Anda di halaman 1dari 78

Gigi Kuning Emy

BDS 2 Case 3

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas tutorial yang diberi oleh

drg. Ayu Trisna Hayati, Sp.KG

Disusun Oleh :

Arina Sani Nafisa (160110140097)


Fara Salsabila S (160110140098)
Inas Sania Afanina H (160110140099)
Irmayanti Meitrieka (160110140100)
Salma Tufahati (160110140101)
Vita Previa Indiraya (160110140102)
An Nisaa Mardhatillah (160110140103)
Sanita Zhafira Nasru (160110140104)
Intan Ayu Nurazizah (160110140105)
Rosita Nurdiani (160110140106)
Umi Latifah (160110140107)
Jane Randika (160110140108)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas

berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah

Tutorial BDS 2 kasus 3 dengan judul “Gigi Kuning Emy”.

Laporan ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada sebagai tutor

drg. Ayu Trisna Hayati, Sp.KG dan drg. H Moch. Rodian, M.Kes sebagai

koordinator blok BDS 2 serta semua pihak yang turut membantu pembuatan

makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.

Kami yakin dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Penyaji

mengharapkan kritik dan saran dari pembahas untuk kemajuan makalah ini di

masa mendatang.

Akhir kata, diharapkan makalah ini dapat membuka wawasan mengenai

kelainan struktur gigi sehingga dapat diaplikasikan pada pembelajaran yang ada di

FKG Unpad.

Jatinangor, 29 Mei 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Kasus 1......................................................................................................1
1.1.1 Terminology.......................................................................................2
1.1.2 Problem..............................................................................................2
1.1.3 Hypotesis............................................................................................2
1.1.4 Mechanism.........................................................................................3
1.1.5 I don’t Know......................................................................................3
1.1.6 Learning Issue....................................................................................3
1.2 Kasus Lanjutan..........................................................................................4
1.2.1 Learning Issue....................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Nomenklatur Gigi......................................................................................5
2.1.1 Federation Dentaire Internationale (FDI System)..............................5
2.1.2 Sistem Zsigmondy Palmer.................................................................5
2.1.3 Sistem Universal................................................................................6
2.1.4 Sistem Viktor Haderup......................................................................7
2.2 Anatomi dan Morfologi Gigi Susu Posterior Rahang Atas.......................8
2.2.1 Molar 1 Gigi Susu..............................................................................8
2.2.2 Molar 2 Gigi Susu............................................................................13
2.3 Anatomi dan Morfologi Gigi Permanen Posterior Rahang Atas.............18
2.3.1 Premolar 1 Gigi Permanen...............................................................18
2.3.2 Premolar 2 Gigi Permanen...............................................................21
2.3.3 Molar 1 Gigi Permanen....................................................................27

ii
2.3.4 Molar 2 Gigi Permanen....................................................................30
2.3.5 Molar 3 Gigi Permanen....................................................................33
2.4 Struktur Gigi............................................................................................36
2.4.1 Struktur Gigi Susu............................................................................36
2.4.2 Struktur Gigi Permanen...................................................................41
2.5 Resorbsi Gigi...........................................................................................45
2.6 Pewarnaan Gigi.......................................................................................46
2.7 Kelainan Struktur Gigi............................................................................50
2.8 Erosi Gigi................................................................................................59
BAB 3 PEMBAHASAN.....................................................................................65
BAB 4 KESIMPULAN.......................................................................................67
Daftar Pustaka........................................................................................................68

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Kasus 1

Pada saat anda bertugas sebagai dokter gigi muda di RSGM UNPAD,

seorang anak perempuan berumur 10 tahun bernama Emy datang diantar ibunya

dengan keluhan gigi rahang atas sebelah kanan dan kiri terasa linu jika meminum

air dingin. Keluhan ini sudah berlangsung beberapa lama tetapi tidak terlalu

mengganggu dan selalu hilang timbul sehingga ibu anak merasa tidak perlu

membawanya ke dokter gigi. Sejak anak berusia 6 tahun keluhan ini pernah

timbul tetapi tidak terlalu lama berlangsung dan ketika diperiksa ke dokter gigi

tidak ditemukan adanya lubang, dokter gigi hanya mengoleskan cairan saja pada

permukaan gigi yang dikatanya sebagai pencegah rasa linu pada gigi. Akhir-akhir

ini keluhan linu pada gigi-gigi tersebut lebih sering timbul dan kelangsungannya

lebih lama. Menurut ibu anak, sejak usia 5 tahun anak memperlihatkan gejala

sering muntah secara spontan yang diduga karena adanya kelainan saluran

pencernaan.

Pemeriksaan ekstra oral : tidak terlihat adanya kelainan

Pemeriksaan intra oral :

 Permukaan oklusal gigi-gigi 17,16,55,54,64,65,26, dan 27 terlihat

berwarna kuning

 Bentuk bonjol tersebut terlihat tidak normal

 Permukaan oklusal beberapa gigi terlihat datar tanpa terlihat lagi fisur gigi

1
1.1.1 Terminology

- Bonjol (cups): tonjolan pada bagian korona gigi kaninus dan gigi

posterior yang merupakan sebagian dari permukaan oklusal.

- Fisur gigi: suatu celah yang dalam dan memanjang pada permukaan

gigi, biasanya terdapat pada permukaan oklusal atau fasial/proksimal

dan merupakan dasar dari development goove.

- Permukaan oklusal: permukaan atas mahkota gigi posterior.

1.1.2 Problem

1. Gigi rahang atas posterior bagian kanan dan kiri terasa linu jika

meminum air dingin

2. Muntah secara spontan

3. Warna gigi kuning

4. Bonjol gigi tidak normal

5. Permukaan oklusal datar tanpa terlihat fisur gigi

1.1.3 Hypotesis

1. Gigi rahang atas posterior bagian kanan dan kiri terasa linu jika

meminum air dingin

2. Kelainan saluran pencernaan

3. Kelainan struktur gigi yang ditandai oleh perubahan warna gigi

4. Kelainan morfologi gigi

5. Kelainan struktur gigi

2
1.1.4 Mechanism

Muntah spontan

Gigi 17,16,55,54,64,65,26,27

 Kuning

 Bonjol tidak normal

 Oklusal datar tanpa fisur gigi

Kelainan struktur email gigi Gigi linu

Kelainan morfologi dan anatomi gigi

\ Erosi gigi

1.1.5 I don’t Know

1. Bagaimana nomenklatur gigi susu dan permanen rahang atas posterior

bagian kanan dan kiri?

2. Bagaimana bentuk gigi susu dan permanen rahang atas posterior

bagian kanan dan kiri?

3. Apa itu erosi?

1.1.6 Learning Issue

1. Nomenklatur gigi susu dan pemanen

-Fungsi

-Tipe/jenis

-Cara penulisan

3
2. Anatomi dan morfologi gigi susu dan permanen rahang atas posterior

bagian kanan dan kiri

- Karkteristik:

Gigi susu (molar 1 dan molar 2)

Permanen (premolar 1, premolar 2, molar 1, molar 2, dan molar 3)

-Struktur

3. Erosi gigi

-Definisi

-Etiologi

-SS

1.2 Kasus Lanjutan

Berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien dan berdasarkan

pemeriksaan intra oral, dokter gigi yang bertugas menetapkan Emy menderita

erosi gigi akibat zat kimia yang dikeluarkan dari dalam saluran pencernaan saat

dia mengalami muntah spontan. Dokter gigi mengatakan kepada ibu Emy banyak

kelainan struktur gigi akibat berbagai faktor, salah satunya adalah kelainan

struktur gigi yang diderita oleh Emy masih dapat dipertahankan melalui berbagai

prosedur. Dengan demikian, dokter gigi tersebut menetapkan tindakan merujuk

Emy kepada dokter gigi ahlinya agar gigi Emy dapat digunakan kembali tanpa

keluhan.

1.2.1 Learning Issue

1. Resorbsi pada gigi

2. Pewarnaan pada gigi

4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nomenklatur Gigi

2.1.1 Federation Dentaire Internationale (FDI System)

Sistem ini menggunakan sistem dua digit, dimana angka pertama

menunjukkan kuadran dan angka kedua menunjukkan gigi pada kuadran tersebut.

Angka 1 – 4 pada digit pertama menunjukkan kuadran pada gigi permanen,

sedangkan angka 5 – 8 menunjukkan kuadran pada gigi sulung.

2.1.2 Sistem Zsigmondy Palmer

Pertama kali dicetuskan oleh Adolph Zsygmondy pada tahun 1861.

Menggunakan garis Zsigmondy untuk menunjukkan kuadran gigi yang dimaksud.

Gigi dewasa dinomori dengan angka 1 – 8, dan gigi sulung menggunakan angka

romawi I – V dari garis medial. Lalu Palmer merubah angka romawi menjadi

huruv A, B, C, D, dan E untuk mengurangi kebingungan dan kesalahan

penyebutan.

5
Sistem Zsigmondy menggunakan simbol ┘└ ┐┌ yang menunjukkan

kuadran gii dan nomor atau huruf yang menunjukkan gigi yang dimaksud.

