


1. INFUSA ORTHOSIPHON (FN. Edisi II. Hal: )
Nama Resmi : ORTHOSIPHONIS FOLIUM
Sinonim : Daun Kumiskucing
Komposisi : Tiap 100 g mengandung
Orthosiphonis Folium 500 mg
Aqua destillata hingga 100 g
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Dosis : 2 sampai 4 kali sehari 15 ml

a. ORTHOSIPHONIS FOLIUM ( FI. Edisi III. Hal: 464-465)


Nama Resmi : ORTHOSIPHONIS FOLIUM
Sinonim : Daun Kumiskucing
Rumus Bangun :-
Rumus Molekul : -
Pemerian : Bau aromatik lemah; rasa agak asin, agak pahit
dan sepat
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
K/p : Diuretikum (berfungsi untuk membuang kelebihan
garam dan air dari dalam tubuh melalui urine).

b. AQUA DESTILLATA ( FI. Edisi III. Hal: 96)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Air suling
Rumus Bangun :-
Rumus Molekul : H2O
Pemerian : Cauran jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
k/p : Zat tambahan (Pelarut)

III.4 Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan:
a) Botol infusa 100 ml
b) Corong gelas
c) Gelas kimia 100 ml
d) Gelas ukur 100 ml
e) Hot plate
f) Panci infusa
g) Timbangan digital
h) Kain flanel
i) Batang pengaduk
j) Lap kasar dan halus
2. Bahan yang digunakan:
a) Aquadest
b) Orthosiphonis folium

III.5 Perhitungan Bahan


100
1. Orthosiphonis : × 0,5 gr=0,5 gr
100
2. Aqua destillata : 110−0,5 gr (dilebihkan 10 ml)
: 109,5 gr

III.6 Cara Kerja


1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Di kalibrasi botol ukuran 100 ml
3. Di haluskan Orthosiphonis folium sampai derajat halus 5/8
4. Ditimbang orthosiphonis folium sebanyak 0,5 g
5. Ambil air 100 ml masukkan kedalam panci infusa lalu rebus sampai
suhu air 90̊ c sekitar 15 menit
6. Lalu masukkan orthosiphonis folium ke dalam panci infusa
7. Tunggu 15 menit, sambil diaduk tiap 5 menit
8. Tuang rebusan orthosiphonis folium (saring dengan kain flanel)
9. Diamkan sampai dingin sekitar 30 menit
10. Masukkan ke dalam botol
11. Cukupkan dengan air yang ditambahkan pada sisa rebusan sampai 100
ml
12. Beri etiket putih label kocok dahulu
III.7 Etiket

APOTEK HALU FARMA


Jln. Jendral sudirman No. 285 Telp. 085254556409
Apoteker: Andi Magfirah S.Farm., Apt
SIPA: 191320001
No.1 Tgl. 18/mei/2020
Nama : Wiwi
Aturan pakai : 2 kali Sehari 1 Sendok makan
Sendok bubur
Sendok teh
Sebelum/Setelah makan
Nama obat :

III.8 Wadah

Botol 100 ml
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada resep kali ini yaitu membuat infusa daun kumis kucing dengan tujuan
penggunaan Deuritik yang berarti obat untuk memperbanyak pembuangan air
kemih akibat pengaruhnya langsung terhadap ginjal. Berdasarkan Formalium
Nasional infusa untuk daun kumis kucing, tiap 100 gram mengandung
Orthosiphonis Folium sebanyak 500 mg dan Aqua destillata hingga 100 gr. Pada
resep ini diperintahkan untuk membuat infusa daun kumis kucing sebanyak 100 gr
dan aquanya 100 ml. Adapun cara pembuatan infusa daun kumis kucing ini yaitu:
pertama siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan seperti
botol 100 ml, batang pengaduk, hot plate, timbangan digital, lap kasar, lapa halus,
panci infusa, gelas kimia dan gelas ukur. Sedangkan bahan yang akan digunakan
yaitu Aqua destillata dan Orthosiphonis folium(daun kumis kucing) yang sudah di
masukkan ke gelas kimia dan di ukur aqua destillata 100 ml. Kemudian kedua
bahan tersebut dimasukkan kedalam panci infusa, panaskan di atas hot plate
selama 15 menit terhitumg mulai suhu mencapai 90̊ sambil sekali-kali di aduk.
Serkai selagi panas melalui kain flanel, Alasanya diserkai panas karena daun
kumis kucing tidak mengandung minyak atsiri, maka diserkai setelah dingin. Hal
ini bertujuan agar minyak atsiri yang terkandung didalamnya tidak menguap pada
saat diserkai. Setelah infusa diserkai, selanjutnya di cukupkan volumenya dengan
Aquadest panas sampai 100 ml. Dan masukkan dalam botol 100 ml, terahkir beri
etiket putih yang berarti digunakan sebagai obat dalam untuk 2 kali pemakaian
dalam sehari, dan di kocok dahulu sebelum diminum.

