Anda di halaman 1dari 115

614.

7
Ind
P

PELAYANAN KEFARMASIAN
UNTUK VAKSIN, IMUNOSERA
DAN IMUNISASI

DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK


DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN R1
2009
Pemyataan (Disclaimer)

Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menerbitkan


buku saku Kefarmaslan Untuk Vaksin, imunosera dan
Imunlsasi. Dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan adanya perbedaan pedoman di masing-
masing daerah,adaiah tanggung jawab pembaca sebagal
seorang profesionai untuk menginterpretasikan dan
menerapkan pengetahuan dari buku saku in! dalam
prakteknya sehari-hari.
KATAPENGANTAR

Fuji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, Buku Saku
Pelayanan Kefarmasian tentang Vaksin, Imunisasi
dan Imunosera telah dapat diselesaikan.

Salah satu prioritas utama dalam pembangunan


kesehatan adaiah pada upaya pencegahan penyakit
(preventif), diantaranya dllakukan dengan upaya
pengebalan/ imunisasi.

Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang


kefarmasian, Apoteker mempunyai peran yang penting
dalam memberikan bantuan, nasehat, petunjuk dan
informasi obat secara aman dan rasional balk kepada
pasien maupun tim kesehatan yang lain. Berbagai
pengetahuan dan isue tentang vaksin dan imunisasi,
diantaranya terkait dengan jadwal pemberian, dosis,
kontraindikasi, kemungkinan terjadinya Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI) dan penanganannya periu
dipahami oleh apoteker yang bekerja di pelayanan
kesehatan agar dapat memberikan kontribusi secara
profesional pada masyarakat.

Terkait dengan aktivitas promotif dan preventif diperiukan


suatu ketersediaan informasi yang memadai mengenai
vaksin dan imunosera serta penatalaksanaannya untuk
meningkatkan peran pelayanan kefarmasian terutama
dalam menjalankan program imunisasi. Buku ini disusun
sebagai acuan Apoteker dalam melaksanakan perannya
dalam menjalankan pelayanan kefarmasian mengenai
Vaksin, Imunisasi dan Imunosera.
Kami menyampaikan terima kaslh dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua plhak yang telah
memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini. Saran
dan kritik membangun tentunya sangat kami harapkan
untuk penyempumaan dan perbaikan dl masa mendatang.

Akhir kata semoga buku ini dapat bermanfaat bagi


Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian.

Direktur Bina Farmasi Komunitas


dan Klinik

Drs. Abdul Muchid, Apt


NIP. 19490827 197803 1 001

III
TIM PENYUSUN

1. Departemen Kesehatan Rl
Dra. Rida Wurjati, Apt, MKM
Dra. Chusun, Apt, M.Kes
Dra. Siti Nurul Istiqomah, Apt
Dra. Rostilawati Rahim, Apt
Elza Gustanti, S.SI., Apt
Dr. Fristika Mildya
Desko Irianto, SH
Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt
Roni Syah Putra, S.Farm, Apt
Dwi Retnohidayanti, AMF
Wahyu Eka Arini, AMF

2. Praktisi Rumah Sakit


Dr. Soedjatmiko, SpA(K)
Dra. Debby Daniel, Apt, M.Epid
Dra. Nun Zairina, Apt., SpFRS
Dra. L. Endang Budiarti, Apt, MPharm

3. Praktisi Apotek
Dra. Harlina Kisdardjono, Apt., MM,

4. Universitas
DR. Retnosari Andradjati, Apt
Prof. Dr. Andreanus A. Soemardji
Eko Setiawan, S.Farm, Apt
Drs. Adji Prayitno, Apt., MS

IV
DAFTARISI

PERNYATAAN (DICLAIMER) i

KATAPENGANTAR ii

TIMPENYUSUN iv

DAFTAR ISI V

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viil

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 4
C. Sasaran 4

BAB II PRINSIP DASAR IMUNITAS 5

BABIIIVAKSIN 12
A. KLASIFIKASIVAKSIN 12
B. PENGGOLONGAN VAKSIN 12
1. Vaksin Program 12
a. Vaksin BCG 12
b. Vaksin Hepatitis B(Rekombinan) 17
c. Vaksin Polio Oral 21
d. Vaksin DTP 26
e. Vaksin Campak 34
2. Vaksin Non Program 36
a. Vaksin Jerap DT 36
b. Vaksin Tetanus Toksoid 38
c. Vaksin Influenza 40
d. Vaksin Human Papllomavirus(HPV).... 46
e. Vaksin Rabies 49
f. Vaksin Demam Tifold 53

V
g. Vaksin MMR 57

BABIVIMUNOSERA 62
A. PRINSIPDASAR 62
B. JENIS-JENIS IMUNOSERA 63
1. Anti Tetanus 63
2. Anti Difteri 64
3. Anti Rabies 65
4. Anti Hepatitis B Imunoglobulin (IgHB) 67
5. Anti Bisa Ular 68

BAB V. IMUNISASI 75
A. PENGERTIAN IMUNISASI 75
B. IMUNISASI PADAANAK 76
C. IMUNISASI PADAORANGDEWASA 78
D. IMUNISASI PADAKEHAMILAN 81

BABVIPERANAPOTEKER 82
A. PENGELOLAAN VAKSIN 82
B. PENATALAKSANAAN RANTAI VAKSIN 82
1. Penggunaan Vaksin 83
2. Penyimpanan Vaksin 83
3. Cara Pengemasan Selama Pengangkutan 86
4. Pembuangan Vaksin 86
5. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) 87
C. KONTRAINDIKASI DAN PERHATIAN 89
D. PEMBERIAN INFORMASITENTANG KIPI .. 92
E. PROMOSI KESEHATAN 92
F. DOKUMENTASI DAN PELAPORAN 93

LAMPIRAN-LAMPIRAN M

GLOSSARY 103

DAFTAR PUSTAKA 107

VI
DAFTARTABEL

label 1. Perbedaan Aktlvitas, Elemen dan


Karakteristik Imunltas Bawaan (AlamI)
dan Imunitas Dapatan 7
label 2. Efektivitas ImunisasI Beberapa Penyakit
Infeksi 10

label 3. Klasifikasi Vaksin 12

Tabel 4. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin


Hepatitis B 19
Tabel 5. Jadwal Pemberian Vaksin Hepatitis B 19

Tabel 6. Dosis Vaksin Influenza 44

Tabel 7. Keamanan, Efektivitas dan Imunogenitas


Vaksin HPV 47

Tabel 8. Dosis Antitoksin Yang Direkomendasikan


Untuk Tipe-tipe Difleri 65
Tabel 9. Jadwal Imunisasi Untuk Anak 77

Tabel 10. Pemberian Vaksin Untuk Anak 77

Tabel 11. Imunisasi Untuk Dewasa Yang


Dianjurkan 79
Tabel 12. Jadwal Imunisasi Dewasa 80

Tabel 13. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Wanita


Usia Subur 80

Tabel 14. Keamanan Imunisasi Untuk Ibu Hamil 81


Tabel 15. Kontraindikasi dan Perhatian Pada
Vaksin 89

VII
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Interelasi Imunitas Bawaan (Alami)dan


Imunitas Dapatan 6

Gambar 2. Diagram Mekanisme Umum Respon


Imun Oieh Induksi Antigen 9

Viil
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Protokol Kegawatdaruratan Medik


Untuk Manajemen Reaksi Anafilaksis
Pada Dewasa 94

Lampiran 2. Pertanyaan Seputar Vakslnasi 97

IX
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional
adalah mewujudkan masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat, sehingga setiap upaya program
pembangunan kesehatan harus mempunyai
kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan
yang sehat dan perilaku sehat. Pembangunan
kesehatan mengacu kepada konsep "Paradigma
Sehat" yaitu pembangunan kesehatan yang
memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan
peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan
penyakit(preventif) dibandingkan upaya pelayanan
penyembuhan/ pengobatan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.1

Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23


Tahun 1992, Paradigma Sehat dilaksanakan melalui
beberapa kegiatan antara lain pemberantasan
penyakit. Salah satu upaya pemberantasan penyakit
menular adalah upaya pengebalan/ imunisasi.1
Imunisasi adalah proses dimana seseorang menjadi
imun atau resisten terhadap infeksi penyakit, salah
satunya dengan pemberian vaksin. Vaksin
menstimulasi sistem imun tubuh orang tersebut
terhadap infeksi atau penyakit tertentu yang
berhubungan dengan vaksin (WHO).

Menurut Kepmenkes No.1059/Menkes/SK/IX/tahun


2004, imunisasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
menderita penyakit tersebut, sedangkan yang
dimaksud dengan vaksin adalah suatu produk
biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman,
atau racun kuman yang telah dilemahkan atau
dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan
tubuh seseorang.

Imunosera adalah sediaan protein antibodi di dalam


serum yang dihasilkan tubuh akibat induksi antigen,
yang dapat berinteraksi secara spesifik dengan
antigen. Ikatan antigen dan antibodi mempunyai
kemampuan mengeliminasi antigen sehingga
memberikan kekebalan sementara (WHO).

tmunisasi di Indonesia
Kegiatan imunisasi di Indonesia dimulai di Pulau
Jawa dengan vaksin cacar pada tahun 1956,
selanjutnya dikembangkan vaksinasi Cacar dan
BOG. Pelaksanaan vaksinasi ditetapkan secara
nasional pada tahun 1973. Pada April 1974 Indonesia
resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Tahun
1980 program imunisasi rutin terus dikembangkan
dengan memberikan enam jenis vaksin yaitu BOG,
DPT, Polio, Campak,IT, dan DT. Pada tahun 1990
Indonesia secara nasional telah berhasil mencapai
UCI (Universal Child Imunlzation). UCI adalah suatu
keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap
pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun).
Langkah selanjutnya adalah untuk membasmi
penyakit Polio sesuai komitmen global tentang
Eradikasi Polio maka Indonesia melaksanakan Pekan
Imunisasi Nasional(PIN)selama 4 tahun muiai dari
tahun 1995,1996,1997, dan 2002.2

Perkembangan kegiatan imunisasi semakin maju


dengan adanya uniject(ADS-PID = Auto Disable
Syringe - Prefilled Injection Divice), untuk menjamin
suntikan yang aman (safe injection) dan mampu
menghemat vaksin karena uniject merupakan
kemasan dosis tunggal. Selanjutnya vaksin
tetravalent, yaitu kombinasi vaksin OPT dan HB
dikembangkan secara bertahap,tahun 2004 di empat
propinsi (DIY, NTB,Jatim, Bangka Belitung), dengan
target sasaran 20%,tahun 2005 target sasaran 50%
dan tahun 2006 target sasaran secara nasional
terpenuhi.

Vaksin sendiri merupakan unsur biologis yang


memiliki karakteristik tertentu dan memerlukan
penanganan rantai vaksin secara khusus sejak di
produksi di pabrik hingga dipakai di unit pelayanan,
salah satunya adalah dengan pemantauan suhu
vaksin untuk menetapkan apakah vaksin masih layak
digunakan atau tidak. Dalam berbagai studi diketahui
bahwa telah terjadi berbagai kasus paparan terhadap
suhu beku pada vaksin yang peka terhadap
pembekuan seperti Hepatitis B, OPT, dan TT.
Paradigma baru menurut WHO tahun 2003 bahwa
istilah rantai dingin (cold chain) dirubah menjadi
rantai vaksin (vaccine chain) hal ini bertujuan untuk
menghindari salah pengertian bahwa makin dingin
kondisi penyimpanan vaksin makin baik.2

WHO dan Unicef mengembangkan visi dan strategi


untuk merespon tantangan dalam imunisasi global
yang tertuang dalam "Global Immunization Vision
and Strategy" (GIVS), dengan sasaran
• Meningkatkan cakupan imunisasi untuk lebih
banyak orang dan penyakit
• Mengenalkan vaksin baru dan teknologi baru
dalam pengembangan vaksin
• Menglntegrasikan intervensi kesehatan meialui
imunisasi
• Mengelola program vaksinasi dalam konteks
saling ketergantungan global (global
Interdependence)

Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi


aktifitas promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Terkait dengan aktifitas promotif dan preventif
diperlukan suatu ketersediaan informasi yang
memadai mengenai vaksin dan imunosera serta
penatalaksanaannya untuk meningkatkan peran
pelayanan kefarmasian terutama dalam menjalankan
program imunisasi.

B. Tujuan
1. Menyediakan sumber informasi praktis bagi
apoteker mengenai cara penggunaan serta
penatalaksanaan vaksin dan imunosera secara
rasional.
2. Meningkatkan kemampuan apoteker dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pelayanan kefarmasian untuk vaksin, imunosera
dan imunisasi.

C. Sasaran
Apoteker yang bekerja/ berpraktik di sarana
pelayanan kesehatan (apotek, puskesmas dan rumah
sakit)
BAB 11
PRINSIP DASARIMUNITAS

Sistem pertahanan tubuh atau sistem imunitas tubuh


adalah sistem fislologi tubuh yang memberikan kekebalan
terhadap masuknya bahan asing (non-self) yang disebut
antigen, termasuk bibit penyakit, mikroorganisme.

Induksl imunitas oleh suatu antigen dapat memberikan


kekebalan spesifik terhadap antigen yang bersangkutan,
dan ini dimanfaatkan di dalam upaya preventif melalui
imunisasi. Jadi berdasarkan sifatnya, imunitas tubuh
dapat t)ersifat spesifik yang berhubungan dengan antigen
penginduksi respon imunnya dan non-spesifik, yang
berhubungan dengan sifat barier anatomis tubuh dan
sifat spesies serta genetiknya.

Keberadaan imuniteis tubuh dapat terjadi secara alamiah,


bawaan dari sejak lahir, yaitu karena struktur anatomis
tubuh dan spesiesnya yang umumnya bersifat non-
spesifik dan dapat diperoleh dari ibunya yang dapat
bersifat spesifik. Dan secara dapatan, secara alami
melalui pemah terinfeksi/ sakit atau secara buatan melalui
imunisasi yang kekebalannya bersifat spesifik.

Ada tiga karakteristik utama imunitas tubuh yang menjadi


dasar terjadinya imunitas khususnya imunitas spesifik
dapatan yaitu pengenalan, kemampuan sistem imun
dalam mengenal bahan asing (non-self)dan bahan sendiri
(self); spesifisitas, kemampuan sistem imun yang
memberikan respon spesifik terhadap antigen (bahan
asing)penginduksinya dan memori/ ingatan, kemampuan
respon imun yang lebih besar pada kontak kedua (respon
sekunder)dibandingkan kontak pertama (respon primer)
dengan antigen yang sama.

Antara imunitas bawaan alami dan imunitas dapatan


yang bersifat spesifik ada hubungan atau interelasi yang
mengarah kepada perkembangan dan peningkatan
kemampuan imunitas tubuh. Secara sederhana dapat
dijelaskan imunitas bawaan alami diperantarai oleh barier
anatomis tubuh (kulit dan mukosa),sifat fisiko-kimia atau
biokimia dan kemampuan fagositosis (non-spesifik)sel
(oleh makrofag mononukleus). Melalui proses pengenalan
antigen kepada sel imun utama yaitu limfosit dan proliferasi
sel limfosit yang menghasilkan produk imun molekuler
antibodi (alur imunitas humoral) oleh sel limfosit B
(plasmosit) dan seluler aktif imun To, Th, dan Ts (alur
imunitas selular).

Imunitas Bawaan
(Alami)

I
Barier Fisika Seluler Barier Kimia

I SitoKin Sitokin
Atanomi kullt, pH,Lipid, Enzim,
Membran Mukosa PMNs, Moncsit, dsb.
Makrofeg, Eosinofit Sel
|
I Nk I
/
/ Pengarah \ \
/ Spesifik \
Antibodi Umfbkin
/ \
Bm Plasmosit Te. Th.Ts
/ \
SelB SelT

Imunitas Dapatan
(Melalui induksi antigenik)

Gambar 1 Interelasi imunitas bawaan (alami) dan


imunitas dapatan
Perbedaan antara respon imun aiami (bawaan) dan
respon imun dapatan yang bersifat spesifik dapat dikaji
daiam aktivitas kekebalan, elemen aktif dan
karakteristiknya (iihat tabel 1).

Tabel 1. Perbedaan aktivitas, eiemen dan karakteristik


Imunitas Bawaan (aiami) dan imunitas Dapatan
Sifat/Faktor Imunitas Bawaan (Aiami) imunitas Dapatan
Aktivitas Langsung terjadi pada infeksi Terjadi pada infeksi
kekebalan pertama. Tidak khusus pada kedua/ulangan
infeksi ulangan. (Reinfeksi)
Elemen/kompone 1
- Barier fisika/ Kulit, mukosa; pH. sifat fisika- Sel limfosit di epitel,
kimia kimia, antimikrobial fisiologik antibodi sekretor pada
permukaan epitel dan
mukosa.
- Molekuiar: Lisosim, komplemen, interferon Antibodi
(t e r m a s u k CRP, Fasa akut protein
sitokin)
- Seluiar Sel fagosit(makrofag, neutrofil), Limfosit T
sel NK.
Karakteristik:
- S i f a t Non-spesifik; struktur Spesifik terhadap
spesifiksitas berhubungan dengan kel. a n t i g e n
Mikroba (infektor) penginduksinya
- Diversitas Terbatas; tergantung germline
(spesies, genetik) Sangat luas, reseptor
anti-antigen diproduksi
oleh rekombinasi
somatik seqmen qen
- Memori Tak ada sel.
- Reaktivitas Tak ada Ada (sel memori).
terhadap diri Tidak ada (kecuali
pada Imunopatologi/
otoimun).
Secara sederhana, mekanisme umum imunitas atau
respon imun dimulai dengan masuknya antigen (non-
self) ke daiam tubuh akan ditangkap dan diperkenalkan
oleh sel penyaji antigen(ARC)melalui molekul pengenal
(MHC) kepada sistem limphoid. Sistem limphoid (sel
limphosit) akan menginduksi dua kelompok sei, sel B,
yang berproiiferasi di sumsum tulang menjadi sel imun
aktif, sel B-memoii dan sel Plasmosit yang memproduksi
antibodi, dan sel T yang akan berproiiferasi di Timus
menjadi sel Tc(T sitotoksik), sel 1^(1 helper)dan sel Tg
(T supresor). Dua kelompok sel T terakhir in! berperanan
dalam mengontrol respon Imun. Sel B dan sel T ini
menjadi sel-sel yang imunokompeten (aktif imunologik).

Sel T yang imunokompeten, berperan memberikan


imunitas secara seluler. Sedang sel B yang menjadi sel
B memori yang berfungsi di dalam respon imun sekunder
dimana lebih tinggi dibandingkan dengan respon primer
dalam produksi antibodi dan sel plasmosit sebagai
pembentuk antibodi (imunoglobulin). Antibodi atau
imunoglobulin ini disekresikan ke dalam serum dan
merupakan fraksi protein globulin darah yang berfungsi
imunitas karena itu disebut imunoglobulin. Kedua
kelompok sel T (khususnya.Th dan Tg) dan sel B,
bekerjasama dalam menghasilkan respon imun secara
keseluruhan.

Proses rind mekanisme imun menyangkutjuga berbagai


molekul yang dihasilkan oleh berbagai sel terkalt, seperti
sitokin, limfokin, interleukin, komplemen (C), Cluster of
Diferentlation (CD)dsb., melalui berbagai mekanisme
yang kompleks. Sebagai contoh CD4 berperanan
mengaktifkan limfosit sebagai kontrol peningkatan
respon imun. Didalam diagnosa HIV/AIDS digunakan
kriteria kadar CD4 yang menurun.