Notasi Zsigmondy Palmer

Gigi Permanen

upper right upper left

8 7 6 5 4 3 2
└ └ └ └ └ └ └ └8
1

┘ ┘ ┘ ┘ ┘ ┘ ┘ 1 2 3 4 5 6 7

8 7 6 5 4 3 2 ┌ ┌ ┌ ┌ ┌ ┌ ┌ ┌

┐ ┐ ┐ ┐ ┐ ┐ ┐ 1
1 2 3 4
8
5 6 7

lower right lower left

Gigi Sulung

upper right upper left

E D C B
└ └ └ └ └
A

┘ ┘ ┘ ┘ A B C D E

E D C B ┌ ┌ ┌ ┌ ┌

┐ ┐ ┐ ┐ A
A B C D E

lower right lower left

6
2.1.3 Sistem Universal

Penamaan gigi susu dalam sistem universal menggunakan huruf kapital

untuk setiap gigi susu yang ada: Contohnya untuk gigi – gigi di maksila, dimulai

dari molar dua kanan, dari huruf A sampai huruf J, dan untuk gigi – gigi

mandibula, dari huruf K sampai huruf T, dimulai dari gigi molar dua kiri

mandibula. Penamaan gigi geligi susu dalam sistem universal adalah sebagai

berikut:

Dalam sistem penamaan universal untuk gigi permanen, penomoran gigi – gigi di

maksila dimulai dari nomor 1 sampai 16, dimulai dengan gigi molar tiga. Untuk

yang mandibula, dimulai dari molar tiga kiri, penomoran dimulai dari nomor 17

sampai 32. Jadi, molar satu kanan maksila disebut 3, insisiv sentral kiri maksila

disebut 9, dan molar satu kanan mandibula disebut 30. Berikut adalah penomoran

dalam sistem universal untuk gigi geligi permanen:

7
2.1.4 Sistem Viktor Haderup

Viktor Haderup dari Denmark pada tahun 1891 merancang sebuah variasi

dari sistem kuadran 8 gigi di mana tanda plus (+) dan minus (−) digunakan untuk

membedakan antara kuadran atas dan bawah dan antara kuadran kanan dan kiri;

dengan kata lain, +1 berarti insisiv sentral kanan atas dan 1− berarti insisiv sentral

kanan bawah. Penomoran gigi susu adalah sebagaai berikut: kanan atas, 05+

sampai 01+; kiri bawah, −01 sampai −05. Sistem ini masih dipakai di Denmark.

2.2 Anatomi dan Morfologi Gigi Susu Posterior Rahang Atas

2.2.1 Molar 1 Gigi Susu

M1 primer rahang atas memiliki 4 cusp yaitu mesiobuccal cusp,

distobuccal cusp, mesiolingual cusp, dan distolingual cusp. M1 primer juga

memiliki 3 akar, yaitu mesiobuccal, distobuccal (paling pendek), dan palatal

(paling panjang). Bentuk molar pertama primer mirip dengan M1 permanen

sekaligus P1 permanen yang akan menggantikannya.

Ukuran M1 primer lebih kecil daripada M1 permanen dalam semua

dimensi. Cervical ridge lebih jelas/menonjol, terutama pada bidang buccal

daripada M1 permanen.

a. Aspek Buccal

8
 Ukuran mahkota terbesar pada titik kontak mesio distal.

 Ukuran mesio-distal lebih lebar daripada tinggi cervico-occlusal

 Mahkota M1 primer lebih panjang daripada mahkota P1 permanen

 Mahkota mengecil ke arah cervical dimana ukurannya 2 mm lebih lebih

kecil daripada ukuran mahkota pada titik kontak mesial-distal

 Ukuran M1 lebih kecil daripada M2

 Permukaan buccal halus karena tidak terlihat adanya developmental

groove

 Buccal cervical ridge menonjol

 Garis occlusal tidak menunjukkan bentuk cusp yang jelas.

 Terlihat 3 akar yang panjang, ramping, dan kuat dimana akar distobuccal

lebih pendek daripada mesiobuccal

 Bifurkasi akar (percabangan akar) sangat dekat dengan cervical line

sehingga root trunk sangat kecil.

b. Aspek Palatal

9
 Outline sama seperti pada aspek buccal.

 Mahkota mengecil dari buccal ke palatal

 Terlihat mesiolingual cusp yang panjang dan tajam (mesiolingual cusp

merupakan cusp yang paling tajam dan paling panjang kedua sedangkan

mesiobuccal merupakan cusp yang paling panjang dan paling tajam kedua)

 Distolingual cusp berbentuk bulat dan kecil

 Distobuccal cusp terlihat karena ukurannya lebih panjang daripada

distolingual cusp.

 Terlihat 3 akar dimana akar palatal lebih besar daripada akar lainnya

c. Aspek Mesial

10
 Sepertiga cervical arah bucco-lingual lebih besar daripada daripada

sepertiga occlusal

 Mesiolingual cusp lebih panjang dan tajam dibandingkan dengan

mesiobuccal cusp

 Sepertiga cervical pada outline buccal terlihat kecembungan yang jelas

 Cervical line melengkung ke permukaan occlusal

 Pada aspek ini terlihat akar mesiobuccal dan palatal, sedangkan akar

distobuccal terhalang oleh akar mesiobuccal

 Akar lingual terlihat panjang, ramping, melengkung ke arah palatal sampai

sepertiga tengah akar, lalu membelok ke arah buccal

d. Aspek Distal

11
 Mahkota gigi mengecil dari mesial ke arah distal (permukaan mesial lebih

besar daripada permukaan distal)

 Distobuccal cusp lebih panjang dan tajam daripada disto lingual cusp

 Penonjolan atau kecembungan yang terlihat pada aspek mesial, tidak

terlihat pada aspek distal

 Cervical line sedikit melengkung ke occlusal atau lurus, menghubungkan

permukaan buccal dan permukaan palatal

 Terlihat tiga akar tetapi akar mesiobuccal terhalang oleh akar distobuccal

 Bifurkasi akar distobuccal dan palataldekat dengan cervical line

e. Aspek Occlusal

12
 Jarak mesiobuccal ke distobuccal lebih besar daripada jarak mesiopalatal

ke distolingual (permukaan buccal lebih besar daripada permukaan

lingual)

 Jarak mesiobuccal dan mesiopalatal lebih besar daripada jarak distobuccal

ke distolingual (permukaan mesial lebih besar daripada permukaan distal)

 Terdapat tiga fossa, yaitu mesial triangular fossa yang lebar dan dalam,

central fossa yang berukuran medium, dan distal triangular fossa yang

kecil

 Setiap fossa memiliki pit yaitu mesial, central, dan distal pit

 Terdapat 4 cusp yaitu mesiobuccal cusp, distobuccal cusp, mesiolingual

cusp, dan distolingual cusp

 Occlusal groove biasanya membentuk pola “H”

 Buccal developmental groove memisahkan mesiobuccal cusp dengan

distobuccal cusp

 Central developmental groove memanjang dari mesial pit ke distal

developmental groove

13
2.2.2 Molar 2 Gigi Susu

Gigi molar dua decidui maksila dibentuk diatas mahkota dari premolar

kedua yang sedang berkembang dibawahnya dan ketika berumur 6 tahun, gigi

molar dua decidui maksila terletak di bagian mesial pada gigi molar pertama

permanen. Dapat dikatakan jika gigi molar dua decidui maksila adalah tempat dari

gigi premolar kedua yang nantinya akan tumbuh setelah gigi molar dua decidui

maksila ekstraksi.

Struktur gigi molar dua decidui maksila

- Tebal enamel 1,2 mm

- Lapisan enamel dan dentin lebih tipis

- Tanduk pulpa mesio-buccal paling tinggi

- Tanduk pulpa lebih dekat ke permukaan luar

- Bentuk ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota

- Biasanya terdapat tanduk pulpa pada setiap cusp

14
Morfologi molar dua decidui maksila:

Kedua gigi molar dua decidui maksila dan mandibula mempunyai bentuk

yang menyerupai gigi permanen molar pertama yang erupsi pada bagian distalnya.

Pada gigi molar dua decidui maksila memiliki 4 cusp dan juga memiliki carabelli

sama seperti pada gigi permanen molar pertama. Gigi molar dua decidui maksila

memiliki tiga akar, yaitu mesiobuccal, distobuccal, dan lingual. Perbedaanya

terlihat pada ukurannya yang jauh lebih kecil daripada gigi permanen molar

pertama serta akar dari gigi molar dua decidui maksila juga lebih lebar jaraknya.

Untuk lebih lengkapnya, ciri-ciri dari gigi molar dua decidui maksila akan

dijelaskan sesuai dengan aspek-aspek pada permukaan gigi.

a. Buccal Aspect

Sama seperti pada gigi permanen molar satu maksila, hanya saja lebih

kecil

 Terlihat adanya 2 cusp, mesiobuccal dan distobuccal dengan buccal

developmental groove diantaranya

15
 Kedua cusp buccal terlihat hampir sama tingginya dan terlihat lebih jelas

daripada gigi molar satu decidui maksila

 Ukuran panjang dari cusp ke servikal lebih kecil dibandingkan mesiodistal

 Mahkotanya jauh lebih besar daripada gigi molar satu decidui maksila

 Dari segi akar, akar pada gigi molar dua decidui maksila terlihat lebih

ramping, tapi lebih panjang dari gigi molar satunya

 Titik bifurkasi antara buccal roots lebih dekat dengan garis servikal

mahkotanya

b. Lingual Aspect

 Ada mesiolingual cusp yang besar dan distolingual cusp yang terlihat lebih

jelas daripada di gigi molar satu decidui maksila yang kedua cusp ini

dipisahkan oleh developmental groove

 Sering terlihat adanya tubercle of carabelli yang apicalnya terdapat di

mesiolingual cusp

16
 Ketiga akar terlihat dari aspek ini. Akar pada lingual lebih besar dan tebal

dari yang lainnya

c. Mesial Aspect

 Mahkotanya tampak pendek

 Mesiolingual cusp lebih besar daripada mesiobuccal cusp

 Garis servikal sedikit melengkung

 Akar mesiobuccal lebih lebar dan rata

17
d. Distal Aspect

 Pada distobuccal cusp dan distolingual cusp terlihat sama tinggi

 Dari aspek mesial maupun distal, outline bagian lingual membulat

 Garis servikalnya lurus

e. Occlusal Aspect

 Dari aspek oklusal, mahkota terlihat berbentuk rhomboid atau belah

ketupat

 Ada empat cusp utama yaitu mesiobuccal, distobuccal, mesiolingual, dan

distolingual serta terkadang sering ditemukan supplemental cusp, cusp

kelima, atau yang biasa disebut tubercle of carabelli

 Adanya sentral fossa dan mesial triangular fossa yang dihubungkan oleh

central groove

 Terdapat oblique ridge diantara mesiolingual cusp dengan distobuccal

cusp

 Terlihat distal marginal ridge dan mesial marginal ridge

 Pada bagian buccal terlihat lebih datar dengan govermental groove

diantara cusp lebih tipis dibandingkan dengan yang terdapat di gigi

permanen molar pertama

18
2.3 Anatomi dan Morfologi Gigi Permanen Posterior Rahang Atas

2.3.1 Premolar 1 Gigi Permanen

Gambaran umum :

