7
Ind
P
PELAYANAN KEFARMASIAN
UNTUK VAKSIN, IMUNOSERA
DAN IMUNISASI
III
TIM PENYUSUN
1. Departemen Kesehatan Rl
Dra. Rida Wurjati, Apt, MKM
Dra. Chusun, Apt, M.Kes
Dra. Siti Nurul Istiqomah, Apt
Dra. Rostilawati Rahim, Apt
Elza Gustanti, S.SI., Apt
Dr. Fristika Mildya
Desko Irianto, SH
Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt
Roni Syah Putra, S.Farm, Apt
Dwi Retnohidayanti, AMF
Wahyu Eka Arini, AMF
3. Praktisi Apotek
Dra. Harlina Kisdardjono, Apt., MM,
4. Universitas
DR. Retnosari Andradjati, Apt
Prof. Dr. Andreanus A. Soemardji
Eko Setiawan, S.Farm, Apt
Drs. Adji Prayitno, Apt., MS
IV
DAFTARISI
PERNYATAAN (DICLAIMER) i
KATAPENGANTAR ii
TIMPENYUSUN iv
DAFTAR ISI V
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 4
C. Sasaran 4
BABIIIVAKSIN 12
A. KLASIFIKASIVAKSIN 12
B. PENGGOLONGAN VAKSIN 12
1. Vaksin Program 12
a. Vaksin BCG 12
b. Vaksin Hepatitis B(Rekombinan) 17
c. Vaksin Polio Oral 21
d. Vaksin DTP 26
e. Vaksin Campak 34
2. Vaksin Non Program 36
a. Vaksin Jerap DT 36
b. Vaksin Tetanus Toksoid 38
c. Vaksin Influenza 40
d. Vaksin Human Papllomavirus(HPV).... 46
e. Vaksin Rabies 49
f. Vaksin Demam Tifold 53
V
g. Vaksin MMR 57
BABIVIMUNOSERA 62
A. PRINSIPDASAR 62
B. JENIS-JENIS IMUNOSERA 63
1. Anti Tetanus 63
2. Anti Difteri 64
3. Anti Rabies 65
4. Anti Hepatitis B Imunoglobulin (IgHB) 67
5. Anti Bisa Ular 68
BAB V. IMUNISASI 75
A. PENGERTIAN IMUNISASI 75
B. IMUNISASI PADAANAK 76
C. IMUNISASI PADAORANGDEWASA 78
D. IMUNISASI PADAKEHAMILAN 81
BABVIPERANAPOTEKER 82
A. PENGELOLAAN VAKSIN 82
B. PENATALAKSANAAN RANTAI VAKSIN 82
1. Penggunaan Vaksin 83
2. Penyimpanan Vaksin 83
3. Cara Pengemasan Selama Pengangkutan 86
4. Pembuangan Vaksin 86
5. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) 87
C. KONTRAINDIKASI DAN PERHATIAN 89
D. PEMBERIAN INFORMASITENTANG KIPI .. 92
E. PROMOSI KESEHATAN 92
F. DOKUMENTASI DAN PELAPORAN 93
LAMPIRAN-LAMPIRAN M
GLOSSARY 103
VI
DAFTARTABEL
VII
DAFTAR GAMBAR
Viil
DAFTAR LAMPIRAN
IX
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional
adalah mewujudkan masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat, sehingga setiap upaya program
pembangunan kesehatan harus mempunyai
kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan
yang sehat dan perilaku sehat. Pembangunan
kesehatan mengacu kepada konsep "Paradigma
Sehat" yaitu pembangunan kesehatan yang
memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan
peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan
penyakit(preventif) dibandingkan upaya pelayanan
penyembuhan/ pengobatan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.1
tmunisasi di Indonesia
Kegiatan imunisasi di Indonesia dimulai di Pulau
Jawa dengan vaksin cacar pada tahun 1956,
selanjutnya dikembangkan vaksinasi Cacar dan
BOG. Pelaksanaan vaksinasi ditetapkan secara
nasional pada tahun 1973. Pada April 1974 Indonesia
resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Tahun
1980 program imunisasi rutin terus dikembangkan
dengan memberikan enam jenis vaksin yaitu BOG,
DPT, Polio, Campak,IT, dan DT. Pada tahun 1990
Indonesia secara nasional telah berhasil mencapai
UCI (Universal Child Imunlzation). UCI adalah suatu
keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap
pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun).
Langkah selanjutnya adalah untuk membasmi
penyakit Polio sesuai komitmen global tentang
Eradikasi Polio maka Indonesia melaksanakan Pekan
Imunisasi Nasional(PIN)selama 4 tahun muiai dari
tahun 1995,1996,1997, dan 2002.2
B. Tujuan
1. Menyediakan sumber informasi praktis bagi
apoteker mengenai cara penggunaan serta
penatalaksanaan vaksin dan imunosera secara
rasional.
2. Meningkatkan kemampuan apoteker dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pelayanan kefarmasian untuk vaksin, imunosera
dan imunisasi.
C. Sasaran
Apoteker yang bekerja/ berpraktik di sarana
pelayanan kesehatan (apotek, puskesmas dan rumah
sakit)
BAB 11
PRINSIP DASARIMUNITAS
Imunitas Bawaan
(Alami)
I
Barier Fisika Seluler Barier Kimia
I SitoKin Sitokin
Atanomi kullt, pH,Lipid, Enzim,
Membran Mukosa PMNs, Moncsit, dsb.
Makrofeg, Eosinofit Sel
|
I Nk I
/
/ Pengarah \ \
/ Spesifik \
Antibodi Umfbkin
/ \
Bm Plasmosit Te. Th.Ts
/ \
SelB SelT
Imunitas Dapatan
(Melalui induksi antigenik)
8
Antigen
I
Sel APC(mis. Makrofaga)
Proses Pengenalan
■Sel Limfoid ("naif")
SelB SelT
Kerma
Sel B memori Sel Plasma Sel Ts
(Plasmosit)
10
Kualitas dan kuantitas respon imun tergantung kepada
sifat antigen (kemampuan induksi respon imun atau
imunogenitas,cara masuktubuh dan interaksinya dengan
produk imun)dan tubuh penerima antigen yang bersifat
biodinamik (kualitas sistem imun, kualitas gizi). Dengan
demikian penggunaan vaksin (antigen) pada imunisasi
aktif dan produk imun (imunosera, imunoglobulin, darah/
produk darah) perlu perhatian terhadap kualitas vaksin
atau produk imun, imunoglobulin atau darah/ produk
darah sebagai produk biologis Qaminan aktivitas dan
stabilitas serta bahan pembawanya). Kondisi tubuh sangat
menentukan pula tata penggunaan vaksin dan produk
imun. Hubungan imunisasi dengan kondisi tubuh penerima
merupakan hal yang perlu diperhatikan, sebagai perhatian
ataupun kontra indikasi termasuk penderita gangguan
fisiologi tertentu, disamping jenis vaksin yang akan
diberikan.
11
BAB III
VAKSIN
A. KlasifikasI Vaksin
B. PENGGOLONGAN VAKSIN
Vaksin yang beredar di Indonesia cukup banyak
jenisnya yang digunakan dalam imunisasi secara
individu oleh dokter khususnya dokter anak maupun
bidan. Ada 8jenis vaksin yang dimasukkan ke dalam
program imunisasiS yaitu:
1. VAKSIN PROGRAM
a. VAKSIN BCG (Bacillus Caimette Guerin)
Penyakit Tuberkulosis^'^
Bakteriologi: Tuberkulosis disebabkan oleh
12
Mycobactrerium tuberculosis dan
Mycobacterium bovis; bakteri aerobic yang
pertumbuhannya lambat, Bakteri Tahan
Asam
13
Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Vaksin BCG adalah vaksin bentuk beku
kering yang dibuat daii Mycobacterium bovis
hidup yang sudah dilemahkan (Bacillus
Calmette Guerin) dari strain Paris No 1173-
P2 Vaksin BCG dapat mencegah terjadinya
komplikasi akibat infeksi tuberkulosis. Efek
proteksi timbul 8-12 minggu setelah
penyuntikan. Efek proteksi berkisar antara
0-80%, tergantung pada beberapa faktor
yaitu mutu vaksin, lingkungan,faktor pejamu
(host) yaitu umur, keadaan gizi dan Iain-Iain.
Komposisi: Setiap ml vaksin yang sudah
dilarutkan dengan 4 ml pelarut mengandung:
Basil BCG hidup 0.375 mg
Natrium Glutamat 1.875 mg
Natrium klorida 9 mg
Cara Pemberian, Dosis dan Jadwal:
Ditambahkan pelarut ke dalam ampul berisi
vaksin BCG beku kering dengan alat suntik
yang steril dengan jarum panjang. Untuk
bayi (< 1 tahun) ditambahkan 4ml pelarut
dan untuk anak tambahkan 2 ml pelarut.
Penyuntikan dapat menggunakan alat suntik
dosis tunggal yang steril dengan jarum suntik
no. 26G-27G. Risiko tumpah dapat diatasi
dengan memakai jarum suntik insulin.
Disuntikkan secara intrakutan di daerah
insertio M.Deltoideus dengan dosis; Bayi <
1 tahun : 0.05ml; Anak > 1 tahun : 0.1ml.
Imunisasi ulang dilakukan pada usia 5-7
tahun (0.1 ml) dan 12-15 tahun (0.1ml)
14
Indikasi: BCG diberikan untuk imunisasi aktif
terhadap tuberkulosa
Kontra Indikasi:
- Individu yang pemah menderita IB atau
reaksi Mantoux >5 mm
- individu dengan gangguan imunitas
karena penyakit HIV atau dengan risiko
tinggi infeksi HIV, pengobatan
kortikosteroid atau obat imunosupresan,
imunodefisiensi bawaan,dan keganasan
yang melibatkan sumsum tulang
belakang atau sistem limfoid dan
pengobatan radiasi.
- Individu dengan penyakit yang parah,
mainutrisi.
- Individu dengan infeksi kulit yang luas,
dan kondisi kulit seperti eksema,
dermatitis, psoriasis.