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90̊ selama 15 menit
2. Khasiat dan penggunaan dari resep infusa ini adalah bahan simplisia
Orthosiphon folium (daun kumis kucing) berfungsi untuk membuang
kelebihan garam dan air dari dalam tubuh melalui urine, dan Aqua
Destillata (air suling) berfungsih sebagai zat tambahan atau pelarut
V.2 Saran
Dalam praktikum kali ini praktikan harus berhati-hati dan teliti dalam
meracik dengan cara memperhatikan cara kerja, agar dapat menghasilkan
sediaan yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan, dan yang terahkir
praktikan harus merapikan kembali alat dan bahan yang telah di gunakan
dengan rapi seperti semula.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1993, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gajah Mada University
Press: Yogyakarta, hal 698-69,139-140.

Aziz Saifuddin, Hilwan Yuda Teruna &Viesa Rahayu. 2011., Standardisasi bahan
obat alam. Graha Ilmu.

Depkes RI 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depertemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Depkes RI 1978. Formalium Nasional. Edisi II. Jakarta: Depertemen Kesehatan


Republik Indonesia.
JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR
PERCOBAAN IX
SUPPOSITORIA

HARI/TANGGAL : SENIN/18 MEI 2020


NAMA :NADYA HUMAIRA
NIM : 191320007
KELOMPOK : 04
ASISTEN : ERVIANINGSIH,S.Farm.,M.Si.,Apt.
LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN, DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2020

BAB 1

PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Farmasetika dasar membahas tentang cara penyediaan obat meliputi


pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan,
seni peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu
hingga siap digunakan sebagai obat, penyampaian informasi obat kepada
pasien, konsultasi obat agar pasien dapat memahami penggunaan obat yang
baik dan benar serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi
pembuatan obat.
Obat dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sediaan, diantaranya
sediaan padat, sediaan setengah padat (semi solid), dan sediaan cair, salah
satunya adalah bentuk cair atau larutan. Sediaan yang dibuat pada praktikum
kali ini adalah sediaan padat berupa soppositoria.
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh,
melunak, atau melarut dalam suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak
sebagai pelindung jaringan setempat atau sebagai pembawa zat terapeutik
yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum
digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol, dan esterasam lemak polietilen
glikol. (Depkes RI, 1995).
Suppositoria merupakan suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya
dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh yang
umumnya dimasukkan kedalam rektum, vagina, dan jarang digunakan untuk
uretra.
Penggunaan suppositoria ditujukan untuk pasien yang susah menelan,
terjadi gangguan pada saluran cerna, dan pada pasien yang tidak sadarkan
diri. Suppositoria dapat dibuat dalam bentuk rektal, ovula, dan uretra. Bentuk
suppositoria dapat ditentukan berdasarkan basis yang digunakan. Basis
suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang
dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat
dalam suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut ibahas pada
suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya,
segera setelah pemakaian.
Mekanisme kerja dari suppositoria biasanya dimulai dengan
melunak,kemudian mencair pada suhu tubuh atau melarut dalam sekresi
selaput lendir rektum. Zat aktif akan terlepas dari bahan dasar suppositoria
secara perlahan-lahan,diabsorbsi dari membran mukosa rektum melalui
pembuluh vena hemoroid tengah dan bawah langsung menuju sirkulasi
sistemik,dengan demikian absorbsi zat aktif secara rektal tidak mengalami
first pass effect di hati dan jumlah zat aktif dalam plasma yang tersedia akan
lebih tinggi.
Basis suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin
tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG)
dengan berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen
glikol.Suppositoria dapat memberikan efek lokal dan efek sistemik. Pada aksi
lokal, begitu dimasukkan basis suppositoria akan meleleh, melunak, atau
melarut menyebarkan bahan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan di
daerah tersebut. Obat ini dimaksudkan agar dapat ditahan dalam ruang
tersebut untuk efek kerja local, atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorpsi
untuk mendapat efek sisitemik. Sedangkan pada aksi sitemik membrane
mukosa rectum atau vagina memungkinkan absorbsi dari kebanyakan obat
yang dapat larut.