8
Antigen

I
Sel APC(mis. Makrofaga)

Proses Pengenalan
■Sel Limfoid ("naif")
SelB SelT

Kerma
Sel B memori Sel Plasma Sel Ts
(Plasmosit)

"Antibodi" (Limfbsit spesifik aktif)


dalam serum

Gambar 2. Diagram mekanlsme umum respon imun


oieh Induksl antigen

Secara alur imunitas, kekebaian yang menyangkut sel


B (dengan produk imun antibodi disebut alur imunitas
humoral, sedangkan yang menyangkut sel T dengan
produk imunnya sel To dan limfokin disebut alur imunitas
seluler.

Imunisasi a6a\ah pemberian vaksin suatu sediaan antigen,


di dalam proses imun menginduksi respon imun, yang
menghasilkan produk imun (molekulerdan seluler), secara
aktif dan disebut imunisasi aktif. Sedangkan pemberian
produk imun antibodi dalam serum (imunosera),
imunoglobulin, produk darah ataupun sel darah yang
menyangkut sel imun, tubuh tidak aktif memproduksi
produk imun dan disebut imunisasi pasif. Imunisasi aktif
merupakan upaya preventif ataupun promotif sedangkan
imunisasi pasif merupan upaya preventif jangka pendek
(kekebalannya terbatas durasinya) dan kuratif bagi
penderita dengan sistem imun rendah. Dapat disimpulkan
bahwa prinsip imunisasi dengan vaksin (vaksinasi)adalah
memanfaatkan karakteristlk respon imun, pengenalan
dan spesifikasi, dan proses (tehnik)imunisasinya adalah
memori (ingatan).

Sebagai gambaran efektifitas imunisasi terhadap beberapa


penyakit infeksi pada tahun 2000, rata-rata keberhasilan
mencapai 93,14% - 100%, kecuali hepatitis B baru
mencapai 75,03%.(lihat tabel 2)

Tabel 2. Efektivitas Imunisasi Beberapa Penyakit


infeksi 3
%
JUMLAHKASUS JUMLAHKASUS
NO PENYAKIT INFEKSI PENURUNAN
DAN TAHUN PD TAHUN 2000
KASUS
1 Dtfleria 206.439(1921) 2 99,99
2 Measles 894.134(1941) 63 99,99
3 Mumps/Campak 152.209(1968) 315 99,80
4 Peitussts 265.2ra(1934) 6.755 97,73
5 PoSo(paralytic) 21.269(1952) 0 100
6 Ri^la 57.686(1969) 152 99,84
7 Tetanus 1.560(1923) 26 9,44
8 KaemophSusInfluenza ±20.000(1934) 1212 93,14
typeB
9 H^ratiflsB 26.611 (1985) 6.646 75,03

Sejarah pemanfaatan vaksin sebagai upaya preventif


pertama kali ditemukan oleh penemuan dr.Edward Jenner
ditahun 1796 berupa vaksinasi di dalam preventif penyakit
cacar. Penemuan Ini menginduksi penelitian selanjutnya,
dimana di tahun 1885 dimulainya ide imunisasi pada
manusia oleh Pasteur. Pembuatan vaksin didasarkan
teori kajian antigen dengan sumber/ spesifisitas,
imunogenitas/ antigenitas dan sifat antigenik silang antara
antigen dalam vaksin dengan antigen patogeniknya.
Uraian prinsip dasar imunitas diatas, adalah uraian yang
sangat disederhanakan, dimana sebenarnya terkait
dengan berbagai molekul dan sel lain yang kompleks.

10
Kualitas dan kuantitas respon imun tergantung kepada
sifat antigen (kemampuan induksi respon imun atau
imunogenitas,cara masuktubuh dan interaksinya dengan
produk imun)dan tubuh penerima antigen yang bersifat
biodinamik (kualitas sistem imun, kualitas gizi). Dengan
demikian penggunaan vaksin (antigen) pada imunisasi
aktif dan produk imun (imunosera, imunoglobulin, darah/
produk darah) perlu perhatian terhadap kualitas vaksin
atau produk imun, imunoglobulin atau darah/ produk
darah sebagai produk biologis Qaminan aktivitas dan
stabilitas serta bahan pembawanya). Kondisi tubuh sangat
menentukan pula tata penggunaan vaksin dan produk
imun. Hubungan imunisasi dengan kondisi tubuh penerima
merupakan hal yang perlu diperhatikan, sebagai perhatian
ataupun kontra indikasi termasuk penderita gangguan
fisiologi tertentu, disamping jenis vaksin yang akan
diberikan.

Faktor yang dapat berpengaruh terhadap respon imun


hasil imunisasi adalah keberadaan antibodi maternal
(yang dibawa bayi), sumber antigen, dosis antigen, cara
pemberian vaksin, ajuvan imunologik yang digunakan
dan status gizi penerima vaksin. Keadaan imunodepresan
atau malnutrisi merupakan keadaan yang kontra indikasi
bagi pemberian vaksin. Keadaan demam setelah vaksinasi
umum terjadi merupakan respon umum tubuh terhadap
masuknya bahan asing.

Pemberian imunisasi selain merupakan upaya kesehatan


preventifjuga merupakan upaya penekanan penyebaran
penyakit infeksi karena itu diadakan program imunisasi
wajib nasional ataupun intemasional bagi yang bepergian
antar daerah atau antar negara. Kajian rinci lebih lanjut,
sangat dianjurkan untuk meningkatkan kemampuan
profesional apotekerdi bidang ini dalam praktek pelayanan
kefarmasian yang rasional.

11
BAB III
VAKSIN

A. KlasifikasI Vaksin

Tabel 3. KlasifikasI Vaksin


Vbus/Bakteii Contoh vaksin
Live Attenuated Viral Measles
Mumps
Rubella
VaricellaAZooster
Yellow fever
Rotravtrus
Intranasal tnfl.
Oral polk)*
Bacterial BCG
Oral typhoid
Inactivated Whole Virrjses Polio
Hepatitis A
Rabies
Influenza*
Bacteria Pertusis*
Typoid*
Cholera
Plaque
Fractional Protein based Toxoid Diphtheria.
tetanus
Subunit HepatilisB
Influenza
Aoellular pertusis
Hmn papiloma vtr
Antrax. ivma*
Polysaccharide Pure Pneumococcal
based Meningcoocal
Conjugate Haemophylus inf
JffieB.

B. PENGGOLONGAN VAKSIN
Vaksin yang beredar di Indonesia cukup banyak
jenisnya yang digunakan dalam imunisasi secara
individu oleh dokter khususnya dokter anak maupun
bidan. Ada 8jenis vaksin yang dimasukkan ke dalam
program imunisasiS yaitu:

1. VAKSIN PROGRAM
a. VAKSIN BCG (Bacillus Caimette Guerin)
Penyakit Tuberkulosis^'^
Bakteriologi: Tuberkulosis disebabkan oleh

12
Mycobactrerium tuberculosis dan
Mycobacterium bovis; bakteri aerobic yang
pertumbuhannya lambat, Bakteri Tahan
Asam

Gambaran Klinis Penuiaran melalul udara.


Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
paling sering ditemui. Selain paru, dapat
juga mengenai organ lainnya seperti selaput
otak, tuiang, keienjar superfisialis dan Iain-
lain.
Simtom umum TB paru adalah batuk,
demam, berkeringat, turun berat badan,
haemoptysis. Umumnya orang yang
terinfeksi tetap asimtomatis, tetapi ada 10%
risiko untuk mengalami perkembangan
penyakit dalam hidupnya
Epidemiologi: Pada tahun 1993, WHO
menyatakan bahwa tuberkuiose telah
mengancam kesehatan manusia. WHO
report on tuberculosis epidemics 1997,
memperkirakan terdapat 7.433.000 kasus
TB di dunia dan terbanyak di Asia Tenggara
dan Indonesia merupakan 3 besar di dunia.
WHO memperkirakan bahwa di Indonesia
setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian
akibat TBC dan terdapat 450.000 kasus TB
baru setiap tahunnya.
Berdasarkan perhitungan DALY (disability
adjusted life year), TB merupakan 7,87%
dari total disease burden di Indonesa. Angka
ini lebih tinggi dibanding negara Asia lain
(sekitar 4%)

13
Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Vaksin BCG adalah vaksin bentuk beku
kering yang dibuat daii Mycobacterium bovis
hidup yang sudah dilemahkan (Bacillus
Calmette Guerin) dari strain Paris No 1173-
P2 Vaksin BCG dapat mencegah terjadinya
komplikasi akibat infeksi tuberkulosis. Efek
proteksi timbul 8-12 minggu setelah
penyuntikan. Efek proteksi berkisar antara
0-80%, tergantung pada beberapa faktor
yaitu mutu vaksin, lingkungan,faktor pejamu
(host) yaitu umur, keadaan gizi dan Iain-Iain.
Komposisi: Setiap ml vaksin yang sudah
dilarutkan dengan 4 ml pelarut mengandung:
Basil BCG hidup 0.375 mg
Natrium Glutamat 1.875 mg
Natrium klorida 9 mg
Cara Pemberian, Dosis dan Jadwal:
Ditambahkan pelarut ke dalam ampul berisi
vaksin BCG beku kering dengan alat suntik
yang steril dengan jarum panjang. Untuk
bayi (< 1 tahun) ditambahkan 4ml pelarut
dan untuk anak tambahkan 2 ml pelarut.
Penyuntikan dapat menggunakan alat suntik
dosis tunggal yang steril dengan jarum suntik
no. 26G-27G. Risiko tumpah dapat diatasi
dengan memakai jarum suntik insulin.
Disuntikkan secara intrakutan di daerah
insertio M.Deltoideus dengan dosis; Bayi <
1 tahun : 0.05ml; Anak > 1 tahun : 0.1ml.
Imunisasi ulang dilakukan pada usia 5-7
tahun (0.1 ml) dan 12-15 tahun (0.1ml)

14
Indikasi: BCG diberikan untuk imunisasi aktif
terhadap tuberkulosa
Kontra Indikasi:
- Individu yang pemah menderita IB atau
reaksi Mantoux >5 mm
- individu dengan gangguan imunitas
karena penyakit HIV atau dengan risiko
tinggi infeksi HIV, pengobatan
kortikosteroid atau obat imunosupresan,
imunodefisiensi bawaan,dan keganasan
yang melibatkan sumsum tulang
belakang atau sistem limfoid dan
pengobatan radiasi.
- Individu dengan penyakit yang parah,
mainutrisi.
- Individu dengan infeksi kulit yang luas,
dan kondisi kulit seperti eksema,
dermatitis, psoriasis.
- Wanita hamii
- Individu dengan demam yang signifikan
(berikan setelah 1 bulan setelah sembuh)
Perhatian:
- BCG sebaiknya ditunda dalam situasi
berikut
- Bayi dengan berat lahir <2.5 kg atau yang
mainutrisi
- Neonat dengan ibu penderita HiV positif
- Pada bayi yang kontak erat dengan
pasien TB dengan BTA +3 sebaiknya
diberi iNH profilaktik dulu
- Anak-anak dalam pengobatan INH untuk
pencegahan infeksi TB laten (terapi dapat
menginaktifkan BCG)

15
- Beri jarak 4 minggu untuk penyuntikan
vaksin hidup lain (vaksin MMR,varicella,
MMRV, yellow fever) kecuali kalau
diberikan bersamaan dengan BCG
KIPI:
Umum
- 5% mengalami KIPI
- 2.5% mengalami bengkak pada tempat
penyuntikan dan 1% lymphadenitis
Tidak umum
- 1% membutuhkan perhatian medis
termasuk operasi.
- Pemah dilaporkan terjadinya anafilaktik
- Pembentukan keloid dapat dihindari
dengan cara penyuntikan yang benar
Cara Penyimpanan,Transportasi, Stabilitas:
Vaksin hams disimpan dan ditransportasikan
pada suhu 2-8°C. Lebih baik dalam freezer
dan terhindar dari sinar matahari langsung/
tidak langsung. Kadaluwarsa 1 tahun.
Vaksin yang sudah dilamtkan;
- Harus dipakai dalam waktu 3 jam, dan
selama waktu tersebut, vaksin harus
dalam keadaan dingin suhu 2-8°C,jangan
disimpan di dalam freezer.
- Setelah 3jam bila masih ada sisa jangan
dipakai lagi.
Hal-hal yang periu diperhatikan: Individu
yang akan divaksinasi hams diskrin dahulu
dengan test tuberkulin (5 unit tuberkulin)
kecuali bayi <6 bulan. Individu dengan hasil
pembacaan test setelah 48-72 jam dengan

16
indurasi (penebalan) <5mm dapat diberi
vaksin BCG.

Kemasan: Vaksin BCG kering beku (freeze


dried)dikemas daiam ampul dengan pelarut
4ml daiam ampul.

b. VAKSIN HEPATITIS B(Rekombinan)


Penvakit Hepatitis B

VIrologI: Virus Hepatitis B terdiri dari parsial


DMA untai ganda (partially double-stranded
DNA). Permukaan terluar virus Hepatitis B
adalah glikolipid yang mengandung HBsAg
(hepatitis B surface antigen - permukaan
virus). Komponen antigen lain yang penting
adalah HBcAg (hepatitis B core antigen -
nukieokapsid virus), dan HBeAg (hepatitis
B 'e'antigen - protein virus). HBcAg tidak
terdeteksi daiam serum, tetapi dapat
terdeteksi daiam jaringan hati penderita
yang terinfeksi virus hepatitis B baik akut
maupun kronis.Antitx)di yang dikembangkan
terhadap HBsAg (yaitu anti-HBsAg)
mengindikasikan imunitas, dengan
keberadaan HBsAg mengindikasikan
adanya infektivitas. yang semakin besar/
parah jika HBeAg dan HBV DNA positif.
Gambaran Kllnis: Pada 30-50% populasi usia
dewasa, infeksi virus hepatitis B
menyebabkan hepatitis B akut simtomatik,
tetapi pada anak-anak, khususnya usia
<1tahun, infeksi umumnya bersifat
asimtomatik. Masa inkubasi virus adalah

17
45-180 haii. Gejala hepatitis B antara lain;
demam, kekuningan, lemas,anorexia, muai
dan muntah, nyeri pada bagian abdominal
(khususnya kuadran bagian kanan atas),
myalgia, serta urinasi yang benvama gelap
dan wama feses yang pucat.
Setelah infeksi akut, 1-10% populasi dewasa
dan hampir 90% neonatus, tetap dalam
kondisi terinfeksi untuk beberapa tahun
kemudian. Individu karier(pembawa)HBV
yang terinfeksi kronis diidentifikasikan melalui
keberadaan HBsAg dalam sirkulasi pada
jangka waktu yang lama (lebih lama dari 6
bulan). Karier HBV dapat menularkan
penyakit, walaupun mereka tidak
menunjukkan gejala apapun dan bahkan
tidak menyadari jika mereka telah terinfeksi.
Komplikasi hepatitis B yang serius sebagian
besar terjadi pada karier HBV.
Epidemiologi: Angka kejadian karier HBV
dapat bervariasi pada tiap negara. Rata-
rata karier berkisar antara 0,1-0,2% pada
penduduk Caucasian di Amerika Serikat,
Eropa bagian utara, dan Australia; 1-5%
pada negara-negara Mediteranian, bagian
Eropa Timur, Cina, Afrika, Amerika Tengah
dan Selatan, dan pada beberapa populasi
suku aborigin di Australia; serta >10% pada
beberapa populasi Afrika sub-Sahara dan
kepulauan Asia Tenggara dan Pasifik.

Vaksin Hepatitis B(HBV)

Deskripsi: HBV Rekombinan mengandung

18
antigen virus Hepatitis B HBsAg yang tidak
menginfeksi yang dihasilkan dari biakan sel
ragi dengan teknologi rekayasa DMA.
Antigen yang dihasilkan sel ragi Hansenula
polymorpha dimurnikan dengan metode
ultrasentrifugasi, kromatografi kolom, dan
diinaktifasi dengan formaldehid. Vaksin ini
berbentuk suspensi streril berwarna
keputihan untuk injeksi.
Komposisi: Setiap ml mengandung;
Zat berkhasiat: HBsAg 20 meg
Zattambahan:Aluminium Hidroksida 0,5mg
dan Thiomerosal 0,01% w/v
Kemasan: Uniject (Autodestruct Prefilled
Injection Device) 0,5ml-Uniject 1,0ml

Cara Pemberian, Dosis Dan Jachval: Berikan


secara IM.

Tabel 4. Dosis Dan Cara Pemberian Vaksin


Hepatitis B

Kelompok Dosis Penyuntikan


Bayi usia <1 tahun 0,5ml IM-anterolateral paha
Anak usia <10 tahun 0,5ml IM-otot deltoide
Dewasa usia >10 tahun 1ml IM-otot deltoide

Tabel 5. Jadwai Pemberian Vaksin Hepatitis B

Kelompok Altematif 1 Altematif 2 Altematif 3


Bayi dan anak 0-1-6 bulan 0-1-2 bulan -

Dewasa 0-1-6 bulan 0-1-2 bulan 0-7-21 hah

Altematif 3 digunakan khusus pada keadaan


emergensi atau apabila dalam waktu dekat
mengunjungi daerah endemis.

