Anda di halaman 1dari 10

Apakah Inkuiri Ilmiah Berbasis Investigasi Kelompok Dapat Meningkatkan

Kerja Ilmiah dan Literasi Sains Siswa?

ANONYMOUS

Abstrak
Materi listrik (utamanya listrik dinamis) di SMP merupakan materi yang tergolong sulit. Kurangnya
inovasi guru dalam membelajarkan materi ini merupakan salahsatu faktor penyebabnya. Demikian
pula, kurangnya guru melatihkan kerja ilmiah sebagai ciri dari pembelajaran sains menyebabkan
pemahaman siswa terhadap sains menjadi kurang bermakna. Penelitian bertujuan untuk
mendeskripsikan efektifitas pembelajaran inkuiri ilmiah berbasis kerja investigasi untuk meningkatkan
kerja ilmiah dan literasi siswa. Penelitian dengan metode kuasi eksperimen ini melibatkan 68 siswa
SMP yang terbagi dalam satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Desain penelitian yang
digunakan yaitu non randomaized static group pretest-postest design. Kerja ilmiah siswa diukur
dengan penilaian fortofolio keterampilan proses, menggunakan instrumen lembar observasi dan
angket, serta format wawancara/lisan. Literasi sains diukur dengan menggunakan instrumen tes pilihan
berganda beralasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja ilmiah dan literasi sains siswa dalam
pembelajaran sains dengan inkuiri ilmiah berbasis investigasi kelompok lebih baik dibandingkan
dengan metode pratikum. Pembelajaran dengan menggunakan kerja ilmiah berbais investigasi
kelompok dapat mendorong siswa untuk belajar lebih bermakna dan menyebabkan keterampilan
proses siswa terlatih. Lebih lanjut pembelajaran yang mengakomodasi belajar aktif siswa dapat
meningkatkan literasi sains siswa
Kata Kunci: investigasi kelompok, inkuiri, keterampilan proses, literasi sains