- Mempunyai dua cusp, yaitu buccal cusp dan palatal cusp

- Mempunyai dua akar. Bila hanya terdapat satu akar, saluran akarnya tetap

ada dua.

a. Aspek Buccal

- Cervical line tidak begitu melengkung dan puncaknya tepat di tengah akar

- Lereng mesial lebih lurus dan lebih panjang daripada lereng distal

- Di lereng mesial terkadang ada cekungan

- Terdapat puncak buccal cusp yang lebih ke arah distal dan agak tajam

- Outline distal di bawah cervical line lebih lurus daripada mesial

- Outline mesial tampak cekung mulai dari cervical sampai mesial kontak

area dan cembung pada titik kontak sampai puncak buccal cusp

- Distal kontak area lebih luas

- Jarak kontak area antara bagian distal dan mesial lebih dekat daripada gigi

anterior

- Jarak mesiodistal serviks lebih kecil daripada mesiodistal mahkota

- Buccal cusp hampir mirip seperti buccal cusp gigi kaninus

- Permukaan buccal tampak cembung

- Ada depresi di daerah antara mesial/distal dan buccal ridge

19
- Terdapat buccal ridge yang merupakan perpanjangan dari puncak buccal

cusp

- Akar 3 atau 4 mm lebih pendek dari panjang akar gigi kaninus maxilla

b. Aspek Palatal

- Outline sama dengan aspek buccal, hanya saja berkebalikan

- Mahkota mengecil ke arah lingual

- Mahkota palatinal cusp tampak cembung

- Palatinal cusp lebih kecil daripada buccal cusp dan tampak membulat

- Buccal cusp tampak sebagian

- Puncak palatinal cusp tidak begitu tajam

- Lereng mesial dan distal membentuk sudut hampir 900

- Terdapat lingual ridge

- Apeks akar palatinal lebih tumpul daripada akar buccal

c. Aspek Mesial

- Cervical line melengkung tidak sedalam gigi anterior

- Puncal buccal cusp segaris dengan outline akar buccal

- Puncak palatinal cusp segaris dengan outline akar palatinal

- Jarak dua puncak cusp lebih pendek daripada jarak buccopalatal daerah

cervical

20
- Outline buccal melengkung sampai di cervical line dan puncak

lengkungannya di 1/3 cervical

- Outline palatal tidak begitu melengkung dan puncak lengkungannya di 1/3

middle

- Ada depresi di bawah titik kontak yang memanjang sampai bifurkasi akar

- Terdapat developmental groove di mesial marginal ridge yang segaris

dengan depresi

- Akar buccal lurus, tapi cenderung ke arah lingual pada bagian apeksnya

- Akar lingual lurus, cenderung tidak terlalu banyak lekukan

- Root trunk hampir ½ panjang akar

- Permukaan mesial akar cembung, kecuali pada area depresi

d. Aspek Distal

- Berbeda dengan aspek mesial

- Permukaan mahkota cembung, kecuali pada bagian dari cervical ke area

kontak dan bagian buccal ke tengah distal

- Cervical line hampir lurus

- Developmental groove tidak begitu jelas

- Root trunk tampak rata, tidak ada developmental sign

- Bifurkasi akar dekat dengan 1/3 apikal

e. Aspek Occlusal

- Hampir berbentuk heksagonal

21
- Tampak mesiobuccal, mesial, mesiolingual, distobuccal, distal, dan

distolingual

- Mahkota tidak simetris

- Bagian kedua sisi buccal terlihat hampir sama

- Sisi mesial lebih pendek daripada sisi buccal

- Sisi mesial tampak cekung

- Bagian mesiolingual lebih pendek daripada distolingual

- Puncak buccal cusp lebih ke distal

- Terdapat central groove yang membagi permukaan occlusal menjadi

bagian buccal dan lingual

- Terdapat palatal triangular ridge dan buccal triangular ridge

- Palatal triangular ridge tidak begitu menonjol

- Buccal triangular ridge tampak menonjol, muncul dekat dengan pusat

central groove dan berlanjut sampai puncak buccal cusp

- Terdapat mesial marginal ridge dan distal marginal ridge

- Terdapat mesio palatal cusp ridge dan disto palatal cusp ridge

- Terdapat disto buccal cusp ridge dan mesio buccal cusp ridge

- Terdapat distal triangular fossa dan mesial triangular fossa (depresi

triangular yang berlabuh di disto buccal developmental groove dan mesio

buccal developmental groove)

- Terdapat disto buccal developmental groove dan mesio buccal

developmental groove

22
2.3.2 Premolar 2 Gigi Permanen

Pada lengkung maksila terdapat empat buah gigi premolar dan pada

masing- masing kuadran terdapat dua buah gigi yaitu gigi premolar pertama (P1)

dan premolar kedua (P2). Pada maksila, kedua gigi tersebut hampir memiliki

struktur yang sama jika dibandingkan dengan gigi premolar mandibula. Gigi

premolar pertama pada maksila lebih lebar dibandingkan gigi premolar kedua jika

dilihat dari aspek bukal. Dan keduanya sama-sama memiliki mahkota dengan

bentuk pentagonal. Umumnya mahkota gigi premolar pada maksila melebar ke

arah bukolingual dan lebih menyempit ke arah mesiodistal. Gigi premolar pada

maksila memiliki dua cusp yaitu cusp palatal dan cusp bukal dengan ukuran yang

hampir sama. Gigi premolar maksila menggantikan posisi gigi molar sulung

maksila, adapun waktu kalsifikasi hingga terbentuknya akar dengan sempurna

yaitu :

 Gigi premolar kedua

Kalsifikasi : 2- 2¼ tahun

Enamel komplit : 6-7 tahun

Erupsi : 10-12 tahun

Akar komplit : 12-14 tahun

Berikut ini adalah perbedaan premolar pertama dan premolar kedua

maksila apabila dilhat dari berbagai aspek :

a. Aspek Buccal

- Mahkota P2 lebih sempit

23
- Bukal cusp pendek dan tumpul

- Sudut bukal cusp tumpul

- Bukal ridge kurang prominent

- Distal cusp ridge panjang

b. Aspek Palatal

- Lingual cusp mempunyai panjang yang hampir sama dengan bukal

cusp

- Mahkota tidak terlalu meruncing ke palatal

- Mesial cusp ridge lebih pendek dibandingkn distal cusp ridge

c. Aspek Proksimal

- Tampak satu akar dengan dua saluran akar

- Palatal cusp mempunyai panjang yang hampir sama dengan bukal

cusp

- Tidak ada mesial crown concavity

- Distal root depression lebih dalam dibandingkan mesial

24
- Depression/cekungan hanya pada akar

d. Aspek Oklusal

- Mahkota simetris, lebih oval

- Permukaan mesial cembung

- Central groove lebih pendek sehingga fossa mesial dan distal

mendekat ke garis tengah gigi

- Bukal ridge tidak terlalu prominent

Ada beberapa ciri atau struktur untuk membedakan gigi premolar kiri dan
kanan yaitu :
a. Aspek Buccal

25
 Cusp depression pada bagian distal
 Distal cusp ridge lebih panjang/ mesial cusp ridge lebih pendek
 Titik kontak mesial terletak lebih oklusal dibandingkan titik kontak
distal

b. Aspek Proksimal
 Root depression di bagian distal
 Akar melengkung ke arah distal
 Distal marginal ridge lebih ke servikal jika dibandingkan dengan
bagian mesialna.
 Lebih luas bagian mesial cervical line curvature disbanding distal
cervical line curvature

c. Aspek Palatal

26
 Mesial cusp ridge lebih pendek dibandingkan distal cusp ridge
 Cusp bukal dan cusp lingual memiliki tinggi yang hampir sama

d. Aspek Oklusal
 Titik kontak mesial lebih ke buccal
 Lingual cusp tip mesial to center for both
 Kurva distal marginal ridge lebih panjang disbanding mesial

27
2.3.3 Molar 1 Gigi Permanen

a. Aspek Buccal

- Mahkota meluas secara mesiodistal

- Cusp mesiobuccal lebih besar dan lebih tumpul dibandingkan

dengan cusp distobuccal

- Terdapat buccal grove

- Servical line lebih tinggi dibandingkan dengan distal

- Terlihat tiga akar ; lingual, mesiobuccal, distobuccal

- Bifurkasi terletak di tengah panjang akar

- Tampak empat cusp ; mesiobuccal, distobuccal, mesiopalatal,

distopalatal

b. Aspek Palatal

- Terlihat dua cusp ; mesiopalatal, distopalatal

- Terdapat cusp tambahan di 2/3 cusp mesiopalatal ( tubercle of

Carabelli)

- Terdapat lingual groove

28
- Terlihat tiga akar dengan akar lingual yang terlihat lurus dan

melebar dan akar mesiobuccal serta distobuccal yang terlihat

sedikit

- Tampak menyempit di 1/3 servical dan melebar di 1/3 tengah

c. Aspek Mesial

- Tampak tiga cusp ; mesiobuccal, mesiopalatal, cusp Carabelli

- Tampak dua akar ; mesiobuccal dan lingual

- Tampak pendek di occlusoservical dan melebar fasiopalatal

- Terdapat depresi longitudinal yang membagi dua bagian akar, yaitu

buccal dan palatal (didalamnya terdapat canal ; buccal dam palatal)

