KEJANG DEMAM
Disusun Oleh:
dr. Perdana Akbar Pratama
Dokter Pendamping:
dr. Prayudi Andriyana
1. IDENTITAS PASIEN
2. ANAMNESA
Alloanamnesa
Keluhan Utama :
Kejang sejak 1 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak perempuan datang diantar orangtua pasien dengan keluhan kejang
seluruh badan sejak 1 jam SMRS. Durasi kejang kurang dari 10 menit selama
satu kali. Riwayat kejang sebelumnya disangkal oleh orang tua pasien. Pasien
sudah dibawa ke puskesmas, diberikan obat via rectal 30 menit yang lalu dan
di anjurkan untuk dibawa ke IGD RS Terdekat.
Orang tua pasien juga mengeluhkan demam yang muncul sejak 12 jam
yang lalu setelah pasien terbentur pada kepala bagian belakang saat sedang
berjalan. Keluhan mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-), sesak (-). Keluhan
BAB dan BAK disangkal.
Keadaan umum:
Compos Mentis, GCS E4V5M6
BB: 8,7kg, PB: 78cm,
Tanda vital:
Tekanan darah: Tidak dilakukan
Nadi : 130x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat,
RR : 24x/menit
Suhu : 38.0oC
SpO2 : 99%
Antropometri (Z-Score)
BB/U: -2-+2 SD
TB/U: <-3 SD
BB/TB: -2-+2 SD
Kepala-leher:
Kepala: bentuk simetris, deformitas (-), hematom (-)
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga: bentuk normal, sekret (-), serumen (-)
Hidung: bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Tenggorokan: hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher: pembesaran KGB (-)
Thorax:
Paru:
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris normal
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung:
Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak
Palpasi : Apeks jantung tidak teraba, thrill (-)
Auskultasi : BJ I=II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen:
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba benjolan, hepar dan lien tidak
teraba,
turgor normal
Pelvis:
Tidak ditemukan kelainan.
Ekstremitas:
Akral hangat, capillary refill time <2s
Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan
Sensorik : Belum dapat dinilai
Refleks Patologis : Babinsky (-)
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-) , Brudzinsky 1 (-), Kernig (-)
Brudzinsky 2 (-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
6. DIAGNOSIS
7. DIAGNOSIS BANDING
8. TERAPI
9. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia
Ad Functionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
1.) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas
39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang
tanpa demam sebelumnya.2
2. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak
akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira- kira 9% anak mengalami
3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia
dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi. 5,6
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu
membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar
adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-
). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis
dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik –
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan
otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar
kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya
kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang
berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak. 4
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat
kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf
pusat.
c. Pemeriksaan Penunjang
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5
8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka
perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
9. PENATALAKSANAAN
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5
mg/kg perlahan –l ahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10
kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan
dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas
usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah
2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai
12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana
atau kompleks dan faktor resikonya. 5
b. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25- 39% kasus. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang
demam ≥ 4 kali per tahun. 5
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah
asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat. 4,5
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .5
11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang
lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca
imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya.
Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang
divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7
Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada
hari 8-14 setelah imunisasi. 7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau
rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi
hingga 3 hari kemudian.5
12. PROGNOSIS
KETERANGAN :
DAFTAR PUSTAKA
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2.
FKUI. Jakarta.