Do Scientific Inquiry within Group Investigation Enhance Scientific Work and


Science Literacy of Student?
Abstract
Dynamic electricity is one of the difficult topic of science for secondary school student. Lack of
teacher innovation and less practicing scientific work to student make the learning is not something
awaited and meaningless. The study aims to describe the effectiveness of scientific inquiry learning
based on investigative work to improve scientific work and student literacy. This quasi-experimental
study involved 68 junior high school students divided into one experimental class and one control
class. The research design used is non randomaized static group pretest-posttest design. Students'
scientific work is measured by assessment of process skills portfolio, using observation and
questionnaire sheet instruments, and interview / oral format. Science literacy was measured using
reasoned multiple choice test instruments. The results showed that scientific work and scientific
literacy of students in science learning with scientific inquiry based on group investigation was better
than the method of practicum. Learning by using scientific work based on group investigations can
encourage students to learn more meaningfully and cause the process skills of trained students.
Furthermore learning that accommodates active student learning can improve students' scientific
literacy
Key words: group investigation, inquiry, science process skills, science literacy
__________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN chem learning materials (Fabionaci dan
st Sudarmin, 2014), pembelajaran kontekstual
21 Century skills yang telah di depan
dengan strategi kolaboratif (Rubini and
mata, mendorong terjadinya perubahan
Permanasari , 2014), dan pembelajaran berbasis
paradigma pendidikan sains di Indonesia. Oleh
ICT (Al-Rasai’, 2010).
karena itu, kualitas pembelajaran sains, lingkup
Selain pengembangan model
lebih khusus dari pendidikan sains, harus
pembelajaran, meningkatkan literasi sains dapat
meningkat kualitasnya dari waktu ke waktu.
dilakukan dengan penggunaan media, seperti
Pembelajaran sains yang beriorientasi kepada
menggunakan modul sains berbasis inkuiri
inovasi, kreativitas, dan keterampilan berpikir
Hairida (2016) dan virtual laboratory (Ismail,
tingkat tinggi siswa harus menjadi suatu
2016). Intinya adalah bahwa inovasi dalam
kebutuhan agar terbangun masyarakat yang
pembelajaran sains merupakan langkah
literate terhadap sains. Guru harus selalu
reformasi dalam pembelajaran sains untuk
melakukan inovasi dalam pembelajaran agar
mencapai tujuan pembelajaran sains
tujuan tersebut dapat terwujud.
kontemporer (De Boer, 2000).
Siswa yang memiliki literasi sains adalah
Diantara berbagai inovasi yang telah
siswa yang mampu mengaktualisasikan
dilakukan oleh para peneliti, kerja ilmiah berupa
pengetahuannya dalam pemecahan masalah
investigasi kelompok dengan metode praktikum
melalui pemikiran kritis, yang disertai dengan
inkuiri sangat potensial mengembangkan
sikap atau nilai positif (Holbrook & Rannikmae,
keterampilan proses sains siswa, dan pada
2009). Masalah yang dimaksud adalah yang ada
akhirnya membangun literasi sains siswa.
di lingkungan dimana siswa berada. Sayangnya
Lederman (2013) menyatakan bahwa kerja
siswa Indonesia belum menunjukkan literasi
ilmiah atau inkuiri ilmiah sangat berhubungan
sains yang sesuai dengan harapan, seperti yang
dengan keterampilan proses seperti
ditunjukkan oleh hasil penilaian PISA (OECD,
mengobservasi, menyimpulkan,
2009-2013, 2015)
mengklasifikasi, memprediksi, mengukur,
Tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan
bertanya, menginterpretasi, dan menganalisis
kecuali pembenahan dalam pembelajaran sains.
data. Jadi sebenarnya inkuiri ilmiah
Selain masih banyak guru yang menggunakan
mengkombinasikan keterampilan proses tersebut
model, pendekatan, dan metode yang
dengan pengetahuan ilmiah (scientific
konservatif, pembelajaran sains saat ini masih
knowledge), penalaran ilmiah (scientific
belum berorientasi secara utuh pada
reasoning), dan keterampilan berpikir kritis
terbangunnya literasi sains. Oleh karena itu,
(critical thinking) untuk mengembangkan
terobosan-terobosan dalam pembelajaran sains
pengetahuan ilmiah (scientific knowledge).
masih tetap relevan untuk dilaksanakan, dan
Driver and Osborne (2000) menyatakan bahwa
diteliti efektifitasnya terhadap literasi sains
melalui kerja ilmiah dapat dibangun argumentasi
siswa. Menurut Rubini (2016), pembelajaran
ilmiah yang dapat mengembangkan
sains harus dapat dikembangkan oleh seorang
keterampilan berpikir kritis.
guru yang yang memiliki literasi sains yang
Materi listrik dinamis yang diajarkan di SMP
utuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
merupakan materi dengan tingkat kesulitan
sebagian guru sains di SMP belum seluruhnya
tinggi. Sebenarnya materi listrik sangat
memiliki kompetensi tersebut.
kontekstual, dan dekat dengan kehidupan sehari-
Meningkatkan literasi sains siswa dapat
hari siswa. Namun demikian, kadang-kadang
dilakukan dengan berbagai cara. Suryaneza dan
guru kurang mampu mendekatkan konteks
Permanasari (2016) melakukannya dengan
permasalahan dalam pembelajarannya, sehingga
pembelajaran sains terintegrasi web. Afriana
materi ini menjadi dipandang sulit dan abstrak
(2016) berupaya meningkatkan literasi sains
oleh siswa. Pendekatan konsep yang umumnya
siswa melalui pembelajaran sains terintegrasi
dilakukan oleh guru cenderung menyebabkan
STEM. Marks, R. and I. Eilks (2009)
siswa hanya belajar tentang rumus-rumus yang
meningkatkan literasi sains siswa dengan
membosankan.
pembelajaran berbasis sosio-critical and
Melalui penelitian sebelumnya, telah
problem-oriented approach. Lebih lanjut
dilakukan Inovasi dalam pengembangan kit
beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
praktikum yang dirancang berbasis inkuiri.
meningkatkan literasi sains siswa dapat
Keberadaan kit praktikum yang telah dirancang
dilakukan melalui belajar kimia dengan fun-