- Wanita hamii
- Individu dengan demam yang signifikan
(berikan setelah 1 bulan setelah sembuh)
Perhatian:
- BCG sebaiknya ditunda dalam situasi
berikut
- Bayi dengan berat lahir <2.5 kg atau yang
mainutrisi
- Neonat dengan ibu penderita HiV positif
- Pada bayi yang kontak erat dengan
pasien TB dengan BTA +3 sebaiknya
diberi iNH profilaktik dulu
- Anak-anak dalam pengobatan INH untuk
pencegahan infeksi TB laten (terapi dapat
menginaktifkan BCG)
15
- Beri jarak 4 minggu untuk penyuntikan
vaksin hidup lain (vaksin MMR,varicella,
MMRV, yellow fever) kecuali kalau
diberikan bersamaan dengan BCG
KIPI:
Umum
- 5% mengalami KIPI
- 2.5% mengalami bengkak pada tempat
penyuntikan dan 1% lymphadenitis
Tidak umum
- 1% membutuhkan perhatian medis
termasuk operasi.
- Pemah dilaporkan terjadinya anafilaktik
- Pembentukan keloid dapat dihindari
dengan cara penyuntikan yang benar
Cara Penyimpanan,Transportasi, Stabilitas:
Vaksin hams disimpan dan ditransportasikan
pada suhu 2-8°C. Lebih baik dalam freezer
dan terhindar dari sinar matahari langsung/
tidak langsung. Kadaluwarsa 1 tahun.
Vaksin yang sudah dilamtkan;
- Harus dipakai dalam waktu 3 jam, dan
selama waktu tersebut, vaksin harus
dalam keadaan dingin suhu 2-8°C,jangan
disimpan di dalam freezer.
- Setelah 3jam bila masih ada sisa jangan
dipakai lagi.
Hal-hal yang periu diperhatikan: Individu
yang akan divaksinasi hams diskrin dahulu
dengan test tuberkulin (5 unit tuberkulin)
kecuali bayi <6 bulan. Individu dengan hasil
pembacaan test setelah 48-72 jam dengan
16
indurasi (penebalan) <5mm dapat diberi
vaksin BCG.
17
45-180 haii. Gejala hepatitis B antara lain;
demam, kekuningan, lemas,anorexia, muai
dan muntah, nyeri pada bagian abdominal
(khususnya kuadran bagian kanan atas),
myalgia, serta urinasi yang benvama gelap
dan wama feses yang pucat.
Setelah infeksi akut, 1-10% populasi dewasa
dan hampir 90% neonatus, tetap dalam
kondisi terinfeksi untuk beberapa tahun
kemudian. Individu karier(pembawa)HBV
yang terinfeksi kronis diidentifikasikan melalui
keberadaan HBsAg dalam sirkulasi pada
jangka waktu yang lama (lebih lama dari 6
bulan). Karier HBV dapat menularkan
penyakit, walaupun mereka tidak
menunjukkan gejala apapun dan bahkan
tidak menyadari jika mereka telah terinfeksi.
Komplikasi hepatitis B yang serius sebagian
besar terjadi pada karier HBV.
Epidemiologi: Angka kejadian karier HBV
dapat bervariasi pada tiap negara. Rata-
rata karier berkisar antara 0,1-0,2% pada
penduduk Caucasian di Amerika Serikat,
Eropa bagian utara, dan Australia; 1-5%
pada negara-negara Mediteranian, bagian
Eropa Timur, Cina, Afrika, Amerika Tengah
dan Selatan, dan pada beberapa populasi
suku aborigin di Australia; serta >10% pada
beberapa populasi Afrika sub-Sahara dan
kepulauan Asia Tenggara dan Pasifik.
18
antigen virus Hepatitis B HBsAg yang tidak
menginfeksi yang dihasilkan dari biakan sel
ragi dengan teknologi rekayasa DMA.
Antigen yang dihasilkan sel ragi Hansenula
polymorpha dimurnikan dengan metode
ultrasentrifugasi, kromatografi kolom, dan
diinaktifasi dengan formaldehid. Vaksin ini
berbentuk suspensi streril berwarna
keputihan untuk injeksi.
Komposisi: Setiap ml mengandung;
Zat berkhasiat: HBsAg 20 meg
Zattambahan:Aluminium Hidroksida 0,5mg
dan Thiomerosal 0,01% w/v
Kemasan: Uniject (Autodestruct Prefilled
Injection Device) 0,5ml-Uniject 1,0ml
19
Indikasi: Untuk imunisasi aktif terhadap infeksi
yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, tidak
dapat mencegah infeksi yang disebabkan
oleh virus lain seperti virus Hepatitis A,
Hepatitis C, atau virus lain yang diketahui
dapat menginfeksi hati. Dapat diberikan
pada semua usia dan direkomendasikan
terutama untuk orang-orang yang
mempunyai risiko tinggi terinfeksi virus
Hepatitis B, termasuk:
- petugas kesehatan
- pasien: pasien yang sering menerima
transfusi darah dan produk darah lainnya
seperti pada unit hemodialisa dan
onkologi, penderita thallasemia, sickle-
cell anemia, sirosis dan hemofilia, dll.
- petugas lembaga: orang yang sering
kontak dengan kelompok berisiko tinggi;
narapidana dan petugas penjara, petugas
di lembaga untuk gangguan mental
- orang yang berisiko tinggi karena aktivitas
seksualnya: orang yang berhubungan
seks secara berganti-ganti pasangan,
orang yang terkena penyakit kelamin,
homoseks, kaum tunasusila
- penyalahgunaan obat suntik
- orang dalam perjalanan ke daerah
endemisitas tinggi
- keluarga yang kontak dengan penderita
hepatitis B
- bayi yang lahir dari ibu pengidap (karier)
Kontra Indikasi: Riwayat reaksi anafilaksis
pada pemberian vaksin hepatitis B; Reaksi
anafilaksis akibat komponen dalam vaksin
20
KIPI: Reaksi yang tidak dikehendaki setelah
pemberian vaksin Hepatitis B bersifat
sementara dan minor, meliputi: soreness
pada bagian tubuh yang diinjeksikan (5%,
umum terjadi), demam (umumnya dengan
tingkat keparahan rendah, 2-3%, umum
terjadi), mual, pusing, malaise, myalgia dan
artraigia. Pada neonatus, demam dapat
diperkirakan terjadi(0,6-3,7%, umum terjadi).
Reaksi anafilaksis sangatjarang diiaporkan
pada pemberian vaksin hepatitis B.
Penyimpanan, Stabilitas, Dan Transport:
Transport mengacu pada National Vaccine
Storage Guidelines: Strive for 5. Simpan
pada suhu 5-8°C dan jangan dibekukan.
21
akut yang terjadi setelah saluran cerna
terinfeksi oleh salah satu dari 3 tipe virus
polio. Infeksi ini kadang tidak terlihat adanya
simtom. Tetapi bila ada simtom bentuknya:
sakit kepala, gangguan sistem pencemaan,
kelelahan, kaku pada tengkuk dan
punggung, dengan atau tanpa keiumpuhan.
Kelumpuhan biasanya tidak simetris.
Masa inkubasi dari 3-21 hari. Individu yang
terinfeksi paling infeksius pada 7-10 hari
sebelum dan setelah timbulnya simtom.
Virus polio dapat ditemukan dalam tinja dari
3-6 minggu.
Epidemiologi: Insiden poliomylitis telah
menurun drastis diseluruh dunia, kecuali di
beberapa tempat di negara berkembang
seperti India, Afrika. Sasaran WHO adalah
eradikasi penyakit polio pada tahun 2005.
Walaupun tidak sepenuhnya sukses,
harapan akan tercapai pada tahun 2010.
Pada tahun 2005,ada 12 negara yang telah
dinyatakan bebas polio,termasuk Indonesia,
mengalami KLB (Kejadian Luar Biasa)
karena masuknya virus polio liar dari salah
satu negara yang masih endemis;
Afganistan, India, Nigeria dan Pakistan
Eradikasi poiio (erapo): WHO pada tahun
1988 mencanangkan bebas penyakit polio
pada tahun 2000. Dalam program ERAPO
ini, pemerintah Indonesia membuat
kebijaksanaan dengan mengambil strategi:
- Meningkatkan cakupan imunisasi OPV
secara rutin
22
- Melaksanakan pekan imunisasi nasional
(NID) "
- Melakukan mopping up 6\ daerah-daerah
yang masih dijumpai ti^nsmisi virus polio
War (wild vims)
- Melaksanakan surveiians AFP (accute
flaccid paraiysis= lumpuh layuh) yang
mantap.
WHO sangat mendukung pemakaian OPV
(Oral Polio Vaccine) untuk mencapai
eradikasi global dari poiiomyeiitis, terutama
di negara yang masih ada poliovirus tips liar
Bagi negara yang mampu akan memakai
IPV (Inactivated Poiiomyeiitis Vaccine) untuk
menghindari VAPP (Vaccine Associated
Paralytic Poiiomyeiitis). Kelebihan IPV
adalah tidak dapat menyebabkan VAPP
23
Komposisi: Tiap dosis (2 tetes=0.1ml)
mengancjung virus polio tidak kurang dari:
Tipe 1 10 6.0 CCIDgo
Tipe2 10 50 CCID50
Tipe 3 10 5.5 CCID50
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal: Vaksin
hams dikocok dulu untuk menghomogenkan
suspensi. Vaksin hams disuntikkan secara
intramuskuler atau secara subkutan yang
daiam. Bagian anterolateral paha atas
merupakan bagian yang direkomendasikan
untuk tempat penyuntikan.(Penyuntikan di
bagian pantat pada anak-anak tidak
direkomendasikan karena dapat mencederai
syaraf pinggul). Tidak boleh disuntikkan
pada kulit karena dapat menimbuikan reaksi
iokal. Satu dosis adalah 0.5ml.
24
dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3
buian yang diberikan tiga dosis terpisah
berturut-turut dengan interval waktu 6-8
minggu. Satu dosis sebanyak 2 tetes(1mi)
diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat
diberikan bersama-sama waktunya dengan
suntikan vaksin DPT dan Hib.
