Anda di halaman 1dari 15

PENGUATAN BUMDES DENGAN STATUS BADAN HUKUM 

Oleh : Rosita Adiani

1. Latar Belakang

Pengembangan basis ekonomi di pedesaan sudah sejak lama dijalankan oleh pemerintah
melalui berbagai program. Namun sifatnya lebih kepada program yang bersifat top down –
inisiasi dari pusat, desa hanya sebagai pelaksana. Bentuk pengembangannya pun lebih
condong seragam, tidak didasarkan pada kultur, kondisi, dan potensi yang terdapat di
daerah – yang cenderung berbeda. Oleh karena pengembangan ekononi desa belum
membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Dengan
pengembangan ekonomi bersifat top down tersebut, kreatifitas daerah tidak muncul.
Disamping tidak adanya regulasi yang memungkinkan dan mendorong kreatifitas muncul,
ada pula rasa takut melangkah, menghindari kesalahan dan mencari rasa aman. Pelibatan
masyarakat dalam kegiatan ekonomipun tidak terjadi karena tidak ada regulasi yang kuat
yang menjadi dasar bagi peran serta masyarakat dalam pengembangan ekonomi
kerakyatan.

Permasalahan lain yang menyebabkan tidak berkembangnya ekonomi berbasis pedesaan


adalah kurangnya sumber daya manusia yang mampu melihat peluang. Sistem dan
mekanisme kelembagaan ekonomi di pedesaan tidak berjalan efektif dan berimplikasi pada
ketergantungan terhadap bantuan Pemerintah sehingga mematikan semangat kemandirian.

Pada tahun 1992, pemerintah telah menggalakan bentuk usaha berupa koperasi yang
dinamakan koperasi unit desa, yang ditandai dengan di terbitkannya UU No.25 tahun 1992
tentang Perkoperasian. Namun badan usaha koperasi tersebut gagal mengangkat ekonomi
di pedesaan. Koperasi cenderung digunakan sebagai alat ekonomi bagi juragan-juragan
yang ada di pedesaan. Kalaupun ada banyak anggota yang di persyaratkan dalam sebuah
koperasi, keberadaannya hanya sebagai formalitas – sekedar nama – anggota tidak
merasa memiliki, dan anggota-anggota condong berstatus bawahan atau terafiliasi dengan
pemilik modal yang menjalankan koperasi. Akibatnya koperasi hanya untuk
mensejahterakan pemilik modalnya, jauh dari tujuan badan hukum koperasi itu sendiri yaitu
ekonomi kerakyatan yang berusaha mensejahterakan anggotanya.

Dengan munculnya semangat otonomi daerah, muncul juga gagasan untuk memperkuat
badan usaha di daerah. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk
menumbuhkembangkan perekonomian daerah dengan mengeluarkan UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 213 ayat (1) Undang-undang tersebut
menyebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa. Ketentuan lebih lanjutn yang mengatur tentang Bumdes
terdapat dalam :

1. UU No. 6/2014 tentang Desa


Memberikan peluang pada Desa untuk dapat membangun Desa dengan mendirikan Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes),

2. PP No. 43 tahun 2014 dan PP No. 47 tahun 2015 tentang Perubahan PP No. 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, khususnya BAB VIII tentang
BUM Desa
3. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrari
(Permendesa) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,
dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Di sisi lain, pemerintah telah melakakukan pembangunan di segala bidang, salah satu
bidang yang terpenting adalah bidang ekonomi. Suatu negara dapat membuat banyak
program dan kegiatan guna mensejahterakan rakyatnya apabila ditopang dengan ekonomi
yang baik. Dengan ekonomi yang baik akan menghasilkan pendapatan negara yang besar.
Agar kegiatan dalam bidang ekonomi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan tatanan
hukum yang baik. Oleh karena itu pembangunan bidang hukum harus sejalan dengan
pembangunan di bidang lainnya.

Ketentuan badan hukum ini penting untuk dibahas, karena status badan hukum atau tidak
memiliki badan hukum, akan menentukan badan usaha tersebut diterima dalam kegiatan
usaha. Status badan hukum akan menentukan apakah suatu badan usaha memiliki
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum.