29
d. Aspek Distal

- Tampak empat cusp ; distobuccal, distopalatal, mesiobuccal,

mesiopalatal

- Tampak tiga akar; distobuccal, distopalatal, mesiobuccal (terlihat

sebagian)

- Terdapat cekungan tanpa disertai depreis longitudinall di akar

distobuccal dan didalamnya terdapat kanal palatal

- Bagian mahkota menyempit buccolingual di permukaan distal

e. Aspek Oklusal

- Tampak lima cusp

- Ujung cusp membentuk rhomboid dengan dua angulus tajam di

mesiobuccal dan distopalatal serta dua angulus tumpul di

mesiopalatal dan distobuccal

- Terdapat empat fossa ;

 Cental Fossa : terletak pada pusat permukaan oklusal

 Distal Fossa : meluas diantara mesiopalatal dan distopalatal

30
 Mesiotriangular fossa : berjalan dari arah distal ke mesial

marginal ridge

 Distaltriangular fossa : berjalan dari arah mesial ke distal

marginal ridge

- Terdapat transverse ridge atau Krista transversa yang berjalan dari

mesiopalatal cusp ke distopalatal cusp ( ciri khas M1 )

- Terdapat lima groove yang disertai dengan pit ;

 Central groove : berada pada central fossa

 Buccal groove : berjalan dari central fossa ke permukaan

buccal

 Distal oblique : berjalan dari distotriangular fossa ke perbatasan

antara distopalatal dan mesiopalatal

 Lingual groove : perpanjangan dari distal oblique

 Carabelli groove : memisahkan cusp carabelli dengan cusp

mesiopalatal

2.3.4 Molar 2 Gigi Permanen

a. Aspek Buccal

Dilihat dari aspek buccal, ukuran mahkota dan bentuknya garis

oklusal lebih kecil dibandingkan dengan M1. Mahkota terlihat jelas

membentang dari mesiodistal. Tinggi ahkota dari aspek buccal terlihat

mengecil dan pendek di bagian distal dibandingkan dengan bagian mesial.

Dari aspek ini terlihat 4 cusp. Cusp terbesar adalah mesiopalatinal cusp

31
diikuti mesiobuccal cusp, distobuccal cusp, dan distopalatinal cusp. Lalu

terdapat buccal groove diantara buccal cusp. Terlihat 3 akar yaitu

mesiobuccal, distobuccal dan lingual. Akar palatal merupakan akar yang

terbesar di gigi M2 ini. Akar M2 terlihat lebih dekat jarak antara akarnya,

kurang melengkung, lebih hampir parallel, dan dengan root trunk yang

lebih panjang.

b. Aspek Palatal

Dari aspek palatal ini, ukuran gigi terlihat lebih kecil dibandingkan

dengan aspek buccal. Disini M2 terlihat jelas tidak memiliki cusp of

carabelli atau tubercle of carabelli seperti gigi M1 rahang atas. Akar yang

terpanjang yaitu akar palatal tidak terlihat melengkung dari aspek ini,

tetapi lancip ke apical dan membulat di apex.

c. Aspek Mesial

Ukuran jarak buccopalatinal samadengan molar 1 rahang atas.

Aspek mesial ini memiliki garis cervical line yang lebih cekung ke arah

occlusal dan lebih tinggi dibandingkan aspek distal.

d. Aspek Distal

32
Terlihat semua cusp dari aspek ini. Apex akar palatinal terletak

satu garis dengan distopalatinal cusp. Cervical line di aspek ini terlihat

lebih datar dan aspekini lebih pendek dibandingkan dengan aspek mesial.

e. Aspek Oklusal

Bentuk dari aspek oklusal ini berbentuk rhomboid atau twisted

paralallelogram atau jajaran genjang. Jarak mesiodistal lebih kecil 1 mm

dari mesiodistal molar 1 rahang atas. Jarak buccopalatal sama dengan

molar 1 rahang atas. Tidak terdapat crista ransversa atau transverse ridge

seperti pada molar 1 rahang atas. Bagian mesial lebih lebar dibandingkan

dengan bagian distal.

Terdapat 4 fossa yaitu mesial triangular, distal triangular, distal

fossa, dan central fossa. Central fossa merupaan fossa terbesar. Mesial

triangular fossa terletak distal dari mesial marginal ridge. Lalu, terdapat 5

grooves mayor yaitu central groove, buccal groove, distal oblique groove,

palatal groove, dan kadang transverse groove dari oblique ridge.

33
2.3.5 Molar 3 Gigi Permanen

 Molar 3 biasanya lebih kecil dibandingkan dengan molar 1 dan 2,

kecuali pada molar 3 yang mempunyai 5 cusp. Mahkotanya lebih

bulbous dan besar dibanding molar 2.

 Permukaan oklusalnya lebih kecil dibandingkan dengan molar 2.

Oklusal terlihat berkerut-kerut karena ada banyak groove dan

ridge.

 Akarnya lebih pendek dibanding molar 1 dan molar 2 di mulut

yang sama, dan akarnya fusi.

a. Aspek Buccal

- Pada mahkota panjang cevico-occlusalnya lebih pendek

dibanding M2.

- Pada mahkota bagian mesiodistalnya lebih sempit

dibanding M2.

- Akar biasanya bersatu, bergabung menjadi 1 akar besar dan

cervicoapicalnya pendek.

- Akar lebih miring ke arah distal.

b. Aspek Palatinal

34
 Hanya terlihat 1 cusp palatinal besar, karena itu tidak

terlihat palatinal groove. Akan tetapi, dibeberapa kasus

molar 3 dengan ciri-ciri yang sama, cusp distolingualnya

perkembangannya buruk sehingga terlihat developmental

groove pada palatinal.

c. Aspek Mesial

- Akar bersatu, terkadang ada bifurkasi dengan root trunk

yang panjang.

- Pada bagian mahkota dan akar perkembangannya

cenderung buruk.

- Pada beberapa kasus, bagian akar sangat pendek bila

dikaitkan dengan panjang mahkotanya.

35
d. Aspek Distal

 Pada mahkota, permukaan oklusal lebih terlihat daripada di

M2.

 Jarak cervicoocclusal pendek.

e. Aspek Oklusal

 Berbentuk seperti jantung

 Cusp lingual besar dan berkembang dengan baik,

distolingual cusp kecil atau bahkan tidak ada.

 Untuk tipe seperti ini ada 3 cusp yang terlihat, 2 buccal dan

1 palatinal.

 Banyak groove tambahan, kecuali gigi tersebut rusak parah.

36
2.4 Struktur Gigi

2.4.1 Struktur Gigi Susu

1. Email

Email adalah jaringan yang paling keras, paling kuat, oleh karena itu ia

merupakan pelindung gigi yang paling kuat terhadap rangsangan-rangsangan pada

waktu pengunyahan. Jadi bila email sekali saja rusak harus ditambal karena tidak

mempunyai kemampuan untuk menggantikan bagian-bagian yang rusak.

Komposisi:

 Anorganik 86%

 Air 12%

 Organik (protein dan peptida) 2%

Bahan anorganik yang terdapat di enamel memiliki komposisi:

- Ca 37%

37
- Mg 0.5%

- CO3 3.5%

- Na 0.5%

- PO4 55.5%

Garam mineral yang hadir terutama dalam bentuk hidroksiapatit dengan formula

empirik Ca10(PO4)6(OH)2. Sementara kandungan organik terdiri atas protein,

karbohidrat, sitrat, dan lemak. Kristal hidroksiapatit yang terkandung dalam email

gigi dapat berubah menjadi kristal kalsium fluorapatit karena terlepasnya gugus

OH- dan disubstitusi oleh gugus F- apabila email gigi terpapar makanan, minuman,

atau pasta gigi yang mengandung fluor.

2. Dentin

Dentin lebih keras daripada sementum karena dentin banyak mengandung

bahan-bahan kimia anorganik. Di dalam dentin terdapat pembuluh-pembuluh

(tubulus dentin) yang sangat halus, yang berjalan mulai dari batas rongga pulpa

sampai ke batas email dan semen. Pembuluh- pembuluh ini mengandung serabut

yang merupakan kelanjutan dari sel-sel odontoblast yang terdapat pada perbatasan

rongga pulpa. Guna sel-sel ini untuk melanjutkan rangsangan yang terdapat dalam

dentin ke sel-sel saraf.

Bila ada rangsangan termis (panas/dingin), khemis (asam/manis) ,

rangsangan ini mula-mula diterima oel email kemudian dentin dengan melalui

38
tubula dentin dan serabut-serabut yang merupakan kelanjutan dari sel-sel

odontoblast, lalu oleh pembuluh-pembuluh saraf yang terdapat dalam rongga

pulpa.

Komposisi:

 Anorganik 70%

 Organik 18%

 Air 12%

Struktur mikroskopik:

1. Tubulus dentin

2. Prosessus odontoblas / Serat Tomes

3. Odontoblas

3. Pulpa

Di dalamnya terdapat pembuluh darah,pembuluh limfe, dan saraf 

1. Tanduk pulpa : ujungdariruangpulpa

2. Atap pulpa

39
3. Ruang pulpa : rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona

gigi dan selalu tunggal

4. Orifis : pintu masuk ke saluran akar gigi.

5. Saluran pulpa : rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar gigi.

6. Saluran tambahan

7. Foramen apical : ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks, akar berupa suatu

lubang kecil.

4. Sementum

Sementum adalah jaringan termineral yang melapisi akar gigi. Strukturnya

sama seperti tulang kompak, tetapi avaskuler dan tidak mengalami resorpsi dan

remodelling, mengalami aposisi – makin tua umur makin tebal lapisan semen.