Kontra Indikasi:
- penyakit akut, demam (>38.5°C),
vaksinasi harus ditunda
- muntah, diare
- dalam pengobatan kortikosteroid atau
imunosupresif, radiasi umum
- gangguan sistem imun, inveksi HIV
- wanita hamil pada 4 bulan pertama
25
kecuaii alasan mendesak misalnya
bepergian ke daerah endemis
poliomyelitis
KIPI: Diperkirakan terdapat 1 kasus poliomelitis
paralitik setiap 2.5 juta dosis OPV yang
diberikan
Risiko yang soring terjadi paling soring pada
pomborian dosis portama dibanding dongan
dosis borikutnya
Sobagian kocil mongalami gojala pusing,
diaro ringan, nyori otot.
Cara Penyimpanan,Transportasi, Stabilltas:
Simpan pada suhu -20°C atau lobih rondah.
Potonsi vaksin sosuai yang tortora pada vial
di atas sampai masa daluwarsa. Tidak boloh
disimpan pada suhu 2-8°C solama poriodo
waktu lobih dari 6 bulan. Bila vaksin dibuka
dan disimpan pada suhu 2-8°C potonsi
bortahan untuk solama 7 hari. Lindungi dari
cahaya.
Kemasan: @(10 dosis), dilongkapi 1 dropper.
@(20 dosis), dilongkapi 1 dropper.
d. VAKSIN DTP
Penyakit Difteri ^
Bakterlologi: Difteri adalah suatu penyakit
akut yang disobabkan oloh strain yang
toksikogonik dari Corynebacterium
diphteriae, momiliki sifat Gram positif, tidak
borspora, aerobik. Eksotoksin yang
diproduksi bokorja socara lokal pada
mombran mukus dari saluran pomafasan
atau pada kulit yang rusak (jarang) dan
26
menghasilkan suatu pseudomembran yang
lekat. Secara sistemik toksin bekeija pada
sel myocardium, sistem saraf dan adrenal
Gambaran Klinis: Masa inkubasi 2-5 hari,
penuiaran sampai 4 minggu.
Penuiaran dapat melalul droplet(percikan
ludah)daii pemafasan,atau kontak langsung
dengan pendeiita. Gejala klaslk penyakit ini
ditandai dengan demam tidak tinggi,
inflamasi pada membran faring, iaring, tonsil.
Membran berwama abu-abu, atau putih,
kerongkongan sakit, kelenjar limfa di leher
membengkak. Difteri faringeal dapat
menyebabkan obstruksi pemafasan yang
akut dan parah. Difteri Iaring ditandai dengan
serak yang bertambah parah. Difteri nasal
umumnya ringan dan sering kronik yang
ditandai dengan keluarnya cairan. Masa
inkubasi 2-5 hari, tetapi kadang lebih lama.
Toksin difteri dapat menyebabkan neuropati
dan kardiomiopati, yang mungkin fatal.
Manifestasi pada jantung muncul selama
minggu kedua. Semakin luas lesi dan terapi
antitoksin semakin sering kejadian
miokarditis terjadi. Efek lanjutannya terjadi
setelah minggu 2-6, yaitu gangguan saraf
kranial dan perifer serta miokarditis dan
sering parah. Manifestasi neuritis terjadi
sesudah masa laten dan terutama pada
gangguan motorik yang biasanya membaik.
Manifestasi umum dari difteri neuritis adalah
paralisis langit-langrt lunak, yang terjadi pada
minggu ketiga ditandai dengan regurgirtasi
27
nasal. Manifestasi lain dari neuritis adalah
paralisis diafragma dan tungkai. Kefatalan
terjadi pada sekitar 5-10% kasus. Terapi
dengan sera antidifteri dan antibiotik.
Pengenalan antitoksin difteria pada tahun
1890 menurunkan angka kematian 10%,
tetapi selanjutnya kematian tidak menurun
lagi dengan pemakaian antibiotika dan
pengobatan modern lain. Perlindungan
terhadap difteria yang efektif dicapai dengan
imunisasi aktif dengan vaksin difteria. Difteri
menyerang berbagai umur tetapi lebih sering
menyerang anak kecil yang tidak diimunisasi.
Pada tahun 2000, 30.000 kasus dan 3.000
kematian karena difteri dilaporkan dari
seluruh dunia.
Penvakit Tetanus
Bakteriologi: Penyakit tetanus disebabkan
oleh Clostridium tetani, yaitu bakteri batang
gram positif anaerobik yang terdapat di
lingkungan sebagai spora C. tetani
memproduksi toksin protein yang poten yang
memiliki 2 komponen: tetanospasmin(suatu
neurotoksin) dan tetanolysin (suatu
haemolysin). Tetanospasmin berperan
menimbulkan tetanus dengan cara
penghambatan penglepasan
neurotransmiter penghambat dari ujung
saraf. Penyakit ini tidak secara langsung
menular antar manusia tetapi dapat
menginfeksi melalui luka terbuka yang
terkotori oleh debu/ kotoran atau jarum suntik
yang terkontaminasi mikroba tersebut.
28
Gambaran Klinis: Tetanus adalah suatu
penyakit akut, sering berakibat fatal.
Neurotoksin dari C. tetani menyerang sistem
saraf pusat, menyebabkan otot kejang yang
nyeri. Penyakit mulai terasa biasanya
setelah masa inkubasi 3-21 hari,(rentang
waktu 1 sampai beberapa bulan), dengan
median mula kerja 10 hari setelah cedera.
Tetanus berdasarkan keparahannya dapat
dibedakan sebagai tetanus ringan, sedang
dan berat. Sedangkan berdasarkan
lokasinya dapat dibedakan sebagai tetanus
lokal, sefal dan umum/ menyeluruh. Tetanus
umumnya ditandai dengan meningkatnya
tonisitas otot. Gejala awal antara lain
meningkatnya tonisitas otot pada otot
masseter (tirmus dan rahang), disfagia,
kekauan atau nyeri pada leher, bahu dan
otot punggung. Beberpa pasien dapat
mengalami paroximal, mengamuk, rasa
sakit, kekakuan pada sebagian besar otot.
Pada tetanus lokal, pasien mengalami
kekakuan dan peningkatan tonus pada otot
yang dekat daerah yang terinterfeksi.
Kekakuan ini beiiangsung beberapa minggu
dan perlahan pulih kembali. Jenis tetanus
ini lebih ringan dari tetanus umum dan jarang
menimbulkan kefatalan. Tetanus sefal
umumnya terjadi karena otitis media atau
luka di kepala, dan dapat berkembang
menjadi tetanus umum tetapi dapat juga
tetap sebagai tetanus lokal. Tetanus
menyeluruh, ditandai oleh kontraksi otot
29
yang tidak terkoordinasi, tiba-tiba, dan
menyebar diseluruh otot. Gejaia lain adalah
kaku kuduk, kaku rahang, kesulitan
membuka mulut(tiismus)dan menelan, otot
perut kaku peningkatan temperatur tubuh.
Semua tetanus pada neonatus adalah
tetanus umum dengan gejaia kesulitan
menghisap yang akhirnya tidak dapat
menghisap puting susu. Hal tersebut tejadi
3-10 hari sesudah kelahiran.
30
- mencegah produksi toksin / menghilang-
kan penghasil toksin dengan menangani
luka/ borok dan memberi antimikroba
penisilln atau metronidazol.
Pencegahan dapat dilakukan dengan
pemberian toksoid tetanus sebagai imunisasi
aktlf.(Hhat Bab III)
Penvakit Pertusis Q
Bakteriologi: Pertusis(whooping cough)atau
batuk rejan (batuk seratus hari) adalah
penyakit yang disebabkan oleh Bordetella
pertussis. Ada juga organisme lain yang
dapat menyebabkan sindrom mirip pertusis,
seperti Bordetella parapertusis, Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae.
Gambaran Klinis: Pertusis adalah infeksi
saluran pemafasan dengan masa inkubasi
7-20 hari. Pada individu yang tidak
divaksinasi, 6. pertussis sangat infeksius.
Penularan tetjadi melalui droplet (percikan
ludah) saluran pemafasan, dapat
menularkan 80% orang yang rentan
disekitamya.
31
Komposisi: Setiap mi mengandung;
Toksoid difteri murni 40 Lf
Toksoid tetanus mumi 15Lf
B.pertusis yang dilnaktifikasi 24 OU
Aluminium fosfat 3 mg
Thiomerosal 0.1 mg
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwai: Vaksin
hams dikocx)k dulu untuk menghomogenkan
suspensi. Vaksin hams disuntikkan secara
intramuskuler atau secara subkutan yang
dalam.
32
Indikasi: Untuk imunisasi secara simultan
pencegahan terhadap penyakit difteri,
tetanus dan batuk rejan.
Kontra Indikasi: Terdapat beberapa kontra
indikasi yang berkaitan dengan suntikan
pertama DTP. Gejala-gejala keabnormalan
otak pada periode bayi bam lahir atau gejala-
gejala serius keabnormalan pada saraf
mempakan kontra indikasi dari komponen
pertusis. Imunisasi DTP kedua tidak boleh
diberikan kepada anak-anak yang
mengalami gejala parah pada dosis pertama
DTP. Komponen pertusis hams dihindarkan,
dan hanya dengan diberi DT untuk
meneruskan imunisasi ini. Untuk penderita
HIV baik dengan gejala maupun tanpa gejala
harus diberi imunisasi DTP sesuai dengan
standar jadwal tertentu.
KiPl: Terjadinya gejala-gejala yang bersifat
sementara seperti lemas, demam,
kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-
kadang terjadi gejala berat seperti demam
tinggi, iritabilitas, dan meracau yang
biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Menumt dugaan komplikasi neurologis yang
disebabkan oleh komponen pertusis sangat
jarang terjadi, obsen/asi yang telah dilakukan
menunjukkan gejala ini jarang terjadi jika
dibandingkan dengan gejala-gejala lain yang
ditimbulkan oleh imunisasi DTP.
Cara Penyimpanan,TransportasI, Stabilitas:
Harus disimpan dan ditransportasikan pada
suhu 2-8°C. Tidak boleh dibekukan.