19
Indikasi: Untuk imunisasi aktif terhadap infeksi
yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, tidak
dapat mencegah infeksi yang disebabkan
oleh virus lain seperti virus Hepatitis A,
Hepatitis C, atau virus lain yang diketahui
dapat menginfeksi hati. Dapat diberikan
pada semua usia dan direkomendasikan
terutama untuk orang-orang yang
mempunyai risiko tinggi terinfeksi virus
Hepatitis B, termasuk:
- petugas kesehatan
- pasien: pasien yang sering menerima
transfusi darah dan produk darah lainnya
seperti pada unit hemodialisa dan
onkologi, penderita thallasemia, sickle-
cell anemia, sirosis dan hemofilia, dll.
- petugas lembaga: orang yang sering
kontak dengan kelompok berisiko tinggi;
narapidana dan petugas penjara, petugas
di lembaga untuk gangguan mental
- orang yang berisiko tinggi karena aktivitas
seksualnya: orang yang berhubungan
seks secara berganti-ganti pasangan,
orang yang terkena penyakit kelamin,
homoseks, kaum tunasusila
- penyalahgunaan obat suntik
- orang dalam perjalanan ke daerah
endemisitas tinggi
- keluarga yang kontak dengan penderita
hepatitis B
- bayi yang lahir dari ibu pengidap (karier)
Kontra Indikasi: Riwayat reaksi anafilaksis
pada pemberian vaksin hepatitis B; Reaksi
anafilaksis akibat komponen dalam vaksin

20
KIPI: Reaksi yang tidak dikehendaki setelah
pemberian vaksin Hepatitis B bersifat
sementara dan minor, meliputi: soreness
pada bagian tubuh yang diinjeksikan (5%,
umum terjadi), demam (umumnya dengan
tingkat keparahan rendah, 2-3%, umum
terjadi), mual, pusing, malaise, myalgia dan
artraigia. Pada neonatus, demam dapat
diperkirakan terjadi(0,6-3,7%, umum terjadi).
Reaksi anafilaksis sangatjarang diiaporkan
pada pemberian vaksin hepatitis B.
Penyimpanan, Stabilitas, Dan Transport:
Transport mengacu pada National Vaccine
Storage Guidelines: Strive for 5. Simpan
pada suhu 5-8°C dan jangan dibekukan.

c. VAKSIN POLIO ORAL(Oral Polio Vaccine =


OPV)
Penyakit Polio 2.8.9
Virologi: Poliovirus diklasifikasikan sebagai
enterovirus dalam keluarga Picomaviridae.
Ada 3 serotype poliovirus : PV1, PV2, dan
PV3.
Penularan virus polio melalui feses-oral dan
terkadang oral-oral. Masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mulut, berkembang biak
dalam faring dan saluran cerna dan
diekskresi melalui feses untuk beberapa
minggu. Virus menyerang jaringan local
lymphoid, masuk dalam aliran darah dan
dapat menginfeksi dan berkembang biak
dalam sel dan sistem susunan saraf pusat.
Gambaran Klinis: Poliomelitis adalah penyakit

21
akut yang terjadi setelah saluran cerna
terinfeksi oleh salah satu dari 3 tipe virus
polio. Infeksi ini kadang tidak terlihat adanya
simtom. Tetapi bila ada simtom bentuknya:
sakit kepala, gangguan sistem pencemaan,
kelelahan, kaku pada tengkuk dan
punggung, dengan atau tanpa keiumpuhan.
Kelumpuhan biasanya tidak simetris.
Masa inkubasi dari 3-21 hari. Individu yang
terinfeksi paling infeksius pada 7-10 hari
sebelum dan setelah timbulnya simtom.
Virus polio dapat ditemukan dalam tinja dari
3-6 minggu.
Epidemiologi: Insiden poliomylitis telah
menurun drastis diseluruh dunia, kecuali di
beberapa tempat di negara berkembang
seperti India, Afrika. Sasaran WHO adalah
eradikasi penyakit polio pada tahun 2005.
Walaupun tidak sepenuhnya sukses,
harapan akan tercapai pada tahun 2010.
Pada tahun 2005,ada 12 negara yang telah
dinyatakan bebas polio,termasuk Indonesia,
mengalami KLB (Kejadian Luar Biasa)
karena masuknya virus polio liar dari salah
satu negara yang masih endemis;
Afganistan, India, Nigeria dan Pakistan
Eradikasi poiio (erapo): WHO pada tahun
1988 mencanangkan bebas penyakit polio
pada tahun 2000. Dalam program ERAPO
ini, pemerintah Indonesia membuat
kebijaksanaan dengan mengambil strategi:
- Meningkatkan cakupan imunisasi OPV
secara rutin

22
- Melaksanakan pekan imunisasi nasional
(NID) "
- Melakukan mopping up 6\ daerah-daerah
yang masih dijumpai ti^nsmisi virus polio
War (wild vims)
- Melaksanakan surveiians AFP (accute
flaccid paraiysis= lumpuh layuh) yang
mantap.
WHO sangat mendukung pemakaian OPV
(Oral Polio Vaccine) untuk mencapai
eradikasi global dari poiiomyeiitis, terutama
di negara yang masih ada poliovirus tips liar
Bagi negara yang mampu akan memakai
IPV (Inactivated Poiiomyeiitis Vaccine) untuk
menghindari VAPP (Vaccine Associated
Paralytic Poiiomyeiitis). Kelebihan IPV
adalah tidak dapat menyebabkan VAPP

Vaksin Polio 7.9,10


Perkembangan vaksin polio:
0I955 Inactivated vaccine
o 1961 Types 1 and 2 monovalent OPV
0 1962 Type 3 monovalent OPV
o 1963 Trivalent OPV
0 1987 Enhanced-potency IPV (IPV)
Deskripsi: Vaksin Oral Polio adalah vaksin
polio trivalen yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3(strain Sabin)
yang sudah dilemahkan, dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa. Poliomyelitis oral
merupakan suspensi drops untuk diteteskan
melalui dropper.

23
Komposisi: Tiap dosis (2 tetes=0.1ml)
mengancjung virus polio tidak kurang dari:
Tipe 1 10 6.0 CCIDgo
Tipe2 10 50 CCID50
Tipe 3 10 5.5 CCID50
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal: Vaksin
hams dikocok dulu untuk menghomogenkan
suspensi. Vaksin hams disuntikkan secara
intramuskuler atau secara subkutan yang
daiam. Bagian anterolateral paha atas
merupakan bagian yang direkomendasikan
untuk tempat penyuntikan.(Penyuntikan di
bagian pantat pada anak-anak tidak
direkomendasikan karena dapat mencederai
syaraf pinggul). Tidak boleh disuntikkan
pada kulit karena dapat menimbuikan reaksi
iokal. Satu dosis adalah 0.5ml.

Di negara-negara di mana pertusis


merupakan ancaman bagi bayi muda,
imunisasi DTP harus dimulai sesegera
mungkin, dengan dosis pertama diberikan
pada usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya
diberikan dengan interval masing-masing 4
minggu.
Vaksin DTP dapat diberikan secara aman
dan efektif pada waktu yang bersamaan
dengan vaksinasi BCG,campak,Polio(OPV
dan IPV), Hepatitis B, Hib dan vaksin Yellow
Fever.

Vaksin polio oral diberikan pada bayi bam


lahir sebagai dosis awal, sesuai PPi dan
ERAPO tahun*2000. Kemudian ditemskan

24
dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3
buian yang diberikan tiga dosis terpisah
berturut-turut dengan interval waktu 6-8
minggu. Satu dosis sebanyak 2 tetes(1mi)
diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat
diberikan bersama-sama waktunya dengan
suntikan vaksin DPT dan Hib.

Dosis penguat OPV harus diberikan sebelum


masuk sekolah, bersamaan pada saat dosis
DPT. Dosis berikutnya diberikan pada umur
15-19 tahun atau sebelum meninggalkan
sekolah.

Bila OPV yang diberikan dimuntahkan dalam


waktu 10 menit, maka dosis tersebut peiiu
diuiang
Indikasi: Vaksin polio oral diberikan pada :
- bayi barn lahir sebagai dosis awal.
- imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan
yang diberikan dalam tiga dosis terpisah
berturut-turut dengan interval waktu 6-8
minggu.
- anak berumur 15-19 tahun.
- untuk calon jemaah haji di bawah 15
tahun.

Kontra Indikasi:
- penyakit akut, demam (>38.5°C),
vaksinasi harus ditunda
- muntah, diare
- dalam pengobatan kortikosteroid atau
imunosupresif, radiasi umum
- gangguan sistem imun, inveksi HIV
- wanita hamil pada 4 bulan pertama

25
kecuaii alasan mendesak misalnya
bepergian ke daerah endemis
poliomyelitis
KIPI: Diperkirakan terdapat 1 kasus poliomelitis
paralitik setiap 2.5 juta dosis OPV yang
diberikan
Risiko yang soring terjadi paling soring pada
pomborian dosis portama dibanding dongan
dosis borikutnya
Sobagian kocil mongalami gojala pusing,
diaro ringan, nyori otot.
Cara Penyimpanan,Transportasi, Stabilltas:
Simpan pada suhu -20°C atau lobih rondah.
Potonsi vaksin sosuai yang tortora pada vial
di atas sampai masa daluwarsa. Tidak boloh
disimpan pada suhu 2-8°C solama poriodo
waktu lobih dari 6 bulan. Bila vaksin dibuka
dan disimpan pada suhu 2-8°C potonsi
bortahan untuk solama 7 hari. Lindungi dari
cahaya.
Kemasan: @(10 dosis), dilongkapi 1 dropper.
@(20 dosis), dilongkapi 1 dropper.

d. VAKSIN DTP
Penyakit Difteri ^
Bakterlologi: Difteri adalah suatu penyakit
akut yang disobabkan oloh strain yang
toksikogonik dari Corynebacterium
diphteriae, momiliki sifat Gram positif, tidak
borspora, aerobik. Eksotoksin yang
diproduksi bokorja socara lokal pada
mombran mukus dari saluran pomafasan
atau pada kulit yang rusak (jarang) dan

26
menghasilkan suatu pseudomembran yang
lekat. Secara sistemik toksin bekeija pada
sel myocardium, sistem saraf dan adrenal
Gambaran Klinis: Masa inkubasi 2-5 hari,
penuiaran sampai 4 minggu.
Penuiaran dapat melalul droplet(percikan
ludah)daii pemafasan,atau kontak langsung
dengan pendeiita. Gejala klaslk penyakit ini
ditandai dengan demam tidak tinggi,
inflamasi pada membran faring, iaring, tonsil.
Membran berwama abu-abu, atau putih,
kerongkongan sakit, kelenjar limfa di leher
membengkak. Difteri faringeal dapat
menyebabkan obstruksi pemafasan yang
akut dan parah. Difteri Iaring ditandai dengan
serak yang bertambah parah. Difteri nasal
umumnya ringan dan sering kronik yang
ditandai dengan keluarnya cairan. Masa
inkubasi 2-5 hari, tetapi kadang lebih lama.
Toksin difteri dapat menyebabkan neuropati
dan kardiomiopati, yang mungkin fatal.
Manifestasi pada jantung muncul selama
minggu kedua. Semakin luas lesi dan terapi
antitoksin semakin sering kejadian
miokarditis terjadi. Efek lanjutannya terjadi
setelah minggu 2-6, yaitu gangguan saraf
kranial dan perifer serta miokarditis dan
sering parah. Manifestasi neuritis terjadi
sesudah masa laten dan terutama pada
gangguan motorik yang biasanya membaik.
Manifestasi umum dari difteri neuritis adalah
paralisis langit-langrt lunak, yang terjadi pada
minggu ketiga ditandai dengan regurgirtasi

27
nasal. Manifestasi lain dari neuritis adalah
paralisis diafragma dan tungkai. Kefatalan
terjadi pada sekitar 5-10% kasus. Terapi
dengan sera antidifteri dan antibiotik.
Pengenalan antitoksin difteria pada tahun
1890 menurunkan angka kematian 10%,
tetapi selanjutnya kematian tidak menurun
lagi dengan pemakaian antibiotika dan
pengobatan modern lain. Perlindungan
terhadap difteria yang efektif dicapai dengan
imunisasi aktif dengan vaksin difteria. Difteri
menyerang berbagai umur tetapi lebih sering
menyerang anak kecil yang tidak diimunisasi.
Pada tahun 2000, 30.000 kasus dan 3.000
kematian karena difteri dilaporkan dari
seluruh dunia.

Penvakit Tetanus
Bakteriologi: Penyakit tetanus disebabkan
oleh Clostridium tetani, yaitu bakteri batang
gram positif anaerobik yang terdapat di
lingkungan sebagai spora C. tetani
memproduksi toksin protein yang poten yang
memiliki 2 komponen: tetanospasmin(suatu
neurotoksin) dan tetanolysin (suatu
haemolysin). Tetanospasmin berperan
menimbulkan tetanus dengan cara
penghambatan penglepasan
neurotransmiter penghambat dari ujung
saraf. Penyakit ini tidak secara langsung
menular antar manusia tetapi dapat
menginfeksi melalui luka terbuka yang
terkotori oleh debu/ kotoran atau jarum suntik
yang terkontaminasi mikroba tersebut.

28
Gambaran Klinis: Tetanus adalah suatu
penyakit akut, sering berakibat fatal.
Neurotoksin dari C. tetani menyerang sistem
saraf pusat, menyebabkan otot kejang yang
nyeri. Penyakit mulai terasa biasanya
setelah masa inkubasi 3-21 hari,(rentang
waktu 1 sampai beberapa bulan), dengan
median mula kerja 10 hari setelah cedera.
Tetanus berdasarkan keparahannya dapat
dibedakan sebagai tetanus ringan, sedang
dan berat. Sedangkan berdasarkan
lokasinya dapat dibedakan sebagai tetanus
lokal, sefal dan umum/ menyeluruh. Tetanus
umumnya ditandai dengan meningkatnya
tonisitas otot. Gejala awal antara lain
meningkatnya tonisitas otot pada otot
masseter (tirmus dan rahang), disfagia,
kekauan atau nyeri pada leher, bahu dan
otot punggung. Beberpa pasien dapat
mengalami paroximal, mengamuk, rasa
sakit, kekakuan pada sebagian besar otot.
Pada tetanus lokal, pasien mengalami
kekakuan dan peningkatan tonus pada otot
yang dekat daerah yang terinterfeksi.
Kekakuan ini beiiangsung beberapa minggu
dan perlahan pulih kembali. Jenis tetanus
ini lebih ringan dari tetanus umum dan jarang
menimbulkan kefatalan. Tetanus sefal
umumnya terjadi karena otitis media atau
luka di kepala, dan dapat berkembang
menjadi tetanus umum tetapi dapat juga
tetap sebagai tetanus lokal. Tetanus
menyeluruh, ditandai oleh kontraksi otot

29
yang tidak terkoordinasi, tiba-tiba, dan
menyebar diseluruh otot. Gejaia lain adalah
kaku kuduk, kaku rahang, kesulitan
membuka mulut(tiismus)dan menelan, otot
perut kaku peningkatan temperatur tubuh.
Semua tetanus pada neonatus adalah
tetanus umum dengan gejaia kesulitan
menghisap yang akhirnya tidak dapat
menghisap puting susu. Hal tersebut tejadi
3-10 hari sesudah kelahiran.

Tetanus ringan ditandai dengan masa


Inkubasi sekitar 2 minggu, kekakuan otot
berjalan lambat dan membaik dalam 2
minggu. Tetanus sedang ditandai dengan
masa inkubasi selama 7-10 hari, trismus
dan disfagia berat, serangan spasme tiba-
tiba singkat dan ringan pada awalnya yang
kemudian memburuk. Henti nafas dan
sianosis tidak ditemui pada tetanus sedang.
Tetanus berat ditandai dengan masa
inkubasi yang pendek, kurang dari 72jam,
serangan spasme tiba-tiba sering, parah
dan disertai dengan asfiksia (kesulitan
bernafas karena kekurangan oksigen).
Tujuan terapi adalah:
- terapi pendukung seperti pasien
ditempatkan di ruang yang gelap, diberi
ventilasi yang cukup, sedatif dan dijaga
keseimbangan cairan tubuh
- menetralkan toksin tetanuspasmin
dengan human tetanus imunoglobulin
atau anti tetanus serum

30
- mencegah produksi toksin / menghilang-
kan penghasil toksin dengan menangani
luka/ borok dan memberi antimikroba
penisilln atau metronidazol.
Pencegahan dapat dilakukan dengan
pemberian toksoid tetanus sebagai imunisasi
aktlf.(Hhat Bab III)

Penvakit Pertusis Q
Bakteriologi: Pertusis(whooping cough)atau
batuk rejan (batuk seratus hari) adalah
penyakit yang disebabkan oleh Bordetella
pertussis. Ada juga organisme lain yang
dapat menyebabkan sindrom mirip pertusis,
seperti Bordetella parapertusis, Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae.
Gambaran Klinis: Pertusis adalah infeksi
saluran pemafasan dengan masa inkubasi
7-20 hari. Pada individu yang tidak
divaksinasi, 6. pertussis sangat infeksius.
Penularan tetjadi melalui droplet (percikan
ludah) saluran pemafasan, dapat
menularkan 80% orang yang rentan
disekitamya.

Vaksin Jerap DTP ^


Deskripsi: Vaksin Jerap DTP adalah vaksin
yang terdiri dari toxoid difteii dan tetanus
yang dimumikan, serta bakteri pertusis yang
telah diinaktifkan yang teradsorpsi ke dalam
3 mg/ml Aluminium fosfat. Thiomerosal 0.1
mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi
vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 lU
pertusis, 30 lU difteri dan 60 lU tetanus.

31
Komposisi: Setiap mi mengandung;
Toksoid difteri murni 40 Lf
Toksoid tetanus mumi 15Lf
B.pertusis yang dilnaktifikasi 24 OU
Aluminium fosfat 3 mg
Thiomerosal 0.1 mg
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwai: Vaksin
hams dikocx)k dulu untuk menghomogenkan
suspensi. Vaksin hams disuntikkan secara
intramuskuler atau secara subkutan yang
dalam.

Bagian anterolatera! paha atas mempakan


bagian yang direkomendasikan untuk tempat
penyuntikan.(Penyuntikan di bagian pantat
pada anak-anak tidak direkomendasikan
karena dapat mencederai syaraf pinggul).
Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena
dapat menimbulkan reaksl lokal. Satu dosis
adalah 0.5 ml.

Di negara-negara di mana pertusis


merupakan ancaman bag! bay! muda,
imunisasi DTP harus dimulai sesegera
mungkin, dengan dosis pertama diberikan
pada usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya
diberikan dengan interval masing-masing 4
minggu.
Vaksin DTP dapat diberikan secara aman
dan efektif pada waktu yang bersamaan
dengan vaksinasi BCG,campak,Polio(OPV
dan IPV), Hepatitis B, Hib dan vaksin Yellow
Fever.

32
Indikasi: Untuk imunisasi secara simultan
pencegahan terhadap penyakit difteri,
tetanus dan batuk rejan.
Kontra Indikasi: Terdapat beberapa kontra
indikasi yang berkaitan dengan suntikan
pertama DTP. Gejala-gejala keabnormalan
otak pada periode bayi bam lahir atau gejala-
gejala serius keabnormalan pada saraf
mempakan kontra indikasi dari komponen
pertusis. Imunisasi DTP kedua tidak boleh
diberikan kepada anak-anak yang
mengalami gejala parah pada dosis pertama
DTP. Komponen pertusis hams dihindarkan,
dan hanya dengan diberi DT untuk
meneruskan imunisasi ini. Untuk penderita
HIV baik dengan gejala maupun tanpa gejala
harus diberi imunisasi DTP sesuai dengan
standar jadwal tertentu.
KiPl: Terjadinya gejala-gejala yang bersifat
sementara seperti lemas, demam,
kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-
kadang terjadi gejala berat seperti demam
tinggi, iritabilitas, dan meracau yang
biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Menumt dugaan komplikasi neurologis yang
disebabkan oleh komponen pertusis sangat
jarang terjadi, obsen/asi yang telah dilakukan
menunjukkan gejala ini jarang terjadi jika
dibandingkan dengan gejala-gejala lain yang
ditimbulkan oleh imunisasi DTP.
Cara Penyimpanan,TransportasI, Stabilitas:
Harus disimpan dan ditransportasikan pada
suhu 2-8°C. Tidak boleh dibekukan.

33
Daluwarsa 2 tahun.

Kemasan Vial @10 dosls.

e. VAKSINCAMPAK
Penyakit Campak
Virologi: Campak disebabkan oleh
Paramyxovirus, yang teimasuk dalam genus
Morbillivirus. Vims campak mempakan RNA
vims dengan stmktur6 protein. Vims campak
dapat hidup di udara sampai dengan 2jam,
tetapi akan diinaktivasi secara cepat dengan
adanya panas, cahaya, dan pH yang
ekstrem.

Gambaran Klinis: Campak merupakan


penyakit yang sangat menular. Penularan
penyakit campak terjadi secara langsung
melaiui droplet infeksi dan melalui udara
(Jarang terjadi). Masa inkubasi penyakit
campak antara 10-14 hari.
Gejaia kiinis penyakit campak : demam,
batuk, pilek, mata merah, gejaia Koplik's
spot, infeksi penyakit campak dapat
mengakibatkan terjadinya komplikasi yang
parah, antara lain: otitis media (9%),
pneumonia (6%), diare (8%). Acute
encephalitis teria6\ pada 1/1000 kasus dan
angka kematian 10-15%, dimana 15-40%
penderita yang bertahan akan mengalami
kerusakan otak. Subacute sclerosing
panencephalltis (SSPE) terjadi sekitar 7
tahun setelah infeksi.