Dalam pertumbuhan gigi yang fisiologis, lebar dari ruang periodontal

dipertahankan disemua bagian oleh karena pengendapan semen lebih banyak

dibagian apikal dan bifurkasi.

Komposisi :

 Anorganik 65 %

 Organik 23%

 Air 12%

40
Perbedaan Struktur Gigi Decidui dan Permanen

1. Bagian enamel gigi decidui lebih tipis daripada gigi permanen. Hal ini

dikarenakan pada enamel gigi-gigi decidui terbentuk pula membrane dari

Nasmyth, yaitu merupakan gabungan dari  primary enamel cuticle yang dibentuk

ameloblast sebelum erupsi dan secondary enamel cuticle yang dibentuk oleh

reduced enamel epithelium (lapisan sel-sel kubis sisa dari enamel organ)  pada

waktu erupsi. Membrane dari Nasmyth ini akan hilang karena dignakan untuk

mengunyah. Hal ini akan mengurangi ketebalan enamel pada gigi-gigi decidui.

2. Bagian fosa oklusal dari dinding pulpa gigi decidui lebih tebal daripada gigi

permanen.

3. Servikal ridge (tonjolan kecil dan memanjang pada permukaan gigi bagian

servikal) gigi decidui lebih menonjol. Hal ini menandakan kalsifikasi enamel pada

gigi decidui tidak merata/tidak halus.

4. Enamel rod pada bagian lereng serviks gigi decidui menuju ke arah oklusal,

sedangkan pada gigi  permanen menuju ke arah gingiva. Hal ini menandakan arah

pembentukan enamel yang berbeda.

5. Gigi decidui memiliki leher yang lebih kecil.

41
6. Akar gigi decidui lebih panjang dan ramping dibanding dengan ukuran mahkota

giginya.

7. Akar gigi decidui lebih mekar pada bagian di dekat serviks.

8. Tanduk pulpa gigi decidui lebih tinggi dan rongga pulpanya lebih besar. Hal ini

terjadi karena  pada usia muda (saat gigi decidui belum terganti dengan gigi

permanen), tidak ada pembentukan dentin sekunder yang dapat mempersempit

rongga pulpa pada gigi decidui normal (jika tidak terjadi kerusakan/terkena

jejas/trauma pada gigi).

9. Bagian apikal saluran akar gigi decidui lebih besar sedikit. Hal ini karena saat

erupsi, saluran akar gigi ini, tepatnya pada bagian foramen apikal, belum

sepenuhnya mengecil membentuk lubang (masih dalam keadaan terbuka). Selain

itu, penumpukan sementum di sekitar akar gigi tidak terjadi pada waktu muda.

Penumpukan sementum ini bisa terjadi jika usia semakin tua.

10. Ruang dentin bagian insisal gigi decidui lebih sempit (dentin gigi decidui

lebih tipis daripada dentin gigi permanen). Seperti yang telah dijelaskan di atas,

saat usia masih muda, pembentukan dentin sekunder sedikit/tidak ada.

Pembentukan dentin sekunder ini akan bertambah seiring usia. Dentin sekunder

ini banyak terdapat pada gigi permanen dan menyebabkan dentin gigi permanen

lebih tebal.

42
\

2.4.2 Struktur Gigi Permanen

1. Email

Email yang berasal dari lapisan epitel ektodermal, berwarna putih keabu-

abuan dan semi translusen, adalah lapisan terluar gigi yang hanya mengandung

lebih sedikit bahan organik dibanding jaringan lain dalam tubuh, 96% nya terdiri

dari bahan inorganik, sedangkan 4% sisanya terdiri dari air dan materi organik

fibrosa.

Persentase bahan anorganik penyusun gigi:

 PO₄ 55%

 Ca 37%

 COɜ 3%

 Na 1%

 Lain-lain 4%

Kalsium dan fosfat membentuk kristal hidroksiapatit (ditemukan pada

tulang, kartilago terkalsifikasi, dentin dan cementum. yaitu enamelin yang terdiri

dari asam aspartat, serin, glisin, prolin, yang ada di antara kristal-kristal tersebut,

dan terus menetap pada email yang telah dewasa.

43
Materi organik email tidak mengandung kolagen, melainkan suatu protein

bermolekul tinggi yaitu enamelin yang terdiri dari asam aspartat, serin, glisin,

prolin, dan asam glutamate. Enamelin mengelilingi kristal, mengisi ruangan yang

ada di antara kristal-kristal tersebut, dan terus menetap pada email yang telah

dewasa. Selain itu materi organik lainnya adalah amelogen persentasenya 90%.

2. Dentin

Struktur dentin hampir sama dengan tulang, pada bagian mahkota gigi

diselubungi oleh email dan pada bagian akar oleh semen. Dentin membentuk

bagian terbesar gigi dan merupakan jaringan yang telah terkalsifikasi sama seperti

tulang, namun sifatnya lebih keras karena kadar garam kalsiumnya

(hidroksiapatit) lebih besar. Memiliki komposisi sebanyak 70% hidroksiapatit,

18% bahan organik yang sebagian besar adalah kolagen dan glikosaminoglikans

yang disintesis oleh odontoblas, dan sebanyak 12% air. Persentase tersebut dapat

bervariasi tergantung pada ketebalan dentin, umur, dan adanya riwayat trauma

atau adanya kelainan patologis.

3. Pulpa

Merupakan jaringan lunak di tengah-tengah gigi. Berfungsi sebagai

jaringan pembentuk, penyokong, dan merupakan bagian integral dari dentin yang

mengelilinginya. Terdapat beberapa jenis sel pada pulpa:

44
 Odontoblas: lapisan tunggal yang berada di perifernya, berfungsi untuk

mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan membentuk

dentin.

 Preodontoblas: sel yang telah terdiferensiasi sebagian sepanjang garis

odontoblas. Berdiferensiasi di tempat terjadinya cedera.

 Fibroblas: paling banyak terdapat di pulpa mahkota. Berfungsi untuk

menghasilkan dan mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa dan

mengubah struktur pulpa jika ada penyakit.

 Sel cadangan: sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel pertama yang

membelah apabila terjadi cedera.

 Sel-sel sistem imun: seperti makrofag, sel dendritik, dan limfosit T.

Fungsi dari pulpa:

 Induktif: berperan dalam pembentukan email dan dentin.

 Formatif: dalam pembentukan dentin dengan caranya.

 Nutritif: memasak nutrient untuk pembentukan dentin dan hidrasi melalui

tubulus dentin.

 Defensif: kemampuan memroses dan mengidentifikasi zat asing serta

memberi respon imun. Contohnya terhadap karies dentin.

45
 Sensatif: mentransmisikan sensasi saraf.

4. Sementum

Merupakan bagian dari jaringan gigi dan jaringan periodontium karena

menghubungkan gigi dengan tulang rahang dengan jaringan yang terdapat

di selaaput periodontal. Penyusunnya 40% merupakan anorganik. Ada 3

macam sementum:

 Sementum primer: semen yang terbentuk pada saat erupsi gigi

 Sementum fisiologis: lapisan semen yang terbentuk karena

bertambahnya usia.

 Sementum patologis: lapisan semen yang terbentuk karena iritasi

obat-obatan pada perawatan endodontia atau karena penyakit

seperti hipersementosis

Perbedaan struktur pada gigi susu dan permanen

Deciduous Permanent
Email Lebih tipis
Terbentuk membrane dari Tidak terbentuk
Nasmyth. membrane dari Nasmyth
Membran ini akan hilang
karena digunakan untuk
mengunyah,
mengakibatkan ketebalan
gigi deciduous berkurang.
Enamel rod pada bagian Menuju arah oklusal Menuju arah gingiva
lereng serviks
Menunjukkan arah pembentukan email yang berbeda
Rongga dentin bagian Lebih sempit ( lebih tipis)

46
incisal
Tidak terjadi Terjadi pembentukan
pembentukan dentin dentin sekunder.
sekunder Menyebabkan dentin
lebih tebal.
Servical ridge Lebih menonjol
Akibat kalsifikasi email deciduous tidak merata
Serviks Lebih kecil
Tanduk pulpa Lebih tinggi
Rongga lebih besar
Akibat tidak adanya pembentukan dentin sekunder
yang dapat mempersempit rongga pulpa di gigi
deciduous
Fossa oklusal dari Lebih tebal
dinding pulpa
Akar Lebih panjang
Lebih ramping daripada
mahkotanya
Lebih mekar pada bagian
dekat serviks
Apikal saluran akar gigi Sedikit lebih besar

2.5 Resorbsi Gigi

Resorpsi merupakan pemindahan struktur gigi oleh ostoklas, yang disebut

sebagai odontoklas ketika meresorpsi struktur gigi. Resorpsi diklasifikasikan

sebagai internal dan eksternal dengan dasar permukaan gigi yang di resorpsi.

Resorpsi eksternal memberi efek permukaan dalam dari ruang pulpa dan

kanal.Ada dua tipe yang membedakannya dari gambaran radiografis dan

perawatannya.Walaupun tiologi dari lesi-lesi resorptif belum diketahui, tetapi

adanya evidensi yangmenunjukkan bahwa beberapa lesi merupakan hasil dari

infeksi kronis (inflamasi), tekanandan fungsi yang berlebihan atau faktor-faktor

yang diasosiasikan dengan tumor lokal dan kista.

47
1. Resorpsi Internal

Resorpsi internal terjadi dalam kamar pulpa atau kanal dan meliputi

resorpsi darisekitar dentin. Hal ini menyebabkan pembesaran ukuran dari derah

pulpa pada struktur gigiyang hilang. Kondisi ini bisa transien/sementara dan self

limiting/berhenti dengan sendirinya atau progresif. Resorpsi internal dilaporkan di

inisiasi oleh trauma akut terhadap gigi, direct dan indirect pulp capping,

pulpotomy dan enamel invagination.    