33
Daluwarsa 2 tahun.
e. VAKSINCAMPAK
Penyakit Campak
Virologi: Campak disebabkan oleh
Paramyxovirus, yang teimasuk dalam genus
Morbillivirus. Vims campak mempakan RNA
vims dengan stmktur6 protein. Vims campak
dapat hidup di udara sampai dengan 2jam,
tetapi akan diinaktivasi secara cepat dengan
adanya panas, cahaya, dan pH yang
ekstrem.
34
teijadi dan semakin parah pada penderita
penyakit kronis, anak-anak umur <5 tahun,
dan pada orang dewasa.
Epidemiologi: Pada awal tahun 1980 terdapat
90 juta kasus campak secara global.
Kejadlan tersebut terjadi ketika cakupan
imunisasi campak global hanya 20%. Pada
pertengahan tahun 1990,tetjadi penurunan
kasus campak secara drastis, yaitu terdapat
20 juta kasus. dengan angka cakupan
imunisasi mencapai 80%.
Badan kesehatan dunia, WHO,
mencanangkan target untuk mereduksi
angka kejadian campak sampai dengan
90,5% dan angka kematian akibat campak
sampai dengan 95,5%.
Deskripsi: Vaksin campak adalah vaksin virus
hidup yang dilemahkan, merupakan vaksin
freeze-dried berwarna putih kekuning-
kuningan-merah muda dalam vial gelas,
yang harus dilanitkan hanya dengan pelarut
steril yang telah disediakan secara terpisah.
Vaksin campak ini berupa serbuk injeksi.
Komposisi: Tiap dosis mengandung;
Zat berkhasiat; virus campak strain CAM 70
tidak kurang dari 1.000 CCID50 {cell culture
infective doses 50)yang dibuat dari embrio
ayam SPF.
Zat tambahan: kanamisin sulfat tidak lebih
dari 100 meg dan eritromisin tidak lebih dari
30 meg.
35
Cara Pemberian: Vaksin dilamtkan dengan
5ml pelarut yang tersedia, diberikan pada
bayi umur 6-9 bulan dengan dosis 0,5ml
dan disuntikan secara SC.
36
mengandung toksoid Difteri dan Tetanus
yang telah dimumikan yang teradsorbsi ke
dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal
0.1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.
Potensi komponen vaksin per dosis
sedikitnya 30 lU untuk potensi toksoid Difteri
dan sedikitnya 40 lU untuk potensi toksoid
Tetanus.
Komposisi:Tiap ml mengandung:
Toksoid difteri yang dimumik 40 Lf
Toksoid tetanus yang dimumikan 15 Lf
Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0.1 mg
Dosis Dan Cara Pemberian: Vaksin harus
dikocok dulu sebelum digunakan untuk
menghomogenkan suspensi. Vaksin harus
disuntikkan secara intramuskuler atau
subkutan yang dalam.
Jika terjadi kontra indikasi terhadap
komponen pertusis pada anak-anak,
dianjurkan untuk diberikan vaksin DT
daripada DTP.
Untuk anak-anak sedikitnya 3 kali
penyuntikan secara intramuskuler dengan
dosis 0.5 ml dengan interval 4 minggu.
Vaksin DT dapat diberikan bersamaan
dengan vaksin BCG, Campak, Rubella,
Mumps, Polio(OPV dan IPV), Hepatitis B,
Nib dan Yellow Fever.
37
digunakan jika terjadi kontra indikasi
terhadap komponen pertusis pada vaksinasi
DTP.
38
Komposisi: Setiap ml mengandung :
Toksoid tetanus yang dimumikan 20 Lf
Aluminum fosfat 3 mg.
Thimerosal 0.1 mg
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal: Vaksin
hams dikocok dulu sebelum digunakan untuk
menghomogenkan suspensi. Vaksin hams
disuntikkan secara intramuskular atau
subkutan dalam.
Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap
tetanus/tetanus neonatal daii 2 dosis primer
0.5 ml yang diberikan secara intramuskuler
atau subkutan yang dalam, dengan interval
4 minggu kemudian dilanjutkan dengan
dosis ke-3, pada 6-12 bulan berikutnya.
Untuk mempertahankan kekebalan terhadap
tetanus pada wanita usia subur (WUS),
maka dianjurkan diberikan 5 dosis TT. Dosis
ke-4 diberikan 1 tahun setelah dosis ke-3,
dan dosis ke-5 diberikan 1 tahun setelah
dosis ke-4. Imunisasi TT dapat diberikan
selama masa kehamilan, bahkan pada
periode trimester pertama.
Indikasi: Untuk imunisasi aktif terhadap tetanus.
Kontra Indikasi:
- Anafilaksis setelah dosis vaksin
sebelumnya
- Anafilaksis setelah komponen salah satu
dari vaksin
39
pemah mengalami efek samping yang parah
setelah vaksinasi tetanus, dapat
dipertimbangkan tindakan alternatlf yaitu
pemberian tetanus immunoglobulin.
Perhatian: Pada individu yang pernah
divaksinasi tetanus, pemberian vaksin
tetanus lebih dari 1 dosis, dalam kurun
waktu 5 tahun, dapat menimbulkan efek
samping
KIPI: Lazim: rasa nyeri ringan, pada tempat
suntikan sampai beberapa hari. Tidak lazim:
sakit kepala, letargi, malaise, pegal-pegal
dan demam. Sangat jarang terjadi:
anafilaksis, urtikaria, peripheral neuropathy.
Cara Penylmpanan,Transportasi, Stabilitas:
Simpan dan ditransportasikan pada suhu
2-8°C. Tidak boleh dibekukan. Daluwarsa
2 tahun.
c. VAKSIN INFLUENZA
Penyakit Influenza
VIrologi: Penyebab inflenza adalah virus
orthomyxoviruses. Virus ini diklasifikasikan
berdasarkan antigennya sebagai tipe A, B,
C. Hanya virus tipe A dan B yang bermakna
secara klinis menyebabkan penyakit pada
manusia. Virus tipe A dan B dapat
mengalami mutasi gen,sehingga komposisi
vaksin influenza membutuhkan kajian setiap
tahun.
40
Gambaran Klinis: Penularan influenza tetjadi
dari orang ke orang melalul aerosol saluran
pemafasan, percikan ludah saat batuk dan
bersin yang mengandung virus, atau kontak
langsung dengan sekresi saluran
pemafasan. infeksi virus dapat
menyebabkan penyakit dengan tanpa gejala
sampai dengan penyakit pemafasan yang
berat, komplikasi, infeksi sekunder bakteri
pneumonia dan dapat menyebabkan
kematian.
41
Influenza Centers di 83 negara, memonitor
aktivitas influenza di dunia. Data surveilans
setiap tahun digunakan sebagai
rekomendasi panduan komposisi vaksin.
42
X-100, sejumlah kecil sekaii sukrose dan
neomisin.
Indikasi:
- Orang dewasa dan anak-anak dengan
penyakit kronik tertentu: seperti asma,
diabetes, penyakit ginjai, kelemahan
sistim imun
- Anak dan dewasa dengan penyakit
metabolik kronis lain, penyakit disfungsi
ginjai, anemi, hemoglobinopati,
imunodefisiensi
- Individu >65 tahun
- Anak sehat 6-23 bulan (tidak dianjurkan
untuk anak <6 bulan)
- Orang yang dapat menularkan virus
infiuensa kepada seseorang yang berisiko
tinggi menderita komplikasi berhubungan
dengan infiuensa (contoh petugas
kesehatan, perawat, orang serumah,
pengasuh anak 6-23 bulan.
Kontra Indikasi:
- Individu dengan reaksi hipersensitif
terhadap protein telur, protein ayam, atau
komponen vaksin influenza, atau
mengalami reaksi yang mengancam
hidup setelah disuntik vaksin infiuensa.
- Termasuk individu yang setelah makan
telur mengalami pembengkakan bibir
atau lidah, atau mengalami
pembengkakan bibir atau lidah, atau
mengalami distres nafas akut atau
pingsan
43
- Vaksinasi hams ditunda bila demam atau
sakit akut
44
*Anak dl bawah 9 tahun yang belum
divaksinasi membutuhkan 2 dosis vaksin
dengan jarak 4 minggu. DosIs kedua tidak
dibutuhkan kaiau anak tersebut sudah
mendapatkan vaksin pada musim influensa
sebeiumnya.
Penyuntikan secara intramuskuier, kocok
dahulu sebelum disuntikkan.
Untuk dewasa dan anak >1 tahun;
disarankan dl deltoid muscle.
Untuk bay! dan anak <1 tahun: disarankan
di vastus lateralls muscle
Kemasan:
- Vial 1x5 ml (multidose)
- Pre-filied Syringe 1x0.25 ml(single dose)
dengan jarum (25G,16 mm)
- Pre-filled Syringe 1x0.50 ml(single dose)
dengan jarum (25G,16 mm)
- Pre-filled Syringe 1x0.50 ml (single dose)
dengan 2 jarum 25G dengan 2 ukuran
(16 mm dan 25 mm)
- Ampul 1x0.50 ml (single dose)
- Ampul 5x0.50 ml (single dose)
Cara Penyimpanan,Transportasi, Stabllitas:
Simpan pada suhu 2°C-8°C. Jangan
dibekukan. Lindungi dari cahaya. Untuk vial
mutidose sisa setelah 7 hari harus dibuang.
Setiap akhir tahun vaksin influenza
seharusnya dimusnahkan untuk mencegah
penggunaan vaksin yang tidak sesuai lagi
karena adanya kemungkinan mutasi gen
pada virus influenza yang beredar saat itu.
45
d. VAKSIN HUMAN PAPILLOMAVIRUS(HPV)
Infeksi HPV
46
seksual untuk HPV genotipe seksual.
Epidemiologi: Diperkirakan sampai dengan
79% wanita diseluruh dunia terinfeksi oleh
salah satu tipe genital HPV.Angka kejadian
infeksi HPV pada wanita tertinggi terjadi
pada usia seksual aktlf. Data yang terdapat
dl Australian menunjukkan rata-rata wanita
melakukan hubungan seksual pertama kali
pada usia 16 tahun.
