Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Diajukan Dalam Rangka Praktek Klinik Internsip Sekaligus Sebagai Bagian


Persyaratan Menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh:
dr. Perdana Akbar Pratama

Dokter Pendamping:
dr. Prayudi Andriyana

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILINCING
DKI JAKARTA
PERIODE AGUSTUS 2020 - MEI 2021
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. HHS


 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 11 bulan 23 hari
 Alamat : Jl. Baru, Cilincing
 No. RM : 294728
 Tanggal Masuk : 26 September 2020

2. ANAMNESA

Alloanamnesa
 Keluhan Utama :
Kejang sejak 1 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak perempuan datang diantar orangtua pasien dengan keluhan kejang
seluruh badan sejak 1 jam SMRS. Durasi kejang kurang dari 10 menit selama
satu kali. Riwayat kejang sebelumnya disangkal oleh orang tua pasien. Pasien
sudah dibawa ke puskesmas, diberikan obat via rectal 30 menit yang lalu dan
di anjurkan untuk dibawa ke IGD RS Terdekat.
Orang tua pasien juga mengeluhkan demam yang muncul sejak 12 jam
yang lalu setelah pasien terbentur pada kepala bagian belakang saat sedang
berjalan. Keluhan mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-), sesak (-). Keluhan
BAB dan BAK disangkal.

 Riwayat Penyakit Dahulu:


-
 Riwayat Penyakit Keluarga:
-
 Riwayat Alergi:
-
 Riwayat Pengobatan:
Paracetamol supp
 Riwayat Perinatal:
Merupakan anak ke 1 dari 1 bersaudara
Lahir cukup bulan, persalinan pervaginam di rumah sakit
Selama kehamilan rajin kontrol kehamilan sesuai jadwal
Tidak ada penyulit kehamilan maupun persalinan
Keadaan saat lahir: Bayi cukup bulan, sesuai masa kehamilan, langsung
menangis, aktif bergerak, bernafas spontan, tidak ada kuning.
 Riwayat Imunisasi;
Hepatitis B: 0,2,3,4 bulan
BCG: 0 bulan
DPT: 2 bulan
HiB: 2,3,4 bulan
Polio: 0,2,3,4 bulan
Campak: 9 bulan
Kesan: Imunisasi dasar lengkap
 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan:
Riwayat pertumbuhan:
o BBL: 2900 gr
o BB: 8,7kg, PB: 78cm
Riwayat Perkembangan:
o Tengkurap usia 4 bulan
o Duduk pada usia 6 bulan
o Merangkak 8 bulan
o KPSP 30 bulan: jawaban Ya 10
Kesan: Pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia.
 Riwayat Asupan Nurisi
ASI ekslusif selama 6 bulan
Susu formula sejak usia 6 bulan
MP-ASI mulai sejak usia 8 bulan
3. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum:
Compos Mentis, GCS E4V5M6
BB: 8,7kg, PB: 78cm,
 Tanda vital:
Tekanan darah: Tidak dilakukan
Nadi : 130x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat,
RR : 24x/menit
Suhu : 38.0oC
SpO2 : 99%
 Antropometri (Z-Score)
BB/U: -2-+2 SD
TB/U: <-3 SD
BB/TB: -2-+2 SD
 Kepala-leher:
Kepala: bentuk simetris, deformitas (-), hematom (-)
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga: bentuk normal, sekret (-), serumen (-)
Hidung: bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Tenggorokan: hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher: pembesaran KGB (-)
 Thorax:
Paru:
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris normal
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung:
Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak
Palpasi : Apeks jantung tidak teraba, thrill (-)
Auskultasi : BJ I=II regular, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen:
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba benjolan, hepar dan lien tidak
teraba,
turgor normal
 Pelvis:
Tidak ditemukan kelainan.
 Ekstremitas:
Akral hangat, capillary refill time <2s
 Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan
Sensorik : Belum dapat dinilai
Refleks Patologis : Babinsky (-)
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-) , Brudzinsky 1 (-), Kernig (-)
Brudzinsky 2 (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin

Hasil Satuan Nilai Rujukan


HB 11.5 g/dL 12.0-15.0
Leukosit 14.000 /mm3 5500-17500
Hematokrit 35 % 34-48
Trombosit 330.000 /mm3 150000-400000
Eritrosit 5.4 Juta/uL 4.5-5.5
Limfosit 24 % 24-44
Neutrofil 71 % 35-66
MCV 65 Fl 80-100
MCH 21 Pg/sel 26-34
MCHC 33 g/dL 31-37
Glukosa 95 mg/dl <140
Sewaktu
Na 144 mmol/L 136-146
K 3.3 3.5-5.0
Cl 98 98-106
NLR 3.1 <3.13
ALC 3266 >1500/uL
5. RESUME

Anak perempuan berusia 11 bulan dengan keluhan kejang disertai demam


sejak 1 jam SMRS, kejang baru pertama kalinya dengan durasi <10 menit
bersifat seluruh badan, setelah kejang anak langsung menangis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 130x/menit, regular, isi cukup,
kuat angkat, suhu 38.0oC, frekuensi napas 24x/menit,

6. DIAGNOSIS

Kejang Demam Sederhana

7. DIAGNOSIS BANDING

8. TERAPI

IVFD NaCl 4 cc/jam

Diazepam Inj 3mg p.r.n

Paracetamol Syrup 3x120mg

9. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia
Ad Functionam : dubia
Ad Sanationam : dubia

TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM

1.) DEFINISI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas
39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang
tanpa demam sebelumnya.2

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah


suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak
termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,
yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. 2 Definisi ini
menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang
berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai
susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan


dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada
tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada
laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5
tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5
tahun hampir 2 - 5%. 2,10
3. KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :

a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure) Kejang demam dengan


salah satu ciri berikut ini :

1.) Kejang lama > 15 menit

2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial

3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak
akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira- kira 9% anak mengalami
3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia
dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi. 5,6

Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan


neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam
kompleks. 5,6
5. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu
membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar
adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-

). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
KATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran


listrik dari sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau


keturunan.9

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang
seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC
atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9

6. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis
dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik –
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan
otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar
kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya
kebiruan.1,9,10

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang
berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak. 4

7. DIAGNOSIS

a. Anamnesis

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat
kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf
pusat.

2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam


keluarga.

3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.

b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda


peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6

c. Pemeriksaan Penunjang

1.) Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.5

2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng
dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan,
bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal. 5

3.) Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya


kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien
kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak
khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau
kejang demam fokal. 5

4.) Pencitraan

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka
perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5
mg/kg perlahan –l ahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10
kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan
dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas
usia 3 tahun.5

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah
2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai
12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana
atau kompleks dan faktor resikonya. 5
b. Pemberian obat pada saat demam

1. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik


mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang
digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.2,3,5

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8

jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25- 39% kasus. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat

1. Indikasi Pemberian obat Rumat

Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai


berikut (salah satu) ;

- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,


misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.

- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang
demam ≥ 4 kali per tahun. 5

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah
asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat. 4,5

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik.

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.


c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

b. Tetap bersama pasien selama kejang.

c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .5

11. VAKSINASI

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang
lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca
imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya.
Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang
divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7
Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada
hari 8-14 setelah imunisasi. 7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau
rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi
hingga 3 hari kemudian.5

12. PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.8


Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian
karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. 5,9
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KETERANGAN :

1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan


berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur


dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan
hipotensi.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran.


Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of
Pediatrics.WB Sauders.Philadelpia.

3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.


Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta

4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan


Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta

5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2.
FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai