Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696

Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

PENGARUH VARIASI RASIO C/N TERHADAP KUALITAS KOMPOS DARI


SAMPAH ORGANIK SECARA ANAEROB

Renata Perwita Sari1), Bambang Iswanto2), Dwi Indrawati3)


Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan
Universitas Trisakti
E-mail: atykirana@gmail.com

Abstrak
Tiga reaktor anaerob disiapkan untuk melihat pengaruh variasi karbon (C) terhadap
nitrogen (N) (rasio C/N) terhadap kualitas kompos dari sampah organik, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi sampah yaitu pH, temperatur,
dan kelembaban. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan fosfor (P),
kalium (K nilai), kadar air, dan pH akhir kompos dengan perbedaan tiga variasi rasio C/N
dengan masing-masing 15, 21, dan 28 kemudian dari hasil analisis tersebut dibandingkan
dengan kriteria kompos organik yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 tentang
spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. Sampah yang digunakan terdiri dari
sampah sayuran, buah-buahan dan sampah dedaunan. Reaktor dibuat dengan memakai
pemanas listrik untuk mencapai suhu pada fase termofilik (45-60oC), dilakukan pula
resirkulasi leachate tiap reaktor. Setelah 45 hari proses dekomposisi, hasil menunjukkan
bahwa variasi rasio C/N masing-masing kompos menghasilkan kandungan unsur hara
yang masih berada pada kisaran yang ditetapkan oleh SNI 19-7030-2004. Variasi
optimum dalam pengujian kualitas kompos adalah dengan rasio C/N 15, hal ini
disebabkan karena semua parameter telah memenuhi standar, sedangkan untuk rasio
C/N 21 dan 28 meskipun kandungan pH belum memenuhi standar, tetapi untuk parameter
kadar air, fosfor dan kalium telah memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Kata kunci: Rasio C/N, Dekomposisi, Anaerob, Termofilik, Leachate

Pendahuluan
Produksi sampah yang terus meningkat, namun teknologi pengolahan sampah
belum efisien dan tidak ramah lingkungan, hal tersebut menjadi masalah di kota-kota
besar di Indonesia. Salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah melakukan
pengomposan sampah yang biodegradable. Pengomposan juga merupakan alternatif
yang tepat untuk mereduksi volume sampah organik, serta dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk. Bahan kompos yang terdiri dari sampah pasar (sampah sayur-sayuran dan buah-
buahan) dengan sampah daun dinilai merupakan kombinasi yang tepat untuk mengurangi
jumlah sampah pasar yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kombinasi dari
ketiga bahan tersebut juga dapat digunakan dengan menyesuaikan kandungan rasio C/N
pada bahan organik kompos sesuai dengan kriteria sehingga proses pengomposan dapat
berjalan dengan baik. Prinsip dari pengomposan yaitu menurunkan rasio C/N bahan
organik hingga sesuai dengan C/N tanah (Siboro dkk, 2013). Berdasarkan ulasan di atas,
maka dilakukan pendekatan penelitian pengomposan yang dilakukan dengan jenis limbah
yang berbeda serta variasi dari komposisi bahan dasar yang berbeda untuk mendapatkan
nilai kandungan hara yang baik dari proses pengomposan.

Studi Pustaka
Nilai rasio C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam pengomposan.
Karbon digunakan sebagai sumber energi dan nitrogen sebagai sumber nutrisi untuk
pembentukkan sel-sel tubuh mikroorganisme selama proses pengomposan. Mikroba
menggunakan karbon untuk energi dan pertumbuhan, sedangkan nitrogen, fosfor (P2O5),
dan kalium (K2O) penting untuk protein, reproduksi, dan katalisator. Bakteri pelarut fosfat
umumnya juga dapat melarutkan unsur kalium dalam bahan organik. Kalium digunakan
untuk katalisator di dalam bahan substrat oleh mikroorganisme, kehadiran bakteri serta

657
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

aktivitas dari bakteri itu sendiri mampu mempengaruhi peningkatan kandungan kalium
(Hidayati dkk, 2011). Kalium dapat diikat dan disimpan dalam sel oleh bakteri dan jamur
(Mirwan, 2012). Pengomposan adalah proses penguraian bahan organik yang dilakukan
oleh mikroba secara biologis dengan memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai
sumber energi (Dewi, 2012). Organisme membutuhkan kandungan C sebanyak 25 kali
lebih besar dari pada N (Djaja, 2008).
Leachate adalah limbah cair disebabkan karena masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah sehingga menyebabkan materi-materi dari hasil dekomposisi biologis
terlarut. Materi yang terlarut dalam leachate adalah senyawa-senyawa organik seperti
hidrokarbon, tanat asam humat, fulfat, dan galat serta senyawa anorganik seperti klor,
nitrogen, natrium, kalium, sulfat, fosfat, fenol, kalsium, magnesium, dan senyawa logam
berat yang tinggi. Kandungan air dalam leachate tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan
karena sebagian besar bahan penyusunnya merupakan unsur hara yang dibutuhkan
tanah atau tanaman.
Kondisi anaerob adalah kondisi tanpa udara (kedap udara) yang tidak memerlukan
oksigen. Proses yang berlangsung dalam kondisi anaerob akan terhambat atau gagal
apabila oksigen masuk atau tercampur ke dalam reaktor. Hal ini terjadi karena pada
kondisi anaerob membutuhkan aktivitas bakteri pembentuk metan yang terdiri dari bakteri
pembentuk gas yang tidak termasuk sebagai pengoksidasi metan. Sebanyak 0,01 mg/L
oksigen terlarut dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil metan.

Metodologi Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat Penelitian
Jumlah
No Nama Alat Spesifikasi
(Buah)
1. Reaktor Plastik Bin HDPE (200 Liter) 3
2. pH meter Showrange SR 300B 3
3. Humidity Meter Hygrometer Thermometer HTC-2 3
4. Termometer Hygrometer Thermometer HTC-2 3
5. Penampung Gas Metan (CH4) 2 liter 4
6. Valve/Katup ½ inch 6
7. Pompa Dosing Pump 1
8. Pompa Vakum Rocker 300 1
9. Selang 2 meter 1
10. Elemen Pemanas - -

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampah organik


sebanyak 50 kg/reaktor yang diambil dari pasar Pesing, Jakarta Barat. Sampah yang
digunakan dicacah dengan ukuran ±3 cm kemudian dihomogenkan. Sampah yang telah
dimasukkan ke dalam reaktor dilakukan penyiraman dengan leachate untuk mempercepat
waktu pengomposan, waktu penyiraman dilakukan dengan periode masing-masing
reaktor 3 hari dan penyiraman dengan lama waktu 3 hari sampai proses dekomposisi
selesai (45 hari).
Pelapis drum reaktor menggunakan alumunium foil yang di rekatkan di dinding
reaktor, dengan demikian tidak akan terjadi karat, serta udara dari luar tidak akan masuk
ke dalam reaktor, selain itu drum yang dilapisi dengan menggunakan aluminium foil
menyebabkan distribusi panas lewat penyebaran terjadi secara konduksi. Komposisi
masing-masing reaktor, untuk R1 adalah sampah pasar yang terdiri dari 100% sayur-
sayuran dan menghasilkan rasio C/N sebesar 15, komposisi untuk R2 dengan nilai rasio
C/N 21 adalah sampah pasar yang terdiri dari 80% sayuran dan 10% buah-buahan
bersumber dari Pasar Pesing Grogol, serta 10% daun kering yang bersumber dari
Universitas Trisakti. Komposisi sampah untuk R3 dengan nilai rasio C/N 28 terdiri dari
76% sayuran dan 5% buah-buahan yang bersumber dari pasar Pesing Grogol, serta 16%

658
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

daun kering yang bersumber dari Universitas Trisakti. Gambar 1 menjelaskan skema
reaktor anaerob.

Tabel 2. Keterangan Skema Reaktor


No Keterangan
01. Drum HDPE ukuran 200 Liter
02. Tutup drum
03. Plat stainless
04. Plat dasar reaktor
05. Valve Leachate
06. Hygrometer Thermometer
07. pH meter
08. Termostart
09. Pemanas Strip 500W
10. Valve gas
11. Area gas
12. Pipa penyalur biogas
13. Area penyimpanan sampah
14. Alumunium Foil
15. Ruang leachate
16. Valve leachate

Gambar 1. Skema Reaktor


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dekomposisi sampah organik
dalam reaktor anaerob dengan perbedaan C/N Rasio. Rancangan percobaan dalam
penelitian ini mengacu pada Tabel 3.