Vaksin HPV
Komposisi: cervarix dan gardasil
KontraindlkasI: Riwayat reaksi anafilaksis
akibat pemberian vaksin HPV,Riwayat reaksi
anafilaksis terhadap setiap komponen
vaksin. vaksin 4vHPV dapat mengandung
sejumlah tertentu protein ragi.
tahun data
tahun
tahun
data data
data data
47
KIPI: Vaksin HPV tidak menyebabkan KIPI
yang serius. Beberapa kejadian ringan yang
mungkin muncul, antara lain:
- Rasa nyeri pada area tubuh tempat
penyuntikan (terjadi pada 8 dari 10 orang)
- Reaksi kemerahan atau bengkak pada
area tubuh terhpat penyuntikan (terjadi
pada 1 dari 4 orang)
- Demam dengan tingkat keparahan ringan
(terjadi pada 1 dari 10 orang)
- Rasa gatal pada area tubuh tempat
penyuntikan (terjadi pada 1 dari 30 orang)
- Demam dengan tingkat keparahan
sedang (terjadi pada 1 dari 65 orang)
Umumnya, kejadian tersebut tidak
berlangsung lama dan akan hilang dengan
sendirinya.
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal: Vaksin
harus segera diberikan setelah ditarik
(withdrawal)dari vial. Jangan menggunakan
vaksin yang terdapat partikel atau telah
terjadi perubahan warna vaksin. Kocok
teiiebih dahulu sebelum digunakan. Jangan
menggunakan vaksin yang tidak dapat
diresuspensikan.
Vaksin 2VhDV : Diberikan secara IM
(intramuskular)dengan dosis 0,5 ml. Jadwal
pemberian yang direkomendasikan adalah
pada bulan ke- 0,1, dan 6. Pemberian dosis
kedua dapat dilakukan 1-2,5 bulan setelah
pemberian dosis pertama.
Vaksin 4vHPV: Diberikan secara IM dengan
48
dosis 0,5 mi. Jadwal pemberian yang
direkomendasikan adalah pada bulan ke-
0, 2, dan 6. Pemberian dosis kedua hams
diiakukan 1 buian seteiah pemberian dosis
pertama dan dosis ketiga hams diiakukan
3 buian seteiah pemberian dosis kedua.
Jadwai pemberian hams seiesai maksimai
daiam jangka waktu 1 tahun.
Cara Penyimpanan: Simpan pada suhu 2°C-
8®C,jangan dibekukan atau terpapar suhu
beku. Teriindung dari cahaya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum
dan sesudah vaksinasi: Vaksin HPV bukan
mempakan vaksin hidup sehingga dapat
diberikan kepada individu dengan gangguan
sistem kekebaian tubuh
(immunosuppressed) dengan efektivitas
yang iebih rendah.
e. Vaksin Rabies
Penyakit Rabies
Virologi: Vims penyebab rabies (RABV)
termasuk daiam genus Lyssavirus, famili
Rhabdoviridae. Virus tersebut memiiiki
bentuk menyempai peium, dengan panjang
130-380 nm dan diameter 70-85 nm.
Vektornya adaiah berbagai karnivora dan
keieiawar. Penuiaran rabies beriangsung
meiaiui iuka, atau kontak iangsung dengan
mukosa. Masa inkubasi bervariasi dari 2
minggu sampai 6 tahun, tetapi rata-rata 2-
3 buian. Vims yang ada daiam saiiva hewan
49
yang menderita rabies masuk ke dalam
tubuh hewan lain atau manusia melalui luka
gigitan. Setelah virus memasuki luka, virus
akan segera melekat di reseptor nikotinik
asetilkholin pada neuromuscularjunction.
Virus kemudian terinkubasi selama 4-12
minggu, tanpa menunjukkan gejala pada
hewan/ orang yang tergigit.
Setelah virus masuk ke dalam saraf, sistem
pertahanan tubuh tidak dapat melawan virus.
Virus kemudian menyebar dari saraf perifer
ke susunan saraf pusat(SSP)dan kadang
kelenjar ludah menyebabkan inflamasi.Virus
tersebut akan merusak jaringan batang otak
dan medula spinalis. Salah satu tanda
terjadinya kerusakan batang otak adalah
hidrophobia.
Gambaran Klinis: Masa inkubasi virus rabies
bervariasi tergantung pada letak gigitan dan
usia individu yang terkena gigitan. Umumnya
masa inkubasi bervariasi daii 5-6 hari sampai
beberapa tahun dengan mayoritas kasus
antara 20-60 hari. Masa inkubasi gigitan
pada daerah kepala lebih pendek
dibandingkan bila terjadi pada bagian
ekstremitas. Demikian juga, apabila gigitan
terjadi pada anak masa inkubasi lebih
pendek dikarenakan jarak ke susunan saraf
pusat lebih pendek jika dibandingkan dengan
orang dewasa. Pada masa inkubasi ini tidak
menimbulkan gejala.
Gejala pertama kali muncul pada masa
prodromal. Masa prodromal berlangsung
50
fenol, dan larutan bufer yang mengandung
natrium kiorida, disodium fosfat,
monosodlum fosfat, dan peiarut untuk
suntlkan.
Gambaran Klinis:
57
Umumnya ditandai dengan adanya
pembengkakan pada kelenjar ludah,
terutama kelenjar parotis.
Penularan penyakit ini adalah melalui
droplets, paling banyak terjadi pada anak-
anak dengan angka kejadian tertinggi pada
usia 5-9 tahun
Masa inkubasi antara 12-25 hari. Masa
penularan terjadi sejak 6 hari sebelum
timbulnya pembengkakan parotis sampai
dengan 9 hari kemudian.
Tanda dan gejala: mialgia, anoreksia,
malaise, sakit kepala, demam ringan.
Setelah itu akan timbul pembengkakan
unilateral/ bilateral pada kelenjar parotis.
Gejala ini akan berkurang setelah 1 minggu
dan umumnya akan menghilang setelah 10
hari.
Komplikasi: tuli (sangat jarang terjadi 1:500)
• Rubela
Disebabkan oleh virus Rubela yang
termasuk dalam famili Togavirus. Penularan
penyakit ini adalan melalui udara dan
droplets. Gejala klinis yang mencolok antara
lain: munculnya ruam makulo-papular yang
bersifat sementara(± 3 hari), pembengkakan
kelenjar post-auricular dan sub-occipital,
dapat terjadi arthritis dan athralgia.
Apabila ibu hamil terkena virus ini dapat
terjadi sindrom rubela kongenital(SRK)pada
bayi yang dikandungnya.
Berat ringannya dampak virus rubella
terhadap janin tergantung pada waktu
58
terjadinya infeksi. Rubela yang terjadi pada
awal kehamilan dapat menyebabkan
terjadinya kematian janin, kelahiran
prematur, dan cacat bawaan. Sekitar 85%
bay! yang terinfeksi pada trimester pertama
masa kehamilan akan mempunyai gejala
setelah lahir (tuli, katarak, glaukoma,
retinopati, mikroftalmia). Pada beberapa
kasus dapat terjadi kelainan pada jantung
berupa patent ductus arteriosus (PDA),
ventricular septa! defect (VSD), stenosis,
retardasi mental, lesi pada tulang,
spenomegali, hepatitis, thrombositopenia,
purpura. Manifestasi SRK baru tampak pada
usia 2-4 tahun. Jarang ditemukan infeksi
pada masa kehamilan lebih dari 20 minggu.
59
Vaksin hams diberikan sekalipun memiliki
riwayat infeksi campak, gondongan. dan
rubella, atau riwayat imunisasi campak.
Tidak terdapat bukti adanya efek imunisasi
yang tetjadi pada anak yang memiliki riwayat
imunitas teitiadap salah satu atau lebih dari
ketiga penyakit tersebut.
Indikasi:
- Bayi dan anak dengan risiko tinggi
terinfeksi campak
- Anak dengan penyakit kronis, contoh:
Down's Syndrome, kelainan jantung
bawaan, kelainan ginjal bawaan
- Anak usia > 1 tahun yang berada pada
tempat penitipan anak, seperti:
playgroups
- Anak yang tinggal di lembaga cacat
mental.
Kontraindikasi:
- Anak dengan penyakit keganasan yang
tidak mendapat pengobatan atau dengan
gangguan imunitas yang mendapatkan
pengobatan dengan menggunakan
imunosupresif, terapi sinar, atau
mendapat steroid dosis tinggi (setara
dengan prednisolon dosis 2
mg/kgBB/hari)
- Anak dengan alergi berat terhadap gelatin
dan neomisin
- Tunda pemberian vaksin MMR pada anak
dengan demam akut, sampai penyakit
tersebut sembuh
- Anak yang menerima vaksin hidup yang
lain dalam waktu 4 minggu. Tunda
60
pemberian vaksin MMR sekitar 1 bulan
setelah imunisasi terakhir
- Pasien yang mendapatkan immuno-
globulin atau tranfusi darah, tidak boleh
mendapatkan vaksin MMR dalam 3 bulan
setelah pemberian immunoglobulin atau
tranfusi darah terakhir
Pasien dengan defisiensi imun.
Sebaiknya minta petunjuk spesialis
sebelum memberikan keputusan.
KIPI:
- Malaise, demam, ruam, terjadi dalam 1
mihggu setelah pemberian vaksin dan
umumnya berlangsung selama 2-3 hari
- Kejang demam terjadi pada 0,1% anak
dengan ensefalitis dalam 6-11 hari setelah
pemberian vaksin (<1/1.000.000)
- Pembengkakan kelenjar parotis pada
anak usia sampai 4 tahun (1%),
umumnya terjadi pada minggu ketiga
atau lebih
- Meningoensefalitis
- Trombositopenia yang umumnya akan
sembuh dengan sendirinya.
61
BAB IV
IMUNOSERA
A. Prinsip Dasar
Antisera adalah antibodi yang berasal dari hewan
untuk imunisasi pasif, sedangkan Imunoglobulin
adalah antibodi yang dibuat dari plasma manusia
yang imun. Imunisasi/ terapi dengan antisera
sekarang sebagian besar digantikan oleh
imunoglobulin karena pemberian antisera dapat
menimbulkan reaksi serum sickness ataupun reaksi
alergi tipe lain. Lamanya perlindungan diperoleh
segera akibat pemberian imunoglobulin/ antisera
bervariasi bergantung dari jenis dan dosis, dapat
hanya beberapa minggu dan bila peiiu dapat diulang.