Copyright © 2017, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


ISSN 2406-9205 (print), ISSN 2477-4820 (online)
sendiri (kit listrik dinamis six in one), panjang, dan luas penampang kawat penghantar.
merupakan daya tarik tersendiri untuk Siswa mendiskusikan jawaban sementara
diimplementasikan dalam metode praktikum bagaimana pengaruh jenis kawat penghantar
berbasis kerja inkuiri ilmiah siswa. Proses terhadap hambatan listriknya. Dengan mengikuti
berinkuiri sangat potensial dilatihkan melalui langkah kerja dasar yang ada dalam LKS, siswa
investigasi kelompok. mencoba mengukur hambatan listrik dengan
Penelitian ini bertujuan untuk urutan jenis kawat pengantar sesuai urutan
mendeskripsikan efektifitas pembelajaran jawaban sementara. Adakalanya pemilihan
inkuiri ilmiah berbasis investigasi kelompok tersebut benar, tetapi ada kelompok lainnya
untuk meningkatkan kerja ilmiah dan literasi yang melakukannya berulang kali sampai
sains siswa SMP pada materi listrik dinamis. diperoleh jawaban yang benar.
Ada enam jenis praktikum yang
METODE diimplementasikan untuk enam pertemuan, yaitu
Pengukuran tegangan dan arus listrik, Hukum
Penelitian ini menggunakan metode kuasi Ohm, Hukum I Kirchoff, Hambatan penghantar,
eksperimen. Desain penelitian yang digunakan Hambatan pengganti yang dirangkai seri,
adalah Non Randomaized Static Group Pretest- paralel, gabungan, dan Daya listrik. Keenam
Postest Design (Fraenkel, 2011). Desain jenis praktikum ini diakomodasi dalam satu kit
penelitian ini melibatkan satu kelas eksperimen praktikum. Pembelajaran ini mengakomodasi
(34 siswa) yang menggunakan pembelajaran pencapaian kompetensi diantaranya
inkuiri ilmiah berbasis investigasi kelompok. menganalisis percobaan listrik dinamis dalam
Sebagai pembanding digunakan kelas kontrol suatu rangkaian serta penerapannya dalam
yang terdiri dari 34 yang menggunakan kehidupan sehari-hari.
pembejalaran berbasis praktikum. Dalam pembelajaran, kompetensi ini
Penelitian ini bertempat di salahsatu ditujukan bagi siswa SMP kelas IX. Tujuan
kampus SMP Negeri di Bogor, dilaksanakan pembelajarannya yaitu mempelajari cara
mulai bulan Juli 2016 sampai dengan Januari pemasangan voltmeter dan pengukuran tegangan
2017. Pemilihan kelas kontrol dan eksperimen listrik, mempelajari cara pemasangan
dilakukan secara purposive, dengan amperemeter dan pengukuran kuat arus listrik,
pertimbangan kedua kelas tersebut yang menyelidiki hubungan antar arus yang masuk
dianggap setara (Fraenkel, 2011). Di kelas dan arus yang keluar dari titik percabangan,
kontrol, pembelajaran dilakukan dengan secara menyelidiki hubungan antar kuat arus (I),
klasikal dengan metode praktikum tegangan (V), dan hambatan listrik (R) dalam
menggunakan beberapa alat yang telah ada suatu rangkaian, menyelidiki hubungan antara
sebelumnya. Efektifitas pembelajaran diteliti hambatan kawat penghantar terhadap berbagai
dengan menggunakan metode kuasi eksperimen, jenis, panjang, dan luas penampang kawat
didukung oleh instrumen berupa lembar penghantar, menyelidiki hambatan pengganti
observasi keterampilan untuk menilai kerja yang dirangkai secara seri, paralel, dan
ilmiah dan soal tes pilihan berganda untuk gabungan, dan menyelidiki hubungan antara
mengukur literasi sains dan kerja ilmiah. Selain daya listrik dengan tegangan dan kuat arus
itu, dilakukan pula interview terhadap beberapa listrik.
siswa untuk mendukung data hasil penelitian
eksperimen.
+ -
HASIL DAN PEMBAHASAN Jembatan
Penghubung
R/Lampu

V
Implementasi pembelajaran telah Voltmeter

dilaksanakan sesuai rencana pembelajaran yang


dikembangkan. Di dalam kelas control, langkah-
langkah kerja inkuiri ilmiah dilakukan dalam
Baterai

kerja kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa.


Setiap kegiatan inkuiri diawali dengan +
A
R / Lampu
-

pertanyaan-pertanyaan yang harus didiskusikan Amperemeter

terlebih dahulu jawabannya. Sebagai contoh


siswa menyelidiki hubungan antara hambatan
kawat penghantar terhadap berbagai jenis, Baterai
Hal ini memberi dampak pada hasil tes kerja
R
ilmiahnya seperti ditunjukkan oleh data pada
_
A
+ tabel 1.
amperemeter hambatan Tabel 1. Kerja ilmiah siswa yang dinilai
Berdasarkan hasil tes
Kelas control Kelas eksperimen
4 baterai Kerja
Pretes Postes n- Pretes Postes n-
ilmiah
V gain gain
voltmeter Rata- 20 48
59 67 63 80
rata
1 61 71 26 61 79 46
A Lampu 2 2 65 70 14 67 79 38
3 57 65 19 64 82 50
Amperemeter 2
+ -
A Lampu 1
A Lampu 3
Amperemeter 1 Amperemeter 3
4 58 66 19 63 83 54
A
5 56 65 21 61 83 56
Lampu 4
Amperemeter 4

6 58 66 19 64 80 44
Baterai
Skor maksimum: 100
V
Voltmeter
Catatan. Kerja ilmiah:1) Merumuskan
pertanyaan; 2) Merumuskan hipotesis;
3)Merancang eksperimen; 4)Menganalisis data
dan menerapkan konsep; 5)
+
Mengkomunikasikan; 6) Menarik kesimpulan
Kawat Penghantar 1
Lampu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


+
A
Kawat Penghantar 2
pembelajaran dengan strategi kerja investigasi
_
Amperemeter