Komplikasi penyakit campak semakin sering

34
teijadi dan semakin parah pada penderita
penyakit kronis, anak-anak umur <5 tahun,
dan pada orang dewasa.
Epidemiologi: Pada awal tahun 1980 terdapat
90 juta kasus campak secara global.
Kejadlan tersebut terjadi ketika cakupan
imunisasi campak global hanya 20%. Pada
pertengahan tahun 1990,tetjadi penurunan
kasus campak secara drastis, yaitu terdapat
20 juta kasus. dengan angka cakupan
imunisasi mencapai 80%.
Badan kesehatan dunia, WHO,
mencanangkan target untuk mereduksi
angka kejadian campak sampai dengan
90,5% dan angka kematian akibat campak
sampai dengan 95,5%.
Deskripsi: Vaksin campak adalah vaksin virus
hidup yang dilemahkan, merupakan vaksin
freeze-dried berwarna putih kekuning-
kuningan-merah muda dalam vial gelas,
yang harus dilanitkan hanya dengan pelarut
steril yang telah disediakan secara terpisah.
Vaksin campak ini berupa serbuk injeksi.
Komposisi: Tiap dosis mengandung;
Zat berkhasiat; virus campak strain CAM 70
tidak kurang dari 1.000 CCID50 {cell culture
infective doses 50)yang dibuat dari embrio
ayam SPF.
Zat tambahan: kanamisin sulfat tidak lebih
dari 100 meg dan eritromisin tidak lebih dari
30 meg.

35
Cara Pemberian: Vaksin dilamtkan dengan
5ml pelarut yang tersedia, diberikan pada
bayi umur 6-9 bulan dengan dosis 0,5ml
dan disuntikan secara SC.

KIPI: Demam lebih dari 39,5®C (5-15%)),


umumnya demam terjadi pada hari ke- 5-6
setelah Imunisasi diberikan dan berlangsung
selama 2 hari. Ruam (5%), umumnya terjadi
pada hari ke 7-10 setelah imunisasi diberikan
dan berlangsung selama 2-4 hari.
Gangguan fungsi sistem saraf pusat, contoh:
enselofalitis dan ensefalitis.

Kemasan Dan Penyimpanan: Vaksin campak


freeze-dried harus disimpan pada suhu
-20°C atau pada refrigerator dengan suhu
antara 2°C sampai dengan 8°C sampai
digunakan.
Vial vaksin dan pelarut harus dikirim
bersamaan, tetapi pelarut tidak boleh
dibekukan. Vaksin harus teiiindung dari sinar
matahari.
Box @10 vial @10 dosis + pelarut campak
box @10 ampul(5 ml).
Box @10 vial @20 dosis pelarut campak
box @10 ampul(10 ml).

2. VAKSIN NON PROGRAM


a. VAKSIN JERAP DT
Penvakit DIfterl (lihat pada Vaksin DTP)
Penvakit Tetanus (lihat pada Vaksin DTP)
Vaksin Jerap Difteri Tetanus (DT) 7 ®
Deskripsi: Vaksin DT adalah vaksin yang

36
mengandung toksoid Difteri dan Tetanus
yang telah dimumikan yang teradsorbsi ke
dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal
0.1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.
Potensi komponen vaksin per dosis
sedikitnya 30 lU untuk potensi toksoid Difteri
dan sedikitnya 40 lU untuk potensi toksoid
Tetanus.

Komposisi:Tiap ml mengandung:
Toksoid difteri yang dimumik 40 Lf
Toksoid tetanus yang dimumikan 15 Lf
Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0.1 mg
Dosis Dan Cara Pemberian: Vaksin harus
dikocok dulu sebelum digunakan untuk
menghomogenkan suspensi. Vaksin harus
disuntikkan secara intramuskuler atau
subkutan yang dalam.
Jika terjadi kontra indikasi terhadap
komponen pertusis pada anak-anak,
dianjurkan untuk diberikan vaksin DT
daripada DTP.
Untuk anak-anak sedikitnya 3 kali
penyuntikan secara intramuskuler dengan
dosis 0.5 ml dengan interval 4 minggu.
Vaksin DT dapat diberikan bersamaan
dengan vaksin BCG, Campak, Rubella,
Mumps, Polio(OPV dan IPV), Hepatitis B,
Nib dan Yellow Fever.

Indikasi: Untuk Imunisasi secara simultan


terhadap difteri dan tetanus. Direkomendasi

37
digunakan jika terjadi kontra indikasi
terhadap komponen pertusis pada vaksinasi
DTP.

Kontra Indikasi: Anafilaksis atau timbul gejala


yang berat setelah dosis vaksin sebelumnya;
anafilaksis atau timbul gejala yang berat
setelah komponen salah satu dari vaksin.
KIPI: Gejala seperti lemas dan kemerahan
pada lokasi suntikan yang bersifat
-sementara, dan kadang-kadang muncul
gejala demam.
Cara Penyimpanan,Transportasi, Stabilitas:
Harus disimpan dan ditransportasikan pada
suhu 2-8°C. Jangan dibekukan. Kadaluwarsa
2 tahun.

Kemasan: Vial @10 dosis

b. VAKSIN TETANUS TOKSOID

Penvakit Tetanus (lihat pada Vaksin DTP)


Vaksin Tetanus Toksoid

Deskripsi: Vaksin TT adalah vaksin yang


mengandung toksoid tetanus yang telah
dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam
3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal
0.1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.
Satu dosis 0.5 ml vaksin mengandung
potensi sedikitnya 40 lU. Vaksin TT
digunakan untuk pencegahan tetanus pada
bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi
wanita subur, dan juga untuk pencegahan
tetanus.

38
Komposisi: Setiap ml mengandung :
Toksoid tetanus yang dimumikan 20 Lf
Aluminum fosfat 3 mg.
Thimerosal 0.1 mg
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal: Vaksin
hams dikocok dulu sebelum digunakan untuk
menghomogenkan suspensi. Vaksin hams
disuntikkan secara intramuskular atau
subkutan dalam.
Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap
tetanus/tetanus neonatal daii 2 dosis primer
0.5 ml yang diberikan secara intramuskuler
atau subkutan yang dalam, dengan interval
4 minggu kemudian dilanjutkan dengan
dosis ke-3, pada 6-12 bulan berikutnya.
Untuk mempertahankan kekebalan terhadap
tetanus pada wanita usia subur (WUS),
maka dianjurkan diberikan 5 dosis TT. Dosis
ke-4 diberikan 1 tahun setelah dosis ke-3,
dan dosis ke-5 diberikan 1 tahun setelah
dosis ke-4. Imunisasi TT dapat diberikan
selama masa kehamilan, bahkan pada
periode trimester pertama.
Indikasi: Untuk imunisasi aktif terhadap tetanus.
Kontra Indikasi:
- Anafilaksis setelah dosis vaksin
sebelumnya
- Anafilaksis setelah komponen salah satu
dari vaksin

Bila seseorang mempunyai luka yang


cendemng dapat menimbulkan tetanus dan

39
pemah mengalami efek samping yang parah
setelah vaksinasi tetanus, dapat
dipertimbangkan tindakan alternatlf yaitu
pemberian tetanus immunoglobulin.
Perhatian: Pada individu yang pernah
divaksinasi tetanus, pemberian vaksin
tetanus lebih dari 1 dosis, dalam kurun
waktu 5 tahun, dapat menimbulkan efek
samping
KIPI: Lazim: rasa nyeri ringan, pada tempat
suntikan sampai beberapa hari. Tidak lazim:
sakit kepala, letargi, malaise, pegal-pegal
dan demam. Sangat jarang terjadi:
anafilaksis, urtikaria, peripheral neuropathy.
Cara Penylmpanan,Transportasi, Stabilitas:
Simpan dan ditransportasikan pada suhu
2-8°C. Tidak boleh dibekukan. Daluwarsa
2 tahun.

Kemasan: Vial @10 dosis; Vial @ 20 dosis

c. VAKSIN INFLUENZA

Penyakit Influenza
VIrologi: Penyebab inflenza adalah virus
orthomyxoviruses. Virus ini diklasifikasikan
berdasarkan antigennya sebagai tipe A, B,
C. Hanya virus tipe A dan B yang bermakna
secara klinis menyebabkan penyakit pada
manusia. Virus tipe A dan B dapat
mengalami mutasi gen,sehingga komposisi
vaksin influenza membutuhkan kajian setiap
tahun.

40
Gambaran Klinis: Penularan influenza tetjadi
dari orang ke orang melalul aerosol saluran
pemafasan, percikan ludah saat batuk dan
bersin yang mengandung virus, atau kontak
langsung dengan sekresi saluran
pemafasan. infeksi virus dapat
menyebabkan penyakit dengan tanpa gejala
sampai dengan penyakit pemafasan yang
berat, komplikasi, infeksi sekunder bakteri
pneumonia dan dapat menyebabkan
kematian.

Pada orang dewasa, muia kerja penyakit


timbul tiba-tiba setelah masa inkubasi 1-3
hari, dengan gejala segai berikut: malaise
(tubuh tidak nyaman dan lelah), meriang,
menggigil, sakit kepala, ngilu, dapat disertai
dengan batuk, bersin, pilek. Demam adalah
tanda infeksi sistemik. Gejala akibat virus
influenza A dan B sama. Infeksi karena virus
tipe A (H3N2) cenderung menyebabkan
penyakit yang lebih serius dan meningkatkan
kematian dibanding dengan virus influenza
B atau virus influenza A(H1 N1).
Epidemiologi: Virus influenza seringkali
menyebabkan kejadian luar (KLB), baik
berupa epidemi maupun pandemi influenza.
Setiap kurun waktu tertentu, sepuluh tahun
atau mungkin lebih, sub-tipe influenza A
baru muncul, dan menyebabkan pandemik,
seperempat atau lebih populasi dunia akan
terserang pada satu periode jangka pendek.
Jaringan Internasional WHO untuk
surveilans influenza meliputi 110 National

41
Influenza Centers di 83 negara, memonitor
aktivitas influenza di dunia. Data surveilans
setiap tahun digunakan sebagai
rekomendasi panduan komposisi vaksin.

Vaksin Influenza 7.8,9.11


Ada 2 macam vaksin influenza, yaitu whole-
virus vaccine dan split-virus vaccine
Saat ini di Indonesia telah beredar 2 macam
vaksin influenza yaitu Fluarix (buatan GSK/
Glaxo Smith Klein) dan Vaxigrip (Aventis
Pasteur).
Deskrlpsi: Inactivated Influenza Vaccine
Trivalent Types A and B (Split Virion) Suatu
suspensi steril terdiri dari 3 strain dari virus
influenza yang telah diproses
Komposisi:
Untuk musim influensa 2009-2010, tipe dan
jumlah antigen viral dalam Vaxigrip mengikuti
persyaratan WHO.
Setiap 0.5ml dosis Vaxigrip mengandung;
- 15 meg HA A/Brisbane/59/2007(HI N1)-
like strain (A/Brisbane/59/2007(IVR-148))
- 15 meg HA A/Brisbane/10/2007(H3N2)-
like strain (A/Uruguay/716/2007(NYMC
X-175C)
- 15 meg HA B/Brisbane/60/2008 -like
strain (B/Brisbane/60/2008)
Bahan lain: </= 30 meg formaldehid, sampai
dengan 0.5 ml buffer sodium fosfat, NaCI
isotonis, larutan thimerosal 2 meg (hanya
untuk multidose), Triton

42
X-100, sejumlah kecil sekaii sukrose dan
neomisin.

Indikasi:
- Orang dewasa dan anak-anak dengan
penyakit kronik tertentu: seperti asma,
diabetes, penyakit ginjai, kelemahan
sistim imun
- Anak dan dewasa dengan penyakit
metabolik kronis lain, penyakit disfungsi
ginjai, anemi, hemoglobinopati,
imunodefisiensi
- Individu >65 tahun
- Anak sehat 6-23 bulan (tidak dianjurkan
untuk anak <6 bulan)
- Orang yang dapat menularkan virus
infiuensa kepada seseorang yang berisiko
tinggi menderita komplikasi berhubungan
dengan infiuensa (contoh petugas
kesehatan, perawat, orang serumah,
pengasuh anak 6-23 bulan.
Kontra Indikasi:
- Individu dengan reaksi hipersensitif
terhadap protein telur, protein ayam, atau
komponen vaksin influenza, atau
mengalami reaksi yang mengancam
hidup setelah disuntik vaksin infiuensa.
- Termasuk individu yang setelah makan
telur mengalami pembengkakan bibir
atau lidah, atau mengalami
pembengkakan bibir atau lidah, atau
mengalami distres nafas akut atau
pingsan

43
- Vaksinasi hams ditunda bila demam atau
sakit akut

- Vaksinasi hams ditunda bagi pasien


dengan neurologic disorder.
Waspada dan perhatian:
- Hams ada Epinefrin HCI (1:1000) dan
obat-obat lain untuk kebutuhan mendadak
bila ada kasus anafilaksis atau reaksi
hipersensitif.
- Hati-hati bagi yang sensitif akan
formaldehid, neomisin, thimerosal
- Vaksin influensa tidak melindungi 100%
- Vaksin influensa hanya terbatas
memproteksi influensa dengan strain
virus yang dipersiapkan untuk vaksin
tersebut

KIPI: KTD lokal (penebalan, bengkak,


kemerahan dan nyeri) adalah lazim (>10%)
Demam, malaise dan ngilu biasa terjadi (1-
10%). KTD akan muncul beberapa jam
setelah vaksinasi dan berakhir 1-2 hari. Pada
anak <5 tahun kejadian ini lebih jelas.
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal:
label 6. Dosis Vaksin Influenza

Umur Dosis Jumlah dosis


6-35 bulan 0.25 ml 1 atau 2*
3-8 tahun 0.50 ml 1 atau 2*
9 tahun keatas 0.50 ml 1

44
*Anak dl bawah 9 tahun yang belum
divaksinasi membutuhkan 2 dosis vaksin
dengan jarak 4 minggu. DosIs kedua tidak
dibutuhkan kaiau anak tersebut sudah
mendapatkan vaksin pada musim influensa
sebeiumnya.
Penyuntikan secara intramuskuier, kocok
dahulu sebelum disuntikkan.
Untuk dewasa dan anak >1 tahun;
disarankan dl deltoid muscle.
Untuk bay! dan anak <1 tahun: disarankan
di vastus lateralls muscle

Kemasan:
- Vial 1x5 ml (multidose)
- Pre-filied Syringe 1x0.25 ml(single dose)
dengan jarum (25G,16 mm)
- Pre-filled Syringe 1x0.50 ml(single dose)
dengan jarum (25G,16 mm)
- Pre-filled Syringe 1x0.50 ml (single dose)
dengan 2 jarum 25G dengan 2 ukuran
(16 mm dan 25 mm)
- Ampul 1x0.50 ml (single dose)
- Ampul 5x0.50 ml (single dose)
Cara Penyimpanan,Transportasi, Stabllitas:
Simpan pada suhu 2°C-8°C. Jangan
dibekukan. Lindungi dari cahaya. Untuk vial
mutidose sisa setelah 7 hari harus dibuang.
Setiap akhir tahun vaksin influenza
seharusnya dimusnahkan untuk mencegah
penggunaan vaksin yang tidak sesuai lagi
karena adanya kemungkinan mutasi gen
pada virus influenza yang beredar saat itu.

45
d. VAKSIN HUMAN PAPILLOMAVIRUS(HPV)
Infeksi HPV

Virologi: Human Papillomavirus merupakan


non-enveloped virus yang memiliki DMA
untai ganda berbentuk circular (circular
doubled-stranded DNA). HPV menginfeksi
dan memperbanyak diri dalam jaringan
cutaneous dan jaringan mukosa epitel,
umumnya pada kulit dan saluran anogenital.
Terdapat 40 genotipe HPV yang menyerang
saluran genital, 15 dari antaranya (genotipe
16. 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58,
59, 68, 73, 82) merupakan risiko tinggi
berkembangnya kanker serviks. HPV
genotipe 16 dan 18 merupakan penyebab
70%-80% kanker serviks. Sedangkan HPV
genotipe 6 dan 11 merupakan virus risiko
rendah untuk kanker serviks; penyebab 90%
kutil pada alat kelamin (genital warts) dan
100% kasus RPP (Recurrent Respiratory
Papillomatosis).
Gambaran Klinis: Infeksi HPV umumnya
menghasilkan kondisi subklinis, tetapi pada
genotipe tertentu dapat menghasilkan
keadaan lesi (lesions)termasuk didalamnya:
kutil jaringan cutaneous, kutil pada alat
kelamin, kanker dan displasia pada serviks
atau saluran anogenital lainnya, serta
respiratory papillomatosis.
Penularan HPV terjadi ketika melakukan
kontak dengan kulit atau membran mukosa
yang terinfeksi, khususnya melalui kontak

46
seksual untuk HPV genotipe seksual.
Epidemiologi: Diperkirakan sampai dengan
79% wanita diseluruh dunia terinfeksi oleh
salah satu tipe genital HPV.Angka kejadian
infeksi HPV pada wanita tertinggi terjadi
pada usia seksual aktlf. Data yang terdapat
dl Australian menunjukkan rata-rata wanita
melakukan hubungan seksual pertama kali
pada usia 16 tahun.

Vaksin HPV
Komposisi: cervarix dan gardasil
KontraindlkasI: Riwayat reaksi anafilaksis
akibat pemberian vaksin HPV,Riwayat reaksi
anafilaksis terhadap setiap komponen
vaksin. vaksin 4vHPV dapat mengandung
sejumlah tertentu protein ragi.