Tabel 3. Rancangan Penelitian dengan Volume Sampah 50 kg.


Reaktor Rasio C/N Densitas Volume Resirkulasi Suhu
Reaktor 1 (R1) 15 50% Volume awal,
Termofilik
Reaktor 2 (R2) 21 233,84 kg/m3 di resirkulasi 3 hari
(40oC -60oC)
Reaktor 3 (R3) 28 sekali

Hasil dan Pembahasan


Sebelum dilakukan proses pengomposan terlebih dahulu dilakukan uji
pendahuluan pada bahan kompos untuk mengetahui karakteristik awal sampah. Tabel 4
menjelaskan hasil uji pendahuluan yang telah dilakukan.

Tabel 4 Hasil Analisis Karakteristik Sampah Organik


No. Komponen Keterangan Satuan Jumlah
Reaktor 1 (R1) 46,0
1. Kadar Air Reaktor 2 (R2) % 42,1
Reaktor 3 (R3) 37,4
Reaktor 1 (R1) 23,0
2. Volatile Solid (VS) Reaktor 2 (R2) % 24,8
Reaktor 3 (R3) 30,6
Reaktor 1 (R1) 7,12
3. pH Reaktor 2 (R2) - 7,22
Reaktor 3 (R3) 7,17

Berdasarkan hasil dari Tabel 4, kadar air optimum untuk bahan kompos sebesar
50,0 - 60,0%. kadar air awal bahan dibawah 30,0% dapat menyebabkan reaksi biologis
pada saat proses dekomposisi berjalan dengan lambat. Pada Tabel 4. Dapat dilihat

659
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

bahwa kadar air ketiga reaktor berada pada kisaran 37,4 – 46,0% kadar air yang
dihasilkan tidak berada pada kondisi kadar air optimum dalam pembentukan kompos.
Volatile Solid (VS) memperkirakan seberapa besar efektifitas dari reduksi sampah
menggunakan metode pembakaran dengan temperatur di atas 550˚C. Hasil analisis di
laboratorium menunjukkan kadar volatil sampah organik ketiga reaktor berada pada
kisaran 23,0 - 30,6 %, kadar volatil sampah penelitian belum memenuhi kadar optimum
dalam proses dekomposisi sampah organik.

Gambar 1. Hasil Pengukuran pH, Temperatur dan Kelembaban pada Reaktor

Mengacu pada Gambar 1, dapat diketahui bahwa nilai pH pada variasi


pengomposan masih berada dalam kisaran pH stabil yaitu 6,0 - 7,5, keadaan tersebut
termasuk dalam kisaran pH optimum dalam proses dekomposisi sampah organik secara
anaerob. Kisaran pH yang memungkinkan aktivitas mikroorganisme berjalan optimal
berada pada kisaran 6,0 - 7,5. (Yuwono 2006)
Mengacu pada Gambar 1, pada hari ke-2 temperatur pada masing-masing variasi
mulai meningkat dan berada pada kisaran 45 - 53oC. Suhu di atas 40oC mengakibatkan
bakteri mesofilik mati, hal ini disebabkan karena bakteri jenis ini tidak tahan terhadap
suhu tinggi, bakteri yang dapat hidup pada kondisi ini adalah bakteri termofilik.
Temperatur pada kondisi termofilik dapat menghilangan patogen yang lebih baik, namun
temperatur termofilik mempunyai derajat kestabilan tinggi, sehingga membutuhkan energi
yang lebih besar (Zupancic, 2012). Temperatur yang meningkat disebabkan karena
aktivitas mikroorganisme meningkat dalam mendekomposisi bahan organik, sehingga
dihasilkan panas yang jauh lebih cepat. Setelah mencapai temperatur maksimum,
temperatur akan terus mengalami penurunan sampai proses dekomposisi telah selesai.
(Tchobanoglous, 1993).
Kelembaban pada bahan berada pada kisaran 39,0 – 67,0% keadaan ini masih
berada dalam kisaran kelembaban optimum dalam proses dekomposisi sampah organik,
kelembaban optimum berkisar antara 40,0 – 60,0% (Indriani, 2000) Kelembaban di bawah
40,0%, akan menyebabkan aktivitas mikroba mengalami penurunan dan akan lebih
rendah lagi pada kelembaban 15,0%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60,0%, akan
terjadi fermentasi anaerobik sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Kelembaban
dipengaruhi oleh resirkulasi leachate dan kadar air bahan organik
Hasil analisis kualitas kompos dibandingkan dengan SNI 19-7030-2004 untuk
mengetahui apakah pupuk kompos telah memenuhi kriteria Standar Nasional Indonesia
(SNI) dan layak digunakan pada tanaman. Hasil analisis pupuk kandang dan