Kawat Penghantar 3 + kelompok dengan pendekatan inkuiri ilmiah


mampu membangun keterampilan proses sains
siswa. Hal ini ditunjukkan oleh nilai n-gain baik
Baterai untuk total maupun setiap indikator yang secara
V signifikan berbeda. Kelas kontrol menunjukkan
Voltmeter
peningkatan pada kategori rendah, sementara
kelas eksperimen mencapai peningkatan dengan
R1
kategori sedang. Hal ini sejalan dengan apa yang
_ Hambatan 1
R3
+
dikemukakan oleh Chin, C. and D. Brown
A
Amperemeter
R2
Hambatan 3 (2000) bahwa belajar sains bermakna (deep
Hambatan 2 learning) akan memberikan hasil belajar yang
memuaskan. Demikian pula Trefill and Mazen
(2010). Menyatakan bahwa pembelajaran sains
Baterai
terintegrasi dengan proses inkuiri sangat
V
Voltmeter potensial membangun kebermaknaan belajar
Gambar 1. Disain alat pengukuran tegangan sains.
listrik, kuat arus listrik, Hukum Kirchof 1 Hasil pengolahan data kuantitatif
Hukum Ohm, Hambatan kawat penghantar, berdasarkan hasil tes sejalan dengan hasil
hambatan dirangkai gabungan penilaian porto polio berdasarkan observasi.
Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa kelas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol umumnya mengalami kesulitan dalam
pembelajaran sains dengan pendekatan inkuiri merumuskan hipotesis dan merancang
ilmiah melalui investigasi kelompok berhasil eksperimen. Hal ini terjadi karena dalam proses
meningkatkan baik literasi sains siswa maupun pembelajaran, siswa kurang terlatih dengan
kerja ilmiah siswa. Semua indikator kerja ilmiah langkah-langkah investigasi yang secara
muncul dan dilatihkan dalam hampir setiap terstruktur melatihkan bagaimana merancang
kegiatan kelas adalah merumuskan pertanyaan, eksperimen yang benar. Pembelajaran dengan
merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, inkuiri memberikan kesempatan untuk belajar
menganalisis data dan menerapkan konsep, mandiri, sehingga siswa terlatih untuk
mengkomunikasikan, dan menarik kesimpulan. mengembangkan asumsi/hipotesis.

