Anda di halaman 1dari 44

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka dipaparkan mengenai kajian teori, kajian empiris, kerangka

berpikir, dan hipotesis. Berikut ini merupakan penjabaran dari sub pokok bahasan

tersebut.

2.1 Kajian Teori

Kerangka teori merupakan dasar pijakan bagi peneliti dalam melakukan

penelitian. Di dalam kajian teori memuat teori-teori yang dikemukakan oleh para

tokoh/ahli. Bagian ini berisi penjelasan mengenai belajar, faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar, motivasi belajar, hasil belajar, karakteristik siswa sekolah

dasar (SD), hakikat pembelajaran PKn, materi keputusan bersama, model

pembelajaran konvensional, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran

snowball throwing, media crossword puzzle. Berikut ini merupakan penjelasan

selengkapnya.

2.1.1 Belajar

Bell-Gredler (1986:1) dalam Winataputra (2008b:1.5) menyatakan bahwa

belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka

ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies),

keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) diperoleh secara bertahap mulai dari

bayi sampai akhir hayat yang diperoleh bisa melalui pendidikan formal ataupun

pendidikan nonformal.

18
19

Belajar didefinisikan sebagai proses dimana suatu organisme berubah

perilakunya sebagai akibat pengalaman menurut Gagne (1979) dalam Susanto

(2013:1). Lebih lanjut menurut Geoch (tt) dalam Suprijono (2016:2)

mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan performance sebagai hasil

latihan. Slameto (2015:2) mengemukakan bahwa “belajar ialah suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memeroleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya.” Bower dan Hilgard (1981) dalam Winataputra (2008b:

1.8) mengemukakan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi

individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan

oleh insting.

Eveline (2015: 4) mengemukakan bahwa belajar adalah sebuah proses

yang kompleks di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut

adalah bertambahnya jumlah pengetahuan, adanya kemampuan mengingat dan

mereproduksi, adanya penyerapan pengetahuan, menyimpulkan makna,

menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, adanya perubahan sebagai

pribadi.

Winataputra (2008b: 1.8) mengemukakan bahwa belajar tidak hanya

berkenaan dengan jumlah pengetahuan saja tetapi juga meliputi seluruh

kemampuan individu. Kedua pengertian terakhir tersebut memusatkan

perhatiannya pada tiga hal yaitu: (1) belajar harus memungkinkan terjadinya

perubahan perilaku pada diri individu; (2) perubahan itu harus merupakan buah

dari pengalaman; (3) perubahan tersebut relatif menetap.


20

Berdasarkan pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan belajar adalah

suatu usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang untuk memeroleh perubahan

perilaku yang didapatkan dari hasil pengalaman dan interaksi. Dengan belajar

seseorang akan bertambah jumlah pengetahuan, keterampilan, perubahan sikap,

adanya kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam

kehidupan sehari-harinya. Eveline (2015: 5) mengemukakan bahwa seseorang

dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam

dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan

lingkungannya, tidak karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena

kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Kecuali itu, perubahan tersebut

haruslah bersifat relatif permanen, tahan lama dan menetap, tidak berlangsung

sesaat saja.

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Belajar

Slameto (2015: 54-72) mengemukakan bahwa “kegiatan belajar

dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri individu (faktor internal) dan faktor

yang ada di luar individu (faktor eksternal).” Faktor internal meliputi jasmaniah,

psikologis, dan kelelahan. Faktor eksternal meliputi keluarga, sekolah, dan

masyarakat.

Seseorang yang sedang sakit ataupun tidak enak badan sulit untuk

menerima pembelajaran dengan maksimal, agar seseorang dapat belajar dengan

baik maka ia harus menjaga kesehatan badan. Keadaan cacat tubuh juga dapat

memengaruhi belajar seperti tidak semangat untuk belajar. Belajar dipengaruhi

dari diri siswa seperti kecerdasan atau kecakapan, siswa yang memiliki kecakapan
21

akan mudah menerima pembelajaran yang diberikan guru. Siswa yang tidak

memiliki perhatian dan minat pada bahan pelajaran, ia bisa merasa bosan dan

tidak suka terhadap apa yang dipelajarinya. Dalam proses pembelajaran,

kematangan anak juga memengaruhi hasil belajar. Anak yang sudah siap (matang)

belajarnya akan lebih berhasil. Selain kematangan, kesiapan anak dalam belajar

juga perlu diperhatikan, karena jika siswa belajar dan sudah ada kesiapan pada

anak, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

Belajar dipengaruhi bukan hanya dari diri siswa ada juga dari luar diri

siswa. Keluarga sangat memengaruhi siswa karena siswa pertama belajar dari

siswa misalnya siswa pertama belajar mengucapkan kata, belajar berjalan, belajar

bersosialisasi dengan antar anggota keluarga, dan belajar kebudayaan dari orang

tua. Lingkungan masyarakat juga memberikan pembelajaran kepada siswa

misalnya belajar bersosialisasi dengan orang banyak, berteman dengan orang yang

memiliki karakteristik yang berbeda-beda, belajar bermasyarakat. Bukan hanya

lingkungan keluarga dan masyarakat ada juga sekolah. Faktor sekolah yang

memengaruhi kegiatan belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran,

keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

Dengan demikian, semakin jelas bahwa hasil belajar merupakan hasil dari

suatu proses yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling

memengaruhinya. Tinggi rendahnya hasil belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor

tersebut. Oleh karena itu, guru sebagai pemegang peran penting dalam proses

pembelajaran harus memahami faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar agar

hasil belajar yang diperoleh dapat maksimal.


22

2.1.3 Motivasi Belajar

Uno (2016: 23) menyatakan bahwa “motivasi belajar adalah dorongan

internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan

perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur

yang mendukung.” Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan

seseorang dalam belajar. Uno dalam Suprijono (2016: 182) menjabarkan indikator

motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan

keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya

harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5)

adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang

kondusif, sehingga memungkinkan seorang siswa dapat belajar dengan baik.

Eysenck dalam Slameto (2015: 170) berpendapat bahwa motivasi

merupakan suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas,

konsistensi, serta arah umun dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang

rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap,

dan sebagainya. Wlodkowski (1985) dalam Eveline (2015: 49) menjelaskan

bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan

perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta ketahanan (persistence) pada

tingkah laku tersebut. Suryabrata (1984) dalam Eveline (2015: 49)

mengemukakan bahwa motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang

mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna

mencapai tujuan yang diinginkan.

Dari beberapa uraian pengertian motivasi yang telah disampaikan di atas

dapat dirumuskan bahwa motivasi belajar merupakan suatu dorongan atau


23

penggerak bagi seorang siswa untuk berprestasi dalam belajar dengan melakukan

suatu tindakan, mengatasi segala tantangan atau hambatan dalam usahanya

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Akan tetapi, motivasi

tersebut tidak akan dapat membantu seorang siswa dalam mencapai tujuan

pembelajaran tanpa adanya unsur-unsur pendukung yang memengaruhi motivasi

itu sendiri.

Ali imron (1996) dalam Eveline (2015: 53) mengemukakan bahwa enam

unsur atau faktor yang mempengaruhi motivasi dalam proses pembelajaran.

Keenam faktor tersebut adalah sebagai berikut: (1) cita-cita/aspirasi pembelajar;

(2) kemampuan pembelajar; (3) kondisi pembelajar; (4) kondisi lingkungan

pembelajar; (5) unsur-unsur dinamis dalam belajar/pembelajaran; (6) upaya guru

dalam membelajarakan pembelajar.

Dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang memengaruhi motivasi belajar

siswa yaitu, kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam belajar

dan pembelajaran, serta upaya guru dalam membelajarkan siswa.

Motivasi sebagai kekuatan mental individu, memiliki tingkat-tingkat. Para

ahli jiwa mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang tingkat kekuatan

tersebut. Perbedaan tersebut umumnya didasarkan pada penelitian tentang

perilaku belajar pada hewan. Meskipun mereka berbeda pendapat tentang tingkat

kekuatannya, tetapi mereka umumnya sependapat bahwa motivasi dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis.

Eveline (2015: 51) mengemukakan bahwa motivasi dapat dibedakan

menjadi motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah


24

motivasi yang berasal dari dalam diri individu tanpa adanya rangsangan dari luar,

sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar misalnya

pemberian pujian, pemberian nilai sampai pada pemberian hadiah dan faktor-

faktor eksternal lainnya yang memiliki daya dorong motivasional.

Winataputra (2004: 2.11) mengemukakan bahwa bahwa jenis-jenis

motivasi yang dapat timbul ada dua yaitu: (1) motivasi intrinsik disebut pula

motivasi murni, karena muncul dari dirinya sendiri; (2) motivasi ekstrinsik dapat

dilakukan antara lain dengan cara: memberi pujian, hadiah, menciptakan situasi

belajar yang menyenangkan, memberi nasihat, kadang-kadang teguran kegiatan-

kegiatan seperti itu sangat penting untuk dipertimbangkan guru di dalam

membimbing siswa belajar.

Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa motivasi belajar dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik/primer yang timbul dari diri

manusia itu sendiri, dan motivasi ekstrinsik/sekunder yaitu motivasi yang timbul

dari luar atau adanya pengaruh dari luar. Selain itu motivasi yang dimiliki anak itu

berbeda-beda, sehingga guru perlu mengetahui ciri-ciri siswa yang memiliki

motivasi belajar yang tinggi itu seperti apa, setelah mengetahuinya guru akan

lebih terbantu untuk memberikan motivasi kepada siswa, dengan demikian siswa

tersebut akan memiliki motivasi yang tinggi dalam belajarnya.

Hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Semakin tepat

motivasi yang diberikan, akan semakin berhasil pula pelajaran itu. Motivasi akan

senantiasa menentukan usaha belajar bagi para siswa. Motivasi sangat

memengaruhi adanya kegiatan. Sardiman (2014: 85) menjelaskan bahwa ada tiga
25

fungsi motivasi yaitu (1) mendorong manusia untuk berbuat; (2) menentukan arah

perbuatan; (3) menyeleksi perbuatan.

Motivasi mendorong manusia untuk melakukan kehiatan yang akan

dikerjakan. Motivasi dapat memberikan arahan dan kegiatan yang harus lebih

dulu dikerjakan. Motivasi dapat membuat seseorang meninggalkan perbuatan

yang tidak bermanfaat dan menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan.

Motivasi sangatlah berpengaruh dalam belajar, karena motivasi sebagai

mengarahkan manusia ke arah yang lebih baik untuk mencapai tujuan yang akan

dicapai, karena motivasi yang kuat, maka tinggi pula hasil belajar. Sebaliknya jika

motivasi rendah, maka rendah pula hasil belajarnya. Untuk itu, guru perlu

mengetahui cara yang tepat untuk menumbuhkan motivasi belajar pada diri siswa.

Menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar siswa di sekolah memang

bermacam-macam. Dalam hal ini guru harus lebih berhati-hati dalam

menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para anak didik.

Djamarah (2015: 159-168) mengemukakan bahwa ada beberapa bentuk

dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar siswa di sekolah

yaitu sebagai berikut: (1) memberi angka; (2) hadiah; (3) saingan atau kompetisi;

(4) ego-involvement; (5) memberi ulangan; (6) mengetahui hasil; (7) pujian; (8)

hukuman; (9) hasrat untuk belajar; (10) minat; (11) tujuan yang diakui.

2.1.4 Hasil Belajar

Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui

seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Eveline (2015:
26

144) mengemukakan bahwa penilaian hasil belajar adalah segala macam prosedur

yang digunakan untuk mendapatkan informaasi mengenai unjuk kerja

(performance) siswa atau seberapa jauh siswa dapat mencapai tujuan-tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Winkel (1996) dalam Purwanto (2016:45)

mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan

manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Perubahan yang terjadi

diperoleh melalui usaha dan membutuhkan waktu yang relatif lama serta

merupakan hasil dari pengalaman. Perubahan perilaku ini disebabkan karena ia

mampu mencapai penguasaan atas sejumlah bahan atau materi yang diberikan

selama proses belajar mengajar. Hasil belajar berupa perubahan dalam aspek

kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Bloom (1956) dalam Rifa‟i dan Anni (2012: 70-4) menjelaskan bahwa ada

tiga taksonomi yang disebut dengan ranah atau domain belajar. Ketiga ranah

tersebut meliputi: (1) ranah kognitif (cognitive domain); (2) ranah afektif

(affective domain); (3) ranah psikomotorik (psychomotoric domain).

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa

dalam penelitian ini berupa soal tes tertulis yang diujikan di akhir pembelajaran

(posttest). Namun demikian, ranah afektif dan psikomotorik tetap diintegrasikan

ke dalam proses pembelajaran. Ranah afektif muncul pada nilai-nilai karakter

yang terintegrasi pada setiap langkah pembelajaran dalam RPP.

Tinggi rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor

tertentu. Hasil belajar yang optimal dapat diperoleh dengan meminimalisir

munculnya faktor-faktor yang dapat memengaruhi hasil belajar. Berikut ini


27

dijelaskan tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi hasil belajar siswa.

Ruseffendi (1991) dalam Susanto (2016: 14-8) mengemukakan bahwa

mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar ada sepuluh

macam, yaitu kecerdasan, kesiapan, bakat, kemauan belajar, minat, model

penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan

kondisi masyarakat.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam siswa dan faktor

dari luar siswa. Faktor yang berasal dari dalam siswa meliputi kecerdasan,

kesiapan, bakat, kemauan belajar, dan minat. Faktor yang berasal dari luar siswa

meliputi model penyajian materi pelajaran, pribadi dan sikap guru, suasana

pengajaran, kompetensi guru, dan masyarakat. Perlu adanya kerjasama dari

berbagai pihak untuk dapat menciptakan proses pembelajaran yang efektif

sehingga dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

2.1.5 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD)

Anak usia SD berada pada periode atau masa akhir anak-anak dengan

rentang 6-12 tahun. Secara umum, karakteristik perkembangan anak usia sekolah

dasar biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah

mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Tahap perkembangan anak usia

sekolah dasar berada pada tahap periode perkembangan yang berbeda antara kelas

rendah dan kelas tinggi dari segala aspek. Tahap periode perkembangan ini

berkaitan dengan tahapan perkembangan kognitif siswa yang mempunyai

perbedaan karakteristik dalam setiap kelompok umurnya. Mengenai

perkembangan kognitif pada anak usia sekolah dasar, Piaget dalam Susanto
28

(2016: 77-8) menjelaskan bahwa “perkembangan kognitif anak dibagi menjadi 4

tahap yaitu: (1) tahap sensorik-motorik (usia 0-2 tahun), (2) tahap pra-operasional

(usia 2-7 tahun), (3) tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun), (4) tahap

operasional formal (usia 11-15 tahun)”.

Sebelum merencanakan kegiatan pembelajaran, guru harus mengetahui

karakteristik siswanya terlebih dahulu. Berdasarkan tahap perkembanagn menurut

Piaget, siswa kelas V termasuk dalam tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun),

pada tahap ini siswa sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi,

misalnya volume dan jumlah, mempunyai kemampuan cara mengkombinasikan

beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya. Selain itu, siswa sudah

mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang

konkret.

Pengetahuan tentang karakterisitik siswa diperlukan guru untuk dapat

menentukan penggunaan strategi, model, metode, ataupun media pembelajaran

yang tepat dalam kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik

perkembangan siswa. Sardiman (2014: 120) menyebutkan bahwa “Karakteristik

siswa adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai

hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola

aktivitas dalam meraih cita-citanya”.

Berdasarkan pengertian pembelajaran menurut ahli tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara guru, siswa, dan

lingkungan belajar yang dilakukan secara sistematis dan terencana untuk

mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, guru harus mampu
29

menciptakan peristiwa belajar dan suasana belajar yang dapat mendukung siswa

untuk belajar dengan baik. Pengalaman belajar yang baik dalam proses belajar

siswa inilah yang disebut dengan pembelajaran yang bermakna.