Antisera adalah sediaan yang mengandung
imunogloblulin mumi atau bagian dari imunoglobulin
yang diperoleh dari serum atau plasma hewan.
Antisera diindikasikan untuk memberi perlindungan
segera secara pasif terhadap infeksi organisms.
Imunoglobulin dihasilkan dari serum atau plasma.
Ada dua tipe imunoglobulin, normal imunoglobulin
dan spesifik imunoglobulin.
Normal imunoglobulin dibuat dari kumpulan plasma
donor manusia minimal 1.000 donor; yang
mengandung antibodi terhadap measles, mumps,
varicella, hepatitis A dan virus-virus lain yang umum
terdapat pada populasi umum.
Spesifik imunoglobulin adalah imunoglobulin yang
mengandung antibodi dengan titer tinggi. Spesifik
imunoglobulin dibuat dari kumpulan plasma donor
manusia yang mengandung antibodi tertentu dengan
titer yang tinggi.
62
B. Jenis-jenis Imunosera
1. Anti Tetanus
Gambaran Klinis Penyakit(Lihat Bab III)
Human Tetanus Imunoglobulin (HtO
Imunoglobuiin dibuat dari darah donor yang imun
terhadap tetanus. Wama sediaan bervariasi dari
tidak berwarna sampai kuning pucat atau coklat
terang. Jangan gunakan bila sediaan keruh atau
ada endapan.
Indikasi: Imunisasi pasif tetanus
Kontra Indikasi: hipersensitivitas. Beberapa
sediaan NT! mengandung sedikit IgA. Beberapa
individu yang kekuranagan IgA mungkin dapat
mengalami reaksi anafilaksis. Termasuk
golongan C untuk ibu hamil.
KIPI: reaksi hipersensitif, sakit kepala, takikardia,
hipotensi, mual, muntah, reaksi kulit; merah,
gatal, pruritis, atralgia, demam, lemah,
menggigil, pada tempat suntikan: bengkak,
nyeri, merah, pruritis, ruam, gatal.
Interaksl obat: immunoglobulin dapat
mengganggu perkembangan respons imun
vaksin virus hidup yang dllemahkan seperti
rubella, mumps dan varicella sampai 3 bulan,
serta vaksin measles sampai 5 bulan.
Cara Pemberian, Dosis Dan Jadwal:
Human tetanus immunoglobulin hamsdiberikan
melalui intra muskuler pada otot deltoid (lengan)
atau gluteal (bokong), tidak boleh diberikan
intra vena untuk menghindari risiko shok.
Bila volume pemberian besar(>2 ml pada anak
dan >5 ml pada dewasa) hams dibagi dalam
63
2 dosis dan diberikan ditempat yang berbeda.
Bila dibutuhkan bersamaan dengan pemberian
vaksin maka hams diberikan di tempat berbeda.
Dosis; profilaksis: anak:4 unit/kg bb atau 250
iu, dewasa; 250 unit
Dosis terapi: anak ; 500-300 unit, dewasa
3.000-6.000 unit
2. ANTI DIFTER113
64
pada keparahan dan lamanya sakit. Dosis yang
direkomendasikan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 8.
Dosis Antitoksin yang Direkomendasikan untuk
Tipe-tipe Difteri
Tipe difteri Dosis (unit) Rute
3. ANTI RABIES 14
65
Peringatan: Reaksi hipersensitivitas dan
anafilaksis dapat terjadi. Gunakan hati-hati
pada pasien:
- penderita defisiense Ig A
- yang mempunyai riwayat hipersensitivitas
terhadap Ig.
- trombositopenia
- gangguan pembekuan darah bila diberikan
secara IM
KIPI
- 1-10%: demam ringan, lebam pada tempat
suntikan.
- <1%: shok anafilaksis, angioedem. lebam
kulit, baal, urtikaria.
Cara pemberian: Jangan berikan secara IV.
Jangan berikan di tempat yang sama dengan
pemberian vaksin. Bila memungkinkan Ig rabies
diinfiltrasikan disekitar luka dan pada luka
gigitan, sisanya di suntikkan IM pada tempat
yang berbeda dengan penyuntikan vaksin
rabies.
66
Kemasan: Larutan injeksi tanpa pengawet
mengandung 150 lU/ml (2 ml atau 10 ml)
67
5. Anti Bisa Ular 15.16.17.18.19.20.21
Gambaran Klinis Penyakit: Sekitar 15% dari
3.000 spesies ular di dunia berbahaya bag!
manusia karena bisanya yang dapat
mematikan. Laporan keracunan akibat gigitan
ular umumnya berasal dari rumah sakit dan
tidak rutin dilaporkan. DI India sekitar 15.000
orang/ tahun dilaporkan meninggal karena
digigit ular, di Srilangka sekitar 5,6-8/100.000
orang meninggal karena gigitan ular. Data
mortalitas karena digigit ulardi Indonesia belum
ada.
68
taring pendek dan tegak permanen. Beberapa
contoh anggota famiii ini adalah uiar cabai
(Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus
Candidas), ular sendok (Naja sumatrana), dan
ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara
normal dapat dilipat ke bagian rahang atas,
tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang
mangsanya.Ada dua subfamili pada Viperidae,
yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae
memiliki organ untuk mendeteksi mangsa
berdarah panas (pit organ), yang terletak di
antara lubang hidung dan mata. Beberapa
contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera
russelli), ulartanah (Cailoselasma rhodostoma),
dan ular bangkai laut(Trimeresurus aiboiabris).
Gigitan Elapidae menyebabkan nyeri terbakar
lokal yang menghilang dalam beberapa jam,
udem lokal tanpa perubahan warna kulit,
pembesaran limfa. Perdarahan. Lebam kulit
dan kerusakan jaringan lokal jarang terjadi.
Efek neurotoksik sistemik terjadi dalam waktu
30-60 menit(kisaran 10 menit-beberapa jam),
ditandai dengan kelumpuhan saraf kranial
(kelopak mata berat, penglihatan kabur, ptosis,
dilatasi pupil, disponia, diartria, salivasi), nyeri
perut, muntah, diare, gangguan melangkah,
paralisis dan kelemahan pernafasan.
Bisa viperine dan crotaiine mengandung enzim
proteolitik yang merusak pembuluh darah dan
sel-sel darah. Gigitan kedua jenis ulartersebut
dapat menimbulkan perdarahan karena
kerusakan pembuluh darah dan gangguan
69
sistem pembekuan darah. Segera terjadi
bengkak, kemerahan, dan lebam disertai nyeii,
diikuti oieh kerusakan jaringan. Gangguan
mikrosirkulasi dan hipotensi dapatteijadi akibat
penglepasan amin biogenik yang dilepas oleh
jaringan yang rusak. Mual, muntah, perioral
paresthesias, myokymla, perubahan rasa,
takikardia, tikipnea dan hambatan pemafasan
dapat terjadi bergantung pada keparahan.
Bermacam bisa ular dapat menyebabkan
Disseminated Intravascuiar Coagulation(DIG)
syndrome yang manifestasinya dapat diamati
sebagai petechiae, perdarahan gusi,
hematoma, meiena, epistaxis, and hematuria.
Hal tersebut lebih umum terjadi akibat dari
gigitan Viperidae.
Diagnosa gigitan ular sering menimbulkan
masalah dalam penetapan apakah digigit ular
berbisa kuat atau bukan. Ular yang menggigit
sebaiknya dibawa hidup atau mati untuk
menetapkan berbisa atau tidak.
70
d. Hilangkan hambatan aliran darah sekitar luka
(longgarkan pakaian, ban, jam tangan)
e. Jangan menghisap luka, berbahaya bagi
penoiong maupun penderita. Beri tekanan pada
perban tebal yang ditaruh diatas luka. Perban
dapat dibasahi oleh larutan povidon iodin.
f. Lakukan pembalutan dengan pembalut
elastik/krep di bawah dan di atas luka gigitan,
jangan menutupi bengkak/ udem tap! jangan
terlalu kuat (denyut nadi masih teraba). Bila
udem membesar, longgarkan ikatan agar
tekanan tambahan pada ekstremitas dapat
dihindari.
71
Apa yang tidak boleh dilakukan bila tergigit
ular.
a. Jangan makan dan minum, jangan minum
alkohol atau obat sistemik.
b. Jangan iakukan aktifitas fisik, Pasien dibawa
setelah diimobilasasi dan dibaringkan.
c. Jangan menghisap, mengorek, memberi
rangsang listrik atau apapun pada luka gigitan
d. Jangan gunakan kompres panas atau dingin.
e. Jangan iepas ikatan sampai tiba di rumah sakit
dan antivenom diberikan.
72
test(injeksi intradermis 0,02-0,03 ml ABU yang
diencerkan 1:10) hams dilakukan sebelum
pemberian ABU tanpa memperhatikan riwayat
alergi.
KIPI: Reaksi anafilaksis cepat (5-180 menit
sesudah penyuntikan ABU): gatal, urtikaria,
batuk kering, kolik perut, demam, mual,
takikardia, hipotensi, bronkospasme, dan
angioedem. Beberapa dapat berkembang
menjadi shok anafilaksis yang mengancam
jiwa. Reaksi pirogenik, terjadi dalam waktu 1-
2 jam, dengan gejala demam, kaku,
vasodilatasi, hipotensi. Reaksi semm sickness
terjadi dalam waktu 1-12 hari sesudah
pemberian dengan tanda-tanda: demam, mual
muntah, diare, gatal, urtikaria kambuhan,
atralgia, mialgia, limfadenopati, bengkak
perartikuler, mononeuritis multipleks, proteinuria,
dengan nefritis kompleks imun dan enselopati
(jarang terjadi).
Cara pemberian yang direkomendasikan :
- Suntikan IV bolus secara lambat(tidak lebih
dari 1 ml/menit). Jangan disuntikkan ditempat
luka gigitan.