Copyright © 2017, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


ISSN 2406-9205 (print), ISSN 2477-4820 (online)
Meningkatnya keterampilan proses sains gunakan di awal tepat. Mereka melakukannya
siswa erat berkaitan dengan strategi dengan cara mempelajari bahan ajar/ buku ajar
pembelajaran dengan praktikum inkuiri yang ada, sehingga secara teori argument-
menggunakan kit yang telah dikembangkan. Kit argumen mereka dapat dipertanggungjawabkan
praktikum dirancang untuk pembelajaran secara ilmiah.
inkuiri, dimana setiap submateri praktikum Di akhir praktikum, guru mempersilahkan
diawali dengan pertanyaan-pertanyaan yang satu kelompok mewakili kelompok yang
mendorong siswa untuk berinkuiri. Salahsatu berhasil untuk mengkomunikasikan hipotesis
contoh pertanyaan diantaranya dalam praktikum awal, argument yang menyertai, dan hasil
untuk menjelaskan kuat terang cahaya dengan percobaannya dengan memberikan argument
rangkaian seri dan parallel. Pertanyaan awal tambahan berdasarkan hasil penelusuran
yang dilontarkan kepada siswa adalah, literature. Sementara itu, guru juga memberikan
“Manakah yang menghasilkan cahaya kesempatan kepada kelompok siswa yang tidak
lebih terang, yang dipasang seri atau parallel? berhasil untuk menjelaskan mengapa
Berilah argumentasimu, berdiskusilah dalam hipotesisnya tidak sesuai dengan hasil
kelompok”. percobaannya. Langkah seperti ini sangat baik
Setelah masing-masing kelompok dilakukan untuk mengasah “hati” siswa, bahwa
memiliki jawaban sementara dengan manusia tidak lepas dari kesalahan; manusia
argumentasinya masing-masing, siswa baru harus menyadari kesalahannya dan berupaya
dapat bekerja dengan kit yang telah disediakan. mencari tahu sumbernya kesalahannya. Inilah
Siswa kemudian menguji jawaban sementara yang dimaksud sebagai sikap ilmiah.
yang telah mereka rumuskan. Selama Sejalan dengan hasil penelitian terkait
praktikum, beberapa respon siswa terhadap hasil kerja ilmiah (keterampilan proses sains siswa),
pekerjaanya sangat positif. Ada kelompok yang literasi sains siswa juga meningkat lebih baik
merespon dengan sangat antusias: pada kelompok eksperimen. Hal ini
“Alhamdulillah, bener kan dugaan menunjukkan bahwa kerja ilmiah dapat
kita………” . membangun keterampilan proses, yang pada
Sementara kelompok lainnya berseru: “yaaa, akhirnya akan membawa kebermaknaan dalam
ko beda sih dengan yang kita duga? Kenapa belajar sains. Kebermaknaan ditunjukkan oleh
yaa?” baik hasil pengukuran keterampilan proses
Pertanyaan terakhir adalah pertanyaan yang maupun literasi sains siswa, seperti
diharapkan oleh guru terlontar dari kelompok. diperlihatkan oleh tabel 2. Dengan starting point
Pertanyaan “kenapa yaa?” mencerminkan yang kurang lebih sama, dapat dilihat bahwa
tumbuhnya curiosity dalam diri siswa. Salahsatu peningkatan kedua kelas tampak berbeda. Kelas
siswa dalam kelompok tersebut bertanya eksperimen menunjukkan peningkatan literasi
langsung pada gurunya: sains pada kategori sedang (n-gain = 49),
“ Bu, kenapa ya bisa seperti ini hasilnya, sementara kelas control peningkatannya pada
padahal kan ………?” ungkapan kecewa ini kategori rendah (n-gain = 25).
muncul karena ternyata kelompok yang lain
hasilnya sesuai dengan harapan. Tabel 2. Literasi sains siswa setelah
Guru menunjukkan sikap bijaksana dengan pembelajaran dengan group investigasi berbasis
mengatakan: inkuiri
“ Tidak apa …., yang penting mari kita lihat
mengapa asumsi kalian berbeda dengan Parameter Kelas kontrol Kelas eksperimen
kenyataannya….. ayo kita lihat rangkaiannya
dengan cermat….. dst,dst”. Skor pretest
52 + 10 54 9
rata-rata
Skor
Respon guru yang bijak menyebabkan siswa
posttest 65 + 13 76 11
tidak “down….” Malah kemudian bersemangat rata-rata
untuk mencari tahu mengapa terjadi seperti itu. n-gain 25 49
Untuk kelompok yang hasil percobaannya Kategori
sesuai dengan rumusan jawaban awal rendah sedang
(hipotesis), pertanyaan berikutnya dalam lembar
kerja siswa mengarahkan siswa untuk
memastikan bahwa argument yang mereka
Meskipun rata-rata peningkatan rata kelas 80). Berdasarkan hasil observasi (dari
menunjukkan hasil yang cukup baik, namun ada video pembelajaran) tertangkap bahwa siswa no
dua siswa yang peningkatannya berada pada 10 tersebut tidak terlalu aktif dalam bekerja
kategori rendah. Bahkan satu anak menunjukkan laboratorium. Dia menunjukkan sikap pasif dan