2.1.6 Hakikat Pembelajaran PKn

Hasil belajar yang berwujud perubahan perilaku di dapat melalui

pembelajaran di sekolah, salah satuya yaitu mata pelajaran PKn. Pendidikan

kewarganegaraan dapat diartikan sebagai “usaha sadar” untuk menyiapkan peserta

didik agar pada masa datang dapat menjadi patriot pembela bangsa dan negara

(Amin, 2009:1.31).

Menurut Penjelasan UU No 20 Tahun 2003 pasal 37 tentang sistem

pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan

dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki

rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Sedangkan Permendiknas No 22 Tahun 2006 menyebutkan bahwa

pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara Indonesia dengan kompetensi memahami hak dan

kewajiban, cerdas, terampil, dan berkarakter seperti diamanatkan oleh Pancasila

dan UUD 1945.

Pendidikan kewarganegaraan adalah usaha sadar dan terencana dalam

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kecerdasan, kecakapan, keterampilan, serta kesadaran

tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara, penghargaan terhadap hak-hak

asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan


30

gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, serta ikut

berperan dalam percaturan global (Susanto, 2016: 227).

Tujuan pendidikan kewarganegaraan membentuk watak atau karakteristik

warga negara yang baik. Susanto (2016: 224) menyatakan bahwa mata pelajaran

pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu pelajaran yang bertujuan untuk

membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Pancasila,

undang-undang, dan norma-norma yang berlaku di masyarakat masih belum

optimal disampaikan ke peserta didik.

Sedangkan ruang lingkup PKn menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006

menyebutkan bahwa untuk pendidikan dasar dan menengah sebagai berikut: (1)

persatuan dan kesatuan bangsa; (2) norma, hukum dan peraturan; (3) Hak Asasi

Manusia (HAM); (4) kebutuhan warga negara; (5) konstitusi negara; (6) kekuasan

dan politik; (7) kedudukan Pancasila; (8) globalisasi.

Susanto (2016: 224) menyatakan bahwa mata pelajaran pendidikan

kewarganegaraan merupakan suatu pelajaran yang bertujuan untuk membentuk

manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Pancasila, undang-undang,

dan norma-norma yang berlaku di masyarakat masih belum optimal disampaikan

ke peserta didik. Winataputra (2008a: 1.29) menyatakan bahwa tuntutan

pedagogis dalam pembelajaran PKn diartikan sebagai pengalaman belajar yang

diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan kewarganegaraan yang tersurat dan

tersirat dalam lingkup isi dan kompetensi dasar.

Winataputra (2008a: 1.39) menyatakan bahwa “PKn merupakan mata

pelajaran dengan visi utama sebagai pendidikan demokrasi yang bersifat


31

multidimensional.” PKn sangat erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat

pada umumnya karena PKn merupakan pendidikan nilai, demokrasi, moral, sosial,

dan masalah pendidikan politik. Siswa perlu mengetahui nilai-nilai yang perlu

dipertahankan dan nilai-nilai yang berkembang karena berbagai faktor yang

memengaruhinya. Sementara itu, guru berperan dalam mendidik siswa menjadi

anak yang baik, dan bersikap moral secara baik dan benar.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa pendidikan

kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat membentuk

siswa menjadi warga negara Indonesia yang baik. Pelajaran PKn diharapkan

mampu membekali siswa dengan pengetahuan, kemampuan dasar berkenaan

dengan hubungan antar warga negara dengan negara, memiliki jiwa persatuan

dan kesatuan, mengerti hak dan kewajiban, serta rasa cinta terhadap tanah air

Indonesia.

2.1.7 Materi Keputusan Bersama

Pada semester genap, untuk mata pelajaran PKn kelas V berdasarkan

silabus pembelajaran SDN Kepandean 03 terdapat 2 standar kompetensi yaitu

memahami kebebasan berorganisasi dan menghargai keputusan bersama. Standar

kompetensi menghargai keputusan bersama terdiri dari dua kompetensi dasar.

Pada peneltian kali ini, peneliti akan membahas kompetensi dasar mengenal

bentuk-bentuk keputusan bersama. Pada kompetensi tersebut, materi yang

dijelaskan antara lain pengertian keputusan bersama, musyawarah, tata cara

mengemukakan pendapat dalam musyawarah, cara pengambilan keputusan

bersama, dan bentuk-bentuk keputusan bersama. Berikut penjelasan lengkapnya.


32

2.1.7.1 Keputusan Bersama

Keputusan bersama adalah keputusan yang melibatkan semua orang yang

berkepentingan. Keputusan bersama melibatkan semua anggota organisasi.

Keputusan bersama harus dilakukan karena dalam organisasi terdapat banyak

orang. Dalam organisasi, kita tidak bisa menyerahkan keputusan kepada satu

orang. Keputusan juga tidak boleh diserahkan kepada ketua organisasi saja.

Semua warga organisasi harus terlibat dalam pengambilan keputusan.Keputusan

bersama merupakan ketentuan, ketetapan, dan penyelesaian yang dilakukan

sekelompok orang terhadap suatu hal atau permasalahan. Semua pihak diharapkan

dapat menerima keputusan bersama dengan ikhlas, bertanggung jawab, dan

lapang dada.Pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama berbeda dengan

pengambilan keputusan untuk kepentingan perorangan, karena pengambilan

keputusan untuk kepentingan bersama dilakukan dengan melibatkan banyak

orang, baik secara langsung, maupun tidak langsung.

2.1.7.2 Cara Pengambilan Keputusan Bersama

Keputusan bersama diambil melalui tiga cara, yaitu: (1) Musyawarah

untuk mufakat termasuk salah satu bentuk atau cara untuk mencapai keputusan

bersama. Musyawarah adalah membicarakan dan menyelesaikan bersama suatu

persoalan dan maksud untuk mencapai kata mufakat atau kesepakatan. Kita

mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan

bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. (2) Pemungutan suara

(Voting) merupakan alternatif terakhir ketika pengambilan keputusan melalui

musyawarah tidak tercapai. Hasil keputusan melalui pemungutan suara juga harus
33

dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.Keputusan berdasarkan pemungutan

suara (voting) ditempuh apabila keputusan berdasarkan musyawarah mufakat

tidak dapat dilakukan. Voting berarti sistem pengambilan keputusan berdasarkan

pemungutan suara. Voting juga diartikan sebagai perolehan suara terbanyak.

Voting dianggap sah apabila rapat dihadiri oleh 2/3 anggota rapat (kuorum) dan

disetujui oleh lebih dari setengah anggota yang hadir. Voting tidak hanya

ditempuh pada saat kata mufakat tidak ditemukan. Pemungutan suara juga

dilakukan pada keputusan yang tidak dapat dimusyawarahkan. Misalnya

pemilihan umum yang diikuti berbagai partai, pemilihan kepala desa, dan

pemilihan presiden.

2.1.7.3 Bentuk-Bentuk Keputusan Bersama

Contoh pelaksanaan bentuk-bentuk keputusan bersama yang terjadi di tiga

dimensi lingkungan, yaitu: (1) Di lingkungan keluarga contohnya adalah dalam

mematuhi dan menaati peraturan yang telah dibuat dan disetujui bersama oleh

semua anggota keluarga. Misalnya setiap anggota keluarga dilarang bermain

gawai saat sedang makan bersama, setelah jam 7 malam anak-anak harus belajar

dan tidak boleh menonton televisi, dan setiap anggota keluarga melaksanakan

kegiatan bersih rumah sesuai dengan tugas masing-masing yang telah disepakati.

(2) Di lingkungan sekolah contohnya saat pemilihan pengurus kelas diambil suara

terbanyak. (3) Di lingkungan masyarakat contohnya adalah saat pemilihan ketua

rukun tetangga (RT) melibatkan para kepala keluarga dan diperoleh dari suara

terbanyak dari seluruh kepala keluarga yang hadir. Contoh lainnya saat
34

pelaksanaan kegiatan rutin kerja bakti yang disepakati untuk dilakukan seminggu

sekali maka harus dipatuhi oleh semua warga lingkungan masyarakat tersebut.