660
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

perbandingannya yaitu SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari sampah


organik domestik ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Karakteristik Kompos


SNI 19-7030-2004
Parameter Variasi Kandungan dalam Kompos
Minimum Maksimum
R1 7,20
pH R2 6,15 6,80 7,49
R3 6,30
R1 3,14
Kadar Air (%) R2 3,08 - 50,0
R3 4,71
R1 1,20
Fosfor (P2O5)
R2 0,41 0,10 -
(%)
R3 0,43
R1 1,88
Kalium (K2O)
R2 1,07 0,20 -
(%)
R3 0,70

Menurut SNI 19-7030-2004, parameter sebagai indikator nilai agronomis kompos


yaitu pH dari kompos harus netral, dilakukan uji kualitas kompos pada unsur humus
utama dalam kompos yaitu N, P2O5 dan K2O dari masing-masing tipe kompos tergantung
dari penggunaan dan kemampuan kompos dalam mengikat air. Berdasarkan Tabel. 6
pada akhir pengomposan, nilai pH reaktor 1 (R1) dengan variasi C/N rasio 15 yaitu 7,20,
nilai pH reaktor 2 (R2) dengan variasi C/N rasio 21 yaitu 6,15, nilai pH reaktor 3 (R3)
dengan variasi C/N rasio 28 yaitu 6,3. Apabila dibandingkan dengan SNI 19-7030-2004,
nilai pH pada reaktor R2 dan R3 cenderung asam dan berada di bawah kisaran SNI yaitu
sebesar 6,80 – 7,49. Kompos yang sudah matang pH–nya akan netral. Jika hasil kompos
dalam kondisi asam kemungkinan kecenderungan kompos belum matang (Sahwan dkk,
2011).
Berdasarkan Tabel 6. pada akhir pengomposan kadar air diukur dan dilihat
apakah telah memenuhi standar yang telah ditentukan. Menurut SNI 19–7030–2004
kadar air untuk kompos matang <50 %, kadar air pada akhir pengomposan berkisar
antara 3,08 % - 4,71 %. Berdasarkan hasil tersebut maka semua kompos untuk
parameter kadar air telah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh SNI 19 – 7030 –
2004.
Berdasarkan Tabel 6 keseluruhan dapat dilihat bahwa kandungan fosfor pada
kompos seluruh variasi telah memenuhi standar SNI 19–7030–2004 yaitu >0,10%, pada
variasi R1 dengan variasi C/N 15 kandungan fosfor sebesar 1,20% pada variasi C/N 21
(R2) kandungannya sebesar 0,41 dan untuk variasi C/N 28 (R3) kandungan fosfor
sebesar 0,43. Semakin banyak mikroorganisme akan membuat kompos semakin cepat
matang sehingga mikroorganisme memiliki kesempatan untuk menghisap fosfor pada
kompos yang telah matang tersebut.
Berdasarkan Tabel 6 kadar kalium yang paling tinggi dihasilkan oleh kompos
dengan variasi C/N 15 (R1) yaitu 1,88%, untuk variasi C/N rasio 21 (R2) sebesar 1,07%
sedangkan untuk variasi C/N 28 (R3) sebesar 0,70%. Dapat dilihat bahwa semakin kecil
variasi C/N rasio maka semakin tinggi kadar kalium dalam kompos. Secara keseluruhan
dapat dilihat bahwa kadar kalium pada kompos untuk seluruh variasi telah memenuhi
standar SNI 19-7030-2004 (>0,2%). Kalium merupakan senyawa yang dihasilkan oleh
metabolisme mikroba, dimana mikroba menggunakan ion-ion bebas kalium yang ada
pada bahan baku pupuk untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (Agustina, 2004).
Selama proses pengomposan, mikroorganisme memanfaatkan hanya sebagian
kecil unsur fosfat dan kalium untuk kegiatan metabolismenya. Bakteri pelarut fosfat
umumnya juga dapat melarutkan unsur kalium dalam bahan organik. Semakin lama