Apabila kita lihat dari sisi subjek hukum pelaku ekonomi, kegiatan ekonomi dapat dilakukan
oleh orang perorangan dan juga badan usaha yang badan hukum. Dalam praktiknya,
pelaku kegiatan ekonomi yang besar dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum.
Oleh karena itu tatanan hukum tentang usaha berbentuk badan hukum penting untuk
dikembangkan agar memberi kepastian dalam kegiatan usaha.

Hal ini terlihat juga dalam pengaturan mengenai BUMDES.  Hal ini secara jelas di sebutkan
dalam Pasal 78 ayat (3) PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang berbunyi, Bentuk
Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.

Namun dalam praktiknya banyak pemerintahan desa yang ingin membentuk BUMDES tidak
paham tentang bentuk badan hukum seperti apa yang harus dibuat untuk mendirikan
BUMDES. Akibatnya, pendiriannya dilakukan dengan mengikuti contoh yang telah ada saja.
Salah satu desa yang sampai saat ini masih mencari dasar hukum pembententukan
BUMDES adalah Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Di desa Bantar Karet, pendirian BUMDES hanya sebatas sampai dibuatnya Perdes tentang
BUMDES. Dengan telah adanya Perdes, aparat desa dan pemangku kepentingan di desa
bantar karet, telah merasa memiliki BUMDES. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang
disebutkan dalam ayat (2) Pasal 78 PP No. 72 Tahun 2005 tentang desa yang
menyebutkan bahwa pembentukan BUMDES ditetapkan dengan Peraturan Desa
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Kurangnya pengetahuan tentang dasar hukum pendirian Bumdes mengakibatkan roda
organisasi bumdes tidak dapat berjalan dengan baik. para pengurus bumdes belum merasa
mempunyai kewenangan yang pasti dalam menjalankan bumdes. Pendirian yang hanya
didasarkan pada Perdes belum dirasa memberi pegangan yang kuat bagi pengurus.
Akibatnya seperti yang terjadi, Bumdes di desa Bantarkaret tidak berjalan dengan baik.
kegitan yang dilakukan hanya jalan apabila ada dana tambahan baik dari desa maupun
CSR antam.

Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini mencoba untuk memberikan panduan dalam pendirian
BUMDES dari sisi badan hukum. Diharapkan dengan adanya panduan ini, dasar hukum
bagi organ-organ BUMDES lebih kuat, sehingga lebih mempunyai semangat untuk
berkreasi memajukan BUMDES.

2. Status Organisasi atau Badan Usaha

Sebelum menjelaskan tentang badan usaha atau organisasi berbadan hukum, penulis
terlebih dahulu akan menjelaskan tentang perbedaan badan usaha/organisasi yang
berbadan hukum, dengan badan usaha /organisasi yang tidak berbadan hukum.

Kapan suatu badan usaha/organisasi dapat dikatakan berbadan hukum? Ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi agar suatu badan usaha atau suatu organisasi dapat disebut
sebagai badan hukum. Syarat-syarat tersebut dapat kita termukan dalam:

 Peraturan perundang-undangan
 Hukum kebiasaan
 Yurisprudensi, dan
 Doktrin

Berdasarkan Pasal 1653 KUH Perdata, ada 3 jenis badan hukum:

 Badan Hukum yang diadakan oleh Pemerintah (jelaskan lagi )


 Badan Hukum yang di akui oleh Pemerintah (jelaskan lagi )
 Badan hukum dengan konstruksi keperdataan (jelaskan lagi )

Di samping itu, suatu jenis badan usaha ditentukan status badan hukumnya berdasarkan
ketentuan yang termuat dalam aturan mengenai badan usaha tersebut, misalnya badan
usaha perseroan terbatas, yang menentukan kapan suatu Perseroan Terbatas memiliki
atau kehilangan status badan hukumnya.

Berdasarkan dokrin (pendapat ahli hukum). Menurut Sri Soedewi Maschoen Sofwan, status
badan hukum dapat diberikan dalam wujud :

 Kumpulan orang orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu


badan hukum, yaitu berwujud perhimpunan
 Kumpulan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tujuan terentu, yaitu
berwujud yayasan.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, kriteria badan hukum didasarkan pada dua hal, yaitu
kebutuhan masyarakat dan ketentuan undang-undang. Sedangkan menurut H TH. Ch. Kal
dan VFM den Hartog, untuk sahnya suatu badan hukum, harus dipenuhi beberapa syarat,
yaitu:

 Tujuan
 Harga
 Alat-alat kelengkapan organisasi

Ali Rido mengemukakan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu
badan hukum, yaitu:

 Adanya harga kekayaan yang terpisah


 Mempunyai tujuan tertentu
 Memunyai kepentingan tersendiri
 Adanya organisasi yang teratur

Sedangkan menurut Soenawar Soekawati, beberapa unsur yang dapat digunakan sebagai
kriteria untuk menentukan apakah suatu organisasi atau badan usaha dapat disebut
sebagai badan hukum atau tidak adalah (sumber Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987,
Hlm 79):

 Harus ada harta kekayaan yang terpisah darikekayaan para anggota


 Harus ada kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh hukum, dan kepentingan
terebut bukan kepentingan dari satu orang atau beberapa orang saja.
 Meskipun kepentingan itu tidak terletak pada orang-orang ertentu, namun
kepentingan itu harus stabil, berlaku untuk jangka pancang.
 Adanya harta kekayaan tersendiri yang tidak hanya befungsi sebagai obyek
tuntutan, melainkan juga sebagai upaya pemeliharaan kepentingan badan hukum yang
terpisah darikepentingan anggota-anggotanya

Jadi dapat disimpulkan, bahwa suatu badan usaha atau organisasi dapat melakukan
perbuatan hukum layaknya manusia (yang secara umum sudah diterima sebagai subjek
hukum) adalah organisasi yang telah memenuhi persyaratan yaitu:

 Memiliki tujuan tertentu


 Memiliki organ-organ atau organisasi yang teratur
 Memiliki harga kekayaan sendiri yang terpisah dari manusia, dan ;
 Telah disebutkan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan bahwa
organisasi atau badan usaha tersebut berbadan hukum (bila syarat-syaratnya dipenuhi).

Dalam praktiknya, yang memenuhi ketentuan tersebut sampai saat ini adalah:
 Pemerintahan pusat dan daerah, sampai tingkat kelurahan/Desa
 Organisasi kemasyarakatan
 Perseroan Terbatas
 Koperasi
 Yayasan

Namun tidak semua organisasi kemasyaratakan, perseroan terbatas, koperasi dan yayasan
memiliki status badan hukum. Organisasi dan badan usaha tersebut baru memiliki status
badan hukum apabila semua persyaratan untuk itu yang disebutkan dalam peraturan yang
mengaturnya dipenuhi.

Selain yang disebutkan di atas, badan usaha atau organisasi tidak memiliki badan hukum.
Dalam hal ini badan usaha Perseroan komanditer dan Firma (sebagaimana disebutkan
dalam KUH Perdata) tidak bisa memiliki status badan hukum.

 3.  Badan Usaha Berbadan Hukum

Secara umum, pembagian badan usaha dalam melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dikelompokkan
menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu: badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak
berbadan hukum. Badan usaha berbadan hukum misalnya antara lain: perseroan terbatas,
koperasi, yayasan, badan usaha milik Negara, perseroan, perseroan terbuka, dan perum.
Adapun badan usaha tidak berbadan hukum antara lain usaha perseorangan, persekutuan
perdata (maatschap), firma, persekutuan komanditer (CV). Relevansi pembagian 2 (dua)
kelompok tersebut perlu diketahui dalam kaitan pengenalan mengenai kewajiban dan
tanggung jawab pendiri/pemegang saham. Pengelompokkan kedua badan usaha tersebut
dapat dilihat dengan perbedaan yang cukup signifikan.

Pertama, subyek dan permodalan. Sejak pendiriannya disahkan, maka subyek hukum
badan usaha berbadan hukum itu adalah dia sendiri sebagai personifikasi orang sebagai
badan hukum. Oleh karenanya, dia sendiri telah diakui sebagai badan hukum terpisah dari
pendiri/pemegang saham. Dalam melakukan perbuatannya, badan usaha berbadan hukum
diwakilkan oleh pengurus/direksi yang ditunjuk sesuai dengan akta pendirian/anggaran
dasar. Sedangkan, subyek hukum dalam badan usaha tidak berbadan hukum melekat pada
pendiri atau pengurusnya, dengan demikian badan usaha tersebut bukan merupakan
subyek hukum yang berdiri sendiri di luar pendiri/pengurus. Dalam melakukan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, badan usaha tidak berbadan hukum diwakilkan oleh pendiri
yang sekaligus juga bertindak sebagai pengurus.