2.1.7.4 Bermusyawarah untuk Mufakat

Musyawarah untuk mencapai mufakat adalah bentuk pengambilan

keputusan bersama yang paling baik. Sebab dengan musyawarah mufakat berarti

semua orang yang terlibat dalam musyawarah menyatakan setuju terhadap

keputusan yang diambil bersama. Persetujuan yang dicapai dalam pengambilan

keputusan bersama tentunya tidak dicapai dengan mudah.

Agar dalam bermusyawarah dapat mencapai mufakat dengan baik, ada

beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh peserta musyawarah, sebagai

berikut: (a) prinsip persamaan yang berarti setiap orang memiliki hak yang sama

dalam mengemukakan pendapat; (b) prinsip keseimbangan antara hak dan

kewajiban. Artinya, setiap orang memiliki hak yang sama dalam mengemukakan

pendapat, dan harus diimbangi oleh kewajiban yang sama untuk menghargai

pendapat orang lain; (c) prinsip kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya,

bebas dalam mengemukakan pendapat tersebut harus disertai kesediaan untuk

mempertanggungjawabkan, (d) prinsip persatuan. Artinya, sekalipun terdapat

perbedaan pendapat tetapi tidak boleh terjadi perpecahan; (e) bersifat

kekeluargaan. Artinya, sekalipun di antara peserta musyawarah terjadi silang

pendapat, akan tetapi suasana harus tetap akrab dan hati harus tetap dingin.

2.1.8 Model Pembelajaran konvensional

Joyce dan Weill dalam Huda (2014: 73) menyatakan bahwa “model

pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk


35

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan

pembelajaran, dan membimbing pembelajran di kelas atau yang lain.”

Model pembelajaran adalah cara atau pola yang digunakan guru dalam

mengajar yang sudah direncanakan sebelumnya guna menyampaikan informasi,

ide-ide, dan keterampilan kepada siswa. Model pembelajaran ada beberapa dan

salah satunya adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran

konvensional biasa digunakan oleh guru dalam melakasanakn pembelajaran

dikelas.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa konvensional adalah

tradisional. Tradisional merupakan sikap atau cara berpikir yang didasarkan pada

kebiasaan secara turun temurun. Model pembelajaran konvensional bersifat satu

arah, guru lebih mendominasi dalam pembelajaran. Susanto (2016: 192)

mengungkapkan “bahwa penerapan model pembelajaran konvensional yakni

ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas rumah (PR) sehingga membuat

peserta didik tidak berpartisipsi aktif dalam mengikuti proses pembelajaran”.

Majid (2015: 165), menyatakan bahwa “pembelajaran konvensional dalam

kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah

terbiasa dilakukan yang sifatnya berpusat pada guru”. Pelaksanaan pembelajaran

konvensional dilakukan melalui penjelasan guru (lecture).

Salah satu contoh model pembelajaran konvensional adalah ceramah.

Hamdayana (2014: 168) mengemukakan bahwa metode ceramah adalah metode

yang boleh dikatakan metode tradisional karena sejak dulu metode ini telah
36

dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan anak didik dalam

interaksi edukatif.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan model pembelajaran

konvensional adalah model pembelajaran yang sudah lama ada dan model yang

hanya bepusat pada guru sehingga siswa tidak berperan aktif dalam pembelajaran.

2.1.9 Model Pembelajaran Kooperatif

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan

siswa dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif disampaikan oleh Roger, dkk (1992) dalam Huda (2016:

29), menyatakan bahwa sebagai berikut:

Cooperative learning is group learning activity organized in such away


that learning is based on the socially structured change of information
between learners in group in which each learner is held accountable for
his or her own learning and is motivated to increase the learning of other.

Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok

yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada

perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang

di dalamnya setiap pembelajar bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri

dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk dapat belajar dan menyelesaikan

suatu permasalahan secara bersama-sama tanpa adanya kompetisi di dalamnya.

Johnson dan Johnson (1981) dalam Huda (2016: 31), juga menegaskan

bahwa pembelajaran kooperatif berarti working together to accomplish shared

goals (bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama). Pembelajaran kooperatif

merupakan model pembelajaran dengan membentuk beberapa kelompok kecil.


37

Siswa dalam setiap kelompok melakukan kerjasama dan interaksi dengan teman

satu kelompoknya mendiskusikan suatu tugas tertentu. Tujuan pembelajaran

kooperatif yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu

untuk dapat mengemukakan bahwa gagasan dan melatih kemampuan

berkomunikasi serta meningkatkan rasa percaya dirinya.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, dapat disimpulkan

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dilakukan secara

berkelompok yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam siswa yang bersifat

heterogen dan memungkinkan terjadinya interaksi antar anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif lebih banyak berpusat pada siswa. Guru berperan sebagai

fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru tidak hanya menyampaikan ilmu

pengetahuan secara langsung, tapi guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk dapat membangun pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Guru dapat

memberikan pengarahan dan membimbing siswa selama proses pembelajaran.

2.1.10 Model Pembelajaran Snowball throwing

Bayor (2010) dalam Hamdayana (2014: 158) mengemukakan bahwa

“pembelajaran snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif

(active learning) yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa.” Peran

guru disini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran dan

selanjutnya, penertiban terhadap jalannya pembelajaran. Pembelajaran snowball

throwing atau yang sering dikenal dengan nama snowball fight merupakan

pembelajaran yang diadopsi pertama kali dari game fisik dimana segumpalan bola

salju dilempar dengan maksud memukul orang lain (Huda, 2014: 226).
38

Sebelum melakukan pembelajaran hendaklah guru mempersiapkan segala

sesuatu yang menunjang keberhasilan model snowball throwing ini. Guru harus

mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan baik, media yang akan

digunakan, serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan baik. Guru

juga harus memahami langkah-langkah penggunaan model snowball throwing

dengan baik.

Handayana (2014:159-160) menyebutkan bahwa langkah-langkah

pelaksanaan model snowball throwing adalah sebagai berikut:

(1) guru menyampaikan materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin
dicapai; (2) guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-
masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi; (3)
masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya; (4) kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar
kertas, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut
materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok; (5) kemudian kertas
yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu
siswa ke siswa yang lain selama ±5 menit; (6) setelah siswa dapat satu
bola/satu pertanyaandiberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian; (7) evaluasi; (8) penutup.

Untuk melaksanakan model pembelajaran dengan menggunakan snowball

throwing, pendidik perlu melakukan beberapa persiapan. Persiapan/langkah yang

harus dilakukan adalah sebagai berikut: (1) guru menyiapkan pertanyaan-

pertanyaan, minimal 25 pertanyaan singkat, lebih banyak lebih baik; (2) guru

menyiapkan bola kecil (bisa bola karet atau bola kain), yang akan digunakan

sebagai alat lempar; (3) guru menerangkan cara bermain snowball throwing

kepada siswa.
39

Aturan atau cara bermain snowball throwing menurut Handayana

(2014:160) adalah sebagaimana diterangkan berikut ini:

(1) guru melemparkan bola secara acak kepada salah satu siswa; (2) siswa
yang mendapatkan bola melemparkannya ke siswa yang lain, boleh secara
acak atau secara sengaja; (2) siswa yang mendapatkan bola dari temannya
melemparkannya kembali ke siswa yang lainnya; (3) siswa ketiga/siswa
terakhir, berkewajiban untuk mengerjakan soal yang telah disiapkan oleh
guru; (4) mengulangi terus metode di atas, sampai soal yang disediakan
habis atau waktu habis; (5) guru membenarkan jika jawaban benar,
menegaskan apabila kurang pas dan menerangkan/membahas soal yang
baru saja dijawab.

Metode snowball throwing mempunyai beberapa kelebihan yang

semuanya melibatkan dan keikutsertaan siswa dalam pembelajaran. Kelebihan

dari metode snowball throwing menurut Handayana (2014:161) terdiri dari:

(1) suasana pembelajaran menjadi menyenangkan karena siswa seperti


bermain dengan melempar bola kertas kepada siswa lain; (2) siswa
mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir karena
diberi kesempatan untuk membuat soal dan diberikan pada siswa lain; (3)
membuat siswa siap dengan berbagai kemungkinan karena siswa tidak
tahu soal yang dibuat temannya seperti apa; (4) siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran; (5) pendidik tidak terlalu repot membuat media karena
siswa terjun langsung dalam praktik; (6) pembelajaran menjadi lebih
efektif; (7) aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dapat tercapai.