Tabel 7. Keamanan, Efektlvitas dan


Imunogenisitas Vaksin HPV
Suiiyefc Keamanan EfaktMtas tnvnunogenicily
Wanita, usia 10-13 Grade B tidak ada (SiadeB

tahun data

WanSa, usia 14-1B Grades Grades Grades

tahun

Wanita, usia 19-26 GradeA GradeA GradeA

tahun

wanita. usia 2 27 2vHPV; 4WHPV: tidak ada 2vHPV: 4vHPV:

tahun Grades tidak ada data Grades tidak ada

data data

Pria, usia 9-15 2vHPV: 4vHPV: tidak ada 2vHPV; 4vHPV:

tahun tidak ada Grades data tidak ada Grades

data data

47
KIPI: Vaksin HPV tidak menyebabkan KIPI
yang serius. Beberapa kejadian ringan yang
mungkin muncul, antara lain:
- Rasa nyeri pada area tubuh tempat
penyuntikan (terjadi pada 8 dari 10 orang)
- Reaksi kemerahan atau bengkak pada
area tubuh terhpat penyuntikan (terjadi
pada 1 dari 4 orang)
- Demam dengan tingkat keparahan ringan
(terjadi pada 1 dari 10 orang)
- Rasa gatal pada area tubuh tempat
penyuntikan (terjadi pada 1 dari 30 orang)
- Demam dengan tingkat keparahan
sedang (terjadi pada 1 dari 65 orang)
Umumnya, kejadian tersebut tidak
berlangsung lama dan akan hilang dengan
sendirinya.
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal: Vaksin
harus segera diberikan setelah ditarik
(withdrawal)dari vial. Jangan menggunakan
vaksin yang terdapat partikel atau telah
terjadi perubahan warna vaksin. Kocok
teiiebih dahulu sebelum digunakan. Jangan
menggunakan vaksin yang tidak dapat
diresuspensikan.
Vaksin 2VhDV : Diberikan secara IM
(intramuskular)dengan dosis 0,5 ml. Jadwal
pemberian yang direkomendasikan adalah
pada bulan ke- 0,1, dan 6. Pemberian dosis
kedua dapat dilakukan 1-2,5 bulan setelah
pemberian dosis pertama.
Vaksin 4vHPV: Diberikan secara IM dengan

48
dosis 0,5 mi. Jadwal pemberian yang
direkomendasikan adalah pada bulan ke-
0, 2, dan 6. Pemberian dosis kedua hams
diiakukan 1 buian seteiah pemberian dosis
pertama dan dosis ketiga hams diiakukan
3 buian seteiah pemberian dosis kedua.
Jadwai pemberian hams seiesai maksimai
daiam jangka waktu 1 tahun.
Cara Penyimpanan: Simpan pada suhu 2°C-
8®C,jangan dibekukan atau terpapar suhu
beku. Teriindung dari cahaya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum
dan sesudah vaksinasi: Vaksin HPV bukan
mempakan vaksin hidup sehingga dapat
diberikan kepada individu dengan gangguan
sistem kekebaian tubuh
(immunosuppressed) dengan efektivitas
yang iebih rendah.

e. Vaksin Rabies

Penyakit Rabies
Virologi: Vims penyebab rabies (RABV)
termasuk daiam genus Lyssavirus, famili
Rhabdoviridae. Virus tersebut memiiiki
bentuk menyempai peium, dengan panjang
130-380 nm dan diameter 70-85 nm.
Vektornya adaiah berbagai karnivora dan
keieiawar. Penuiaran rabies beriangsung
meiaiui iuka, atau kontak iangsung dengan
mukosa. Masa inkubasi bervariasi dari 2
minggu sampai 6 tahun, tetapi rata-rata 2-
3 buian. Vims yang ada daiam saiiva hewan

49
yang menderita rabies masuk ke dalam
tubuh hewan lain atau manusia melalui luka
gigitan. Setelah virus memasuki luka, virus
akan segera melekat di reseptor nikotinik
asetilkholin pada neuromuscularjunction.
Virus kemudian terinkubasi selama 4-12
minggu, tanpa menunjukkan gejala pada
hewan/ orang yang tergigit.
Setelah virus masuk ke dalam saraf, sistem
pertahanan tubuh tidak dapat melawan virus.
Virus kemudian menyebar dari saraf perifer
ke susunan saraf pusat(SSP)dan kadang
kelenjar ludah menyebabkan inflamasi.Virus
tersebut akan merusak jaringan batang otak
dan medula spinalis. Salah satu tanda
terjadinya kerusakan batang otak adalah
hidrophobia.
Gambaran Klinis: Masa inkubasi virus rabies
bervariasi tergantung pada letak gigitan dan
usia individu yang terkena gigitan. Umumnya
masa inkubasi bervariasi daii 5-6 hari sampai
beberapa tahun dengan mayoritas kasus
antara 20-60 hari. Masa inkubasi gigitan
pada daerah kepala lebih pendek
dibandingkan bila terjadi pada bagian
ekstremitas. Demikian juga, apabila gigitan
terjadi pada anak masa inkubasi lebih
pendek dikarenakan jarak ke susunan saraf
pusat lebih pendek jika dibandingkan dengan
orang dewasa. Pada masa inkubasi ini tidak
menimbulkan gejala.
Gejala pertama kali muncul pada masa
prodromal. Masa prodromal berlangsung

50
fenol, dan larutan bufer yang mengandung
natrium kiorida, disodium fosfat,
monosodlum fosfat, dan peiarut untuk
suntlkan.

Penyimpanan: pada suhu 2°C - 8°C,jangan


dibekukan.

Cara pemberian: Secara intramuskular atau


subkutan pada daerah deltoid atau paha.
Umumnya, imunisasi ulangan dilakukan
setiap 3tahun.
Kontraindikasi: Aiergi terhadap bahan-bahan
dalam vaksin, demam, penyakit akut,
penyakit kronik progresif. Konsultasikan
kepada dokter penggunaan vaksin tifoid
yang aman untuk wanita hamil.
KIPI: Demam; nyeri kepala, otot dan sendi;
pusing; mual. Jarang dijumpai efek ruam,
pruritus, urtikaria, nyeri perut.
Daya proteksi vaksin ini diperkirakan sekitar
50% - 80%. Oleh karena itu, individu yang
sudah mendapat vaksinasi dianjurkan untuk
tetap menjaga pola makanan dan minuman.

g. VAKSIN MMR(Measles, Mumps,Rubella)=


Campak, Gondongan, dan Rubela
Penvakit Campak. Gondongan. Rubela

Gambaran Klinis:

• Campak(Lihat pada bagian vaksin campak).


• Gondongan {mumps, parotitis)
Disebabkan oleh Paramyxovirus.

57
Umumnya ditandai dengan adanya
pembengkakan pada kelenjar ludah,
terutama kelenjar parotis.
Penularan penyakit ini adalah melalui
droplets, paling banyak terjadi pada anak-
anak dengan angka kejadian tertinggi pada
usia 5-9 tahun
Masa inkubasi antara 12-25 hari. Masa
penularan terjadi sejak 6 hari sebelum
timbulnya pembengkakan parotis sampai
dengan 9 hari kemudian.
Tanda dan gejala: mialgia, anoreksia,
malaise, sakit kepala, demam ringan.
Setelah itu akan timbul pembengkakan
unilateral/ bilateral pada kelenjar parotis.
Gejala ini akan berkurang setelah 1 minggu
dan umumnya akan menghilang setelah 10
hari.
Komplikasi: tuli (sangat jarang terjadi 1:500)

• Rubela
Disebabkan oleh virus Rubela yang
termasuk dalam famili Togavirus. Penularan
penyakit ini adalan melalui udara dan
droplets. Gejala klinis yang mencolok antara
lain: munculnya ruam makulo-papular yang
bersifat sementara(± 3 hari), pembengkakan
kelenjar post-auricular dan sub-occipital,
dapat terjadi arthritis dan athralgia.
Apabila ibu hamil terkena virus ini dapat
terjadi sindrom rubela kongenital(SRK)pada
bayi yang dikandungnya.
Berat ringannya dampak virus rubella
terhadap janin tergantung pada waktu

58
terjadinya infeksi. Rubela yang terjadi pada
awal kehamilan dapat menyebabkan
terjadinya kematian janin, kelahiran
prematur, dan cacat bawaan. Sekitar 85%
bay! yang terinfeksi pada trimester pertama
masa kehamilan akan mempunyai gejala
setelah lahir (tuli, katarak, glaukoma,
retinopati, mikroftalmia). Pada beberapa
kasus dapat terjadi kelainan pada jantung
berupa patent ductus arteriosus (PDA),
ventricular septa! defect (VSD), stenosis,
retardasi mental, lesi pada tulang,
spenomegali, hepatitis, thrombositopenia,
purpura. Manifestasi SRK baru tampak pada
usia 2-4 tahun. Jarang ditemukan infeksi
pada masa kehamilan lebih dari 20 minggu.

Deskripsi Vaksin: Merupakan vaksin


kombinasi kering yang mengandung virus
hidup.
Penylmpanan: 2-8°C atau lebih dingin dan
terlindung dari cahaya. Vaksin harus
digunakan dalam waktu 1 jam setelah
dicampur dengan pelarutnya, karena setelah
dicampur vaksin sangat tidak stabil dan
cepat kehilangan potensinya pada
temperatur kamar. Pada temperatur 22-
25°C akan kehilangan potensi 50% dalam
1 jam, sedangkan pada temperatur >37°C
vaksin menjadi tidak aktif setelah 1 jam.
Cara Pemberian Dan Dosis: Dosis tunggal
0,5 ml secara intramuskular atau subkutan
dalam. Vaksin diberikan pada usia 12-18
bulan.

59
Vaksin hams diberikan sekalipun memiliki
riwayat infeksi campak, gondongan. dan
rubella, atau riwayat imunisasi campak.
Tidak terdapat bukti adanya efek imunisasi
yang tetjadi pada anak yang memiliki riwayat
imunitas teitiadap salah satu atau lebih dari
ketiga penyakit tersebut.
Indikasi:
- Bayi dan anak dengan risiko tinggi
terinfeksi campak
- Anak dengan penyakit kronis, contoh:
Down's Syndrome, kelainan jantung
bawaan, kelainan ginjal bawaan
- Anak usia > 1 tahun yang berada pada
tempat penitipan anak, seperti:
playgroups
- Anak yang tinggal di lembaga cacat
mental.

Kontraindikasi:
- Anak dengan penyakit keganasan yang
tidak mendapat pengobatan atau dengan
gangguan imunitas yang mendapatkan
pengobatan dengan menggunakan
imunosupresif, terapi sinar, atau
mendapat steroid dosis tinggi (setara
dengan prednisolon dosis 2
mg/kgBB/hari)
- Anak dengan alergi berat terhadap gelatin
dan neomisin
- Tunda pemberian vaksin MMR pada anak
dengan demam akut, sampai penyakit
tersebut sembuh
- Anak yang menerima vaksin hidup yang
lain dalam waktu 4 minggu. Tunda

60
pemberian vaksin MMR sekitar 1 bulan
setelah imunisasi terakhir
- Pasien yang mendapatkan immuno-
globulin atau tranfusi darah, tidak boleh
mendapatkan vaksin MMR dalam 3 bulan
setelah pemberian immunoglobulin atau
tranfusi darah terakhir
Pasien dengan defisiensi imun.
Sebaiknya minta petunjuk spesialis
sebelum memberikan keputusan.
KIPI:
- Malaise, demam, ruam, terjadi dalam 1
mihggu setelah pemberian vaksin dan
umumnya berlangsung selama 2-3 hari
- Kejang demam terjadi pada 0,1% anak
dengan ensefalitis dalam 6-11 hari setelah
pemberian vaksin (<1/1.000.000)
- Pembengkakan kelenjar parotis pada
anak usia sampai 4 tahun (1%),
umumnya terjadi pada minggu ketiga
atau lebih
- Meningoensefalitis
- Trombositopenia yang umumnya akan
sembuh dengan sendirinya.

61
BAB IV
IMUNOSERA

A. Prinsip Dasar
Antisera adalah antibodi yang berasal dari hewan
untuk imunisasi pasif, sedangkan Imunoglobulin
adalah antibodi yang dibuat dari plasma manusia
yang imun. Imunisasi/ terapi dengan antisera
sekarang sebagian besar digantikan oleh
imunoglobulin karena pemberian antisera dapat
menimbulkan reaksi serum sickness ataupun reaksi
alergi tipe lain. Lamanya perlindungan diperoleh
segera akibat pemberian imunoglobulin/ antisera
bervariasi bergantung dari jenis dan dosis, dapat
hanya beberapa minggu dan bila peiiu dapat diulang.
Antisera adalah sediaan yang mengandung
imunogloblulin mumi atau bagian dari imunoglobulin
yang diperoleh dari serum atau plasma hewan.
Antisera diindikasikan untuk memberi perlindungan
segera secara pasif terhadap infeksi organisms.
Imunoglobulin dihasilkan dari serum atau plasma.
Ada dua tipe imunoglobulin, normal imunoglobulin
dan spesifik imunoglobulin.
Normal imunoglobulin dibuat dari kumpulan plasma
donor manusia minimal 1.000 donor; yang
mengandung antibodi terhadap measles, mumps,
varicella, hepatitis A dan virus-virus lain yang umum
terdapat pada populasi umum.
Spesifik imunoglobulin adalah imunoglobulin yang
mengandung antibodi dengan titer tinggi. Spesifik
imunoglobulin dibuat dari kumpulan plasma donor
manusia yang mengandung antibodi tertentu dengan
titer yang tinggi.

62
B. Jenis-jenis Imunosera
1. Anti Tetanus
Gambaran Klinis Penyakit(Lihat Bab III)
Human Tetanus Imunoglobulin (HtO
Imunoglobuiin dibuat dari darah donor yang imun
terhadap tetanus. Wama sediaan bervariasi dari
tidak berwarna sampai kuning pucat atau coklat
terang. Jangan gunakan bila sediaan keruh atau
ada endapan.
Indikasi: Imunisasi pasif tetanus
Kontra Indikasi: hipersensitivitas. Beberapa
sediaan NT! mengandung sedikit IgA. Beberapa
individu yang kekuranagan IgA mungkin dapat
mengalami reaksi anafilaksis. Termasuk
golongan C untuk ibu hamil.
KIPI: reaksi hipersensitif, sakit kepala, takikardia,
hipotensi, mual, muntah, reaksi kulit; merah,
gatal, pruritis, atralgia, demam, lemah,
menggigil, pada tempat suntikan: bengkak,
nyeri, merah, pruritis, ruam, gatal.
Interaksl obat: immunoglobulin dapat
mengganggu perkembangan respons imun
vaksin virus hidup yang dllemahkan seperti
rubella, mumps dan varicella sampai 3 bulan,
serta vaksin measles sampai 5 bulan.
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal:
Human tetanus immunoglobulin hamsdiberikan
melalui intra muskuler pada otot deltoid (lengan)
atau gluteal (bokong), tidak boleh diberikan
intra vena untuk menghindari risiko shok.
Bila volume pemberian besar(>2 ml pada anak
dan >5 ml pada dewasa) hams dibagi dalam

63
2 dosis dan diberikan ditempat yang berbeda.
Bila dibutuhkan bersamaan dengan pemberian
vaksin maka hams diberikan di tempat berbeda.
Dosis; profilaksis: anak:4 unit/kg bb atau 250
iu, dewasa; 250 unit
Dosis terapi: anak ; 500-300 unit, dewasa
3.000-6.000 unit

Cara Penyimpanan, Transportasi, Stabilitas:


Simpan di lemari pendingin tapi hangatkan
sebelum digunakan sampai sehangat
temperatur tubuh/ temperatur ruang
Kemasan Larutan injeksi ampul 250 unit/ml.

2. ANTI DIFTER113

Gambaran Klinis Penyakit Difleri (lihat Bab III)


Sera Antidifteri

Deskripsi: Imunosera ini diperoleh dari semm


kuda

Indikasi: Sera ini untuk kasus yang diduga difteri


tanpa menunggu konfirmasi bakteriologi.
Antitoksin ini hanya menetralkan toksin yang
belum terikatjaringan, karena itu pemberiannya
perlu segera dilakukan agar reaksi pada jantung
dan saraf tidak teqadi.
Perlu dilakukan uji hipersensitivitas sebelum
diberikan dan semm ini sering menimbulkan
reaksi setelah pemberian.Antitoksin ini mungkin
tidak berkhasiat untuk menetralkan toksin difleri
yang menyerang kulit. Untuk itu dapat diberikan
antibakten.

Dosis Dan Cara Pemberian: Dosis bergantung

64
pada keparahan dan lamanya sakit. Dosis yang
direkomendasikan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Tabel 8.
Dosis Antitoksin yang Direkomendasikan untuk
Tipe-tipe Difteri
Tipe difteri Dosis (unit) Rute

Nasal 10.000-20.000 Intramuskular


Tonsil 15.000-25.000 Intramuskular
atau intravena
Faring 20.000-40.000 Intramuskular
atau intravena
Tipe kombinasi atau
diagnosis tertunda 40.000-60.000 Intravena

Sediaan: Injeksi 100.000 dan 200.000 lU

3. ANTI RABIES 14

Gambaran Kiinis Penyakit (lihat Bab ill)


imunogiobuiin Anti Rabies (Rabies Human
Imune Globulin)

Deskripsi: Imunogiobuiin anti rabies adalah larutan


globulin kering dari plasma/ serum donor
manusia dewasa yang telah diimunisasi dengan
vaksin rabies. Mengandung 10-18% protein
yang mengandung tidak kurang dari 80% Ig
monomer. Tidak mengandung pengawet.
IndikasI: Terapi dan profilaksis rabies.
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap komponen
imunogiobuiin anti rabies. Faktor risiko C pada
perempuan hamil.

65
Peringatan: Reaksi hipersensitivitas dan
anafilaksis dapat terjadi. Gunakan hati-hati
pada pasien:
- penderita defisiense Ig A
- yang mempunyai riwayat hipersensitivitas
terhadap Ig.
- trombositopenia
- gangguan pembekuan darah bila diberikan
secara IM

KIPI
- 1-10%: demam ringan, lebam pada tempat
suntikan.
- <1%: shok anafilaksis, angioedem. lebam
kulit, baal, urtikaria.
Cara pemberian: Jangan berikan secara IV.
Jangan berikan di tempat yang sama dengan
pemberian vaksin. Bila memungkinkan Ig rabies
diinfiltrasikan disekitar luka dan pada luka
gigitan, sisanya di suntikkan IM pada tempat
yang berbeda dengan penyuntikan vaksin
rabies.

Dosis: Pada anak dan dewasa, sesudah


mendapat profilaksis infiltrasi luka lokal: 20
unit/kg dosis tunggal.
Ig ini juga selalu harus diberikan sebagai bagian
dari rejimen vaksin rabies (sesudah dosis
pertama vaksin rabies, sampai 8 hari).
Orang yang telah mempunyai cukup titer Ig
anti rabies atau yang telah mendapat imunisasi
lengkap vaksin rabies tidak perlu diberikan Ig
anti rabies, hanya perlu booster vaksinasi.
Cara Penyimpanan: Simpan di lemari pendingin

66
Kemasan: Larutan injeksi tanpa pengawet
mengandung 150 lU/ml (2 ml atau 10 ml)

4. ANTI HEPATITIS B IMUNOGLOBULIN (IgHB)


Gambaran Klinis (lihat Bab III)
Imunoqiobulin Hepatitis B

Deskripsi: Imunisasi dengan Imunoglobulln (Ig)


dapat memproteksi serangan virus secara pasif.
IndikasI: untuk imunisasi aktif melawan infeksi
Hepatitis B. Diberikan pada pasien segera
pasca paparan (misal bayi baru lahir dari ibu
yang terinfeksi Hepatitis B,terkena jarum suntik
yang terinfeksi Hepatitis B).
Kontra IndikasI: pada pasien yang hipersensitif
terhasap unsur-unsurformulasi,termasuk ragi.
Juga kontraindikasi pada individu dengan
sejarah hipersensitif terhadap vaksin
hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis: Untuk pencegahan
Hepatitis B: IgHB yang mengandung anti HB
dengan titer 1:100000 dan IgHB yang
mengandung anti HB dengan titer 1:100 -
1:1000. Dosis yang direkomendasikan untuk
IgHB adalah 0,06 ml/kg secara intramuskuler.
Kemasan:
- Vial 20 mcg/ml x1
- Pre filled syringe 10 mcg/0,5 ml x1
Cara penylmpanan dan stabllltas: Simpan pada
suhu 2-80C.

67
5. Anti Bisa Ular 15.16.17.18.19.20.21
Gambaran Klinis Penyakit: Sekitar 15% dari
3.000 spesies ular di dunia berbahaya bag!
manusia karena bisanya yang dapat
mematikan. Laporan keracunan akibat gigitan
ular umumnya berasal dari rumah sakit dan
tidak rutin dilaporkan. DI India sekitar 15.000
orang/ tahun dilaporkan meninggal karena
digigit ular, di Srilangka sekitar 5,6-8/100.000
orang meninggal karena gigitan ular. Data
mortalitas karena digigit ulardi Indonesia belum
ada.