Badan usaha berbadan hukum ini mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan badan usaha
tidak berbadan hukum tidak. Konsekuensi hukumnya, pihak ketiga yang mempunyai
perikatan hanya dapat menuntut pendiri/atau pengurusnya, dan bukan badan usahanya
selayaknya pada badan usaha berbadan hukum. Mengenai harta (permodalan) pada badan
usaha berbadan hukum terpisah dari kekayaan para pendiri/pengurus, sementara harta
kekayaan dalam badan usaha tidak berbadan hukum bercampur dengan harta/kekayaan
pendiri/pengurus. Selain itu, badan usaha berbadan hukum dapat digugat dan menggugat,
sedangkan badan usaha tidak berbadan hukum tidak dapat, akan tetapi dapat ditujukan
kepada pendiri/pengurus aktif karena pendiri/pengurus aktif tersebutlah yang secara tidak
langsung melakukan hubungan hukum.

Kedua, prosedur pendirian. Pendirian badan usaha berbadan hukum mutlak harus ada
pengesahan dari pemerintah terhadap akta pendirian dan anggaran dasarnya. Sebagai
gambaran, akta pendirian suatu perseroan terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM
(Pasal 7 ayat (4) UU Perseroan Terbatas), sedangkan pendirian suatu firma hukum hanya
didirikan di bawah sebuah akta notaris dan kemudian didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang di dalam daerah hukumnya firma bertempat kedudukan (Pasal 23
KUH Dagang).

Ketiga, harta kekayaan. Harta kekayaan badan usaha berbadan hukum terpisah dengan
harta kekayaan pribadi pendiri/pengurus.  Dengan demikian, dalam akta pendirian
dijelaskan permodalan badan usaha tersebut. Pemisahan harta keduanya sangat jelas
diatur. Sementara, pada badan usaha tidak berbadan hukum tidak ada suatu pembatasan
yang jelas antara harta kekayaan pribadi pendiri/pengurus dengan harta kekayaan badan
usaha tersebut, atau dengan kata lain, harta kekayaannya bercampur dan tidak ada suatu
pemisahan yang jelas.

Keempat, pertanggungjawaban. Dalam badan usaha berbadan hukum,


pertanggungjawaban pendiri/pemegang saham terhadap perikatan badan usaha kepada
pihak ketiga hanya sebatas modal (inbreng) yang dimasukkan ke dalam badan usaha
tersebt. Sedangkan, pada badan usaha tidak berbadan hukum, pertanggungjawabannya
akan sampai harta pribadi pendiri tersebut alias tidak ada pembatas. Dalam terjadi
kebangkrutan (kepailitan) atau dalam likuidasi, harta yang dibereskan dalam badan usaha
berbadan hukum yang dibereskan hanya harta/modal yang terdaftar, sedangkan pada
badan hukum yang tidak berbadan hukum pemberesan dilakukan terhadap semua hartanya
sampai terhadap harta pribadinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka bentuk unit usaha berbadan hukum yang dapat dimiliki
oleh Bumdes adalah Perseroan Terbatas dan Koperasi. Sedangkan Bentuk badan usaha
lain yang juga dapat berstatus sebagai badan hukum yaitu Yayasan, tidak penulis uraikan
disini, karena yayasan merupakan badan hukum yang sifatnya sosial, bukan mencari
keuntungan. Pendirinan bumdes jelas, untuk mencari keuntungan yaitu menambah
Pendapatan Asli Desa dan kesejahteraan masyarakat desa.

1. Perseroan Terbatas (PT)

a.  Dasar Hukum Perseroan Terbatas

Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal
16 Agustus 2007. Sebelum UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yang diberlakukan
sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah diundangkan) s.d. 15 Agt 2007, UUPT th 1995
tersebut sebagai pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang diatur dalam KUHD
Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, dan segala perubahannya.

Perseroan terbatas telah berdiri sejak ditandatanganinya akta pendirian perseroan di


hadapan notaris oleh para pendirinya, sedangkan status badan hukum perseroan diperoleh
setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

b. Pengertian Perseroan Terbatas

Istilah perseroan menunjuk kepada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham-
saham (sero), dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham,
yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 40
Tahun 2007, menentukan: “ Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan,
adalah badan hokum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya”.

Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk hukum (legal form) yang didasarkan kepada fiksi
hokum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang
dimiliki oleh orang perseorangan (natural person). Dengan demikian, perseroan dapat
melakukan semua fungsi hukum dari orang perseorangan, yaitu dapat memiliki kekayaan,
dapat menggugat atau digugat, dapat membeli sesuatu atau menjual harta kekayaannya,
dapat menerima hibah sesuatu dari pihak lain, berhak menerima pengalihan atas suatu
tagihan, berkewajiban untuk membayar utang dan kewajiban lain kepada pihak lain, dapat
menerima atau memberikan pinjaman. Pemegang saham tidak berkewajiban untuk
membayar utang-utang perseroan. Jika suatu perseroan dinyatakan pailit oleh pengadilan,
tidaklah membawa konsekuensi yuridis bahwa para pemegang sahamnya juga ikut
dinyatakan pailit.

Sebagai badan hukum, perseroan harus memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti
ditentukan dalam undang-undang perseroan terbatas, sebagai berikut :

 Organisasi yang teratur

Sebagai organisasi yang teratur, perseroan mempunyai organ yang terdiri dari Rapat
Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Keteraturan organisasi dapat diketahui
melalui ketentuan undang-undang perseroan terbatas, anggaran dasar perseroan,
anggaran rumah tangga perseroan dan keputusan RUPS.

 Harta kekayaan sendiri

Perseroan memiliki kekayaan sendiri berupa modal yang terdiri dari seluruh nilai nominal
saham .
 Melakukan hubungan hukum sendiri

Sebagai badan hukum perseroan melakukan hubungan hukum sendiri dengan pihak ketiga
yang diwakili direksi, dimana direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan.

 Mempunyai tujuan sendiri

Sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan mempunyai tujuan
sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan. Karena perseroan
menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah mencari keuntungan dan
atau laba (profit oriented). (Abdulkadir Muhammad. 2002: 69). Berdasarkan uraian di atas
maka pengertian perseroan terbatas adalah badan hukum yang menjalankan perusahaan,
didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
sepenuhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang.

Adapun syarat utama yang wajib dipenuhi oleh pendiri perseroan, yaitu:

 Perjanjian antara dua orang atau lebih yang berarti hal ini menegaskan prinsip yang
dianut oleh undang-undang perseroan sebagai badan hukum yang dibentuk
berdasarkan perjanjian.
 Dibuat dengan akta otentik di muka notaris menurut ketentuan Pasal 7 Ayat (1)
Undang- undang Perseroan Terbatas.
 Modal dasar perseroan yang ditentukan pada Pasal 32 Undang-Undang Perseroan
Terbatas paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Sedangkan syarat-syarat yang ditentukan oleh perundang-undangan ialah:

 Membuat akta pendirian dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia terdapat
dalam Pasal 7 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
 Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri hukum dan HAM. Pasal 7 Ayat (4)
UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
 Akta pendirian beserta surat pengesahan harus didaftarkan dalam daftar
perusahaan Pasal 8 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
 Akta pendirian beserta surat pengesahan harus diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia Pasal 9 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.

Di dalam akta pendirian perseroan terbatas memuat anggaran dasar dan keterangan lain
yang sekurang-kurangnya memuat:

 Nama lengkap pendiri beserta tempat tinggal, lahirnya, pekerjaannya, tempat


tinggalnya serta
 Susunan dan nama lengkap anggota direksi dan komisaris yang pertama kali
diangkat beserta tempat dan tanggal lahirnya, pekerjaannya, tempat tinggalnya serta
kewarganegaraannya.
 Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, dan nilai nominal
atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat
pendirian.
 Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta
susunan saham perseroan yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan.
(Pasal 13 UUPT Nomor 40 Tahun 2007)

c.  Anggaran Dasar

Mengenai anggaran dasar Perseroan Terbatas harus dibuat secara otentik (akta notaris)
dalam bahasa Indonesia sesuai Pasal 7 Ayat (1) dan Pasal 15 UUPT Tahun 2007. Isi
anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat:

 Nama dan tempat kedudukan perseroan terbatas.


 Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan undang-
undang.
 Jangka waktu berdirinya perseroan.
 Besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor.
 Jumlah saham, jumlah klasifikasi saham jika ada, berikut jumlah sahanuntuk tiap
klasifikasi, hak-hak yang melekat dan nilai nominal setiap saham.
 Susunan, jumlah dan nama anggota direksi dan komisaris serta wewenang dan
kewajiban
 Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham.
 Tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota
direksi dan
 Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden.