2. Resorpsi Eksternal

Pada resorpsi eksternal, odontoklas meresorpsi permukaan luar dari gigi.

Resorpsi ini umumnya meliputi permukaan akar tetapi bisa juga meliputi

sementum dan dentin, pada beberapa kasus secara sedikit demi sedikit meluas ke

pulpa. 

2.6 Pewarnaan Gigi

Diskolorasi secara umum diartikan sebagai perubahan warna pada

gigi. Diskolorasi pada enamel gigi dapat disebabkan oleh proses penodaan

48
(staining), penuaan (aging), dan bahan-bahan kimia.17 Penggunaan produk

tembakau, teh, kopi dan obat kumur tertentu, dan pigmen di dalam

makanan menyebabkan terbentuknya stain yang akan menyebabkan

permukaan gigi menjadi kasar sehingga mudah ditempeli sisa makanan

dan kuman yang akhirnya membentuk plak. Apabila tidak dibersihkan,

plak akan mengeras dan membentuk karang gigi (calculus) kemudian

sampai ke akar gigi, akibatnya gusi mudah berdarah, gampang goyah dan

tanggal.18 Stain pada gigi dapat terjadi dengan tiga cara :

1) Perlekatan stain secara langsung pada permukaan gigi.

49
2) Stain terjebak di dalam kalkulus dan deposit lunak.

3) Penggabungan stain dengan struktur gigi atau material restoratif.

Etiologi diskolorasi gigi

Diskolorasi gigi berdasarkan sumber

50
Penyebab perubahan warna gigi berdasarkan sumbernya dibagi

menjadi eksogen dan endogen.7,18 Diskolorasi eksogen disebabkan oleh

substansi dari luar gigi dan sering disebabkan kebiasaan minum minuman

berwarna yang berkepanjangan seperti teh, kopi, sirup dan merokok. Tar

dari asap rokok dapat menyebabkan perubahan warna dari coklat sampai

hitam.

Diskolorasi endogen sumbernya berasal dari dalam gigi, didapat

51
dari sumber lokal maupun sistemik. 1,7 Faktor lokal dapat disebabkan

karena pedarahan akibat trauma, kesalahan prosedur perawatan gigi,

dekomposisi jaringan pulpa, pengaruh obat-obatan dan pasta pengisi

saluran akar, dan pengaruh bahan-bahan restorasi. Perubahan warna yang

terjadi mengenai bagian dalam struktur gigi selama masa pertumbuhan

gigi dan umumnya perubahan warna terjadi di dalam dentin sehingga

relatif sulit dirawat secara eksternal.

Diskolorasi gigi berdasarkan lokasi

52
Perubahan warna gigi menurut lokasinya dibagi menjadi intrinsik

dan ekstrinsik.

Perubahan warna intrinsik adalah perubahan yang masuk ke dalam

dentin selama masa pertumbuhan gigi.11 Disebabkan karena penumpukan

bahan - bahan dalam struktur gigi. Beberapa hal yang menyebabkan

terjadinya diskolorasi intrinsik :

1) Dekomposisi jaringan pulpa atau sisa makanan. Gas yang

dihasilkan oleh pulpa nekrosis dapat membentuk ion sulfida

berwarna hitam.

2) Pemakaian antibiotik, misalnya tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan

53
penyeba Pemakaian obat golongan tetrasiklin selama proses pertumbuhan
b paling
sering gigi dapat menyebabkan perubahan warna gigi permanen.
dari
perubah Periode waktu pemberian tetrasiklin yang menyebabkan perubahan
an
warna warna pada gigi
gigi
intrinsik Periode waktu pemberian tetrasiklin yang menyebabkan perubahan
.
warna pada gigi :

1) Semasa dalam kandungan, pada usia kehamilan ibu lebih

dari 4 bulan, molekul tetrasiklin dapat melewati barier

plasenta mengenai gigi sulung yang sudah terbentuk.

2) Masa bayi sesudah lahir sampai usia 5 tahun, pada periode

ini terjadi pembentukan mahkota gigi seri permanen.

Mekanismenya adalah tetrasiklin akan terikat dengan kalsium dan

membentuk senyawa kompleks berupa tetrasiklin kalsium

ortofosfat. Jaringan gigi yang sedang dalam proses mineralisasi itu

tidak hanya memperoleh kalsium, tetapi juga molekul tetrasiklin

yang kemudian tertimbun di dalam jaringan dentin dan email.

3) Penyakit metabolik berat selama fase pertumbuhan gigi, misalnya

alkaptonuria menyebabkan warna coklat, endemik fluorosis

menyebabkan bercak coklat pada gigi.

Perubahan warna ekstrinsik terdapat pada enamel dan biasanya

bersifat lokal. Mayoritas diskolorasi yang terjadi pada gigi permanen

bersifat ekstrinsik. Berdasarkan penyebabnya stain ekstrinsik dibagi

54
menjadi 2 kategori :

1). Diskolorasi non metalik, disebabkan oleh kromogen organik

melekat pada pelikel. Warnanya berasal dari warna asli kromogen

tersebut. Diketahui dapat menyebabkan stain langsung adalah

merokok, mengunyah tembakau, teh, dan kopi. Pada gigi terlihat

warna berasal dari komponen polyphenol yang memberikan warna

makanan.6

2) Diskolorasi metalik, dihasilkan dari interaksi kimia antara

komponen penyebab perubahan warna dengan permukaan gigi.

Berhubungan dengan antiseptik kationik dan garam metal.

55
2.7 Kelainan Struktur Gigi

1. Abrasi

Etiologi

Abrasi adalah suatu keadaan reduksi gigi non-fisiologis yang diakibatkan

karena masuknya material luar ke dalam rongga mulut dan berkontak dengan

permukaan gigi. Beberapa material luar tersebut adalah :

 Makanan yang mengandung material kasar, berpasir, keras dan sebagainya

yang terjadi pada saat mastikasi

 Teknik menggunakan Sikat gigi, dental floss yang salah dan penggunaan pasta

gigi yang abrasif pada saat membersihkan gigi

  Kebiasaan buruk, misalnya menggigit pulpen, menahan pipa rokok dengan

gig

  Penggunaan tusuk gigi yang terlalu bertenaga pada gigi yang saling Ataupun

berbagai alat yang menggunakan kemampuan gigi yang untuk dapat

berfungsi. Misalnya : membuka tutup botol, membuka jepit rambut dengan

gigi.

 Pada orang yang berusia muda memiliki tingkat abrasi yang lebih sedikit

karena kontak gigi dengan material luar tersebut lebih sedikit dibandingkan

dengan orang yang memiliki umur yang lebih tua.

56
Gambaran mikroskopis :

Permukaan yang mengalami abrasi menunjukan adanya goresan, beberapa pit,

dan tanda-tanda lainnya. Biasanya goresan tersebut tersusun parallel karena material

abrasive tersebut hanya datang melalui satu arah saat melewati permukaan gigi.

Panjang, kedalaman, dan lebar dari goresan tersebut tergantung daripada material

abrasive tersebut.

Gambaran Klinis:

Secara umum :

 Biasanya terdapat di bagian servikal gigi bagian bukal

 Lesi cenderung melebar daripada dalam

 Gigi yang sering terkena adalah gigi P dan C

 Akibat teknik menggunakan sikat gigi yang salah

 Merupakan tipe abrasi yang paling sering terjadi, biasanya karena gerakan

sikat gigi yang salah dan tekanan yang terlalu besar

 Membentuk groove berbentuk V antara mahkota dan gingival ke daerah

servikal gigi. (wedged shaped)

 Daerah abrasi yang biasanya paling parah terjadi di CEJ pada permukaan

labial dan bukal (secara berurut) premolar, caninus, dan insisiv rahang atas.

 Pada orang yang menggunakan tangan kanan, lesi biasanya lebih terlihat di

sisi kiri, begitu pula sebaliknya.

57
 Defek pada kamar pulpa jarang terjadi karena sudah terbentuk dentin

sekunder.

 Akibat penggunaan dental floss yang salah

 Biasanya berada di daerah servikal dari permukaan proksimal diatas gingival

Gambaran radiografis :

Gambaran permukaan gigi yang terkena abrasi tampak radiolusen terutama di

bagian servikal gigi permukaan interproksimal. Pada gigi yang mengalami abrasi

karena penggunaan dental floss yang salah, groove radiolucent lebih banyak terlihat

di bagian mesial daripada distal, karena lebih mudah menambah tekanan kea rah

depan daripada kearah belakang.

Rencana perawatan :

·       Mengubah kebiasaan buruk yang menggunakan gigi untuk tujuan yang salah.

·       Mengubah dan memperbaiki teknik menyikat gigi dan penggunaan dental floss yang

baik.

·       Jika, gigi sudah mengalam abrasi yang cukup parah, maka bisa dilakukan restorasi.

Pencegahan :

·       Menyikat gigi dan menggunakan dental floss dengan benar.

·       Tidak menggunakan pasta gigi yang bersifat abrasive.

58
·       Sebisa mungkin menggunakan gigi sesuai fungsi dan perannya.

·       Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali.

2.     Atrisi

Etiologi :

Atrisi adalah suatu kelainan jaringan keras gigi secara fisiologis karena kontak

antara gigi dengan gigi (tooth to tooth contact) ; tanpa adanya pengaruh dari makanan

ataupun material asing lainnya; atau karena adanya kelainan fungsi/ parafunction.

Tingkat atrisi bergantung pada :

·       Makanan

·       faktor saliva

59
·        mineralisasi gigi,

·       Usia (semakin tua akan lebih cepat terkena atrisi)

·       emotional tension.