- Infus IV, larutan ABU dalam larutan infus
NaCI atau dektrosa fisiologis dengan
kecepatan konstan dalam waktu 1-4 jam.
Dosis: Dosis masih sering diperdebatkan.
Sebagai acuan secara klinik, penderita
digolongkan dalam keracunan ringan, sedang
dan berat. Dosis awal pada keracunan ringan
diberi 50 ml, sedang >50-100 ml, berat >100-
73
200 mi. Dosis awa! untuk dewasa dan anak
sama. Pemberian tambahan dosis diteruskan
sampai bengkak lokal dan tanda-tanda sistemik
hilang.
Cara Penyimpanan dan Stabilitas: Simpan di
temperatur 2-8°C. Stabil sampai 2tahun pada
suhu 8®C
74
BABV
IMUNiSASI
A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/
meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
penyakit sehingga bila ia terpapar dengan penyakit
tersebut ia hanya akan sakit ringan / tidak sakit.
Kekebalan dapat ditimbuikan secara aktif(dengan
vaksin) dan secara pasif (dengan imunogiobulin/
serum). Pada kasus-kasus tertentu (rabies, hepatitis
B, difteri), dapat diberikan vaksin dan serum pada
waktu bersamaan pada bagian tubuh yang berbeda.
Secara umum vaksin hidup tidak boleh diberikan
kepada individu dengan defisiensi sistem imun,seperti
leukemia, HIV, penggunaan kortikosteroid dosis tinggi,
pasca transplantasi. Imunisasi harus hati-hati
diberikan kepada individu yang mempunyai riwayat
aiergi terhadap bahan vaksin atau bahan tambahan
pada vaksin.
Sampai saat ini di Indonesia terdapat beberapa
program imunisasi, antara lain :
a. Imunisasi rutin, diberikan kepada bayi di bawah
umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu yang
berusia 15-39 tahun termasuk ibu hamil dan caion
pengantin.
b. Imunisasi tambahan, akan diberikan bila
diperiukan. Misainya ketika terjadi penyakit tertentu
dalam wiiayah dan waktu tertentu, seperti imunisasi
polio pada Pekan imunisasi Nasional (PIN) dan
imunisasi campak pada anak sekoiah.
75
c. Semua orang yang meiakukan perjalanan dan
atau menuju negara endemis yellow fever oleh
WHO hams mendapatkan imunisasi, kecuali anak
< 9 bulan atau ibu hamil trimester pertama.
d. Pemberian vaksin Meningitis meningococcus
(Mencevax®) pada jamaah dan petugas haji
e. Program imunisasi rabies, pada daerah yang
mempunyai kasus rabies
f. Pemberian imunisasi pada petugas kesehatan ;
hepatitis B, BCG
76
Tabel 9. Jadwal Imunisasi untuk Anak^^
iENK
MiSIN
«Ktjtf«SM4 W2WAM
» «A*
Vaksin Keterangan
BCG Diberikan sejak lahir. Apabila umur >3 bulan
harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
BCG diberikan jika uji tuberkulin negatlf.
Hepatitis B Diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
dilanjutkan pada umur 1 dan 3-6 bulan.
Interval dosis minimal 4 minggu.
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama.
Untuk bayi baru lahir di RB/RS, OPV
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
menghindari transmisi virus vaksin pada
bayi lain).
Diberikan pada umur > 6 minggu. DTwP
atau DtaP atau secara kombinasi dengan
Hep B atau HIB. Ulangan DTP umur 18
bulan dan 5tahun. Umur 12 tahun mendapat
TT/dT pada program BIAS SD kelas VI.
Campak Campak-1 umur 9 bulan, campak-2
diberikan pada program BIAS pada SD kl
1, umur 6 tahun.
Hib Diberikan mulai umur 2 bulan dengan
interval 2 bulan. Diberikan terpisah atau
kombinasi.
Pneumokokus Pada anak yang belum mendapatkan PCV
(PCV) pada umur > 1 tahun, PCV diberikan dua
kali dengan interval 2 bulan. Pada umur 2-
5 tahun PCV diberikan satu kali.
Influenza Umur < 8 tahun yang mendapatkan vaksin
influenza trivalen (TIV) pertama kalinya
harus mendapat 2 dosis dengan interval
minimal 4 minggu.
MMR Dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila
belum mendapat campak 9 bulan. Umur 6
tahun diberikan untuk ulangan MMR
maupun catch-up immunization.
Tifoid Tifoid polisakarida injeksi diberikan pada
umur > 2 tahun, diulang setiap 3 tahun.
Hepatitis A Diberikan pada umur > 2 tahun, dua kali
dengan interval 6-12 bulan.
HPV Vaksin HPV diberikan pada umur > 10 tahun
dengan jadwal 0, (1-2) dan 6 bulan.
78
Namun ada beberapa kelompok individu yang berisiko
tinggi terhadap penyakit-penyakit menular tertentu,
oleh karena itu sangat dianjurkan untuk meiakukan
vaksinasi (lihat tabel)
79
Tabel 12. Jadual Imunisasi Dewasa
Difteri 3dosis primer jika belum diber^ pada masa anak- Setiap 10 tahun
Tetanus(DT) anak sekali cukup 1
dosis
Sesegera 1-2 bulan setelah 6-12 bulan setelah
mungkin dosiskel dosis kell
TTWUS 11 - - 0,5 cc
80
D. IMUNISASI PADA KEHAMILAN
81
BAB VI
RERAN APOTEKER
82
tersebut dapat mengakibatkan vaksin kehilangan
potenslnya. Rantai vaksin merupakan sistem
penjagaan,transportasi dan penyimpanan yang benar
untuk menjamin bahwa vaksin terlindungi dari
temperatur dan cahaya yang tidak sesuai dari waktu
pembuatan hingga pemberian.
Semua vaksin rutin disimpan dan didistribusikan/
diserahkan di bawah kondisi temperatur yang
terkendaii oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia hingga ke dokter puskesmas,dokter bedah,
rumah sakit dan Gudang Obat Kabupaten.
1. Penggunaan Vaksin
Vaksin yang didistribusikan/ diserahkan harus
diperiksa adanya kerusakan atau ketidaksesuaian
dengan pesanan. Vaksin harus diletakkan di dalam
lemari pendingin dan tidak dibiarkan pada
temperatur kamar. Vaksin yang disimpan diluar
temperatur yang ditetapkan tidak boleh digunakan.
2. Penyimpanan Vaksin
- Lemari pendingin vaksin merupakan lemari
yang direkomendasikan untuk menyimpan
vaksin.
83
Vaksin hams disimpan dalam kemasan yang
asli, dan tidak boieh menyentuh dinding iemari
pendingin.
Pintu Iemari pendingin hams tidak dibuka iebar
atau lama.
Vaksin dengan masa kadaluwarsa terslngkat
hams digunakan dahulu. Persediaan vaksin
hams dirotasi sehlngga vaksin dengan masa
kadaluwarsa yang lebih singkat diletakkan
di depan di dalam Iemari pendingin.
Termometer hams digunakan diletakkan di
dalam Iemari pendingin tempat menyimpan
vaksin, untuk memantau temperatur Iemari
pendingin dan dicatat setiap hari. Catatan
pantauan temperatur paling baik diletakkan di
dekat Iemari pendingin untuk memudahkan
pemantauan.
Jika temperatur di dalam Iemari pendingin
berada diluar rentang yang ditetapkan, atau
terjadi kerusakan pasokan atau peralatan,
vaksin hams tidak digunakan.
Bekuan es yang timbul di dalam Iemari
pendingin vaksin harus dibersihkan secara
teratur dengan iamtan natrium hipoklorid 1:10.
Vaksin hams disimpan di Iemari pendingin lain
atau kotak sejuk pada saat pembersihan
dilakukan.
Catatan hams dibuat terkait dengan perawatan
dan perbaikan Iemari pendingin.
Perhatian harus diberikan untuk menjamin
bahwa aliran listrik ke Iemari pendingin tempat
penyimpanan vaksin tidak secara tiba-tiba
terputus. Hal ini dapat dilakukan dengan
84
menggunakan sambungan / coiokan iistrik yang
tidak dapat dipindahkan atau dengan
menempatkan peringatan di tempat sambungan
/ coiokan.
- Makanan dan minuman tidak boleh disimpan
di dalam lemari pendingin untuk vaksin.
Pengaruh Temperatur
Temperatur adalah faktor yang sangat penting
pada penyimpanan vaksin, karena dapat
menurunkan potensi maupun efikasi vaksin yang
bersangkutan apabila disimpan pada temperatur
yang tidak sesuai. Penyimpanan vaksin dan sera
misalnya, pada temperatur yang berubah-ubah
atau terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan
potensi yang cukup besar.
Semua vaksin hidup seharusnya disimpan pada
temperatur di bawah 0°C (secara khusus vaksin
polio oral disimpan temperatur -20°C)sedangkan
semua vaksin jerap pada temperatur 2°C-8°C.
Apabila vaksin jerap disimpan di bawah 0°C, atau
membeku vaksin akan rusak dan tidak dapat
digunakan. Vaksin yang mengandung zat
pengawet (preservative) tidak boleh membeku
karena akan merusak antigen tersebut. Oleh
karena itu semua vaksin, dan imunosera akan
tetap mempunyai daya antigenitasnya selama
disimpan pada temperatur yang dianjurkan.
85
sebab kalau tidak demikian, maka vaksin tersebut
akan mengalami kerusakan dalam waktu yang
sangat singkat. Sebagai contoh, misalnya,
beberapa vaksin hidup, seperti vaksin BCG akan
rusak dalam waktu beberapa detik saja akibat
terkena sinar matahari langsung.
Pengaruh kelembaban
Kelembaban hanya berpengamh terhadap vaksin
yang disimpan secara terbuka atau yang
penutupnya tidak sempuma.
86
- Wadah dosis tunggal lebih disukai, sekali
dibuka, vial muiti dosis hams dijaga setelah
akhir sesi pemberian.
- Vaksin yang tidak digunakan, vial yang telah
digunakan atau sebagian telah digunakan hams
dibakar dengan aman di insenerator.