I.2. Maksud dan Tujuan


A. Maksud
1. Untuk mengetahui jenis-jenis,keuntungan dan kerugian,serta syarat
basic suppositoria.
2. Untuk mengetahui cara pembuatan suatu sediaan suppositoria.
3. Untuk mengetahui cara perhitungan dosis pada sediaan suppositoria

B. Tujuan
1. Dapat mengetahui jenis-jenis,keuntungan dan kerugian,serta syarat
basic suppositoria.
2. Dapat mengetahui cara pembuatan suatu sediaan supositoria.
3. Dapat menghitung bahan dan dosis pada sediaan suppositoria
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Definisi suppositoria


Suppositoria adalah sediaa padat yang digunakan melalui dubur berbentuk
torpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh,digunakan
dengan cara menyisipkan kedalam rectum berbentuk sesuai dengan maksud
penggunaannya,biasannya digunakan melalui rectum dan dapat juga melalui
lubang tubuh,sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah muntah,tidak sadar
atau butuh penanganan cepat.
Adapun definisi suppositoria menurut beberapa sumber,yaitu:
1. Suppositoria adalah sediaan padat yang biasanya digunakan melalui
dubur,umumnya berbentuk torpedo,dapat melebur,melunak,atau meleleh
pada suhu tubuh ( FI Edisi III)
2. Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rectal,vagina atau uretra (Dirjen Pom, 1995)
3. Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui
dubur,umumnya berbentuk torpedo,dapat melarut,melunak atau meleleh
pada suhu tubuh (Dirjen Pom,1997)
4. Suppositoria merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi berbentuk padat
yang digunakan melalui dubur,umumnya berbentuk torpedo dan meleleh
pada suhu tubuh. Suppositoria sangat berguna bagi pasien dengan kondisi
yang tidak memngkinkan dengan terapi obat secara peroral,misalnya pada
pasien muntah,mual,tidak sadar,anak-anak,orang tua yang sulit menelan
dan selain itu juga dapat menghindari metabolisme obat di hati
(Voight,1971)
II.2. Jenis-jenis suppositoria
Adapun jenis-jenis suppositoria yaitu:
a. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, bentuk
peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Untuk dewasa 3 g dan
untuk anak-anak 2 g. Suppositoria rektal berbentuk torpedo
mempunyai keunggulan yaitu jika dibagian yang besar masuk melalui
jaringan otot penutup dubur, suppositoria akan masuk dengan
sendirinya.
b. Suppositoria vaginal atau ovula, berbentuk bola lonjong seperti
kerucut, digunakan untuk vagina. Berat antara 3 5 g. Suppositoria
vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat bercampur
dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserensi memiliki bobot 5g.
Suppositoria dengan bahan gelatin tergliseransi (70 bagian gliserin,
20 bagian gelatin, 10 bagian air) harus dismpan dalam wadah yang
tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 350C.
c. Suppositoria uretra digunakan lewat uretra, berbentuk batang dengan
panjang antara 7-14 cm
II.3. Keuntungan Dan Kerugian Suppositoria
Keuntungan dan kerugian menurut ( R. Voight)
a. Keuntungan suppositoria
1. Tidak merusak lambung
2. Tanpa rasa tidak enak
3. Mudah dipakai bahkan pada saat pasien tidak sadarkan diri,sulit
menelan dan sebagainya
b. Kerugian suppositoria
Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat(kering,dingin) tidak
dilindungi dari cahaya,bebas udara disimpan dalam bentuk terpasang
tidak sebagai barang santai untuk memperpanjang stabilitasnya.
II.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi menurut (Ansel, hal 579)
a. Faktor fisiologi
Rectum manusia panjangnya kurang lebih 15-30 cm. Pada wktu
kosong,rectum hanya berisi 2-3 ml cairan mukosa yang inert. Dalam
keadaan ostirahat,rectum tidak ada gerakan vili dan microvili pada
mukosa rectum. Akan tetapi terdapat vaskularisasi adsorbsi obat dan
rectum adalah kandungan kolon,jalur surkulasi dan Ph serta tidak
adanya kemampuan mencairkan rectum.
1. Kandungan kolon
Apabila diinginkan efek sistemik dari suppositoria yang
mengandung obat absorbsi yang lebih besar,lebih banyak terjadi
pada rectum yang dikembungkan oleh fases ternyata obat lebih
mengabsorbsi dimana tidak ada fases
2. Jalur sirkulasi
Obat diabsorbsi melalui rectum tidak seperti obat yang diabsorbsi
setelah pemberin secara oral. Tidak melalui sirkulasi
porta,sewaktu didalam perjalanan sirkulasi yang lazim. Dalam hal
ini dimungkinkan dihancurkan didalam hati
3. Ph
Tidak adanya kemampuan utnuk mendapat dari cairan rektum
karena cairan rektum pada dasarnya pada ph 7-8 dan kemampuan
mendapat tidak ada,maka bentuk obat yang digunakan lazimnya
secara kimia tidak berubah oleh lingkungan rectum.
b. Faktor fisika-kimia
1. Kelarutan lemak-air
Suatu obat lifofil yang terdapat dalam suatu basis. Suppositoria
berlemak dengan konsistensi rendah memiliki kecenderungan
yang kurang untuk melepaskan diri dari keda;am cairan
sekelilingnya. Dibandingkan jika tidak ada bahan hidrofilik pada
bahan atau basis berlemak dalam batas-batas untuk mendekati
jenuhnya.
2. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel,semakin mudah larutan dan lebih
besar kemungkinan untuk lebih cepat diabsorbsi.
3. Sifat basic
Basic harus mampu mencair,melunak atau melarut supaya
pelepasan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Apabila terjadu
interaksi antara basis dengan lelehan lepas,maka adsorbsi akan
terganggu atau malah dicegah.