661
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

proses pengomposan dilakukan maka rasio C/N yang dihasilkan akan semakin kecil
(Surtinah, 2013). Hal ini disebabkan oleh kadar C dalam bahan kompos sudah banyak
berkurang karena digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan atau energi,
sedangkan kandungan nitrogen mengalami peningkatan karena proses dekomposisi
bahan kompos oleh mikroorganisme yang menghasilkan ammonia dan nitrogen sehingga
rasio C/N menurun.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
a) Hasil pengukuran pH dan kadar air pada akhir proses dekomposisi jika dibandingkan
dengan SNI 19-7030-2004, untuk parameter pH hanya reaktor R1 dengan nilai 7,20
yang telah memenuhi SNI, sementara untuk R2 dan R3 nilai pH cenderung asam
yaitu dengan nilai 6,15 dan 6,30 nilai tersebut berada di bawah kisaran SNI 19-7030-
2004 yaitu 6,80 – 7,49. Untuk parameter kadar air semua variasi telah memenuhi
range nilai dengan 3,08 - 4,71%.
b) Hasil perbandingan kualitas fosfor dan kalium dengan SNI 19-7030-2004 pada
parameter fosfor semua variasi memenuhi SNI dengan range nilai sebesar 0,41 -
1,20%, sedangkan untuk parameter kalium semua variasi memenuhi SNI dengan
range nilai yaitu sebesar 0,70 - 1,88%.
c) Nilai pH, temperatur dan kelembaban ketiga variasi rasio C/N selama proses
dekomposisi 45 hari berada pada kisaran yang stabil dengan nilai pH 6,0 - 7,5,
temperatur 45oC - 53oC, dan kelembaban 39,0 - 67,0%.

Daftar pustaka
Agustina, L. 2004, Dasar Nutrisi Tanaman, Jakarta.
Arthawidya, Jalu. Endro Sutrisno, Sri Sumiyati, 2017, Analisis Komposisi Terbaik dari
Variasi C/N Rasio Menggunakan Limbah Kulit Buah Pisang, Sayuran dan Kotoran
Sapi dengan Parameter C-Organik, N-Total, Phospor, Kalium dan C/N Rasio
Menggunakan Metode Vermikomposting, Jurnal teknik lingkungan, vol 6 no 3.
Dewi, Y. Treesnowati, 2012, Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga Menggunakan
Metode Composting, Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S, vol 8 no 2, 35-48.
Djaja, W., 2008, Langkah Jitu Membuat Kompos Kotoran Ternak dan Sampah, Agro
Media Pustaka, Jakarta.
Dipo Yuwono, 2006, Kompos, Penebar Swadaya, Jakarta.
Gregor Zupancic, 2012, Management of Organic Waste, Institute for Environmental
Protection and Sensors, Slovenia.
Hidayati, Y., Kurnani, A., Marlina, E., Harlia, E. 2011, Kualitas Pupuk Cair Hasil
Pengolahan Fases Sapi Potong Menggunakan Saccharomyces Cereviceae,
Jurnal Ilmu Ternak vol 11 no 2, 104-107.
Indriani, H. Y. 2000, Membuat Kompos Secara Kilat, Penebar Swadaya, Jakarta.
Mirwan, M., Rosariawari, F. 2012, Optimasi Pematangan Kompos Dengan Penambahan
Campuran Lindi dan Bioaktivator Stardec. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan vol 4
no 2, 150-154.
Siboro, E.S., Surya, E., Herlina, N. 2013. Pembuatan Pupuk Cair Dan Biogas dari
Campuran Limbah Sayuran, Jurnal Teknik Kimia USU, vol 2 no 3, 40-43.
SNI 19-7030-2004, 2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.

662
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

Surtinah, 2013, Pengujian Kandungan Unsur Hara dalam Kompos yang Berasal dari
Serasah Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata). Jurnal Ilmiah Pertanian,
vol 11 no 1, 16-25.
Tchobanoglous, et.al. 1993, Intregated Solid Waste Management: Engineering, Principles
and Management, McGraw-Hill Inc, Singapore.
Wahyono, S., F. L. Sahwan, dan F. Suryanto, 2011, Membuat Pupuk Organik Granul dari
Aneka Limbah, PT Argomedia Pustaka, Jakarta.

663

Anda mungkin juga menyukai