Bisa ular(venom) bukanlah satu toksin tunggal


tapi campuran kompleks dari berbagai
komponen; enzim, toksin polinukleoti, protein,
karbohidrat, lemak, aminbiogenik, mineral,
asam lemak bebas, nukleotida. Komponen
yang mematikan kemungkinan adalah
polipeptida dengan berat molekul terkecil.
Kuantitas, komposisi dan ketoksikan bisa ular
bervariasi bergantung pada spesies dan umur
ular, musim dan area geografi. Bisa ular bersifat
stabil, tidak rusak oleh perubahan temperatur
dan pengeringan. Manifestasi keracunan bisa
ular bergantung pada kesehatan umum,daya
tahan tubuh dan sensitivitas penderita, patogen
lain yang ada pada muiut uiar(misalnya tetanus)
dan pertolongan pertama yang diberikan. Bisa
ular menimbulkan efek berbahaya pada sistem
saraf, kardiovaskuler, darah dan pemafasan.
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia
umumnya termasuk dalam famili Elapidae,
Hydropiidae,atau Viperidae. Elapidae memiliki

68
taring pendek dan tegak permanen. Beberapa
contoh anggota famiii ini adalah uiar cabai
(Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus
Candidas), ular sendok (Naja sumatrana), dan
ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara
normal dapat dilipat ke bagian rahang atas,
tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang
mangsanya.Ada dua subfamili pada Viperidae,
yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae
memiliki organ untuk mendeteksi mangsa
berdarah panas (pit organ), yang terletak di
antara lubang hidung dan mata. Beberapa
contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera
russelli), ulartanah (Cailoselasma rhodostoma),
dan ular bangkai laut(Trimeresurus aiboiabris).
Gigitan Elapidae menyebabkan nyeri terbakar
lokal yang menghilang dalam beberapa jam,
udem lokal tanpa perubahan warna kulit,
pembesaran limfa. Perdarahan. Lebam kulit
dan kerusakan jaringan lokal jarang terjadi.
Efek neurotoksik sistemik terjadi dalam waktu
30-60 menit(kisaran 10 menit-beberapa jam),
ditandai dengan kelumpuhan saraf kranial
(kelopak mata berat, penglihatan kabur, ptosis,
dilatasi pupil, disponia, diartria, salivasi), nyeri
perut, muntah, diare, gangguan melangkah,
paralisis dan kelemahan pernafasan.
Bisa viperine dan crotaiine mengandung enzim
proteolitik yang merusak pembuluh darah dan
sel-sel darah. Gigitan kedua jenis ulartersebut
dapat menimbulkan perdarahan karena
kerusakan pembuluh darah dan gangguan

69
sistem pembekuan darah. Segera terjadi
bengkak, kemerahan, dan lebam disertai nyeii,
diikuti oieh kerusakan jaringan. Gangguan
mikrosirkulasi dan hipotensi dapatteijadi akibat
penglepasan amin biogenik yang dilepas oleh
jaringan yang rusak. Mual, muntah, perioral
paresthesias, myokymla, perubahan rasa,
takikardia, tikipnea dan hambatan pemafasan
dapat terjadi bergantung pada keparahan.
Bermacam bisa ular dapat menyebabkan
Disseminated Intravascuiar Coagulation(DIG)
syndrome yang manifestasinya dapat diamati
sebagai petechiae, perdarahan gusi,
hematoma, meiena, epistaxis, and hematuria.
Hal tersebut lebih umum terjadi akibat dari
gigitan Viperidae.
Diagnosa gigitan ular sering menimbulkan
masalah dalam penetapan apakah digigit ular
berbisa kuat atau bukan. Ular yang menggigit
sebaiknya dibawa hidup atau mati untuk
menetapkan berbisa atau tidak.

Pertolongan pertama pada tergigit ular.


a. Pastikan tergigit ular berbisa kuat atau bukan.
Sebagian besar ular tidak berbisa.
b. Biarkan darah mengalir beberapa waktu
(semenit).
c. Bersihkan daerah gigitan dan beri disinfektan
salep disinfektan Povidone iodine ointment,
bila alergi dengan iodine gunakan disinfektan
lain.

70
d. Hilangkan hambatan aliran darah sekitar luka
(longgarkan pakaian, ban, jam tangan)
e. Jangan menghisap luka, berbahaya bagi
penoiong maupun penderita. Beri tekanan pada
perban tebal yang ditaruh diatas luka. Perban
dapat dibasahi oleh larutan povidon iodin.
f. Lakukan pembalutan dengan pembalut
elastik/krep di bawah dan di atas luka gigitan,
jangan menutupi bengkak/ udem tap! jangan
terlalu kuat (denyut nadi masih teraba). Bila
udem membesar, longgarkan ikatan agar
tekanan tambahan pada ekstremitas dapat
dihindari.

g. Ekstrimitas yang tergigit dilstirahatkan, gunakan


papan bila ada. Bisa ular diabsorbsi terutama
melalui sirkulasi limfa yang alirannnya akan
melambat bila tidak ada gerakan otot.
h. Bila memungkinkan jaga agar ektrimitas yang
tergigit diposisikan di bawah jantungatau pada
posisi gravitasi netral. Bila posisi luka diatas
jantung, antivenom akan mengalir ke tubuh
dan bila dibawah jantung bengkak akan
meningkat.
i. Bawa secepatnya penderita ke pusat kesehatan
yang mempunyai antibisa ular. Antibisa ular
adalah satu-satunya terapi spesifik untuk gigitan
ular.

j. Gigitan pada anak dan orang yang lemah akan


lebih berbahaya. Gigitan di daerah leher, kepala
juga lebih berbahaya karena kerusakan vena
besar lebih mungkin teijadi.

71
Apa yang tidak boleh dilakukan bila tergigit
ular.
a. Jangan makan dan minum, jangan minum
alkohol atau obat sistemik.
b. Jangan iakukan aktifitas fisik, Pasien dibawa
setelah diimobilasasi dan dibaringkan.
c. Jangan menghisap, mengorek, memberi
rangsang listrik atau apapun pada luka gigitan
d. Jangan gunakan kompres panas atau dingin.
e. Jangan iepas ikatan sampai tiba di rumah sakit
dan antivenom diberikan.

Anti Bisa Ular(ABU)

Deskripsi: Serum anti bisa ular dari darah kuda


Indikasi: Serum antibisa ini hanya diindikasikan
bila terdapat kerusakan local parah atau
keracunan sistemik. Keracunan sistemik
ditandai oleh koagulopati Whole Blood Clotting
Time (WBCT)20 menit (normal 10 menit),
tanda-tanda perdarahan spontan, atau
gangguan neurologi misalnya ptosis yang
menandai gangguan neurologist pada mata.
Gejala kerusakan lokal berat ditandai dengan
bengkak yang cepat menyebar melewati sendi
atau meliputi separuh dari kaki yang digigit
tanpa adanya ikatan kuat pada kaki. Bengkak
murni hanya lokal tidak membutuhkan
pemberian ABU.
Kontra indikasi: Hipersensitivitas terhadap serum
kuda. Sebelum pemberian harus diketahui
riwayat alergi termasuk urtikaria, asma, atau
kondisi yang menunjukan gejala alergi. Skin

72
test(injeksi intradermis 0,02-0,03 ml ABU yang
diencerkan 1:10) hams dilakukan sebelum
pemberian ABU tanpa memperhatikan riwayat
alergi.
KIPI: Reaksi anafilaksis cepat (5-180 menit
sesudah penyuntikan ABU): gatal, urtikaria,
batuk kering, kolik perut, demam, mual,
takikardia, hipotensi, bronkospasme, dan
angioedem. Beberapa dapat berkembang
menjadi shok anafilaksis yang mengancam
jiwa. Reaksi pirogenik, terjadi dalam waktu 1-
2 jam, dengan gejala demam, kaku,
vasodilatasi, hipotensi. Reaksi semm sickness
terjadi dalam waktu 1-12 hari sesudah
pemberian dengan tanda-tanda: demam, mual
muntah, diare, gatal, urtikaria kambuhan,
atralgia, mialgia, limfadenopati, bengkak
perartikuler, mononeuritis multipleks, proteinuria,
dengan nefritis kompleks imun dan enselopati
(jarang terjadi).
Cara pemberian yang direkomendasikan :
- Suntikan IV bolus secara lambat(tidak lebih
dari 1 ml/menit). Jangan disuntikkan ditempat
luka gigitan.
- Infus IV, larutan ABU dalam larutan infus
NaCI atau dektrosa fisiologis dengan
kecepatan konstan dalam waktu 1-4 jam.
Dosis: Dosis masih sering diperdebatkan.
Sebagai acuan secara klinik, penderita
digolongkan dalam keracunan ringan, sedang
dan berat. Dosis awal pada keracunan ringan
diberi 50 ml, sedang >50-100 ml, berat >100-

73
200 mi. Dosis awa! untuk dewasa dan anak
sama. Pemberian tambahan dosis diteruskan
sampai bengkak lokal dan tanda-tanda sistemik
hilang.
Cara Penyimpanan dan Stabilitas: Simpan di
temperatur 2-8°C. Stabil sampai 2tahun pada
suhu 8®C

Komposisi: Serum polivalen antivenom


Calloselasma rhodostoma (ular tanah),
Bungarus fasciatus(ular weiang), Naya sputatrix
(ular kobra)
Kemasan: Vial 5 ml.

Hal-Hal Yang Perlu Dlperhatikan: Ekstrimitas


yang luka harus dipertahankan pada posisi
fungsional. Luka dibersihkan dan ditutup
dengan perban steril. Jaringan rusak
dibersihkan setelah beberapa hari. Penilaian
dan terapi berikutnya ditujukan untuk menjaga
mobilitas sendi dan kekuatan otot. Nyeri dapat
ditangani dengan analgesik, tapijangan berikan
anlgesik opiold. infeksi bakteri sekunder dicegah
dengan pemberian sefalosporin injeksi atau
antibakteri spektrum lebar lainnya. imunisasi
tetanus perlu diberikan. Bantuan pemafasan
peiiu diberikan terutama pada keracunan ular
kobra.

74
BABV
IMUNiSASI

A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/
meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
penyakit sehingga bila ia terpapar dengan penyakit
tersebut ia hanya akan sakit ringan / tidak sakit.
Kekebalan dapat ditimbuikan secara aktif(dengan
vaksin) dan secara pasif (dengan imunogiobulin/
serum). Pada kasus-kasus tertentu (rabies, hepatitis
B, difteri), dapat diberikan vaksin dan serum pada
waktu bersamaan pada bagian tubuh yang berbeda.
Secara umum vaksin hidup tidak boleh diberikan
kepada individu dengan defisiensi sistem imun,seperti
leukemia, HIV, penggunaan kortikosteroid dosis tinggi,
pasca transplantasi. Imunisasi harus hati-hati
diberikan kepada individu yang mempunyai riwayat
aiergi terhadap bahan vaksin atau bahan tambahan
pada vaksin.
Sampai saat ini di Indonesia terdapat beberapa
program imunisasi, antara lain :
a. Imunisasi rutin, diberikan kepada bayi di bawah
umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu yang
berusia 15-39 tahun termasuk ibu hamil dan caion
pengantin.
b. Imunisasi tambahan, akan diberikan bila
diperiukan. Misainya ketika terjadi penyakit tertentu
dalam wiiayah dan waktu tertentu, seperti imunisasi
polio pada Pekan imunisasi Nasional (PIN) dan
imunisasi campak pada anak sekoiah.

75
c. Semua orang yang meiakukan perjalanan dan
atau menuju negara endemis yellow fever oleh
WHO hams mendapatkan imunisasi, kecuali anak
< 9 bulan atau ibu hamil trimester pertama.
d. Pemberian vaksin Meningitis meningococcus
(Mencevax®) pada jamaah dan petugas haji
e. Program imunisasi rabies, pada daerah yang
mempunyai kasus rabies
f. Pemberian imunisasi pada petugas kesehatan ;
hepatitis B, BCG

B. Imunisasi Pada Anak

Penggolongan imunisasi pada anak:


a. Program (rutin)
Hepatitis B Rekombinan, Hepatitis B kombinasi
dengan DPT(DPT-HB vaksin), Polio, BCG, DPT,
Campak, TT (Toxoid Tetanus).
b. Non Program (imunisasi tambahan)
Diantaranya;
- Hib( Hiberix, Act-hib) - Varicella (Okavax,
Varilrix)
- Influenza (Vaxigrip, Fluarix, - Kolera (Ducoral)
Agripal)
- MMR( MMR-II, Trimovax) - HPV (Gardasil,
Cervarix)
- Thyphoid (Thypim-V, - DPT Hib (Infanrix
Thyperix) Hib)
- Hepatitis A(Havrix, Avaxim) - Polio in aktlf(Imovax)
- DPT Hib Polio (Pediacel) - Hepatitis A dan B
- Pneumococcus(Prevenar, Synflorix, Pneumo23),

76
Tabel 9. Jadwal Imunisasi untuk Anak^^

iENK
MiSIN

«Ktjtf«SM4 W2WAM
» «A*

Tabel 10. Pemberian Vaksin Untuk Anak^^

Vaksin Keterangan
BCG Diberikan sejak lahir. Apabila umur >3 bulan
harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
BCG diberikan jika uji tuberkulin negatlf.
Hepatitis B Diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
dilanjutkan pada umur 1 dan 3-6 bulan.
Interval dosis minimal 4 minggu.
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama.
Untuk bayi baru lahir di RB/RS, OPV
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
menghindari transmisi virus vaksin pada
bayi lain).
Diberikan pada umur > 6 minggu. DTwP
atau DtaP atau secara kombinasi dengan
Hep B atau HIB. Ulangan DTP umur 18
bulan dan 5tahun. Umur 12 tahun mendapat
TT/dT pada program BIAS SD kelas VI.
Campak Campak-1 umur 9 bulan, campak-2
diberikan pada program BIAS pada SD kl
1, umur 6 tahun.
Hib Diberikan mulai umur 2 bulan dengan
interval 2 bulan. Diberikan terpisah atau
kombinasi.
Pneumokokus Pada anak yang belum mendapatkan PCV
(PCV) pada umur > 1 tahun, PCV diberikan dua
kali dengan interval 2 bulan. Pada umur 2-
5 tahun PCV diberikan satu kali.
Influenza Umur < 8 tahun yang mendapatkan vaksin
influenza trivalen (TIV) pertama kalinya
harus mendapat 2 dosis dengan interval
minimal 4 minggu.
MMR Dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila
belum mendapat campak 9 bulan. Umur 6
tahun diberikan untuk ulangan MMR
maupun catch-up immunization.
Tifoid Tifoid polisakarida injeksi diberikan pada
umur > 2 tahun, diulang setiap 3 tahun.
Hepatitis A Diberikan pada umur > 2 tahun, dua kali
dengan interval 6-12 bulan.
HPV Vaksin HPV diberikan pada umur > 10 tahun
dengan jadwal 0, (1-2) dan 6 bulan.

C. Imunisasi pada Orang Dewasa


Indikasi penggunaan vaksin pada orang dewasa
didasarkan kepada riwayat paparan (tetanus toksoid),
risiko penularan (influenza, hepatitis A, tifoid), usia
lanjut (pneumokok, influenza), risiko pekerjaan
(hepatitis B, rabies), defisiensi sistem imun
(pneumokok, influenza, hepatitis B), dan rencana
bepergian {Japanese B encephalitis, tifoid, hepatitis
A, meningitis).
Imunisasi dewasa diperuntukkan bagi setiap orang
dewasa (usia >12 tahun) yang menginginkan
kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit tertentu.

78
Namun ada beberapa kelompok individu yang berisiko
tinggi terhadap penyakit-penyakit menular tertentu,
oleh karena itu sangat dianjurkan untuk meiakukan
vaksinasi (lihat tabel)

Tabel 11. Imunisasi Dewasa Yang Dianjurkan

Vaksin Sangat dianjurkan


Influenza Usia lanjut > 50 tahun atau usia < 50
tahun yang mempunyai penyakit
kronis(asma,diabetes,jantung, paru
dll).
Pneumokok Usia > 55 tahun atau usia.2-64 tahun
dengan penyakit kronis/risiko tinggi.
Demam Tifoid Mereka yang bekerja di
dapur/restoran.
Hepatitis A Mereka yang mempunyai risiko
penularan / wisatawan.
Hepatitis B Semua umur.

Campak,Gondong, Mereka yang mempunyai risiko


Rubela(MMR) penularan.
Cacar air (varicella) Mereka yang rentan.
Difteri tetanus(DT) Mereka yang belum pernah
mendapatkan imunisasi sewaktu
anak-anak.

Sampai saat ini imunisasi untuk dewasa yang masuk


dalam program adalah TT (Toxoid Tetanus) untuk
ibu hamil / calon pengantin wanita, sedangkan lainnya
(seperti HPV, Influenza, Thyphoid, Varicella, Hepatitis
A, Kolera)termasuk non program.

79
Tabel 12. Jadual Imunisasi Dewasa

Vaksin Dosiskel Dosis kell Dosis kem Boosterfdosis


penguat
Influenza Satu dosis dberOcan setis^ tahun
Pneumokok Satu dosis diberfltan 5tahun sekaG

Demam Tifoid Satu dosis diberikan ttga tahun sekaG


Hepatitis A Wisatawan 6-12 bulan setelah Tidakperlu Tidakperlu
intemasional dosiskel

Hepatitis B Segera 1 bulan setelah 5 bulan setelah Dtulang tiap 5


mungkin dosiskel dosis ke li tahim (1 dosis),
bila Hl^^g negatif
Campak, Segera >28 hari setelah Tidakperlu Tidakpeftu
Gondong, mungkin dosis ke 1
Rubela(MMR)
Cacar air Segera >28 hari setelah Tidakpertu Tidakpeftu
(varicella) mungkin dosiskel

Difteri 3dosis primer jika belum diber^ pada masa anak- Setiap 10 tahun
Tetanus(DT) anak sekali cukup 1
dosis
Sesegera 1-2 bulan setelah 6-12 bulan setelah
mungkin dosiskel dosis kell

Tabel 13. Jadual Pemberlan Imunisasi Pada Wanita


Usia Subur

IMUNISASI PEMBERIAN SELANG WAKTU MASA DOSIS


IMUNISASI PEMBERIAN PERUN-
MINIMAL DUNCAN

TTWUS 11 - - 0,5 cc

T2 4 MINGGU 3TAHUN 0,5 cc


SETELAH 11

T3 6 BULAN 5 TAHUN 0,5 cc


SETELAH T2

14 1 TAHUN 10 TAHUN 0,5 cc


SETELAH T3

T5 1TAHUN 25 TAHUN 0,5 cc


SETELAH T4

80
D. IMUNISASI PADA KEHAMILAN

Sering ditanyakan apakah imunisasi pada ibu hamil


membahayakan bagi kandungannya. idealnya,
imunisasi dilakukan sebelum kehamilan karena
beberapa vaksin tidak benar-benar aman pada
kehamilan. Namun kadang ibu hamii juga divaksinasi,
misalnya karena perjaianan ke luar negeri atau terjadi
wabah penyakit.

Tabei 14. Keamanan Imunisasi Untuk Ibu Hamil

Aman Dengan perhatian/ HIndarl


eksepsional
Tetanus BCG Poliomyelitis oral
Influenza Pertusis Cacar
Poliomlelltis inaktif Difteri Rubela
Kolera Measles
Meningokokus
Pneumokokus
Yellow fever
Rabies
Mumps

81
BAB VI
RERAN APOTEKER

Setiap obat yang berasal daii bahan biologis hams


terlindungi dari sinar matahari. Vaksin BCG dan
campak misalnya, berasal dari kuman hidup, blla
terkena sinar matahari langsung dalam beberapa
detik saja akan menjadi msak, untuk melindunginya
digunakan kemasan berwama, misalnya ampul yang
benA^ama coklat disamping menggunakan kemasan
luar (box). Vaksin yang sudah dilamtkan tidak dapat
disimpan lama karena potensinya akan berkurang.
Oleh karena itu, untuk vaksin beku kering (BCG,
Campak)kemasan hams tertutup kedap (hermetically
sealed).^

Apoteker sebagai pihak yang terlibat dalam


pengelolaan vaksin hams memantau kemasan vaksin
dan ketentuan-ketentuan di atas untuk menjaga
kualitas vaksin dan harus memperhatikan sistem
rantai vaksin (cold chain) yang digunakan. Sarana
cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga
potensi vaksin dan setiap Jenis sarana cold chain
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-
masing.