II.5. Syarat-syarat Basic Suppositoria

a. Secara fisiologis netral tanpa menimbulkan rangsangan pada usus ini


dapat ditimbulkan dalam massa fisiologi atau ketagihan kekerasan
terlalu keras,tetapi juga peracikan dari bahan obat yang tidak cukup
terhaluskan.
b. Secara kimia netral (tanpa tidak tersatunya bahan obat)
c. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil)
d. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan ini
pembentukan yang cepat dan massa dalam pembentukan
kontrasibilitas yang baik, pencegahan suatu pendingin es dalam
pembentuk
e. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur
jerni
f. Pembebasan obat yang baik dan reabsorbsinya(R. Voight 283-284)
II.6. Basic Suppositoria menurut sifat fisiknya
a. Basis bersifat berminyak atau berlemak
b. Basis yang larut dalam air atau dapat bercampur dengan air
c. Basis-basiss lainnya, umumnya merupakan dari bahan-bahan lipofilik
dan hidrofilik.
Basis bersifat berminyak atau berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang meleleh pada suhu tubuh dan tidak
tercampur dengan cairan rektal (Depkes, 1995). Basis berlemak merupakan
basis yang paling banyak dipakai,oleum cacao termasuk kedalam kelompok
ini.
Oleum cacao(lemak coklat), USP, didefinisikan sebagai lemak yang
diperoleh dari biji Theobroma cacao yang bersifat tidak mengiritasi, tidak
berbahaya, lunak, dan tidak reaktif serta meleleh pada suhu tubuh dibuat
dari biji coklat. Akan tetapi lemak coklat mempunyai beberapa kelemahan
yaitu dapat menjadi tengik, meleleh pada udara panas, menjadi cair biila
bercampur dengan obat-obatan tertentu dan pemanasan yang terlalu lama
(Ansel, 1989)
II.7. Metode Pembuatan Suppositoria
a. Dengan tangan
Pembuatan dengan tangan hanya dapat dikerjakan untuk suppositoria
yang menggunakan bahan dasar oleum cacao berskala kecil, dan jika
bahan obat tidak tahan terhadap pemanasan. Metode ini kurang cocok
untuk iklim panas.
b. Dengan mencetak hasil leburan
Cetakan harus dibasahi terlebih dahulu dengan parafin cair bagi yang
memakai bahan dasar gelatin-gelatin, tetapi untuk oleum cacao PEG
tidak basahi karena akan menggerut pada proses pendinginan dan
mudah dilepas dari cetakan.
c. Dengan kompressi
Pada metode ini proses penuangan, pendinginan dan pelepasan
suppositoria dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bias
sampai 3500-6000 suppositoria/jam.
II.8. Bahan Dasar Suppositoria
1. Bahan dasar lemak : oleum cacao
Lemak coklat merupakan triseda berwarna kekuningan, memiliki bau
yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk kristal). Jika
dipanaskan pada suhu sekitar 30 derajat akan mulai mencair dan biasanya
meleleh sekitar 34-35 derajat, sedangkan di bawah 30 derajat berupa massa
semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat kan mencair
sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal menstabil.
Keuntungan oleum cacao
a. Dapat melebur pada suhu tubuh
b. Dapat memadat pada suhu kamar