tidak ada peningkatan dari nilai pretes ke postes. cenderung mengikuti saja apa yang diputuskan
Siswa A mendapatkan nilai pretest dan posttest oleh kelompok saat akan memutuskan sesuatu.
sama (50), sehingga n-gain 0, dan siswa B Untuk memastikan lebih lanjut, wawancara
dengan nilai pretest 45 dan posttest 48 dengan dilakukan secara individu dan tidak terlalu
n-gain 6. Hasil observasi menguatkan temuan formal (sambil lalu dalam suasana ngobrol
menarik ini. Kedua siswa tersebut teramati tidak ringan, agar siswa tidak merasa terbebani).
melakukan praktikum dengan benar, sering Wawancara ini dilakukan satu minggu
keluar masuk kelas dengan ijin, dan selama kemudian, sehingga dapat dipastikan siswa
pembelajaran tidak fokus, tidak terlibat diskusi, masih mengingat apa yang telah dilakukan
dan acuh tak acuh dengan kondisi sekelilingnya. dalam kegiatan praktikum tersebut. Berdasarkan
Hasil wawancara individu menunjukkan bahwa wawancara terungkap bahwa siswa no 10 tidak
siswa A sedang ada permasalahan dengan terlalu senang dengan kerja kelompok. Mana
keluarga (orang tua akan bercerai), sementara kala ada siswa yang berinisiatif lebih dulu, dia
siswa B memang mengatakan dia lebih merasa harus mengalah saja. Pada saat digali
menyukai pelajaran musik daripada IPA. Dua lebih lanjut, terungkap dari pengakuannya
orang siswa menunjukkan peningkatan kategori bahwa bila tidak ada yang berinisiatif, maka dia
tinggi dengan n-gain masing-masing 86% dan akan melakukannya sendiri. Kelihatannya siswa
dan 88%. Berdasarkan observasi, kedua anak ini termasuk kelompok siswa yang individual
tersebut sebenarnya tidak terlihat mendominasi learning. Dia tidak termasuk siswa yang mampu
kegiatan inkuiri dan kerja laboratorium. Namun berkomunikasi dengan orang lain. Sementara
demikian, mereka sangat tekun, dan banyak itu, dua siswa lain, yaitu no 14 dan no 18
bertanya, serta banyak membaca buku selama menunjukkan hal yang sebaliknya, yaitu kerja
proses diskusi. Demikian pula dia sangat ilmiahnya bagus, namun tidak diiringi oleh
percaya diri dalam mempresentasikan hasil capaian literasi sains yang memuaskan.
kerjanya di depan kelas. Fang and Wei (2010) Berdasarkan literatur, rupanya kedua siswa ini
menyatakan bahwa membaca bermakna dapat termasuk anak dengan kinetic skills nya yang
meningkatkan literasi sains. Demikian pula, bagus. Berdasarkan hasil tersebut maka kiranya
Yuenyong, C. and P. Nurjaikaew (2009) kedua jenis siswa ini memerlukan treatment
menyatakan bahwa pembelajaran sains yang khusus, yang bertujuan untuk meningkatkan
melibatkan banyak aktifitas siswa potensial keterbatasan mereka masing-masing. Siswa no
membangun literasi sains siswa. Allchin, D. 10 perlu dilatih untuk kerja dalam kelompok,
(2014): belajar science dengan orientasi literasi sehingga dapat membangun networking. Cara
sains efektif dilakukan dengan sebanyak yang dapat dilakukan adalah pembagian tugas
mungkin melibatkan siswa dalam kegiatan yang cukup merata untuk setiap anggota dalam
observasi dan investigasi. kelompok. Hal ini sejalan dengan Becker, K.
Gambar 2 menunjukkan fenomena yang and K.Park (2011) bahwa kerja kelompok
menarik untuk didiskusikan. Untuk sebagian dimana di dalamnya ada pembagian tugas untuk
besar siswa, ternyata inkuiri ilmiah sangat setiap siswa dapat membangun learning
memberikan kontribusi positif terhadap capaian community. Dalam komunitas tersebut, akan
literasi sains siswa. Fives et.al (2014) terjadi situasi dimana siswa “terpaksa” belajar
menyatakan bahwa literasi sains mencakup tiga dari temannya. Siswa yang memiliki
domain literasi, yaitu pengetahuan, kompetensi kemampuan lebih akan dengan senang hati
dan sikap. Kompetensi dalam hal ini adalah membagi kemampuannya tersebut kepada teman
keterampilan berpikir dan keterampilan fisik. yang memerlukan. Dengan demikian maka
Termasuk di dalamnya adalah kerja ilmiah. proses saling belajar terjadi dalam grup
Namun demikian setidaknya terlihat ada investigasi. Oleh karena itu dapat dipahami, jika
pengecualian untuk siswa no.10, no. 14 dan no. belajar dalam grup investigasi yang mutual pada
18. Siswa no 10 mencapai literasi sains dengan akhirnya akan dapat menumbuhkan pemahaman
skor tinggi, yaitu 87 (rata-rata kelas 76), namun yang sama, dan demikian juga membangun
dengan nilai kerja ilmiah yang relatif rendah literasi sains secara bersama-sama.
dibandingkan dengan siswa lain, yaitu 76 (rata-