Kelemahan dari metode snowball throwing menurut Handayana

(2014:161) adalah sebagai berikut:

(1) sangat bergantung pada kemampuan siswa dalam memahami materi


sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit; (2) ketua kelompok yang
tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu menjadi penghambat bagi
anggota lain untuk memahami materi sehingga diperlukan waktu yang
tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran; (3) tidak ada
kuis individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat
berkelompok kurang termotivasi untuk bekerja sama tapi tidak menutup
kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis individu
dan penghargaan kelompok; (4) memerlukan waktu yang panjang; (5)
murid yang naka cenderung berbuat onar (6) kelas sering kali gaduh
karena kelompok dibuat oleh murid.
40

2.1.11 Media Crossword Puzzzle

Cahyo (2011:39) mengemukakan bahwa permainan teka-teki silang atau

crossword puzzle adalah “permainan asah otak yang diminati banyak orang”.

Teka-Teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan di mana kita harus

mengisi ruang-ruang kosong (berbentuk kotak putih) dengan huruf-huruf yang

membentuk sebuah kata berdasarkan petunjuk yang diberikan. Petunjuk biasanya

dibagi ke dalam kategori “Mendatar” dan “Menurun” tergantung posisi kata-kata

yang harus diisi (Wikipedia).

Crossword puzzle merupakan permainan mengasah otak melalui pencarian

dan mengingat kata yang pas untuk jawaban pada kotak yang tersedia. Permainan

crossword puzzle dapat lebih menarik kalau dimainkan dengan banyak orang

dengan mendiskusikan jawabannya.

Pembelajaran menggunakan permainan crossword puzzle dapat melibatkan

partisipasi peserta didik aktif sejak kegiatan pembelajaran dimulai. Siswa diajak

untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan

tetapi juga melibatkan fisik. Dengan ini siswa akan merasakan suasana yang lebih

menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

Crossword puzzle membuat orang berpikir dan mengingat. Orang yang

memiliki pengetahuan yang luas dan kosakata yang banyak biasanya mudah

dalam mengisi crossword puzzle. Saat mengisi crossword puzzle akan membaca

petujuknya dan melihat berapa jumlah kata yang disediakan dalam kotak.

Kemudian, akan mengingat dan mencari jawaban kata apa yang sesuai dengan

petunjuknya. Crossword puzzle dalam pembelajaran dapat berfungsi untuk


41

meninjau ulang (review) materi-materi yang sudah disampaikan. Peninjauan ini

berguna untuk memudahkan siswa dalam mengingat-ingat kembali materi apa

yang telah disampaikan. Sehingga, siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran

baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Silberman (2013:256-7) menyebutkan bahwa langkah-langkah crossword

puzzle, meliputi:

(1) menjelaskan beberapa istilah atau nama-nama penting yang terkait


dengan mata pelajaran; (2) susunlah sebuah teka-teki silang sederhana,
dengan menyertakan sebanyak mungkin unsur pelajaran. (Catatan: jika
terlalu sulit untuk membuat teka teki silang tentang apa yang terkandung
dalam pelajaran, sertakan unsur-unsur yang bersifat menghibur, tidak
mesti berhubungan dengan pelajaran, sebagai selingan.); (3) susunlah kata-
kata pemandu pengisian teka-teki silang, gunakan jenis yang berikut ini:
definisi singkat, sebuah kategori yang cocok dengan unsurnya, sebuah
contoh, lawan kata; (4) bagikan teka-teki itu kepada siswa, baik secara
perseorangan maupun kelompok; (5) tetapkan batas waktunya, berikan
penghargaan kepada individu atau tim yang paling banyak memiliki
jawaban benar.

2.2 Kajian Empiris


Kajian yang relevan dengan penelitian ini yaitu kajian tentang hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya:

(1) Penelitian yang dilakukan oleh Gallant Alim Purbowo, Mashuri, dan Putriaji

Hendikawati (2012) dengan judul “Keefektifan Pembelajaran snowball

throwing berbantuan lembar kegiatan siswa”. Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa kelas eksperimen dan kelas

kontrol memiliki pengetahuan yang sama. Setelah diberi perlakuan yang

berbeda pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh data hasil

belajar bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran snowball throwing


42

berbantuan LKS dapat mencapai ketuntasan minimal yaitu sebesar 80%. Hal

ini menunjukkan pembelajaran snowball throwing berbantuan LKS mampu

menghantarkan siswa untuk mencapai ketuntasan minimal.

(2) Penelitian yang dilakukan oleh Leny Radili (2012) dengan judul “Pengaruh

Penggunaan Crossword Puzzle terhadap Hasil Belajar Siswa pada

Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi”. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa hasil penelitian

menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh kelompok eksperimen sebesar

79,5 sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh kelompok kontrol sebesar

72,2. Dari hasil pengujian perbedaan mean dengan menggunakan uji t

menunjukkan t hitung (3,04) lebih besar dari t tabel (2,00 dk 70) pada taraf

signifikan α 0,05, dengan demikian terdapat pengaruh antara hasil belajar

kelompok eksperimen yang belajar dengan Strategi Active Learning Tipe

Crossword Puzzle pada kelas VII9 dibanding kelompok kontrol yang belajar

dengan pembelajaran Konvensional.

(3) Penelitian yang dilakukan oleh Lubna Almenoar (2012) dengan judul

“Snowballing Using Quranic Verses in English”. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa penelitian yang

menggunakan model snowball throwing. Setelah menggunakan model ini

pembelajaran di dalam kelas menjadi lebih hidup, karena siswa lebih aktif

dan hasil pembelajaran menjadi lebih baik, serta tujuan pembelajaran

Quranic Verses in English dapat tercapai.

(4) Penelitan yang dilakukan oleh Dewi Nirmalasar, Bakti Mulyani, dan Budi

Utami (2013) dengan judul “Studi Komparasi Penggunaan Media Mind Map
43

dan crossword puzzle pada Metode Proyek ditinjau dari Kreativitas Siswa

Terhadap Prestasi Belajar pada Materi Pokok Sistem Koloid Kelas XI

semester genap SMA N 1 Banyudono tahun pelajaran 2012/2013”.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan

bahwa siswa yang diajar menggunakan media Mind Map lebih baik

daripada prestasi belajar kognitif siswa yang diajar menggunakan media

Crossword puzzle, dengan nilai rataan prestasi kognitif berturut-turut 86,5

dan 82. Tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran proyek

menggunakan media Mind Map dan Crossword puzzle dengan kreativitas

siswa terhadap prestasi belajar pada materi pokok koloid.

(5) Penelitian yang dilakukan oleh Entin T. Agustina (2013) dengan judul

“Implementasi Model Pembelajaran Snowball throwing untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Membuat Produk Kria Kayu

dengan Peralatan Manual”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa melalui model pembelajaran

snowball throwing terbukti dapat meningkatkan hasil belajar.

(6) Penelitian yang dilakukan oleh Haryani, H. Soegiyanto, MG. Dwiji Astuti

(2013) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Snowball throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Struktur Bumi”.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa

model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing dapat meningkatkan

hasil belajar IPA tentang struktur bumi pada siswa kelas V SDN Ngadiroyo,

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.


44

(7) Penelitian yang dilakukan oleh Intan Kurnia (2013) dengan judul

“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball throwing untuk

Meningkatkan Hasil Belajar PKn”. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball throwing dapat meningkatkan performansi guru, aktivitas dan

hasil belajar siswa siswa kelas III di SD Negeri Gumilir 05 Cilacap pada

pembelajaran PKn materi Bangga Sebagai Bangsa Indonesia. Peningkatan

tersebut dibuktikan dengan perolehan hasil belajar siswa, aktivitas siswa,

dan performansi guru.