- Sampah dan tumpahannya yang terkontaminasi
hams disterilisasi panas, diinsenerasi atau
didisinfeksi kimia secara memadai.
87
seperti ihtasi lokal atau bisa menimbulkan
terjadinya penyakit lain. Petugas kesehatan peiiu
mengetahui manfaat dan risiko masing-masing
vaksin.
88
C. KONTRAINDIKASI DAN PERHATIAN PADA
PEMBERIAN VAKSIN
Gangguan kesehatan ringan dengan temperatur
tubuh dibawah SS^C bukan alasan untuk tidak
melakukan imunisasi.
Kadang-kadang rekomendasi ini berbeda dari brosur
resmi yang dikeluarkan oleh produsen.
Manfaat dan risiko pemberian vaksin tertentu hams
dipertimbangkan dengan hati-hati biia dijumpai
kejadian yang didaftarkan dalam peringatan.
Bila tetjadi keraguan apakah periu memberikan vaksin
atau tidak hubungi dokter atau Pusat informasi Obat
89
Vaksin Kontra Indikasi Perhatian
Catalan
90
3. Riwayat kejang pribadi atau keluarga. Pemberian
antipiretik disarankan mengikuti imunisasi anak
di bawah Stahun dengan riwayat keluarga kejang
demam.
91
D. PEMBERIAN INFORMASITENTANG KIPI
Apoteker dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kejadian ikutan pasca imunlsasi
yang umum terjadi setelah imunisasi dan hanya
berlangsung sebentar dan biasanya tidak
membutuhkan perawatan seperti:
demam ringan yang bisa muncul dari semua
suntikan
suntikan apapun dapat menyebabkan rasa sakit,
kemerahan, rasa gatal
- pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan
seiama satu sampai dua hari
kadang-kadang ada benjolan keel! dan keras
seiama beberapa minggu atau bulan.
Untuk mengatasi reaksi-reaksi umum yang timbui
tersebut dapat dilakukan:
- menaruh kain basah dingin yang bersih pada
bekas suntikan
- memberi lebih banyak minum air putih
- biia diperlukan dapat menggunakan parasetamol
untuk meringankan rasa tidak enak badan dan/
atau demam tinggi sesuai dengan ketentuan
pemakaian.
E. PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk membantu masyarakat dalam
menjadikan gaya hidup mereka menjadi lebih sehat
secara optimal, pengubahan gaya hidup ini dapat
dilakukan dengan cara menciptakan iingkungan yang
mendukung, mengubah perilaku dan meningkatkan
92
kesadaran masyarakat. Dalam mendukung kegiatan
imunisasi apoteker dapat berperan dalam;
- memberikan informasi mengenai pentingnya
kegiatan imunisasi untuk anak-anak pada masa
pertumbuhannya untuk melindungi mereka dari
penyakit dan sekaligus membantu mengurangi
penyebaran penyakit menular di lingkungan
masyarakat
- memberikan informasi mengenai kegiatan
imunisasi yang sedang berlangsung di wilayahnya
- memberikan informasi kepada orang tua mengenai
jadwal usia pemberian imunisasi pada bayi
maupun pada anak usia sekolah.
93
Lampiran 1
94
Tanda-tanda dan Gejala Reaksi Anafilaksis
Terjadi serangan secara mendadak atau bertahap,
secara umum gatal, eritema(kemerahan), atau urtikaria
(rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak);
angiodema(bengkak di bibir, wajah,atau tenggorokan);
bronkospasma (nafas berbunyl), nafas terengah-
engah (pendek); syok; keram perut; atau kejang pada
jantung.
95
kesulitan bemafas. Jika pasien kesulitan bemafas,
kepala pasien hams ditinggikan, periksa tekanan darah
agar cukup untuk menghindari hllangnya kesadaran.
Jlka tekanan darah rendah angkat pergelangan kaki.
Monitor tekanan darah dan nadi setiap 5 menit..
6. Jlka petugas ahll atau dokter belum tiba dan gejala
maslh berlangsung. Ulangi dosis eplnefirln setiap 10-
20 menIt hingga 3dosIs,tergantung dari respon pasien.
7. Catat semua tanda-tanda vital, obat yang telah
diberlkan ke pasien, termasuk waktu, dosis, respon,
dan nama darl anggota medls yang memberi obat,
dan InformasI kllnis lainnya yang relevan.
8. Beritahu semua catatan kepada dokter yang merawat
pasien tersebut.
96
Lampiran 2
97
dalam sel penghubung imunitas, antara lain BCG.
Sintesis antibodi kadang-kadang melawan vaksin
atau bakteri adalah suatu ha! yang biasa.
Anak yang mengalami malnutrisi berat(kwashiorkor)
memiliki kekurangan sel penghubung imunitas,
beberapa kerja vaksin sama seperti BCG mungkin
sedikit yang dapat ditoleransi.
Dalam perluasan program imunisasi, WHO tidak
mempertimbangkan malnutrisi menjadi kontra indikasi
pada saat pemberian Measles, BCG atau vaksin oral
polio untuk anak.
98
4. Apa alasan vaksinasi terhadap anak laki-laki lebih
baik daripada anak perempuan dengan kombinasi
vaksin Measles-Rubella (Imovax Measles-Rubella)
yang dimulal pada umur 12 bulan?
Imunisasi rutin pada anak kecil yang berbeda jenis
keiamin pada umur 12-18 bulan melawan Measles
dan Rubella dapat menurunkan perkembangan
penyakit Measlesnya dan komplikasinya, dan
mengellminasi kejadian endemlk dan epidemik
Rubella pada wanita hamil yang berisiko seronegatif.
Tambahan lagi, penurunan sirkulasi dari virus liar
dapat memberikan perlindungan secara tidak
langsung terhadap wanita hamil yang reseptif
seronegatif.
99
Seperti virus yang dilemahkan, virus vaksin
kehilangan kemampuan virus liarnya untuk
menyebarkan penyakit. Tidak ada satupun peneiitian
yang menunjukkan kontaminasi klinis atau
kontaminasi vaksin serologikal dari orang yang pemah
berhubungan dengan anak yang mendapatkan vaksin
rubella.
100
masuk ke dalam susunan saraf. Vaksin oral
menginduksi dua bentuk imunitas:
- Imunitasjaringan, merupakan tempat dimana virus
berkembang biak, merangsang pengeluaran igA,
dan
- Imunitas humoral, dengan pembentukan antibodi
sirkulasi
101
sehamsnya istimewa, khususnya pada anak-anak
berumur 6 sampai 12 bulan atau keadaan semakin
lemah akibat penyakit kronik.
102
GLOSSARY
103
perawatan tali pusat.
Eradikasi polio(ERAPO); tidak ditemukan lag! kasus
poiio baru yang disebabkan oleh virus polio liar.
Freeze watch dan Freeze tag : alat untuk mengetahui
apakah vaksin pemah terpapar suhu dibawah 0°C yang
dapat merusak vaksin mati (inaktif).
Freeze room : ruang besar dengan kapasitas 5 -
100 m3 untuk menyimpan vaksin yang boleh beku dengan
suhu -25°C s/d -15®C, umumnya berada di pabrik,
distributor pusat, Departemen Kesehatan atau Dinas
Kesehatan Propinsi.
Imunisasi: pemindahan atau transfer antibodi secara
pasif bertujuan untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga kelak bila ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit.
Imunisasi wajib : imunisasi yang diwajibkan meliputi
BCG, Polio, Hepatitis B, DTP dan Campak.
IPV (Inactivated Polio Vaccine): vaksin polio yang
diberikan secara suntikan.
104
Events Following Immunization(AEFI) ; a d a I a h
kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi
baik berupa efek vaksin ataupun efek samping,toksisitas,
reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau kesalahan
program, kolnsidensi, reaksi suntlkan, atau hubungan
kausal yang tidak dapat ditentukan (Definisi IDAI)
Semua kejadian sakit dan kematian (yang diperkirakan
karena immunisasi) yang terjadi dalam kurun waktu 1
bulan setelah immunisasi namun pada keadaan tertentu
lama pengamatan dapat mencapai 42 hari atau bahkan
sampai 6 bulan. (definisi lONI 2008)
Lf (Limit of flocculatlon): yaitu 1 Lf adalah jumlah
toksoid atau toksin yang dapat memflokulasi dalam waktu
singkat dengan 1 Lf-ekuivalen antitoksin spesifiknya.
OPV (Oral Polio Vaccine): vaksin polio yang diberikan
secaraoral
105
diberikan kepada pasien.
Respon Imun ; Reaksi sistem imun terhadap zat-zat
asing.
Sistem imun : suatu hubungan kompleks dari sel,
jaringan dan organ dalam tubuh yang beketja bersama-
sama menjaga kesehatan tubuh dengan membunuh
virus, bakteri atau kuman-kuman lainnya.
Vaksin: adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah
sedemikian rupa sehingga patogenisltas atau toksisitasnya
hiiang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisltas.
Vaksinasi : pemberian vaksin (antigen) yang dapat
merangsang pembentukan imunitas(antibodi)dari sistem
imun di dalam tubuh.
106
DAFTAR PUSTAKA
107
10. Epidemiology and Prevention of Vacdne-Preventable
diseases
108
23. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS,
Kartasasmita CB, ISmoedijanto, Soedjatmiko.
Pedoman imunisasi di Indonesia. EdisI 3. Badan
Penerbit ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
24. S. Mahadevan, Anti snake venom (ASV)reaction -
a persepective. Drug Allert 2005 Vol. 1(2): 1-2
25. Soemardji, A.A., Catalan Kuliah Imunologi: Imunologi
Penyakit Infeksi, Penerbit ITB, 2005.
26. The clinical managemen of snake bites in the South
East Asian region http://www.Searo.who.int/EN/
sectioni7/Section53?section1024_3906.htm tanggal
mengunduh 28-12-09 jam 13.37
27. WHO Expert consultation on Rabies 2004
28. World Health Organization. WHO recommendations
for routine immunization-summary tables.[Online].
2009 [cited 2009 Oct 03]. Available from:
URL:http://www.who.int/immunization/policy/immu
nization_tables/en/printed
109