Kerugian oleum cacao

a. Tidak dapat tercampur dengan cairan sekresi(cairan pengeluaran)


b. Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila
ditambahkan dengan bahan tertentu
c. Meleleh pada udara yang panas
2. PEG(Polietilengikol)
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul
antara 300-6000. Dipasaran terdapat PEG 400(carbowax 400). PEG
1000(carbowax 1000). PEG 1500 (carbowax 1500). PEG 4000(carbowax
4000). PEG 6000(carbowax 6000). PEG dibawah 1000 berbentuk cair,
sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam. Formula PEG
dipakai sebagai berikutt
a. Bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4%(25%) dan PEG 1000
96%(75%)
b. Bahab dasar berair : PEG 1540 30%,PEG 6000 50%, dan aqua obat
20%
Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis suppositoria,antara lain:
a. Tidak mengiritasi atau merangsang
b. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan
oleum cacao
c. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu
tubuh
Kerugian jika digunakan sebagai basis suppositoria,antara lain:
a. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga
timbul rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara
mencelupkan suppositoria ke dalam air dahulu sebelum digunakan
b. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat
pelepasan obat. Pembuatan suppositoria dengan PEG dilakukan
dengan melelehkan bahan dasar,lalu dituangkan kedalam cetakan
seperti pembuatan suppostoria dengan bahan dasar lemak coklat
BAB III

METODE PRAKTIKUM

III.1. Resep Praktikum

R/Aminophyllinum 500 mg

Dasar suppositoria yang cocok qs

III.2. Kelengkapan Resep

Dr. Alphian

SIP. 859458/IDI/2001

Jln. Mekar No. 18 Palopo. Telp : 91408

No : 1 Palopo, 18-05-2020

R/ Amynophilin 250 mg

Pro : An. Putri


Umur : 10 tahun
Alamat : Jln. Merdeka
III.3. Uraian Bahan

1. Aminophyllinum (FI Edisi III: )

Nama resmi : AMINOPHYLLINUM


Sinonim : Aminofilina, Teofilina Etilendiamina
Rumus bangun

:
Rumus molekul : C16H24N10O4
Pemerian : Butir atau serbuk, putih atau agak kekuningan, bau
lemah mirip amoniak, rasa pahit
Kelarutan :Larut dalam lebih kurang5 bagian air, jika dibiarkan
mungkin menjadi keruh, praktis tidak larut dalam
etanol (95%) P dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
K/P : Bronkodilator, antispasmodikum, diuretikum

2. Oleum cacao (FI Edisi III: )

Nama resmi : OLEUM CACAO


Sinonim : Lemak Coklat
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik,
rasa khas lemak, agak rapuh
Kelarutan :Sukar larut dalam etanol(95%) P, mudah larut
dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter
minyak tanah P
Penyimpanan :-
K/P : Zat tambahan