(8) Penelitian yang dilakukan oleh Malik Amer Atta, Asif Jamil, Ghulam

Muhammad Kundi, dan Muhammad Siddique (2013) dari Gomal

University, Deran Ismail Khan, Pakistan dengan judul “Effect of Co-

Operative Learning on the Educational Attaiments of Students at

Elementary School Level”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif mempengaruhi

tingkat pendidikan siswa tingat dasar. Pada kelas eksperimen menggunakan

pembelajaran kooperatif sedangkan kelas kontrol tidak menggunakan model

pembelajaran kooperatif, sehingga ada perbedaan yang signifikan antara

kelas tersebut.

(9) Penelitian yang dilakukan oleh Md. Puspa Dewi, I Kt. Adnyana Putra, dan I

Gst A. Oka Negara (2013) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran

Snowball throwing terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD di Gugus

Sri Kandi Kecamatan Denpasar Timur”. Berdasarkan penelitian yang telah


45

dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa hasil penelitian yang diperolehada

perbedaan kemampuan menyimak antara siswa yang memiliki minat belajar

tinggi dan yang memiliki minat belajar rendah. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa kemampuan menyimak siswa yang diajar dengan model

pembelajaran Snowball throwing lebih baik dari pada yang diajar dengan

model pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD),

kemampuan menyimak siswa yang memiliki minat belajar tinggi lebih baik

dari pada siswa yang memiliki minat belajar rendah, dan terdapat interaksi

antara model pembelajaran dan minat belajar dalam mempengaruhi

kemampuan menyimak.

(10) Penelitian yang dilakukan oleh Retno Wijiastuti (2013) dengan judul

“Keefektifan Strategi Crossword Puzlle pada Hasil Belajar IPS”.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa

bahwa ada perbedaan hasil belajar antara yang menerapkan strategi

crossword puzzle dan yang menerapkan strategi konvensional. Pembelajaran

dengan menggunakan strategi crossword puzzle lebih efektif dibandingkan

dengan pembelajaran yang hanya menerapkan strategi konvensional pada

mata pelajaran IPS materi Perkembangan Teknologi.

(11) Penelitian yang dilakukan oleh Vera Daniati, Yuliasma, dan Zora Irianti

(2013) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Model

Kooperatif Tipe Snowball throwing pada Pembelajaran Seni Tari Kelas

VIIIC di SMP N 1 Bukit Tinggi”. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan


46

model kooperatif tipe snowball throwing sesuai dengan harapan yang

diinginkan guru. seperti, siswa lebih aktif untuk belajar, keseriusan,

kerjasama, dan partisipasi lebih baik dari yang sebelumnya.

(12) Penelitian yang dilakukan oleh Wiwat Orawiwatnakul (2013) dari Bangkok

University dengan judul”Crossword Puzzles as a Learning Tool For

Vocabulary Development”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diperoleh kesimpulan bahwa teka-teki silang cocok untuk semua siswa.

Tidak peduli apa tingkat kemahiran kosakata siswa sebelum intervensi,

mereka dapat meningkatkan pengetahuan kosakata.

(13) Penelitan yang dilakukan oleh Ahmad Rifaldi Djahir, Daud K. Walanda,

dan Baharuddin Hamzah (2014) dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Snowball throwing Berbantuan Kode SMILES pada Materi

Hidrokarbon terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 5 Palu”.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan

bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing

berbantuan kode SMILES terpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

(14) Penelitian yang dilakukan oleh Babayemi J. O. dan Olagunju A. M. (2014)

dengan judul “Effects of Crossword picture puzzle Teaching Strategy and

Gender on Student’s Attitude to Basic Science”. Adapun hasil penelitian

mengungkapkan bahwa siswa dalam kelompok perlakuan Crossword

picture puzzle memiliki nilai posttest tinggi yaitu skor sikap (x = 58,433)

sedangkan siswa dalam kelompok konvensional memiliki skor sikap (x =

52,081). Penggunaan teka-teki silang dan gambar independent puzzle untuk


47

latihan bersama dalam bentuk permainan mendorong minat mereka untuk

belajar. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa jenis kelamin tidak

berpengaruh signifikan terhadap sikap siswa. Namun, siswa laki-laki

memiliki rata-rata yang lebih tinggi = 55,210 sementara siswa perempuan

memiliki rata-rata lebih rendah = 54,560 tetapi perbedaan tersebut tidak

signifikan. Sehingga penggunaan crossword picture puzzle berpengaruh

terhadap siswa terhadap ilmu pengetahuan dasar.

(15) Penelitian yang dilakukan oleh Cintiana (2014) dengan judul “Peningkatan

Pembelajaran Sumber Daya Alam melalui Snowball throwing”. Berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa terdapat

perbedaan hasil belajar siswa kelas IV secara signifikan antara yang

mendapat pembelajaran model snowball throwing dan yang mendapatkan

pembelajaran dengan metode ceramah dan model pembelajaran snowball

throwing dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik daripada dengan

metode ceramah.

(16) Penelitian yang dilakukan oleh Heru Susanto dan I Gusti Putu Asto B.

(2014) dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Metode

Snowball throwing terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Mata

Diklat Menerapkan Konsep Elektronika Digital dan Rangkaian Elektronika

Komputer Kelas X TEI di SMK Negeri 3 Jombang”. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa metode snowball

throwing berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

(17) Penelitian yang dilakukan oleh I Kt Sandi, I Wyn. Suwatra, dan I Wyn.

Widiana (2014) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Snowball


48

Throwing terhadap Hasil Belajar IPA dengan Kovariabel Kemampuan

Berpikir Kreatif Siswa Kelas IV SD”. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa adanya perbedaan yang signifikan

penerapan model pembelajaran snowball throwing dengan model

pembelajaran konvensional,rata-rata nilai yang dibelajarkan dengan model

pembelajaran snowball throwing lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

nilai yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini

menunjukkan bahwa model pembelajaran snowball throwing lebih unggul

untuk meningkatkan hasil belajar IPA dibandingkan model pembelajaran

konvensional.

(18) Penelitian yang dilakukan oleh Kd. Ayu Susanti, I Ngh. Suadnyana, dan Siti

Zulaikha (2014) dengan judul “Pengaruh Model Snowball Throwing

Berbantuan Media Konkret terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V SD Gugusi

Gusti Ngurah Rai Denpasar”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar kelas eksperimen yang

menggunakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball

throwing berbantuan media konkret lebih baik, dilihat dari nilai rata-rata

siswa kelompok eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok kontrol

(19) Penelitian yang dilakukan oleh LD Oviyanti (2014) dengan judul

“Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Bervisi

SETS terhadap Hasil Belajar Koloid”. Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa hasil uji perbedaan rata-rata

satu pihak kanan menunjukkan rata-rata kelas eksperimen lebih baik dari
49

kelas kontrol. Pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing efektif

terhadap hasil belajar kompetensi sistem koloid siswa.

(20) Penelitian yang dilakukan oleh Perucha Nuraini W K W (2014) dengan

judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing

untuk Meningkatkan Hasil Belajar Sosiologi Siswa Kelas XI IPS 1 SMA

Negeri 6 Surakarta”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh

kesimpulan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran snowball

throwing pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 6 Surakarta dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Sosiologi dalam

materi Dinamika Kelompok Sosial.

(21) Penelitian yang dilakukan oleh Prima Khusbiyantoro (2014) dengan judul

“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing dalam

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Papar

Kabupaten Kediri Tahun Pelajaran 2014/2015 pada Pokok Bahasan Operasi

Aljabar”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperolah kesimpulan

bahwa pembelajaran menggunakan model snowball throwing pada pokok

bahasan operasi hitung aljabar dapat meningkatkan motivasi dan hasil

belajar siswa.

(22) Penelitian yang dilakukan oleh Rakimahwati (2014) dengan judul “The

Effectiveness of a Crossword Puzzle Game in Improving Numeracy Ability

of Kindergarten Children”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diperoleh kesimpulan bahwa di kelas eksperimen, nilai tertinggi yang

diperoleh siswa adalah 98, sedangkan pada kelas kontrol nilai tertinggi
50

adalah 92. Dari analisis data yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa ada

perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen yang menggunakan

permainan teka-teki silang dalam meningkatkan kemampuan berhitung

siswa dan kelas kontrol yang hanya menggunakan pembelajaran

konvensional dalam memperkenalkan aritmatika. Penggunaan permainan

teka-teki silang efektif dalam meningkatkan perkembangan berhitung anak-

anak TK TK Arrahim Padang. Ini berarti bahwa pendapat yang dinyatakan

dalam hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Ini berarti bahwa

peningkatan dalam pengembangan kemampuan berhitung anak usia dini

dengan menggunakan permainan teka-teki silang dianggap efektif jika

dibandingkan dengan kelas yang tidak menggunakan permainan teka-teki

silang.