Penyebaran atrisi dipengaruhi oleh tipe oklusi, geometri sistem stomatognatik

(sistem yang menggabungkan sistem-sistem yang berada dalam rongga mulut, seperti

mastikasi, bicara, oklusi, artikulasi dan sebagainya) serta karakeristik pengunyahan

dari masing-masing individu

Atrisi dapat juga terjadi karena kelainan fungsi/parafunction, salah satunya

adalah bruxism. Bruxism adalah kebiasaan mengertakan dan menggesekan gigi antara

rahang atas dan bawah. Hal ini terjadi pada saat tidur dan tidak disadari.

Gambaran mikroskopis :

Terdapat goresan-goresan parallel dengan satu arah pada permukaan yang datar dan

ada batas pada setiap seginya.

Gambaran klinis :

·       Biasanya terlihat  pada permukaan kunyah seperti insisal, oklusal, dan proksimal.

·       Biasanya menyebabkan permukaan melengkung sampai rata, mahkotanya

memendek dan permukaan enamel oklusal/ insisal menghilang.

·       Menyebabkan tepi enamel menjadi tajam

·       Pada gigi anterior, ujung insisal tampak melebar

60
·       Pada gigi posterior, bagian yang mengalami atrisi terutama adalah cusp. Pada gigi

rahang atas, yang paling mudah terkena atrisi adalah cusp lingual, sementara pada

gigi rahang bawah adalah cusp bukal.

·       Jika sudah terkena dentin, warna menjadi kekuning-kuningan serta terbuka.

·       Pada atrisi patologis (bruxism, maloklusi, bentuk gigi, dll), keausan batas (facet)

meluas lebih cepat dibandingkan atris karena fisiologis.

Gambaran radiografis :

·       Terjadi penebalan di lamina dura

·       Biasanya pada bagian mahkota gigi mengalami keausan atau bahkan hilang

Rencana Perawatan :

·       Untuk atrisi yang disebabkan karena bruxism, maka dapat menggunakan bidang

gigit (bite plane) pada waktu tidur untuk mencegah terkikisnya gigi.

·       Apabila atrisi yang terjadi tidak terlalu mengganggu dan tidak mengurangi fungsi

semestinya maka tidak diperlukan perawatan khusus.

·       Apabila atrisi yang terjadi sudah mengganggu estetik serta fungsi, maka dapat

dilakukan perawatan degan bahan tambala tau pembuatan crown.

Pencegahan :

·       Memperbanyak konsumsi makanan berfluoride yang mampu memperkuat

permukaan gigi.

61
3.     Erosi

Etiologi :

Erosi adalah kelainan jaringan keras gigi karena adanya kontak berulang kali

dalam jangka waktu yang lama terhadap larutan asam atau larutan kimia tanpa

melibatkan bakteri. (terjadi demineralisasi gigi karena bahan kimia).

Sumber asam tersebut dapat berasal dari :

Faktor ekstrinsik

 Konsumsi makanan asam, buah asam atau minuman berkarbonasi dalam

jumlah besar. Misalnya : lemon

 Konsumsi obat yang bersifat asam

62
Faktor instrinsik

Muntah kronis atau refluks asam dari kelainan gastrointestinal

Lokasi erosi, pola daerah yang tererosi dan penampakan lesi dapat ditentukan dari

sumber/asal dekaslifikasi tersebut. Misalnya pada erosi yang disebabkan karena

muntah maka daerah yang biasanya terserang adalah permukaan lingual gigi maksila

(terutama gigi anterior), sedangkan pada erosi yang disebabkan karena konsumsi

makan-makanan akan menyerang permukaan labial/bukal.

Gambaran klinis :

·       Umumnya berupa  lesi halus, terdapat depresi mengkilap di permukaan enamel yang

terletak di dekat gingival.

·       Erosi dapat menyebabkan kehilangan enamel dalam jumlah  yang besar sehingga

dapat menimbulkan noda berwarna pink di seluruh enamel yang tersisa.

·       Tidak ada lagi enamel ridges yang tajam karena smuanya sudah membulat

·       Permukaan enamel bisa menjadi konkaf hingga dentin terkena.

Gambaran radiografis :

·       Terlihat radiolusen pada bagian yang mengalami erosi

Rencanan  perawatan :

·       Apabila penyebabnya ada muntah kronis, maka diberikan obat kumur berfluoride

untuk sehari-harinya

63
·       Jika tidak diketahui apa penyebabnya dan permukaan gigi sudah tidak baik lagi serta

tidak berfungsi dengan normal, maka bisa dilakukan restorasi agar tidak merusak

pulpa dan fungsi gigi tidak terhambat.

Pencegahan :

·       Meminimalisasi makan makanan yang asam serta minum minuman berkarbon

·       Menggunakan obat kumur ataupun pasta gigi berfluorida.

4.     Abfraksi

Etiologi :

Abfraksi adalah suatu kelainan jaringan keras gigi yang dikarenakan adanya

tenaga (compression dan tension) yang berlebihan  pada permukaan oklusal sehingga

menyebabkan adanya mikrofaktur pada permukaan bukal dan lingual. Daerah

gigitersebut membelok pada servikal margin dan dapat menyebabkan kerusakan

progresif terhadap jaringan gigi yang rapuh. Apabila cusp tetap berada dibawah

tekanan saat awal maupun akhir siklus mastikasi, maka kemungkinan akan terjadi

fleksur atau kompresi yang akan menyebabkan dislokasi dentin atau enamel pada titik

rotasi.

Secara klinis, dapat dilihat  adanya kehilangan jaringan keras gigi berupa V

pada 1/3 servikal gigi.

64
2.8 Erosi Gigi

Erosi dikatakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi

yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Erosi gigi harus dibedakan dari karies gigi

walaupun keduanya mempunyai kesamaan yaitu terjadinya demineralisasi pada

jaringan keras gigi akibat asam. Erosi dan karies gigi sama-sama dari asam, karies

merupakan hasil fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri dalam rongga

mulut tetapi erosi gigi terjadi karena proses kimia tanpa melibatkan bakteri. Erosi

terjadi secara merata di permukaan gigi.

Demineralisasi dapat terjadi apabila enamel berada dalam suatu lingkungan

pH di bawah 5,5, pH 5,5 ini adalah pH kritis enamel gigi saat ini banyak minuman

ringan dengan pH di bawah 5,5 yang dikonsumsi oleh masyarakat. pH berperan pada

demineralisasi karena pH yang rendah akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen

dan ion ini akan merusak hidroksiapatit enamel gigi. Ketika seseorang mengkonsumsi

minuman ringan, maka minuman tersebut akan berada dalam rongga mulut untuk

sementara waktu. Adanya kandungan zat asam dalam minuman ringan akan

menyebabkan perubahan pH saliva sehingga permukaan gigi menjadi sedikit kasar.

Apabila pH lebih kecil dari pH kritis enamel, akan mengakibatkan saliva berada di

titik jenuh sehingga terjadi pengurangan kristal apatit, mineral dipermukaan gigi

menjadi hilang, lalu enamel gigi mengalami proses demineralisasi.

Proses erosi gigi dimulai dari adanya pelepasan kalsium enamel gigi, bila hal

ini berlanjut terus akan menyebabkan kehilangan sebagian elemen enamel, dan

65
apabila telah sampai ke dentin maka penderita akan merasa ngilu. Sebagaimana

diketahui bahwa enamel sebagian besar terdiri dari hidroksiapatit

(Ca10(PO4)6(OH)2) atau Fluoroapatit (Cal0(PO4)6F2), kedua unsur tersebut dalam

suasana asam akan larut menjadi Ca2+; PO4-9 dan F-, OH-. Ion H+ akan beraksi dengan

gugus PO4-9, F-, atau OH membentuk HSO4-; H2SO4- HF atau H2O. Kecepatan

melarutnya enamel dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH), konsentrasi asam, waktu

melarut dan kehadiran ion sejenis kalsium, dan fosfat. Proses demineralisasi terjadi

akibat gangguan keseimbangan kalsium hidroksi apatit, yang dijabarkan sebagai

berikut:

Ca 10(PO4)6(OH)2 10 Ca2+ + 6 PO43- + 2 OH -

Bila pH turun, maka ion PO 43- akan berubah menjadi HPO42- atau H2PO4-

dan ion OH menjadi normal dalam bentuk air, maka hasil akhirnya saliva akan

menjadi sangat jenuh. Zat asam penyebab erosi gigi dapat dibedakan menjadi zat

asam intrinsik dan zat asam ekstrinsik.

1. Zat Intrinsik

Pada dasarnya erosi gigi akibat faktor intrinsik dapat dibagi dua yaitu faktor

penyakit dan keadaan psikologis. Penyakit yang dapat mengakibatkan erosi gigi

adalah GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) dan sindroma Sjogren. Selain itu,

gangguan keadaan psikologis yang bermasalah, seperti bulimia dan aneroksia

nervosa.

66
a) Penyakit

Pada kondisi ini, isi lambung melewati esophagus bagian bawah lalu

mencapai bagian distal esophagus diluar kesadaran penderita. Pada beberapa pasien,

kondisi ini berlanjut melewati sphincteresophagus yang lebih tinggi untuk mencapai

rongga mulut. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan abdominal dan ketidak

kemampuan sphincter esophagus bagian bawah berelaksasi sehingga cairan lambung

mencapai rongga mulut dengan pH 1,0-2,0 dan berkontak dengan gigi terutama pada

permukaan palatal dan oklusal gigi geligi. Biasanya, erosi gigi akibat GERD dijumpai

pada permukaan palatal gigi anterior maksila. Jika terdapat tambalan amalgam, maka

restorasi akan terlihat lebih tinggi dari permukaan gigi. Kehilangan struktur gigi ini

lebih lanjut akan menurunkan dimensi vertikal gigi dan menyebabkan gigi menjadi

sensitif, dan selanjutnya enamel yang tipis akan menyebabkan diskolorasi gigi dan

pecahnya tepi insisal gigi.

Penyakit lain yang dapat mengakibatkan erosi gigi adalah sindrom Sjorgen.