Mengenai tujuan Perseroan Terbatas dapat dilihat dari anggaran dasar perseroan yang
merumuskan bahwa maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tujuan utama perseroan terbatas adalah memperoleh keuntungan atau laba.

d. Organ-organ Perseroan Terbatas

Organ-organ perseroan ini juga dapat disebut dengan alat perlengkapan perseroan terbatas
yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang memuat syarat-syarat konstitutif dari badan
hukum, berupa anggaran dasar dan atau undang-undang serta peraturan-peraturan lain
menunjukkan orang-orang mana yang dapat bertindak untuk dan atas pertanggung-
jawaban badan hukum, orang-orang ini disebut dengan organ (alat perlengkapan) dari
badan hukum tersebut (Ali Rido, 1993 : 33). Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor
40 Tahun 2007, yang termasuk dalam organ perseroan terbatas adalah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. Pasal 1 Ayat (4) UU No. 40
Tahun 2007 menentukan Rapat Umum Pemegang Saham, yang disebut Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. Dari ketentuan pasal tersebut maka dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memegang
dua kekuasaan atau wewenang yaitu: memberhentikan direksi dan komisaris perseroan,
dan mempunyai kewenangan tertinggi dalam perseroan.

2. Koperasi

a. Mekanisme Pembentukan Badan Hukum Koperasi

Orang-orang yang akan mendirikan Koperasi harus mengerti maksud dan tujuan Koperasi
serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi yaitu untuk meningkatkan
pendapatan dan manfaat yang sebesar bagi anggota khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan Koperasi berdasarkan
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor : 01 / Per / M.KUKM / I / 2006 adalah sebagai berikut :

 orang-orang yang mendirikan dan yang nantinya menjadi anggota Koperasi harus
mempunyai kegiatan dan atau kepentingan ekonomi yang sama;
 pendiri koperasi primer adalah warga negara Indonesia , cakap secara hokum dan
mampu melakukan perbuatan hukum;
 pendiri koperasi sekunder adalah pengurus koperasi primer yang diberi kuasa dari
masing-masing koperasi primer untuk menghadiri rapat pembentukan koperasi
sekunder;
 usaha yang akan dilaksanakan oleh Koperasi harus layak secara ekonomi, dikelola
secara efisien dan mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi anggota;
 modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan mengelola Koperasi.

Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi adalah sebagai berikut:

 Rapat pembentukan koperasi primer dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 (dua


puluh) orang pendiri, untuk koperasi sekunder dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)
koperasi yang telah berbadan hukum, yang diwakili oleh orang yang telah diberi kuasa
berdasarkan keputusan rapat anggota koperasi yang bersangkutan.
 Rapat pembentukan koperasi dipimpin oleh seorang atau beberapa orang dari
pendiri atau kuasa pendiri.
 Rapat Pembentukan dihadiri oleh pejabat yang membidangi Koperasi dengan
ketentuan sebagai berikut:

1. pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat nasional dihadiri oleh Pejabat
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
2. pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat provinsi dihadiri oleh Pejabat
Dinas / Instansi yang membidangi Koperasi tingkat Provinsi
 pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat Kabupaten /Kota dihadiri oleh
Pejabat Dinas / Instansi yang membidangi Koperasi tingkat Kabupaten / Kota.

1. Dalam rapat pembentukan tersebut dibahas antara lain mengenai pokok-


pokokmateri muatan anggaran dasar Koperasi dan susunan nama pengurus dan
pengawas yang pertama.
2. Anggaran dasar memuat sekurangkurangnya daftar nama pendiri, nama dantempat
kedudukan, jenis Koperasi , maksud dan tujuan, jenis Koperasi, bidang usaha,
ketentuan mengenai keanggotaan, rapat anggota, pengurus , pengawas , pengelola,
permodalan, jangka waktu berdirinya, pembagian sisa hasil usaha, pembubaran dan
ketentuan mengenai sanksi.

Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkopersian,
menyebutkan bahwa pembentukan Koperasi harus dilakukan dengan akta pendirian yang
memuat Anggaran Dasar. Anggaran dasar adalah aturan dasar tertulis yang memuat tata
kehidupan Koperasi yang disusun dan disepakati oleh para pendiri Koperasi pada saat
rapat pembentukan Koperasi. Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012
tentang Perkoperasian bahwa Anggaran Dasar Koperasi memuat sekurang-kurangnya:

 Daftar nama pendiri


 Nama dan tempat kedudukan
 Maksud dan tujuan serta bidang usaha
 Ketentuan mengenai keanggotaan
 Ketentuan mengenai Rapat Anggota
 Ketentuan mengenai pengelolaan
 Ketentuan mengenai permodalan
 Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya
 Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha
 Ketentuan mengenai sanksi
 Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya Ketentuan mengenai pembagian sisa
hasil usaha
 Ketentuan mengenai sanksi

b.  Perolehan Status Badan Hukum Koperasi

Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Koperasi


memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah.
Demikian juga dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor : 4 Tahun 1994 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi bahwa Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya
disahkan.

Dalam penjelasan pasal 3 tersebut di atas dengan status badan hukum bagi Koperasi
mengikat baik ke dalam maupun keluar. Mengikat ke dalam artinya Pengurus maupun
anggota Koperasi terikat pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Sedangkan mengikat ke luar artinya, semua
perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Koperasi dan untuk
kepentingan koperasi menjadi tanggungjawab Koperasi. Koperasi diakui sebagai badan
hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan
keberadaannya sehingga disebut legal entity.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) jo Pasal 4 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, dengan telah
disahkannya Akta Pendirian Koperasi Simpan pinjam dan Akta Pendirian Koperasi yang
membuka Unit Usaha Simpan Pinjam maka pengesahan tersebut berlaku sebagai izin
usaha. Yang dimaksud dengan pengesahan akta pendirian Koperasi berlaku sebagai izin
usaha menurut penjelasan Pasal 3 ayat (3) tersebut adalah dengan dikeluarkannya surat
keputusan pengesahan Akta Pendirian Koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan
kegiatan usaha simpan pinjam.

Ketentuan tersebut juga diatur dalam petunjuk teknis yaitu Keputusan Menteri Koperasi,
Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor : 351/KEP/M/XII/1998 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, bahwa pengesahan pendirian
Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam Koperasi berlaku sebagai izin usaha,
sehingga Koperasi Simpan Pinjam maupun Unit Simpan Pinjam Koperasi langsung dapat
melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.

Perlu juga untuk dirujuk, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Negara dan
Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 01/Per/M.KUM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pembentukan Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi,
permintaan pengesahan akta pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris diajukan dengan
melampirkan :

 1 (satu) salinan akta pendirian Koperasi bermeterai cukup ;


 data akta pendirian Koperasi yang dibuat dan ditandatangani oleh Notaris;
 Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-kurangnya sebesar
simpanan pokok dan simpanan wajib yang wajib dilunasi oleh para pendiri;
 rencana kegiatan usaha Koperasi minimal tiga tahun ke depan dan Rencana
Anggaran Belanja dan Pendapatan Koperasi;
 dokumen lain yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan .
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil,
Menengah Nomor : 19/KEP/M/II/2000 tentang Pedoman Kelembagaan dan Usaha
Koperasi bahwa persyartan untuk menjadi Pengurus maupun Pengawas tidak boleh
mempunyai hubungan kelurga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga dengan
pengurus lain dan pengawas.

Untuk lampiran surat pernyataan tidak boleh membuka Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu dan Kantor Kas sebelum melaksanakan kegiatan simpan pinjam sekurang-
kurangnya 2 (dua)  tahun. , ini sesuai dengan Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha
Kecil dan Menengah   Nomor : 351/KEP/M/XII/1998, bahwa untuk   mendapatkan jarak
pelayanan dan  meningkatkan kualitas pelayanan kepada  anggota , baik pelayanan jasa
simpanan maupun pemberian pinjaman KSP dan USP  melalui koperasinya dapat
mendirikan jaringan pelayanan berupa Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan
Kantor Kas. Pendirian jaringan pelayanan baru dapat dilaksanakan setelah KSP dan USP
melalui Koperasi yang bersangkutan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun. Lebih lanjut dalam hal Penelitian atau Verifikasi Akta
Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris,setelah surat permohonan beserta lampiran
masuk di Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah setelah diagendakan oleh
Sub Bagian Umum dan didisposisi oleh Kepala Dinas Pelayanan  Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah di teruskan di Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan, yang kemudian oleh
Kepala Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan didisposisikan kepada staf yang menangani
untuk diteliti atau verifikasi terhadap lampiran dan materi anggaran dasar yang akan
disahkan.