(23) Penelitian yang dilakukan oleh Titik Endang Setiawati, Hera Deswita, dan

Suwandi (2014) dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan

Metode Snowball throwing terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

VIII SMP Negeri 2 Rambah Hilir”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata yang diperoleh siswa kelas

eksperimen sebesar 71,45 sedangkan rata-rata yang diperoleh kelas kontrol

sebesar 57,83. Ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen lebih

tinggi dari pada rata-rata kelas kontrol. Dari perolehan rata-rata, terlihat

bahwa metode snowball throwing lebih baik dari pembelajaran

konvensional. Sehingga metode snowball throwing dapat dijadikan

alternatif dalam pembelajaran di SMP Negeri 2 Rambah Hilir.


51

(24) Penelitian yang dilakukan oleh Tri Widayanti (2014) dengan judul

“Keefektifan Pembelajaran Model Snowball Throwing Berbantuan CD

Interaktif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah”. Compact Disk (CD)

Interaktif dalam penelitian ini merupakan sebuah media yang menegaskan

sebuah format multimedia yang dikemas dalam sebuah CD dengan tujuan

aplikasi interaktif di dalamnya sehingga peserta didik dapat lebih aktif

dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik

yang memeroleh pembelajaran matematika dengan model Snowball

throwing berbantuan CD interaktif mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal,

kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang memeroleh

pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Snowball throwing

berbantuan CD interaktif lebih baik dari peserta didik yang memeroleh

pembelajaran dengan model Pembelajaran Langsung. Dengan demikian

pembelajaran Snowball throwing berbantuan CD interaktif dapat digunakan

sebagai salah satu alternatif dalam mengefektifkan pembelajaran

matematika pada turunan fungsi di SMA Negeri 9 Semarang.

(25) Penelitian yang dilakukan oleh Candra Mufti Ali (2015) dengan judul

“Penerapan Strategi Pembelajaran Crossword Puzzle untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Teknik Listrik Kelas X SMKN 1

Jetis Mojokerto”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh

kesimpulan bahwa ada perbedaan antara pembelajaran menggunakan

strategi pembelajaran crossword puzzle dan model pembelajaran langsung.


52

(26) Penelitian yang dilakukan oleh Desi Triaris Setiarini (2015) dengan judul

“Keefektifan Metode Pembelajaran Snowball throwing berbantuan Alat

Peraga Materi Persegi dan Persegi Panjang Kelas VII SMP Negeri 14

Pekalongan”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh

kesimpulan bahwa pembelajaran dengan metode pembelajaran snowball

throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan motode pembelajaran

snowball throwing lebih efektif dibandingkan dengan metode ekspositori.

(27) Penelitian yang dilakukan oleh Iis Rosita (2015) dengan judul “Pengaruh

Model Pembelajaran Snowball throwing terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa

Kelas X MAN 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa model

pembelajaran snowball throwing berpengaruh terhadap hasil belajar fisika

siswa dengan kelas eksperimen memeroleh rata-rata skor 66,46 dan untuk

kelas kontrol memeroleh rata-rata skor 60,36.

(28) Penelitian yang dilakukan oleh Yuliati (2015) dengan judul “Efektivitas

Penggunaan Model Kooperatif Tipe Snowball throwing untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Sistem Pertidaksamaan

Linear di Kelas XI-IS-2 SMA Negeri 7 Banda Aceh”. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan

hasil belajar siswa tercermin dari hasil post test pada siklus pertama 40%

yang tuntas dan pada siklus kedua mengalami peningkatan sebesar 53%

yaitu menjadi 93%. Terjadi peningkatan keefektifitas siswa XI-IS-2 SMA

Negeri 7 Banda Aceh dalam mengikuti pembelajaran. Peningkatan ini

terjadi karena siswa sudah termotivasi dan merasa senang dan antusias
53

terhadap model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. Hal ini

ditunjukkan oleh hasil angket yang disebarkan kepada siswa.

(29) Penelitian yang dilakukan oleh Andi Mulawakkan Firdaus (2016)

Universitas Muhammadiyah Makasar yang berjudul “Efektivitas

Pembelajaran Matematika Melalui Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif tipe Snowball throwing”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan diperoleh kesimpulan yang menunjukkan bahwa pembelajaran

yang menggunakan model pembelajaran snowball throwing dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, penerapan model

pembelajaran tipe snowball throwing lebih efektif jika dibandingkan dengan

penerapan metode ekspositori untuk pokok bahasan sistem persamaan linear

dua variabel.

(30) Penelitian yang dilakukan oleh Arfika Riestyan Rachmantika (2016) dengan

judul “Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Strategi Snowball

throwing dan Problem Solving terhadap Hasil Belajar ditinjau dari

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa kelas VII SMP Negeri 2 Blota tahun

ajaran 2015/2016”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

diperoleh kesimpulan bahwa rerata hasil belajar kelas eksperimen (model

snowball throwing) seebesar 73,07 dan rerata hasil belajar siswa kelas

kontrol (model problem solving) sebesar 75,5. Rerata hasil belajar kelas

kontrol lebih besar dibandingkan dengan rerata hasil belajar kelas

eksperimen. Berdasarkan rerata hasil belajar dan kemampuan berpikir

kreatif siswa menunjukkan tidak terdapat interaksi strategi pembelajaran


54

dan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar. Strategi

pembelajaran dan kemampuan berpikir kreatif memberikan hasil belajar

matematika yang konsisten satu sama lain. Terlihat dari profil variabel

bebasnya yang relatif sejajar namun tidak berhimpit antara profil Snowball

throwing dan Problem Solving.

(31) Penelitian yang dilakukan oleh Ermaita, Pargito, dan Pujiati (2016) dengan

judul “Penggunaan Media Pembelajaran Crossword Puzzle untuk

Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa”. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran

dengan menggunakan media crossword puzzle dapat diimplementasikan

untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan keterampilan berpikir

kreatif siswa. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian antara lain; (1)

penggunaan media pembelajaran crossword puzzle dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa. Pada siklus pertama kemampuan berpikir

kreatif siswa adalah 62,71% atau 17 siswa memiliki kemampuan berpikir

kreatif tinggi. Pada siklus kedua terjadi peningkatan sebesar 22,14%, dari

sebelumnya 62,71% menjadi 82,14% pada siklus 2 sedangkan siklus ketiga

sebesar 88,4% sehingga peningkatan siklus kedua dengan siklus ketiga

sebesar 6,26%.

(32) Penelitian yang dilakukan oleh Lindra Muliawati (2017) dengan judul

“Penggunaan Media Puzzle Mata Pelajaran IPS Materi Mengenal Para

Tokoh Pahlawan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kelas V SDN 4

Ngadimulyo Kampak Trenggalek”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah


55

dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas siswa pada siklus I ke

siklus II mengalami peningkatan dengan presentase keterlaksanaan yang

masuk kedalam kriteria sangat baik dengan nilai ketercapaian yang sangat

baik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan media puzzle

dalam mata pelajaran IPS dapat memberikan peningkatan terhadapa

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di kelas V SDN 4 Ngadimulyo

Kampak Trenggalek. Hasil belajar dari siklus I ke siklus II menunjukkan

bahwa adanya peningkatan baik dalam presentase ketuntasan klasikal

maupun nilai rata-rata yang diperoleh siswa. Dari hasil tersebut pada siklus

II telah berhasil mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu

 80.