A. PENGELOLAAN VAKSIN (mengacu pada buku


Pedoman Pengelolaan Vaksin DItjen BInfar dan
Alkes)24

B. PENATALAKSANAAN RANTAI VAKSIN

Semua vaksin sensitif terhadap panas, dingin dan


cahaya dan harus dijaga pada temperatur 2°C-8®C.
Membiarkan vaksin di luar rentang temperatur

82
tersebut dapat mengakibatkan vaksin kehilangan
potenslnya. Rantai vaksin merupakan sistem
penjagaan,transportasi dan penyimpanan yang benar
untuk menjamin bahwa vaksin terlindungi dari
temperatur dan cahaya yang tidak sesuai dari waktu
pembuatan hingga pemberian.
Semua vaksin rutin disimpan dan didistribusikan/
diserahkan di bawah kondisi temperatur yang
terkendaii oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia hingga ke dokter puskesmas,dokter bedah,
rumah sakit dan Gudang Obat Kabupaten.

1. Penggunaan Vaksin
Vaksin yang didistribusikan/ diserahkan harus
diperiksa adanya kerusakan atau ketidaksesuaian
dengan pesanan. Vaksin harus diletakkan di dalam
lemari pendingin dan tidak dibiarkan pada
temperatur kamar. Vaksin yang disimpan diluar
temperatur yang ditetapkan tidak boleh digunakan.

2. Penyimpanan Vaksin
- Lemari pendingin vaksin merupakan lemari
yang direkomendasikan untuk menyimpan
vaksin.

- Rekomendasi produsen tentang penyimpanan


harus diperhatikan.
- Vaksin harus disimpan di dalam lemari
pendingin yang tidak selayaknya kelewat
penuh, untuk memungkinkan sirkulasi udara
disekitar sediaan.
- Vaksin tidak boleh disimpan di rak atau
kotak penyimpan yang bukan lemari
pendingin.

83
Vaksin hams disimpan dalam kemasan yang
asli, dan tidak boieh menyentuh dinding iemari
pendingin.
Pintu Iemari pendingin hams tidak dibuka iebar
atau lama.
Vaksin dengan masa kadaluwarsa terslngkat
hams digunakan dahulu. Persediaan vaksin
hams dirotasi sehlngga vaksin dengan masa
kadaluwarsa yang lebih singkat diletakkan
di depan di dalam Iemari pendingin.
Termometer hams digunakan diletakkan di
dalam Iemari pendingin tempat menyimpan
vaksin, untuk memantau temperatur Iemari
pendingin dan dicatat setiap hari. Catatan
pantauan temperatur paling baik diletakkan di
dekat Iemari pendingin untuk memudahkan
pemantauan.
Jika temperatur di dalam Iemari pendingin
berada diluar rentang yang ditetapkan, atau
terjadi kerusakan pasokan atau peralatan,
vaksin hams tidak digunakan.
Bekuan es yang timbul di dalam Iemari
pendingin vaksin harus dibersihkan secara
teratur dengan iamtan natrium hipoklorid 1:10.
Vaksin hams disimpan di Iemari pendingin lain
atau kotak sejuk pada saat pembersihan
dilakukan.
Catatan hams dibuat terkait dengan perawatan
dan perbaikan Iemari pendingin.
Perhatian harus diberikan untuk menjamin
bahwa aliran listrik ke Iemari pendingin tempat
penyimpanan vaksin tidak secara tiba-tiba
terputus. Hal ini dapat dilakukan dengan

84
menggunakan sambungan / coiokan iistrik yang
tidak dapat dipindahkan atau dengan
menempatkan peringatan di tempat sambungan
/ coiokan.
- Makanan dan minuman tidak boleh disimpan
di dalam lemari pendingin untuk vaksin.

Pengaruh Temperatur
Temperatur adalah faktor yang sangat penting
pada penyimpanan vaksin, karena dapat
menurunkan potensi maupun efikasi vaksin yang
bersangkutan apabila disimpan pada temperatur
yang tidak sesuai. Penyimpanan vaksin dan sera
misalnya, pada temperatur yang berubah-ubah
atau terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan
potensi yang cukup besar.
Semua vaksin hidup seharusnya disimpan pada
temperatur di bawah 0°C (secara khusus vaksin
polio oral disimpan temperatur -20°C)sedangkan
semua vaksin jerap pada temperatur 2°C-8°C.
Apabila vaksin jerap disimpan di bawah 0°C, atau
membeku vaksin akan rusak dan tidak dapat
digunakan. Vaksin yang mengandung zat
pengawet (preservative) tidak boleh membeku
karena akan merusak antigen tersebut. Oleh
karena itu semua vaksin, dan imunosera akan
tetap mempunyai daya antigenitasnya selama
disimpan pada temperatur yang dianjurkan.

Pengaruh Sinar Matahari


Setiap vaksin yang berasal dari bahan biologi
harus dilindungi terhadap pengaruh sinar matahari.

85
sebab kalau tidak demikian, maka vaksin tersebut
akan mengalami kerusakan dalam waktu yang
sangat singkat. Sebagai contoh, misalnya,
beberapa vaksin hidup, seperti vaksin BCG akan
rusak dalam waktu beberapa detik saja akibat
terkena sinar matahari langsung.

Pengaruh kelembaban
Kelembaban hanya berpengamh terhadap vaksin
yang disimpan secara terbuka atau yang
penutupnya tidak sempuma.

3. Cara Pengemasan selama Pengangkutan


Pada umumnya vaksin yang berasal dari bahan
biologi harus dikirimkan dalam keadaan dingin.
Selama pengangkutan kemasan harus sedemikian
rupa agar kondisi penyimpanan yang baik tetap
dapat dipertahankan, misalnya temperatur,
kelembaban, dll. Terutama untuk pengangkutan
jarak jauh.

Bila dalam pengangkutan tidak menggunakan alat


pendingin khusus(cool pack), maka dapat dipakai
termos atau wadah lain yang berisi es dengan
dilapisi bahan isolasi seperti glass wool, Styrofoam
sheet, dll, untuk mencegah kontak langsung antara
vaksin dengan es.

4. Pembuangan Vaksin (Disposal of vaccines)


- Vaksin yang telah direkonstitusi harus
digunakan di dalam periode yang
direkomendasikan, bervariasi dari 1 sampai 4
jam, sesuai petunjuk dari produsennya.

86
- Wadah dosis tunggal lebih disukai, sekali
dibuka, vial muiti dosis hams dijaga setelah
akhir sesi pemberian.
- Vaksin yang tidak digunakan, vial yang telah
digunakan atau sebagian telah digunakan hams
dibakar dengan aman di insenerator.
- Sampah dan tumpahannya yang terkontaminasi
hams disterilisasi panas, diinsenerasi atau
didisinfeksi kimia secara memadai.

- Vaksin yang sudah kadaluwarsa tidak boieh


digunakan dan hams dimusnahkan di dalam
insenerator.

Jarum suntik(disposable syringe)


- Jarum suntik/disposable syringe harus
disimpan, didistribusikan dan diserahkan
tercatat.

- Jamm sunWk/disposabie syringe bekas pakai


(sampah medis) harus dibuang ke dalam
tempat sampah medis (warna kuning).
- Sampah medis tidak boleh ditinggalkan/
diletakkan di tempat pelaksanaan vaksinasi
(misal: sekolah atau posyandu)
- Sampah medis harus dikumpulkan secara
teratur dan dimusnahkan di insenerator.

5. Kejadian ikutan Pasca imunisasi(KlPi)


Seperti halnya obat lain, hampir semua vaksin
pernah dilaporkan terjadinya Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (Adverse Event FoHowing
immunization/AEFI). Efek tersebut bisa akut

87
seperti ihtasi lokal atau bisa menimbulkan
terjadinya penyakit lain. Petugas kesehatan peiiu
mengetahui manfaat dan risiko masing-masing
vaksin.

Beberapa Kejadian ikutan Pasca ImunisasI yang


dapat terjadi:
- iritasi lokal

Secara umum diketahui vaksinasi menimbulkan


rasa saklt. Reaksi biasanya ringan, dengan
rasa nyeri dan bengkak yang disertai atau tidak
disertai kemerahan. Pernah dilaporkan
terjadinya reaksi Arthus (hipersensitivitas tipe
IV) yang serius.
- Demam

Demam sering terjadi pada anak dan remaja.


Demam karena vaksinasi diartikan Jika
temperaturtubuh lebih atau sama dengan 38°C.
Demam disebabkan karena terjadinya reaksi
kompiek yang diinduksi oleh produksi sitokin
yang mempengaruhi neuron hipotalamus.
Peningkatan temperatur di atas 40°C dapat
menyebabkan disfungsi sel dan organ. Vaksin
yang dapat menyebabkan demam yaitu vaksin
pertusis dan vaksin dari virus yang dilemahkan.
- Guilllain-Barre Syndrome(GBS)
Guilllain-Barre Syndrome merupakan gangguan
neurologi singkat. mencakup peradangan
demyelinasi dari saraf perifer. Sindrom ini dapat
terjadi pada vaksinasi influenza, hepatitis B
dan meningitis.

88
C. KONTRAINDIKASI DAN PERHATIAN PADA
PEMBERIAN VAKSIN
Gangguan kesehatan ringan dengan temperatur
tubuh dibawah SS^C bukan alasan untuk tidak
melakukan imunisasi.
Kadang-kadang rekomendasi ini berbeda dari brosur
resmi yang dikeluarkan oleh produsen.
Manfaat dan risiko pemberian vaksin tertentu hams
dipertimbangkan dengan hati-hati biia dijumpai
kejadian yang didaftarkan dalam peringatan.
Bila tetjadi keraguan apakah periu memberikan vaksin
atau tidak hubungi dokter atau Pusat informasi Obat

Tabel 15. Kontra Indikasi dan Perhatian Pada Vaksin

Vaksin Kontra indikasi Perhatian

Umum Riwayat reaksi aiergi Gangguan kesehatan


untuk yang menyebabkan yang sedang atau
semua anafilaksis terhadap parah; kecuali jika
vaksin vaksin atau manfaatnya memang
konstituennya. lebih besar daripada
risikonya.
Aiergi latex (lihat
catatan 2 di bawah)
DTP/ DTaP/ Riwayat reaksi aiergi Perubahan kondisi
Tdap yang menyebabkan neurologis yang
(lihat catatan anafilaksis terhadap lambat; ditunda sampai
1 di bawah) vaksin atau stabil.
konstituennya.
(lihat catatan 1 di
bawah)
IPV Riwayat reaksi aiergi Pada kehamilan;
yang menyebabkan diberikan jika manfaat
anafilaksis terhadap lebih besar dari pada
vaksin atau risiko
konstituennya.

89
Vaksin Kontra Indikasi Perhatian

MMR Rtwayat reaksi alergi Bam saja memperoieh


yang menyebabkan transfusi darah atau
anafilaksis terhadap produk darah
vaksin atau (vaksinasi ditunda
konstituennya minimal 3 bulan).
Kehamilan Defisiensi atau
penekanan imunitas.
Thrombositopenia
dalam 6 minggu pada
dosis sebelumnya.
Periksa serologi untuk
penentuan pemberian
vaksin berikutnya.

Catalan

- Pada pemberian vaksin pertusis-sei utuh yang


tidak menampakkan kerusakan permanent,
kejadian Encephalopati, temp >40.5®C, kejang,
menangis berkepanjangan atau episode hipotonik-
hiporesponsif mengikuti dosis awal lebih sering
terjadi jika dibandingkan pada pemberian vaksin
pertusis-aseiuier.
- Vaksin yang dimasukkan ke dalam vial atau
disposable syringe yang mengandung karet tidak
boleh digunakan pada pasien yang pernah
mengalami reaksi anafilaksis terhadap karet.

Kondisi yang BUKAN kontra indikasi untuk


imunisasi
1. Riwayat keluarga yang pemah mengalami kejadian
ikutan pasca imunisasi.
2. Infeksi ringan tanpa demam atau gangguan
sistemik.

90
3. Riwayat kejang pribadi atau keluarga. Pemberian
antipiretik disarankan mengikuti imunisasi anak
di bawah Stahun dengan riwayat keluarga kejang
demam.

4. Riwayat infeksi pertussis, measles, rubella atau


mumps daiam ketiadaan bukti imunitas.
5. Kelahiran prematur atau berat badan rendah
(tunda pemberian Hep B bila berat badan di
bawah 2 kg kecuali didapati riwayat ibu terinfeksi
HBV).
6. Gangguan kondisi neuroiogis stabil, misal cerebral
palsy.
7. Bam saja kontak dengan suatu penyakit menular.
8. Asma, eksema, hay fever, migrain atau alergi
makanan.

9. Pengobatan dengan antibiotika atau steroid dosis


rendah atau pemakaian kerja lokal (salep, tetes
atau inhalasi).
10. Kekhawatiran tertular pada ibu yang sedang
hamil terhadap janinnya jika anaknya yang lain
diimunisasi.

11. Anak yang sedang daiam masa menyusui.


12. Riwayat sakit kuning (jaundice).
13. Anak yang usianya sudah melewati Jadwal
imunisasi.

14. Bam saja atau pemah mengalami pembedahan


atau anestesia.

15. Menjalani terapi penggantian kortikosteroid


(Cortlcosterold replacement therapy).

91
D. PEMBERIAN INFORMASITENTANG KIPI
Apoteker dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kejadian ikutan pasca imunlsasi
yang umum terjadi setelah imunisasi dan hanya
berlangsung sebentar dan biasanya tidak
membutuhkan perawatan seperti:
demam ringan yang bisa muncul dari semua
suntikan
suntikan apapun dapat menyebabkan rasa sakit,
kemerahan, rasa gatal
- pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan
seiama satu sampai dua hari
kadang-kadang ada benjolan keel! dan keras
seiama beberapa minggu atau bulan.
Untuk mengatasi reaksi-reaksi umum yang timbui
tersebut dapat dilakukan:
- menaruh kain basah dingin yang bersih pada
bekas suntikan
- memberi lebih banyak minum air putih
- biia diperlukan dapat menggunakan parasetamol
untuk meringankan rasa tidak enak badan dan/
atau demam tinggi sesuai dengan ketentuan
pemakaian.

E. PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk membantu masyarakat dalam
menjadikan gaya hidup mereka menjadi lebih sehat
secara optimal, pengubahan gaya hidup ini dapat
dilakukan dengan cara menciptakan iingkungan yang
mendukung, mengubah perilaku dan meningkatkan

92
kesadaran masyarakat. Dalam mendukung kegiatan
imunisasi apoteker dapat berperan dalam;
- memberikan informasi mengenai pentingnya
kegiatan imunisasi untuk anak-anak pada masa
pertumbuhannya untuk melindungi mereka dari
penyakit dan sekaligus membantu mengurangi
penyebaran penyakit menular di lingkungan
masyarakat
- memberikan informasi mengenai kegiatan
imunisasi yang sedang berlangsung di wilayahnya
- memberikan informasi kepada orang tua mengenai
jadwal usia pemberian imunisasi pada bayi
maupun pada anak usia sekolah.

F. DOKUMENTASI DAN PELAPORAN

Dokumentasi dilakukan pada lembar pencatatan


pengobatan pasien (patient medication record).
Pelaporan terkait dengan KIP! dilaporkan dengan
menggunakan form pelaporan MESO (form kuning)
dan dilaporkan ke Badan POM.

93
Lampiran 1

Protokol Kegawatdaruratan Medik Untuk Manajemen


Reaksi Anafilaksis Pada Dewasa

Persediaan yang Diperlukan


- Cairan pelarut epinefrin 1:1000 (sediaan 1 mg/ml),
dalam ampul, larutan vial, atau syringe, termasuk
autoinjektor epinefrin (seperti EpiPen). Jika EpiPens
disimpan, sekurang-kurangnya tiga EpiPens untuk
dewasa (0,30 mg)harus tersedia.
- Injeksi Difenhidramin (Benadryl)(larutan 50 mg/ml)
dan 25 mg atau 50 mg kapsul atau tablet dan sirup
(suspensi 12.5 mg/5 ml).
- Jarum suntik: 1-3 cc, 22-25 g,jarum ukuran 1 inci, 1
Vz inci, dan 2 inci untuk epinefrin dan difenhidramin
(Benadryl).
- Jam tangan untuk melihat waktu
- Adult airways(ukuran kecil, sedang, dan besar).
- Spigmomanometer(manset untuk dewasa dan ukuran
sangat besar) dan stetoskop.
- Alkohol swabs

- Tourniquet (cara menekan aliran darah dengan


mengikat kuat-kuat pembuluh nadi
- Tongue Depressors(Alat penekan lidah)
- Senter dengan batere cadangan (untuk pemeriksaan
mulut dan tenggorokan).
- Telepon selular atau akses jaringan telepon.

94
Tanda-tanda dan Gejala Reaksi Anafilaksis
Terjadi serangan secara mendadak atau bertahap,
secara umum gatal, eritema(kemerahan), atau urtikaria
(rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak);
angiodema(bengkak di bibir, wajah,atau tenggorokan);
bronkospasma (nafas berbunyl), nafas terengah-
engah (pendek); syok; keram perut; atau kejang pada
jantung.

Pengobatan pada Dewasa


1. Jika terjadi gatal dan bengkak pada bagian yang
disuntik ketika vakstnasi dilakukan, amati pasien secara
seksama untuk perkembangan dari gejala-gejala
umum.

2. Jika gejala-gejala umum, hubungi telepon emergensi


seperti 911 dan segera hubungi dokter. Hal ini harus
dilakukan oleh orang kedua, yaitu perawat memberikan
udara, pernafasan, sirkulasi, dan mempertahankan
tingkat kesadaran pasien.
3. Berikan iarutan epinefiin yang dilarutkan 1;1000 secara
intramuskular, 0.01 ml/kg/dosis (dosis dewasa antara
0.3 ml - 0.5 ml, dengan dosis tunggal maksimum
adalah 0.5 ml).
4. Biasanya, untuk anafilaksis sistemik, berikan
difenhidramin secara oral atau injeksi intramuskular;
dosis standar 1-2 mg/kg, hingga dosis tunggal
maksimum hingga 100 mg.
5. Monitor pasien secara seksama hingga petugas ahli
atau dokter datang. Praktekkan pertolongan CPR jika
diperlukan dan jaga jalan udara. Pertahankan pasien
pada posisi terlentang (punggung datar)jika dalam

95
kesulitan bemafas. Jika pasien kesulitan bemafas,
kepala pasien hams ditinggikan, periksa tekanan darah
agar cukup untuk menghindari hllangnya kesadaran.
Jlka tekanan darah rendah angkat pergelangan kaki.
Monitor tekanan darah dan nadi setiap 5 menit..
6. Jlka petugas ahll atau dokter belum tiba dan gejala
maslh berlangsung. Ulangi dosis eplnefirln setiap 10-
20 menIt hingga 3dosIs,tergantung dari respon pasien.
7. Catat semua tanda-tanda vital, obat yang telah
diberlkan ke pasien, termasuk waktu, dosis, respon,
dan nama darl anggota medls yang memberi obat,
dan InformasI kllnis lainnya yang relevan.
8. Beritahu semua catatan kepada dokter yang merawat
pasien tersebut.