3. Cera Flava (FI Edisi III : )

Nama resmi : CERA FLAVA


Sinonim : Malam kuning
Rumus bangun :-
Rumus molekul :-
Pemerian : Zat padat,coklat kekuningan,bau enak seperti
madu,agak rapuh jika dingin,menjadi elastis jika
hangat dan bekas patahan buram dan berbutir-butir
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air,sukar larut dalam etanol
(95%),larut dalam kloroform,dalam eter
hangat,dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : Zat tambahan

III.4. Alat dan Bahan


1. Alat :
a. Timbanga,anak timbangan,penara
b. Perkamen
c. Cawan porselin
d. Sendok tanduk
e. Sudip
f. Batang pengaduk
g. Mortir
h. Stamper
i. Serbet
j. Pencetak suppositoria
2. Bahan :
a. Aminofilin
b. Oleum cacao
c. Cera flava
d. Aluminium foil
III.5. Perhitungan Bahan
Tiap 1 suppositoria mengandung :
Amynophilin 250 mg
Basis supo yang cocok qs
Berat suppositoria = 3 gram
Nilai tukar amynophilin terhadap lemak coklat 0,86 gram
Dalam 1 suppositoria mengandung 0,25 gram amynophilin
Dibuat 6 suppositoria = 6 x 0,25 = 1,5 gram amynophilin
Berat suppositoria =3x6 = 18 gram
Nilai tukar amynophilin terhadap lemak coklat = 1,5 x 0,86 = 1,29 gram
Berat tambahan lemak coklat = 18 – 1,29 = 16,17 gram
Untuk 1 suppositoria = 16,71 = 2,785 gram
6
Perhitungan bahan yang akan ditimbang :
a. Aminophylin = 6 x 0,25 = 1,5 gram
Dilebihkan 5 % = 1,5 + ( 5 x 1,5) = 1,575 gram
100

b. Lemak cokelat = 6 x 2,785 = 16,71 gram


Dilebihkan 5 % = 16,71 + ( 5 x 16,71) = 17,55 gram

c. Cera flava = 18 x 5 = 0,9 gram


100

III.6. Cara Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang masing-masing bahan sesuai perhitungan
3. Dilebur aminopyllin dan cera flava di atas hot plate dalam cawan
porselin,diaduk hingga larut dan homogen
4. Dilebur oleum cacao dalam cawan porselin hingga meleleh di atas hot
plate
5. Kemudian hasil leburan aminopyllin dan cera flava dimasukkan dalam
hasil leburan oleum cacao aduk hingga homogen
6. Dimasukkan kedalam cetakan suppositoria
7. Diamkan sebentar hingga dingin, setelah itu dimasukkan kedalam lemari
es hingga beku
8. Kemudian ambil suppositoria yang telah membeku lalu ditimbang satu
persatu seberat 3 gram, jika kelebihan berat potong bagian yang tumpul
9. Dimasukkan ke dalam wadah kemudian diberi etike brosur dan kemasan

III.7. Copy Resep

APOTEK CIO FARMA


Jln. Andi Makkulau No 25. Telp : 05299207262
Apoteker :Apt Shela Binti Bahrum, S.Farm
SIPA : 191320020
No : 01
Nama Pasien : An. Putri
Dokter : Dr. Alphian
Tanggal R/ : 08/05/2020
Tanggal Pembuatan R/ : 08/05/2020
COPY RESEP