(33) Penelitian yang dilakukan oleh Mursilah (2017) dengan judul “Penerapan

Metode Pembelajaran Crossword Puzzle dalam Meningkatkan Hasil Belajar

IPS Kelas XII SMK Nurul Huda Sukaraja”. Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode

crossword puzzle aktivitas dan hasil belajar mengalami peningkatan setiap

siklusnya. Bukti yang menunjukkan peningkatan hasil belajar IPS dengan

menggunakan metode crossword puzzle yaitu Pra siklus nilai rata-rata yang

diperoleh sebesar 70,83 pada siklus I mengalami peningkatan yaitu 77,91

dan mengalami peningkatan lagi pada siklus II yaitu memperoleh nilai rata-

rata 87,91. Selain nilai rata-rata, aktivitas peserta didik juga mengalami

peningkatan diantaranya aspek kesiapan belajar pada pra siklus sebesar

48%, siklus I sebesar 72% dan siklus II sebesar 93%. Aspek memperhatikan
56

guru menerangkan pada pra siklus sebesar 48%, siklus I sebesar 72% dan

siklus II sebesar 91%. Aspek partisipasi peserta didik dalam pembelajaran

pada pra siklus sebesar 52%, siklus I sebesar 73% dan siklus II sebesar 93%.

(34) Penelitian yang dilakukan oleh Triastuti Handayani, Mujasam, Sri Wahyu

Widyaningsih, dan Irfan Yusuf (2017) dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatife Tipe Snowball Throwing terhadap Hasil Belajar

Peserta Didik”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh

kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif

tipe snowball throwing dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada

materi suhu. Data yang mendukung yaitu pencapaian rata-rata hasil posstest

peserta didik sebesar 63,44% atau dalam kategori baik, sehingga

pembelajaran dengan model tersebut lebih efektif diterapkan.

Beberapa hasil penelitian yang dikemukakan merupakan penelitian yang

relevan dengan penelitian ini, karena sama-sama menggunakan model

pembelajaran snowball throwing dan crossword puzzle. Perbedaan penelitian ini

dengan yang terdahulu yaitu pada variabel motivasi belajar, mata pelajaran, materi

yang digunakan, jumlah populasi, kelas, dan jenjang pendidikan yang diteliti

antara penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini juga

berbeda. Jenjang pendidikan penelitian yang terdahulu terdapat yang lebih tinggi

dari SD yaitu SMP, SMA dan SMK, sedangkan peneliti akan melakukan

penelitian di jenjang SD. Penelitian ini hanya akan berfokus pada ranah kognitif

siswa, yakni hasil belajar siswa.

Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian mengenai

keefektifan model snowball throwing berbantu media crossword puzzle ditinjau


57

dari motivasi dan hasil belajar materi keputsan bersama pada jenjang sekolah

dasar. Penelitian menggunakan model snowball throwing berbantu media

crossword puzzle belum pernah diterapkan di SDN Kepandean 03 Kabupaten

Tegal, sehingga perlu diteliti keefektifannya.

Proses penelitian dilakukan pada dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu dengan membandingkan

motivasi dan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Penelitian yang relevan digunakan sebagai acuan dan diharapkan dapat

memberikan kontribusi dalam penelitian ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Permendiknas No. 22 tahun 2006 mengemukakan bahwa PKn adalah suatu

mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi

warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang

diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pembelajaran PKn di SD hendaklah

dilakukan dengan baik karena, sekolah dasar merupakan jenjang yang paling dasar

untuk membentuk manusia seutuhnya. Pada pembelajaran PKn di kelas V SDN

Kepandean 03, guru sudah menggunakan model pembelajaran tetapi model yang

digunakan belum bervariasi dan pembelajaran masih berpusat pada guru. Selain

itu pembelajaran juga masih didominasi dengan pembelajaran yang bersifat

konvensional. Jika guru tetap menggunakan model pembelajaran yang bersifat

monoton maka akan menyebabkan pembelajaran kurang efektif, siswa kurang

aktif dan hasil belajar kurang optimal.


58

Proses pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa. Guru

hendaknya mampu menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan

menyenangkan serta dapat memberikan makna pada siswa, sehingga ilmu dapat

diterima dengan baik dan tersimpan dalam memori jangka panjang. Pembelajaran

bisa menjadi bermakna jika siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Menerpakan model-model pembelajaran yang inovatif, interaktif, menyenangkan,

serta dapat memberikan ruang yang cukup untuk perkembangan fisik, psikologis,

dan potensinya merupakan salah satu cara agar pembelajaran yang efektif.

Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran

diantaranya yaitu model-model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran

kooperatif memiliki berbagai macam model diantaranya model pembelajaran

snowball throwing. Model pembelajaran snowball throwing cocok diterapkan

dalam pembelajaran PKn di SD kelas V karena sesuai dengan karakteristik siswa

SD yang masih ingin bermain. Pembelajaran yang bermakna akan tersimpan

dalam memori jangka panjang maka ilmu yang didapat siswa akan menjadi lebih

lama tersimpan. Model pembelajaran memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda.

Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang memengaruhinya, seperti

tingkat kecocokan model terhadap materi. Setiap model pembelajaran memiliki

kelebihan dan kelemahan yang memengaruhi tingkat keberhasilan model terhadap

hasil belajar.

Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu adanya suatu strategi dan

pendekatan pembelajaran khusus dalam pembelajaran PKn. Salah satunya yaitu

dengan menerapkan model pembelajaran snowball throwing. Dari uraian tersebut,

dapat digambarkan alur pemikiran dalam penelitian yaitu sebagai berikut:


59

Pembelajaran PKn di SD

Keputusan bersama

Kelas eksperimen Kelas Kontrol

Dibelajarkan dengan pembelajaran Dibelajarkan dengan model


menggunakan model snowball pembelajaran konvensional
throwing berbantu media berbantu media crossword puzzle
crossword puzzle

Motivasi dan hasil Motivasi dan hasil


belajar belajar

Dibandingkan

1. Ada tidaknya perbedaan antara motivasi dan hasil belajar menggunakan


model snowball throwing berbantu media crossword puzzle dengan
pembelajaran konvensional.
2. Lebih efektif mana antara model snowball throwing berbantu media
crossword puzzle dengan model konvensional ditinjau dari motivasi dan
hasil belajar pada siswa kelas V materi keputusan bersama.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis

Sugiyono (2016: 99) menyatakan bahwa “hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah


60

penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Berdasarkan

landasan teori dan kerangka berpikir, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

yaitu:

H01 : Tidak terdapat perbedaan motivasi belajar dalam pembelajaran PKn materi

keputusan bersama pada siswa kelas V antara yang menggunakan model

pembelajaran snowball throwing berbantu media crossword puzzle dan

yang menggunakan model pembelajaran konvensional (µ 1 = µ2).

Ha1 : Terdapat perbedaan motivasi belajar dalam pembelajaran PKn materi

keputusan bersama pada siswa kelas V antara yang menggunakan model

pembelajaran snowball throwing berbantu media crossword puzzle dan

yang menggunakan model pembelajaran konvensional (µ 1 ≠ µ2).

H02 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar PKn materi keputusan bersama pada

siswa kelas V antara yang menggunakan model pembelajaran snowball

throwing berbantu media crossword puzzle dan yang menggunakan model

pembelajaran konvensional (µ1 = µ2).

Ha2 : Terdapat perbedaan hasil belajar PKn materi keputusan bersama pada siswa

kelas V antara yang menggunakan model pembelajaran snowball throwing

berbantu media crossword puzzle dan yang menggunakan model

pembelajaran konvensional (µ1 ≠ µ2).

H03 : Penggunaan model pembelajaran snowball throwing berbantu media

crossword puzzle tidak lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional

ditinjau dari motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi

keputusan bersama (µ1 ≤ µ2 ).


61

Ha3 : Penggunaan model pembelajaran snowball throwing berbantu media

crossword puzzle lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional

ditinjau dari motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi

keputusan bersama (µ1 > µ2 ).

H04 : Penggunaan model pembelajaran snowball throwing berbantu media

crossword puzzle tidak lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional

ditinjau dari hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi keputusan

bersama (µ1 ≤ µ2 ).

Ha4 : Penggunaan model pembelajaran snowball throwing berbantu media

crossword puzzle lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional

ditinjau dari hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi keputusan

bersama (µ1 > µ2 ).

Anda mungkin juga menyukai