Copyright © 2017, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


ISSN 2406-9205 (print), ISSN 2477-4820 (online)
Lain halnya dengan siswa no 14 dan no praktikum yang bukan hanya sekedar cook-book
18. Kedua siswa tersebut menunjukkan literasi akan tetapi praktikum yang merangsang siswa
yang tinggi terutama dalam pemahamannya, untuk berpikir, berkreasi, berargumentasi, dan
sementara process skillsnya kurang tumbuh berimaginasi akan sangat berpengaruh terhadap
dengan maksimal. Untuk kelompok siswa keberhasilan belajar siswa.
seperti ini, kiranya masih perlu dilatih Kegiatan praktikum yang sama dilakukan
intellectual skills nya. Hal ini dapat dilakukan pula di kelas kontrol, akan tetapi langkah-
dengan memberikan latihan inkuiri ilmah secara langkah praktikumnya tidak mengakomodasi
kontinyu, dengan atau tanpa kegiatan praktikum. strategi berinkuiri melalui investigasi kelompok.
Proses inkuiri selain dapat meningkatkan Mereka diberikan pembimbingan melalui
pemahaman terhadap konsep, dapat pula lembar kerja siswa yang isinya adalah tahapan-
membangun keterampilan social seperti tahapan pekerjaan yang harus dilakukan,
kemampuan berkomunikasi oral. Dengan diakhiri dengan pertanyaan-pertanyaa. Ternyata
adanya kerja kelompok yang membagi rata strategi seperti ini tidak membuahkan hasil
pekerjaan, maka sharing tanggung jawab akan seperti yang ditunjukkan oleh siswa pada kelas
terjadi. Sudah barang tentu hal ini diikuti dengan eksperimen. Oleh karena itu, sebenarnya yang
terlatihnya kemampuan berkomunikasi, karena terpenting dalam pembelajaran adalah
ada kewajiban bagi setiap anak dengan tugasnya lingkungan belajar haruslah dapat mendorong
masing-masing untuk mengkomunikasikan siswa untuk semaksimal mungkin menggunakan
pekerjaannya untuk memastikan bahwa semua semua inderanya dalam belajar. Selain dengan
anggota kelompok memiliki kemampuan, praktikum, pembelajaran dengan menggunakan
pemahaman, dan keterampilan yang sama. media pendukung lainnya seperti ICT, isu
Berdasarkan uraian di atas, maka sosiosaintifik, pembelajaran dengan pola terpadu
pembelajaran dengan investigasi kelompok seperti basis STEM, kontekstual, dan
merupakan strategi yang ampuh dalam pembelajaran kreatif serta inovatif lainnya akan
meningkatkan baik literasi sains siswa maupun mampu mengembangkan semua modalitas pada
keterampilan proses sainsnya. Sekali lagi hal ini diri siswa (Fibonacy dan Sudarmin, 2014;
menunjukkan bahwa pembelajaran yang Afriana, 2016; Al Rasa’I, 2013; Ismail, 2016;
dikemas dengan latihan berinkuiri, Holbrook, 2009).
menggunakan konteks yang menarik dengan
Gambar 2. Pola hubungan antara literasi sains siswa ( ) dengan kerja ilmiah siswa ( )
paling tepat adalah pembelajarn yang
Pembelajaran yang mampu membangun memberikan kesempatan kepada siswa untuk
inovasi dan kreativitas siswa bukan hanya yang berlatih berpikir-beragumentasi, bertindak,
didukung oleh media saja. Tanpa media pun berkolaborasi, dan berkomunikasi. Semua ini
sebenarnya pembelajaran dapat berlangsung sangat relevan dibelajarkan kepada siswa yang
aktif, inovatif, dan penuh dengan kreativitas. Hal sedang menyongsong era milenial ini, yang
ini salahsatunya dilaporkan oleh Driver (2000) memerlukan tidak hanya pengetahuan,
dan Backer (2011), yang menyatakan bahwa melainkan juga keterampilan abad 21, yaitu
berlatih argumentasi dan komunikasi di kelas keterampilan berpikir kritis (critical thinking
dapat pula membangun belajar aktif di kelas, skills), kreatif (creative thinking skills),
yang pada akhirnya menyebabkan pembelajaran keterampilan berkomunikasi (communication
menjadi lebih bermakna. Apabila pembelajaran skills), serta keterampilan bekerjasama
bermakna, maka dampaknya adalah hasil belajar (collaborative skills).
yang sesuai dengan harapan. Untuk membelajarkan sains inovatif tentu
Sekali lagi hasil penelitian membuktikan diperlukan seorang guru sains yang mumpuni.
bahwa pembelajaran dengan inkuiri berbasis Mengingat bahwa berdasarkan hasil penelitian
investigasi kelompok dengan metode praktikum Rubini Dkk. (2016) ternyata bahwa literasi sains
didukung oleh penggunaan media yang guru sains masih belum menggembirakan, maka
dirancang untuk berinkuiri serta latihan-latihan langkah yang harus segera dilakukan adalah
berpikir dan berkomunikasi sesuai dengan mengembangkan model pelatihan guru sains
tahapan belajar investigasi sangat prospektif yang mampu meningkatkan kompetensinya baik
untuk diimplementasikan dalam pembelajaran dalam kompetensi pedagogic, konten sains,
sains. Dua cara/pendekatan belajar tersebut yang maupun kedagogik konten sains secara
saling dipadukan satu dengan lainnya (inkuiri menyeluruh, berkelanjutan dan tuntas.
ilmiah dan investigasi kelompok) akan SIMPULAN
menyebabkan proses belajar lebih kondusif,
learning community dalam kelas terbangun Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
dengan sendirinya, sehingga pada akhirnya disimpulkan bahwa pembelajaran sains yang
berdampak pada literasi sains siswa serta dikemas dalam inkuiri ilmiah berbasis
keterampilan proses sains siswa. investigasi
Pembelajaran yang dapat ditarik dari hasil kelompok dengan penggunaan kit
penelitian ini adalah bahwa seorang guru sains praktikum listrik dinamis dapat meningkatkan
harus selalu berpikir bahwa siswa akan selalu kerja ilmiah dan literasi sains siswa. Praktikum
berkeinginan belajar apabila diberikan wahana inkuiri sangat memberikan dampak terhadap
yang tepat dalam pembelajaran. Wahana yang upaya membangun keterampilan fisik dan