Surat keputusan pengesahan akta pendirian Koperasi diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah , ini
sesuai dengan ketentuan Pasal  19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1994
tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Angggaran
Dasar Koperasi. Surat Keputusan  pengesahan akta pendirian Koperasi akan  diserahkan
ke Pengurus Koperasi dan Notaris yang membuatkan aktanya akan memperoleh
tembusan.

 3.  Pembentukan dan Badan Usaha untuk BUMDES

Prosedur dan tata cara pendirian BUMDES saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 tahun
2015 Tentang Pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran badan usaha milik
desa.  dari Permendes tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk mendirikan BUMDES adalah :

1. Musyawarah Desa (Pasal 5 ayat (1). Dalam Musyawarah Desa yang perlu
disepakati antara lain:

 Organisasi pengelola BUMDES;


 Modal usaha BUMDES; dan
 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDES.

2. Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menetapkan Peraturan


Desa tentang Pendirian BUMDES. Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian
BUMDES.
3. BUMDES mendirikan unit-unit usaha/lembaga bisnis. Unit Usaha yang dapat
dibentuk oleh BUMDES adalah (pasal 8 ):

 Perseroan Terbatas ; dan


 Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUMDES sebesar 60 (enam puluh) persen,
Apabila kita lihat ketentuan Pasal 4, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Lembaga Keuangan Mikro, undang-undang tersebut mensyaratkan bahwa Pendirian LKM
paling sedikit harus memenuhi persyaratan:

 Bentuk badan hukum : Koperasi atau PT yang sahamnya paling sedikit 60% (enam
puluh persen) dimiliki BUMDES dan Kepemilikan setiap warga negara Indonesia atas
saham Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling banyak
sebesar 20% (dua puluh persen).
 Permodalan
 Mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam Undang-Undang ini.

Dalam hal BUMDES tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk
organisasi BUMDES didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDES,

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk BUMDES, pemerintahan
desa cukup sampai pada tahap dikeluarkannya Perdes tentang pembentukan BUMDES.
dengan adanya perdes maka BUMDES telah memiliki status badan hukum dan dapat
melakukan perbuatan hukum layaknya manusia. hal ini didasarkan pada Pasal 1653 KUH
Perdata juncto Permendes No. 4 Tahun 2015, di mana organisasi pemerintahan daerah
merupakan organisasi yang berbadan hukum dan pemerintahan daerah dapat membentuk
organisasi yang berbadan hukum.

Namun dalam praktik yang telah diterima umum, badan usaha yang baik adalah badan
usaha yang fokus pada satu usaha. Hal ini penting dilakukan untuk mengontrol usaha yang
dijalankan. ada bidang-bidang usaha yang memiliki profit besar namun ada pula yang bisa
merugi. Apabila badan usaha tersebut dipisah, akan dapat terlihat secara jelas bidang
usaha mana yang membebani BUMDES, yang kemudian perlu dipertimbangkan untuk
segera dihapus.

Apabila pemerintah desa dalam mendirikan BUMDES hanya sampai dalam bentuk Perdes,
BUMDES akan mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan usaha yang memerlukan
modal yang cukup besar, selain itu partisipasi masyarakat akan sulit diwujudkan, karena
kesannya BUMDES merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah desa. Dalam praktik
perbankan pun BUMDES yang didirkan dengan Permendes sulit diterima dalam lalu lintas
ekonomi. Perbankan akan kesulitan apabila ada BUMDES bermasalaha dan ingin menyita
atau meminta pertanggung jawaban pengurus BUMDES, dalam kondisi ini harga kekayaan
BUMDES sering kali merupakan satu kesatuan dengan aset pemerintahan desa.

Untuk itu BUMDES yang didirikan perlu membentuk unit-unit usaha seperti yang
diamanatkan oleh Pasal 8 Permendes No. 4 Tahun 2015.

Berdasarkan uraian di atas juga terlihat bahwa unit usaha yang dibentuk oleh BUMDES
semuanya adalah unit usaha yang memiliki status badan hukum. unit usaha tersebut
adalah berupa Perseroan Terbatas atau koperasi.

Anda mungkin juga menyukai