96
Lampiran 2

PERTANYAAN SEPUTAR VAKSINASI2


(Sebagai coatoh bekal bagi praktisi apoteker)

1. Dapatkah beberapa vaksin diberikan secara


serempak(Trimovax, Imovax Polio atau Imovax Polio
Sabin, imovax DTP)?
Pemberian secara bersamaan kombinasi tiga vaksin
Measies-MumpS'Rubelia dan has!! vaksin
Poiiomyeiitis Oral(Seroconversion dan efek samping)
mirip dengan pengamatan ketika vaksin diberikan
secara terpisah.
Respon imun memuaskan ketika imovax DPI Poiio
atau Imovax DTP dan Imovax Measles diberikan
bersamaan, tidak ada reaksi utama vaksinal yang
terjadi.
Ketika diperiukan, vaksin Measies-Mumps-Rubeiia
(Trimovax)dan kombinasi 4(Imovax OPT Polio)atau
kombinasi 3 vaksin (imovax DTP + Imovax Polio
Sabin) mungkin diberikan bersamaan untuk anak-
anak umur 15-18 bulan atau lebih untuk inisial
imunisasi atau dosis booster.

2. Dapatkah kita memberikan vaksinasi pada seorang


anak yang menderita mal nutrisi?
Mai nutrisi protein-kalori masa anak-anak disebabkan
involution thymic, penurunan jumlah limfosit daiam
organ limpoid dan berkurangnya sel penghubung
imunitas. Pada sisi lain tidak ada modifikasi yang
nyata dari imunitas humorai.
Karena kelainan ini anak yang malnutrisi mungkin
memiliki kekurangan respon imun terhadap vaksin

97
dalam sel penghubung imunitas, antara lain BCG.
Sintesis antibodi kadang-kadang melawan vaksin
atau bakteri adalah suatu ha! yang biasa.
Anak yang mengalami malnutrisi berat(kwashiorkor)
memiliki kekurangan sel penghubung imunitas,
beberapa kerja vaksin sama seperti BCG mungkin
sedikit yang dapat ditoleransi.
Dalam perluasan program imunisasi, WHO tidak
mempertimbangkan malnutrisi menjadi kontra indikasi
pada saat pemberian Measles, BCG atau vaksin oral
polio untuk anak.

3. Dapatkah vaksin diberikan pada anak-anak yang


mendapatkan kortikosteroid dosis rendah?
Aturan pemakaian harus kita perhatikan dalam
pemberian vaksin. Kenyataannya dari basil percobaan
tidak ada hubungan antara dosis pemberian
kortikosteroid dan komplikasi yang muncul dari
vaksinal utama pada pemberian vaksin yang
dilemahkan.

Penggunaan jangka pendek, penghentian pemberian,


setiap hari yang berbeda, dari penggunaan dosis
kecil prednison (20-50 mg)diyakini tidak menekan
imunitas. Pada kasus ini vaksin yang dilemahkan
bisa digunakan tanpa risiko ketika vaksin yang tidak
aktif tidak tersedia.

Dengan catatan bahwa penggunaan kostikosteroid


sprai atau salep lebih baik sebagai pengganti terapi
kortikosteroid pada pasien dengan gangguan ginjal
yang tidak ada kontra indikasi dari vaksinasi dengan
vaksin.

98
4. Apa alasan vaksinasi terhadap anak laki-laki lebih
baik daripada anak perempuan dengan kombinasi
vaksin Measles-Rubella (Imovax Measles-Rubella)
yang dimulal pada umur 12 bulan?
Imunisasi rutin pada anak kecil yang berbeda jenis
keiamin pada umur 12-18 bulan melawan Measles
dan Rubella dapat menurunkan perkembangan
penyakit Measlesnya dan komplikasinya, dan
mengellminasi kejadian endemlk dan epidemik
Rubella pada wanita hamil yang berisiko seronegatif.
Tambahan lagi, penurunan sirkulasi dari virus liar
dapat memberikan perlindungan secara tidak
langsung terhadap wanita hamil yang reseptif
seronegatif.

5. Bagaimana seharusnya menghentikan jadwal


Imunisasi yang benar ketlka teijadl kompllkasisetelah
pemberian vaksin?
Jika terjadi reaksi serius seperti demam lebih dari
390c yang berlangsung lebih dari 24 jam, reaksi
anafilaksis, tanda neurologikai, shock atau kolaps
yang terjadi pada satu kali injeksi dari gabungan
vaksin beberapa dosis (tetanus, diphteria, pertusis
atau vaksin poiiomyelitis), pemakaian vaksin pertusis
tidak direkomendasikan. Hanya komponen diphteria-
tetanus-poliomyelitis(Imovax DT Polio) yang harus
dilanjutkan. Vaksinasi pertusis seharusnya digunakan
terpisah, secara berangsur-angsur dosis ditingkatkan.
Reaksi lokal atau demam rendah, dengan kata lain
tidak mengharuskan mengubah jadwal imunisasi.

6. Jlka anak diberlkan vaksin rubella, dapatkah


mengkontamlnasiIbunya yang hamil? Apakah vaksin
menular?

99
Seperti virus yang dilemahkan, virus vaksin
kehilangan kemampuan virus liarnya untuk
menyebarkan penyakit. Tidak ada satupun peneiitian
yang menunjukkan kontaminasi klinis atau
kontaminasi vaksin serologikal dari orang yang pemah
berhubungan dengan anak yang mendapatkan vaksin
rubella.

7. Dapatkah anak yang mengalami diare diberi vaksin?


Diare tidak ada kontaminasi dengan imunisasi diphteii,
tetanus dan poliomyelitis oral.
Bagaimanapun juga untuk memastikan pencegahan
total pada penggunaan vaksin poliomyelitis oral.
WHO merekomendasikan dosis yang diberikan
kepada anak selama menderita diare tidak harus
dihitung dan penggantian dosis dilakukan sesegera
mungkin.

8. Apakah ada risiko pada pemberian vaksin


poiiomyeiitis pada orang dengan sequelae of prior
poiiomyeiitis?
Tidak ada risiko nyata pada vaksinasi orang dengan
sequelae poliomyelitis. Beberapa kasus injeksi vaksin
inaktif lebih disukai.

9. Dapatkah seorang anak diberikan dosis booster dari


vaksin poliomyelitis inaktif jika primovaksinasi
digunakan dengan vaksin oral, dan sebaliknya?
Hasil imunitas dengan vaksin inaktif adalah semata-
mata humoral dan dibuktikan dengan adanya
peningkatan kadar IgM dan IgB yang terlarut, yang
menetralkan kemampuan virus poliomyelitis untuk

100
masuk ke dalam susunan saraf. Vaksin oral
menginduksi dua bentuk imunitas:
- Imunitasjaringan, merupakan tempat dimana virus
berkembang biak, merangsang pengeluaran igA,
dan
- Imunitas humoral, dengan pembentukan antibodi
sirkulasi

Oleh karena itu tidak ada perubahan dari satu vaksin


ke vaksin lainnya. Ketika vaksinasi utama telah
dirubah dengan vaksin oral, imunisasi mungkin diikuti
dengan tidak merubah jadwal, menggunakan salah
satu vaksin inaktif atau vaksin hidup. Persamaannya
tidak benar jika vaksin injeksi diberikan pertama.
Pada kasus ini, lebih baik dari pemberian dosis dua
booster vaksin oral pada interval 6 minggu, supaya
imunitas intestinal lokal terjamin.

10. Apakah ada yang keberatan untuk memvaksinasi


seorang anakyang telah mendapat measles, mumps
atau rubella, atau yang telah divakslnasi terhadap
mereka?

Pada beberapa kasus vaksinasi tidak efektif, sejak


vaksin virus dengan cepat menetralkan sirkulasi
antibodi. Tidak ada reaksi spesial yang muncul, dan
dokter tidak pernah takut. Yang terburuk, vaksinasi
tidak berguna/ bermanfaat.

11. Jika pada kasus measles, rubella atau mumps muncul


pada keluarga atau Instltusi, dapatkah anak-anak
yang lain menerima vaksin dengan balk?
Jika vaksinasi diberikan dalam 2atau 3hari penularan,
vaksinasi prophilactic mungkin efektif. Diluar waktu
itu akan gagal, dan pengobatan gammaglobulin

101
sehamsnya istimewa, khususnya pada anak-anak
berumur 6 sampai 12 bulan atau keadaan semakin
lemah akibat penyakit kronik.

12. Dapatkah imunisasi diberikan selama epidemik?


Pada kasus ancaman epidemik daiam institusi,
pentingnya imunisasi besar-besaran dapat membawa
pengaruh untuk mempercepat pertumbuhan dari
keiompok imunitas yang mampu menghentikan
penyebaran penyakit.
Risiko epidemik yang muncul pada imunisasi besar-
besaran adalah: poliomyelitis (penggunaan vaksin
oral), influenza, meningitis grup A+C meningo,
measles, yellow fever, cholera dan typhus.

13. Jika seorang anak hanya mendapatkan 2kaliinjeksi


vaksin polio dari 4 kali vaksinasi DPT polio selama
1 tahun pertama, haruskah diberikan imunisasi
kembali?

Tidak. Jika ada keterlambatan jadwal peiaksanaan


imunisasi, vaksinasi tidak dimuiai kembali dari awai,
tetapi harus tetap diberikan dan dilengkapi dengan
nomor injeksi yang sesuai dengan anak.

102
GLOSSARY

Ajuvan:zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan


respons Imun terhadap antigen.
Booster : pemberlan ulang atau dosis tambahan dari
vaksin yang dibutuhkan secara perlodik dan biasanya
dengan dosis lebih kecil dari pemberian pertama untuk
mempertahankan imunitas.
Cold pack: wadah kotak untuk membawa vaksin hidup
dalam jumlah sedikit dan jarak tidak terlalu jauh, dimana
wadah berisi air yang dibekukan dalam suhu -25°C s/d
-15°C selama 24 jam, biasanya dalam wadah plastik
berwarna putih.
Cool pack: wadah kotak untuk membawa vaksin hidup
dan vaksin mati dalam jumlah sedikit dan jarak tidak
terlalu jauh, dimana wadah berisi air dingin (tidak beku)
yang didinginkan dalam suhu 2°C s/d 8®C selama 24
jam, biasanya dalam wadah plastik berwarna merah atau
biru.

Cold room : ruang besar dengan kapasltas 5 m^ -100


m3 untuk menyimpan vaksin-vaksin yang tidak boleh
beku dengan suhu 2°C s/d 8°C, umumnya berada di
pabrik, distributor pusat, Departemen Kesehatan atau
Dinas Kesehatan Propinsi.
DemyelinasI : pelepasan selaput myelin yang dapat
mengakibatkan kelumpuhan apabila terjadi pada sel saraf
perifer.
Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN): membebaskan
Indonesia dari penyakit tetanus neonatorum dilaksanakan
sejak 1991 dengan pendekatan risiko yaitu status
imunisasi TT ibu hamil, pertolongan persalinan dan

103
perawatan tali pusat.
Eradikasi polio(ERAPO); tidak ditemukan lag! kasus
poiio baru yang disebabkan oleh virus polio liar.
Freeze watch dan Freeze tag : alat untuk mengetahui
apakah vaksin pemah terpapar suhu dibawah 0°C yang
dapat merusak vaksin mati (inaktif).
Freeze room : ruang besar dengan kapasitas 5 -
100 m3 untuk menyimpan vaksin yang boleh beku dengan
suhu -25°C s/d -15®C, umumnya berada di pabrik,
distributor pusat, Departemen Kesehatan atau Dinas
Kesehatan Propinsi.
Imunisasi: pemindahan atau transfer antibodi secara
pasif bertujuan untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga kelak bila ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit.
Imunisasi wajib : imunisasi yang diwajibkan meliputi
BCG, Polio, Hepatitis B, DTP dan Campak.
IPV (Inactivated Polio Vaccine): vaksin polio yang
diberikan secara suntikan.

iU (international Unit): satuan aktifitas vaksin.


Kekebalan aktif : kekebalan yang dibuat oleh tubuh
sendiri akibat terpejan pada antigen seperti pada imunisasi
atau terpajan secara aiamiah.
Kekebalan pasif : kekebalan yang diperoleh dari iuar
tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri, contohnya
kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau
kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan
imunoglobulin.
Kejadian ikutan Paska Imunisasi(KIPI)atau Adverse

104
Events Following Immunization(AEFI) ; a d a I a h
kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi
baik berupa efek vaksin ataupun efek samping,toksisitas,
reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau kesalahan
program, kolnsidensi, reaksi suntlkan, atau hubungan
kausal yang tidak dapat ditentukan (Definisi IDAI)
Semua kejadian sakit dan kematian (yang diperkirakan
karena immunisasi) yang terjadi dalam kurun waktu 1
bulan setelah immunisasi namun pada keadaan tertentu
lama pengamatan dapat mencapai 42 hari atau bahkan
sampai 6 bulan. (definisi lONI 2008)
Lf (Limit of flocculatlon): yaitu 1 Lf adalah jumlah
toksoid atau toksin yang dapat memflokulasi dalam waktu
singkat dengan 1 Lf-ekuivalen antitoksin spesifiknya.
OPV (Oral Polio Vaccine): vaksin polio yang diberikan
secaraoral

OU (Opacity Units) ; yaitu menyatakan satuan untuk


kandungan bakteri pertussis atau satuan aktivitas vaksin
pertussis suspensi.
PMNs (Polymorphonuciear) ; yaitu sel leukosit
polimorfonukleus.
Program Pengembangan imunisasi(PPi): program
pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai
komitmen intemasional yaitu Universal Child immunization
(UCI) pada akhir 1982.
Reaksi Arthus: reaksi samping dari sistem imun yang
munculnya lambat, gambarannya seperti eksim.
Rantai vaksin (Vaccines chain): adalah rangkaian
proses penyimpanan dan transportasi vaksin dengan
menggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur untuk
menjamin kualitas vaksin sejak dari pabrik sampai

105
diberikan kepada pasien.
Respon Imun ; Reaksi sistem imun terhadap zat-zat
asing.
Sistem imun : suatu hubungan kompleks dari sel,
jaringan dan organ dalam tubuh yang beketja bersama-
sama menjaga kesehatan tubuh dengan membunuh
virus, bakteri atau kuman-kuman lainnya.
Vaksin: adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah
sedemikian rupa sehingga patogenisltas atau toksisitasnya
hiiang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisltas.
Vaksinasi : pemberian vaksin (antigen) yang dapat
merangsang pembentukan imunitas(antibodi)dari sistem
imun di dalam tubuh.

Vaksin hidup (Live Attenuated Vaccines): vaksin


yang dibuat dari virus atau bakteri liar penyebab penyakit
yang dilemahkan (attenuated) di laboratorium.
Vaksin inaktivasi (inactivated Vaccines) : vaksin
yang dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau
virus dalam media pembiakkan (persemaian), kemudian
dibuat tidak aktif(inactivated) dengan penanaman bahan
kimia (biasanya formaiin). Vaksin ini tidak hidup dan tidak
dapat tumbuh.
Vaksin poiisakarida : vaksin sub unit yang inaktivasi
dengan bentuknya yang unik terdiri atas rantai panjang
moiekul-molekul gula yang membentuk permukaan kapsul
bakter tertentu.

Vaksin rekombinan ; vaksin yang dihasilkan dengan


cara teknik rekayasa genetik
Vaccine Viai Monitor(WM); alat untuk meniiai apakah
vaksin sudah pernah terpapar suhu diatas batas yang
dibolehkan.

106
DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas, A.K., A.H. Lichtman, Cellular and Molecular


Immunology, Saunders Elsevier Sciences,
Philadelphia, 2003, him.4
2. Ajjan,N., Vaccination, Institut Merieux, terjemahan
bahasa Inggris oleh H.Arnold- 2000. hal. 59-63,153-
156.

3. Anonim. 2005. Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin


dan Rantai Vaksin, Depkes Rl, Jakarta
4. Anonim, Jadwal Imunisasi 2008, diunduh dari
http://www.idai.or.id/upload/jadwalimun08.pdftanggal
4 November 2009.

5. Anonim, Pedoman Pengelolaan Vaksin, Ditjen Binfar


dan Alkes, Depkes Rl, Jakarta, 20089
6. Australian Government-Department of Health and
Ageing. The Australian Immunisation Handbook. 9*^
ed. 2009 [cited 2009 Oct 03]. Available from: URL:
http://www.health.gov.au/internet/immunise/publis
hing.nsf/Content/ Handbook-vaccinesbydisease
7. Avijit Hazra . Poisonous snake bites. Rational drug
Bulletin Jan-Mar 2003 Vol. 13, No. 1:2- 6
8. Biofarma, Vademecum, Bandung 2007
9. Department of Health and Human Services Centers
for Disease Control and Prevention. Vaccine
management recommendations for storage and
handling of selected biologicals.[Online]. 2007[cited
2009 Oct 03]. Available from: URL:http://www.cdc.
gov/vaccines/pubs/downloads/bk-vac-mgt.pdf

107
10. Epidemiology and Prevention of Vacdne-Preventable
diseases

11. http://whqlibdoc.who.int/hq/1995/ WHO_VSQ_95.


02_(sn-sp).pdf tanggal mengunduh 28-12-09 jam
13.43,
12. Hayney MS. Vaccines, toxoids, and other
immunobiologics. in: DiPiro JT, Talbert RL,Yee GC,
Matzke GR, Wells BG,Posey LM.Pharmacotherapy
a pathophysiologic approach. 7*'^ ed. China: McGraw
Hill; 2008
13. Intensive care medicine

14. Ian D Simpson The Pediatric Management of


Snakebite: The National Protocol INDIAN PEDIA
TRICS 2007175 VOL. 44_MARCH 17:173-176
15. Jumal Iris Rengganis
16. Kepmenkes Rl No.1059/MENKES/SK/IX/2004,
Tentang Pedoman Penyelengaraan Imunisasi
17. Kirkwood,E., C.Lewis, Understanding Medical
Immunology, John Wiley & Sons, New York, 1983
18. LF. Charles, AL. Lora, GP Morton, LL. Leonard. Drug
Information Handbook, 14th Edition. North American
Edition. 1996

19. Manual for the management and control of diphtheria


in the European region. Dr. Norman Begg, WHO,
Compenhagen 1994
20. Pedoman Imunisasi di Indonesia, Edisi ketiga, 2008
21. Product Monograph, Vaxigrip April 2009
22. Roitt.l., et al,immunology, Gower Med.Publ., New
York. 1985

108
23. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS,
Kartasasmita CB, ISmoedijanto, Soedjatmiko.
Pedoman imunisasi di Indonesia. EdisI 3. Badan
Penerbit ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
24. S. Mahadevan, Anti snake venom (ASV)reaction -
a persepective. Drug Allert 2005 Vol. 1(2): 1-2
25. Soemardji, A.A., Catalan Kuliah Imunologi: Imunologi
Penyakit Infeksi, Penerbit ITB, 2005.
26. The clinical managemen of snake bites in the South
East Asian region http://www.Searo.who.int/EN/
sectioni7/Section53?section1024_3906.htm tanggal
mengunduh 28-12-09 jam 13.37
27. WHO Expert consultation on Rabies 2004
28. World Health Organization. WHO recommendations
for routine immunization-summary tables.[Online].
2009 [cited 2009 Oct 03]. Available from:
URL:http://www.who.int/immunization/policy/immu
nization_tables/en/printed

109

Anda mungkin juga menyukai