Copyright © 2017, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


ISSN 2406-9205 (print), ISSN 2477-4820 (online)
mental, sehingga kompetensi siswa sebagai Driver, R., Newton, P & Osborne, J. (2000).
bagian dari literasi sains dapat berkembang baik. Establishing the Norms of Scientific
Dengan beberapa pengecualian, terdapat argumentation in Classroom. Science
korelasi yang cukup besar antara kerja ilmiah Education, 84(1), 287-312
dan literasi sains. Fang, Z & Wei, Y. (2010). Improving Middle
Rekomendasi terkait hasil penelitian ini school Students’ science literacy through
adalah bahwa pembelajaran sains yang didasari reading infusion. The Journal of
oleh keinginan kuat seorang guru dalam Educational research, 103(1), 262-273
membelajarkan siswa dengan mendahulukan
Fibonacy & Sudarmin (2014). Development
proses baik itu proses berpikir dan beraktifitas
fun-chem learning materials integrated
fisik merupakan modalitas utama yang harus
socio-science issues to increase students’
dimiliki oleh seorang guru sains. Untuk banyak
scientific literacy. International journal
materi listrik lainnya, selain kit praktikum
of Science and research, 11(3)708-713
diperlukan media lain yang utamanya ditujukan
untuk penguatan terhadap konsep-konsep Chin, C & Brown, D. (2000). Learning in
abstrak. Pengembangan media berbasis IT science: a comparison of deep and surface
sangat relevan untuk dilakukan sebagai tindak approach. Journal of science research in
lanjut untuk melengkapi hasil penelitian yang science teaching, 37, 109-138
telah ada. Selain itu, media ini sangat potensial De Boer (2000). Scientific Literacy: Another
untuk mengakomodasi kesulitan pelaksanaan look at historical and contemporary
praktikum yang lebih kompleks dan beresiko meanings and its relationship to science
terhadap keselamatan siswa. Pembelajaran education reform. Journal of Science
berbantuan media berbasis IT juga dapat Research and Teaching, 37(6), 582-601
membangun literasi digital yang merupakan Fives, H., Heubner, W., Birnbaum, A.S &
penciri lain dari era milenial. Nicolich, M. (2014). Developing a
Ucapan terima kasih Measure of Scientific Literacy for Middle
Ucapan terima kasih ditujukan kepada School Students. Science Education,
Kemenristek Dikti yang telah mendanai kegiatan 98(4), 549-580
penelitian ini melalui hibah bersaing sejak tahun Fraenkel, J.R & Wallen, N.E. (2011). How to
2016 sampai tahun 2018. design and evaluate research in
DAFTAR PUSTAKA education, 8th edition, New York:
Mc.Graw Hill
Allchin, D. (2014). From science studies to
scientific literacy: a view from the Hairida (2016). The effectiveness using inquiry
classroom. Science and Education, 23(9), based natural science module with
1911-1932 authentic assessment to improve the
critical thinking and inquiry skill of Junior
Afriana, J., Permanasari, A & Fitriani, A.
High school students. Jurnal Pendidikan
(2016). Project Based Learning Integrated
IPA Indonesia, 5(2), 209-215
to STEM to Enhance Elementary
School’s Students Scientific Literacy. Holbrook, J & Rannikmae, M. (2009). The
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 5(2), meaning of scientific literacy.
261-267 International journal of environmental
and science education, 4(3), 275-288
Al-Rasai’, M.S. (2013). Promoting Scientific
Literacy by Using ICT in Science Ismail, I., Permanasari, A & Setiawan, W.
Teaching. International Education (2016). STEM Virtual Lab: An alternative
Studies. 6(9), 175-186. practical media to enhance students’
scientific literacy. Jurnal Pendidikan IPA
Becker, K & Park, K. (2011). The
Indonesia, 5(2), 239-246
communication in science inquiry Project
(CSIP): A Project to enhance scientific Lederman, N.G, Lederman, J.S & Antink, A.
literacy through the creation of Science (2013). Nature of Science and Scientific
classroom discourse communities. Inquiry as Contexts for the Learning of
International journal of environmental Science and Achievement of Scientific
and science education. 12(5-6), 23-37. Literacy. International Journal of
education in Mathematics, Science and Course to Enhance Students’ Scientific
Technology, 1(3), 138-147. Literacy. Journal of Education and
Marks, R & Eilks, I (2009). Promoting Practice, 5(6), 52-58.
Scientific Literacy using a socio-critical Rubini, B., Ardianto, D., Pursitasari, I.D &
and problem oriented approach to Permana, I. (2016). Identifying Scientific
chemistry teaching concept, examples, literacy from the Science
and experiences. International journal of teachers’perspective. Jurnal Pendidikan
environmental and science education. IPA Indonesia, 5(2), 299-303
4(3), 231-245 Suryaneza, H & Permanasari, A. (2016).
Mc. Cright, A.M (2012). Enhancing Students’ Penerapan pembelajaran IPA Terpadu tipe
scientific and quantitative literacies WEB untuk meningkatkan literasi sains
through an inquiry based learning project siswa pada tema mengapa tubuhku bias
on climate change. Journal of the merasakan perubahan suhu?. Edusains,
Scholarship of teaching and learning. 8(1), 36-47
12(4), 86-102 Trefill, J. and R.M. Mazen (2010). Science: an
OECD (2014). PISA 2012 Result in focus: what integrated Approach. United State: John
15-year old know and what they can do Wiley and Son Publishing.
with what they know?. Paris: OECD Yuenyong, C & Nurjaikaew, P. (2009).
Publishing. Scientific Literacy and Thailand science
Rubini, B & Permanasari, A. (2014). The education. International journal of
Development of Contextual Model with environmental and science education.
Collaborative Strategy in Basic Science 4(3), 346-355

Copyright © 2017, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


ISSN 2406-9205 (print), ISSN 2477-4820 (online)

Anda mungkin juga menyukai