SindromaSjorgen adalah kondisi autoimun yang menyebabkan inflamasi kronis pada

kelenjar saliva dan kelenjar air mata yang mengakibatkan kekeringan pada mulut dan

mata. Mulut kering dapat memicu terjadinya erosi gigi,karena aliran saliva sangat

67
sedikit sehingga kapasitas buffer oleh saliva berkurang. Penderita sindroma ini

cenderung mengkonsumsi minuman bersifat asam untuk merangsang aliran saliva dan

menjaga rongga mulut agar tetap basah. Namun hal ini akan semakin menurunkan pH

saliva sehingga bertambahnya resiko erosi gigi.

b) Keadaan Psikologis

Keadaan psikologis yang berpengaruh pada erosi adalah keadaan seseorang

yang dipengaruhi kadar konsumsi makanan. Contohnya, aneroksia nervosa dan

bulimia. Kelainan ini umumnya ditemukan pada wanita diantara umur 12 – 30 thn

dengan latar belakang fisik untuk menguruskan tubuh ataupun mengatur berat badan.

Pasien aneroksia nervosa biasanya menahan lapar sepanjang hari dan umumnya

ditandai dengan rangsangan muntah kronis. Sedangkan penderita bulimia selalu

makan dengan jumlah yang berlebihan dan setelah itu merasa tidak puasterhadap

jumlah makanan yang dikonsumsi. Mereka akan coba memuntahkan makanan

tersebut dengan menstimulasi muntah, yaitu dengan memasukan jari kedalam

tenggorokan. Frekuensi muntah yang mengandung asam lambung ini dapat memicu

terjadinya erosi gigi. Pada penderita penyakit ini, terlihat hampir seluruh enamel gigi

pada bagian palatal elemen gigi anterior maksila hilang. Pasien yang telah lama

menderita penyakit ini akan mengalami erosi dan hipersensitivitas gigi.

68
2. Zat Ekstrinsik

Erosi akibat zat asam ekstrinsik dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu diet

dan pekerjaaan atau perilaku.Faktor diet meliputi makanan atau minuman bersifat

asam yang dikonsumsi secara berlebihan, mungkin juga akibat obat yang bersifat

asam yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan faktor pekejaan

dan perilaku meliputi paparan klorin dari kolam renang, maupun paparan agen

korosif dari pabrik.

a) Diet

Jeruk manis dan buah-buahan sitrus lainnya sering bersifat sangat asam;

pHnya terletak diantara 2,0 dan 3,8. Mengonsumsi buah-buahan ini, dengan

menghisap buah sitrus, minum minuman berkarbonat seperti Coca-Cola dan sering

minum minuman bersifat asam. Resiko yang cukup tinggi ditemukan ketika buah

jeruk dikonsumsi lebih dari dua kali sehari dan meminum minuman berkarbonat

sehari sekali. Selain itu konsumsi permen asam yang berlebihan yang dikombinasikan

dengan kapasitas buffer saliva yang rendah dapat meningkatkan kadar erosi pada gigi.

Gaya hidup yang tidak sehat seperti asupan alcohol dan wine juga menyebabkan erosi

69
gigi. Gaya hidup yang sehat seperti lactovegetarian yang mengonsumsi makanan

asam seperti krim dan yoghurt dapat menyebabkan erosi gigi.

Selain itu, erosi dapat terjadi akibat pengaruh obat cair yang mengandung besi

yang bersifat asam, serta dari pengunyahan obat aspirin dan vitamin C, sering

berkumur dengan perhidrol dan menyikat gigi dengan gel fluorida yang bersifat asam

pada jangka waktu lama.

b) Pekerjaan dan Perilaku

Beberapa kelompok pekerjaaan yang tidak terlindung terhadap udara dengan

konsentrasi asam tinggi, misalnya di pabrik seng elektrolitis. Lamanya terpapar udara

dan terbukanya bibir (uap asam menyebabkan pernafasan mulut), menyebabkan

keparahan kerusakan. Selain itu pada perenang-perenang di dalam air yang diberi

klorida banyak dan pH yang rendah, timbul erosi yang luas,oleh karena pengaruh

cahaya akan mengakibatkan terbentuknya asam garam yang mengakibatkan erosi

gigi.

Perawatan

Perawatan erosi gigi dapat dilakukan berdasarkan tingkat keparahannya. Jika

erosi hanya terdapat pada bagian enamel yaitu erosi ringan, dapat dilakukan aplikasi

flour atau ditambal dengan menggunakan bahan restoratif komposit. Bagi erosi pada

70
bagian labial yaitu erosi sedang, dilakukan pemasangan veener keramik atau overlay

mahkota. Pada erosi berat dilakukan pemasangan mahkota, bridge atau overdenture.

Bagi mempertahankan perawatan ini, etiologi erosi perlu disingkirkan seminimal

mungkin.

BAB 3 PEMBAHASAN

Seorang anak perempuan berumur 10 tahun bernama Emy datang diantar

ibunya dengan keluhan gigi rahang atas sebelah kanan dan kiri terasa linu jika

meminum air dingin. Akhir-akhir ini keluhan linu pada gigi-gigi tersebut lebih sering

timbul dan kelangsungannya lebih lama. Menurut ibu anak, sejak usia 5 tahun anak

memperlihatkan gejala sering muntah secara spontan yang diduga karena adanya

kelainan saluran pencernaan. Setelah dilakukan pemeriksaan intra oral, permukaan

oklusal gigi-gigi 17,16,55,54,64,65,26, dan 27 terlihat berwarna kuning, bentuk

bonjol tersebut terlihat tidak normal dan permukaan oklusal beberapa gigi terlihat

datar tanpa terlihat lagi fisur gigi.

Adanya kelainan yang diduga erosi gigi yang terdapat pada permukaan

oklusal gigi-gigi 17,16,55,54,64,65,26, dan 27 yang terlihat berwarna kuning. Erosi

dikatakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya

disebabkan oleh zat asam. Erosi gigi harus dibedakan dari karies gigi walaupun

71
keduanya mempunyai kesamaan yaitu terjadinya demineralisasi pada jaringan keras

gigi akibat asam. Erosi dan karies gigi sama-sama dari asam, karies merupakan hasil

fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri dalam rongga mulut tetapi

erosi gigi terjadi karena proses kimia tanpa melibatkan bakteri. Erosi terjadi secara

merata di permukaan gigi.

Pada kasus ini bonjol gigi- 17,16,55,54,64,65,26, dan 27 tersebut terlihat tidak

normal dan permukaan oklusal beberapa gigi terlihat datar tanpa terlihat lagi fisur

gigi. Hal ini menunjukkan kelainan pada anatomi dan morfologi gigi posterior rahang

atas sulung dan permanen. Normalnya, gigi sulung rahang atas posterior terdiri dari

molar 1 dan molar 2. Pada molar 1 gigi sulung bentuk oklusal oval, tidak ada

developmental groove di antara cups sehingga batas antar cups tidak terlalu jelas, dan

pada bagian buccal ke arah servikal line terlihat lebih prominen. Sedangkan molar 2

gigi susu morfologinya seperti molar 1 permanen hanya saja developmental groove

tidak terlalu terlihat seperti pada molar 1 permanen, bentuk oklusal rumboid, dan

terdapat tubercle carabelli di bagiam mesiopalatal. Gigi permanen posterior rahang

atas terdiri dari premolar 1, premolar 2, molar 1, molar2, dan molar 3. Normalnya,

premolar 1 oklusal berbentuk heksagonal, asimetri dan mempunyai 2 akar walaupun

memiliki 1 akar terdapat 2 saluran. Premolar 2 memiliki oklusi yang berbentuk oval,

simetri dan ,memiliki 1 akar. Molar 1 rahang atas memiliki oklusi yang berbentuk

rumboid, memiliki 4 cups, distal cups yang paling kecil, memiliki crista transversa

dan tubercle carabelli. Molar 2 memiliki oklusal berbentuk rumboid lebih

72
jajargenjang dan memilik 4 cups. Molar 3 memiliki oklusal yang berbentuk rumboid

seperti jantung, mempunyai 3-8 cups, dan akar fusi.

BAB 4 KESIMPULAN

Dari kasus yang telah diberikan, telah diketahui bahwa seorang anak

perempuan berusia 10 tahun bernama Emy mengalami kelainan struktur gigi. Setelah

kami analisis bersama-sama, anak ini mengalami kelainan erosi gigi.

Erosi dikatakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi

yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Erosi gigi harus dibedakan dari karies gigi

walaupun keduanya mempunyai kesamaan yaitu terjadinya demineralisasi pada

jaringan keras gigi akibat asam. Erosi dan karies gigi sama-sama dari asam, karies

merupakan hasil fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri dalam rongga

mulut tetapi erosi gigi terjadi karena proses kimia tanpa melibatkan bakteri. Erosi

terjadi secara merata di permukaan gigi.

Gambaran klinis terlihat anatomi dan struktur gigi yang tidak normal.

73
Daftar Pustaka

Diamond ,M., 1952, Dental Anatomy, 3th ed, Mc. Millan.

Dixon ,A.D., 1993, Anatomi untuk Kedokteran Gigi (terj), Church ii Livingstone,

London.

Itjingningsih, W.H., 1995, Anatomi Gigi ECG, Jakarta.

Nelson, Stanley J. And Major M. Ash. 1993. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology, and

Occlusion 9th edition. Philadelphia: W. B. Saunders Company

Regezi, J.A.;J. Sciubba. 1993. Oral Pathology. Clinical Phatologic Correlation. 2nd

ed. W.B. Saunders Co.

Scheid Rickne C., 2012, Woelfel's Dental Anatomy, William and Wilkins, Baltimore.

Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology-Principles and Interpretation

5th. Mosby. Page : 356-360v

74

Anda mungkin juga menyukai