R/ Aminophylinum 500 mg

detur

-pcc

III.8. Wadah
Dibungkus dengan aluminium foil
BAB IV
PEMBAHASAN
Suppositoria merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi berbentuk padat
yang digunakan melaui dubur. Suppostoria sangat berguna bagi pasien dengan
kondisi yang tidak memugkinkan dengan terapi obat secara peroral , misalnya
pada pasien muntah, mual, tidak sadar,anak-anak, orang tua yang sulit menelan
dan selain itu juga dapat menghindari metabolisme obat di hati (Voight, 1971)
Pada pembuatan sediaan kali ini menggunakan basis lemak dengan bahan
tambahan yaitu oleum cacao dan cera flava,hal dikarenakan lebih mudah meleleh
pada suhu tubuh dan agar tidak tercampur dengan cairan rektal,pada proses
pembuatannya aminopilin dan oleum cacao di lebihkan sebanyak 5% karena di
khawatirkan pada saat pemanasan menggunakan cawan porselin ada yang
menguap dan tertinggal di cawan ketika di tuang pada cetakan sehingga harus di
lebihkan. Penggunaan cera flava dapat menambah daya serap terhadap oleum
cacao terhadap lemak air coklat dapat membeku,jika hanya oleum cacao di
khawatirkan akan sukar untuk membeku pada tubuh karena sifatnya yang padat
jadi dikombinasikan dengan cera flava yang lemaknya tidak terlalu padat.
Jadi pada pembuatannya pertama-tama sediakan alat dan bahan yang akan
digunakan,kemudian timbang bahan. Setelah bahan ditimbang lebur aminopylin
dan cera flava di atas hot plate dalam cawan porselin di aduk hingga mencair dan
homogen. Kemudian ebur oleum cacao dalam cawan porselin hingga meleleh di
atas hot plate. Hasil leburan aminopylin dan cera flava di masukkan ke dalam
hasil leburan oleum cacao aduk hingga homogen. Dan masukkan ke dalam
cetakan suppositoria. Diamkan hingga dingin,lalu masukkan ke dalam lemari
es,ketika beku keluarkan dari lemari es kemudian timbang satu persatu seberat 3
gram. Jika beratnya melebihi 3 gram potong bagiaan yang tumpul. Masukkan
kedalam wadah kemudian beri etiket brosur dan kemasan.
Adapun untuk penyimpanan yang tepat(kering,dingin) tidak dilindungi dari
cahaya,bebas udara disimpan dalam bentuk terpasang tidak sebagai barang santai
untuk memperpanjang stabilitasnya.

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun praktikum kali ini telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis suppositoria yaitu
suppositoria rektal,vaginal atau ovula,dan uretra. Dengan kelebihan
yaitu tidak merusak lambung,tanpa rasa tidak enak,mudah di pakai
namun kekurangan dari segi penyimpanan harus tepat yaitu kering
dan dingin. Syarat basis suppositoria pula yaitu secara fisiologis
netral tanpa menimbulkan rangsangan pada usus ini dapat
ditimbulkan dalam massa fisiologi atau ketagihan kekerasan terlalu
keras,tetapi juga peracikan dari bahan obat yang tidak cukup
terhaluskan,sedangakan dari segi secara kimia netral (tanpa tidak
tersatunya bahan obat).
b. Mahasiswa mampu mengetahui cara pembuatan suppositoria yaitu
Setelah bahan ditimbang lebur aminopylin dan cera flava di atas hot
plate dalam cawan porselin di aduk hingga mencair dan homogen.
Kemudian ebur oleum cacao dalam cawan porselin hingga meleleh di
atas hot plate. Hasil leburan aminopylin dan cera flava di masukkan
ke dalam hasil leburan oleum cacao aduk hingga homogen. Dan
masukkan ke dalam cetakan suppositoria. Diamkan hingga
dingin,lalu masukkan ke dalam lemari es,ketika beku keluarkan dari
lemari es kemudian timbang satu persatu seberat 3 gram
Jadi penambahan bahan tambahan yaitu oleum cacao dan cera
flava,hal dikarenakan lebih mudah meleleh pada suhu tubuh dan agar
tidak tercampur dengan cairan rektal,pada proses pembuatannya
aminopilin dan oleum cacao di lebihkan sebanyak 5% karena di
khawatirkan pada saat pemanasan menggunakan cawan porselin ada
yang menguap dan tertinggal di cawan ketika di tuang pada cetakan
sehingga harus di lebihkan.

V.2 SARAN
Dalam melakukan praktikum kali ini sebaiknya bekerja dengan teliti,benar,
dan bersih. Serta meracik sediaan sesuai dengan prosedur peracikan obat.
Dalam praktikum kali ini sebaiknya praktikan senantiasa menjaga kebersihan
laboratorium dan setelah selesai praktikum,alat-alat yang digunakan di bersihkan
kemudian disimpan ditempat semula.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700. Jakarta.
UI Press.
Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV, 4-6, 7, 12, 404, 762.
Jakarta. Depkes RI.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 1212 dan 1157.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 748.
Voight, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai