1. Latar Belakang
Pengembangan basis ekonomi di pedesaan sudah sejak lama dijalankan oleh pemerintah
melalui berbagai program. Namun sifatnya lebih kepada program yang bersifat top down –
inisiasi dari pusat, desa hanya sebagai pelaksana. Bentuk pengembangannya pun lebih
condong seragam, tidak didasarkan pada kultur, kondisi, dan potensi yang terdapat di
daerah – yang cenderung berbeda. Oleh karena pengembangan ekononi desa belum
membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Dengan
pengembangan ekonomi bersifat top down tersebut, kreatifitas daerah tidak muncul.
Disamping tidak adanya regulasi yang memungkinkan dan mendorong kreatifitas muncul,
ada pula rasa takut melangkah, menghindari kesalahan dan mencari rasa aman. Pelibatan
masyarakat dalam kegiatan ekonomipun tidak terjadi karena tidak ada regulasi yang kuat
yang menjadi dasar bagi peran serta masyarakat dalam pengembangan ekonomi
kerakyatan.
Pada tahun 1992, pemerintah telah menggalakan bentuk usaha berupa koperasi yang
dinamakan koperasi unit desa, yang ditandai dengan di terbitkannya UU No.25 tahun 1992
tentang Perkoperasian. Namun badan usaha koperasi tersebut gagal mengangkat ekonomi
di pedesaan. Koperasi cenderung digunakan sebagai alat ekonomi bagi juragan-juragan
yang ada di pedesaan. Kalaupun ada banyak anggota yang di persyaratkan dalam sebuah
koperasi, keberadaannya hanya sebagai formalitas – sekedar nama – anggota tidak
merasa memiliki, dan anggota-anggota condong berstatus bawahan atau terafiliasi dengan
pemilik modal yang menjalankan koperasi. Akibatnya koperasi hanya untuk
mensejahterakan pemilik modalnya, jauh dari tujuan badan hukum koperasi itu sendiri yaitu
ekonomi kerakyatan yang berusaha mensejahterakan anggotanya.
Dengan munculnya semangat otonomi daerah, muncul juga gagasan untuk memperkuat
badan usaha di daerah. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk
menumbuhkembangkan perekonomian daerah dengan mengeluarkan UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 213 ayat (1) Undang-undang tersebut
menyebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa. Ketentuan lebih lanjutn yang mengatur tentang Bumdes
terdapat dalam :
2. PP No. 43 tahun 2014 dan PP No. 47 tahun 2015 tentang Perubahan PP No. 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, khususnya BAB VIII tentang
BUM Desa
3. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrari
(Permendesa) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,
dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Di sisi lain, pemerintah telah melakakukan pembangunan di segala bidang, salah satu
bidang yang terpenting adalah bidang ekonomi. Suatu negara dapat membuat banyak
program dan kegiatan guna mensejahterakan rakyatnya apabila ditopang dengan ekonomi
yang baik. Dengan ekonomi yang baik akan menghasilkan pendapatan negara yang besar.
Agar kegiatan dalam bidang ekonomi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan tatanan
hukum yang baik. Oleh karena itu pembangunan bidang hukum harus sejalan dengan
pembangunan di bidang lainnya.
Ketentuan badan hukum ini penting untuk dibahas, karena status badan hukum atau tidak
memiliki badan hukum, akan menentukan badan usaha tersebut diterima dalam kegiatan
usaha. Status badan hukum akan menentukan apakah suatu badan usaha memiliki
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum.
Apabila kita lihat dari sisi subjek hukum pelaku ekonomi, kegiatan ekonomi dapat dilakukan
oleh orang perorangan dan juga badan usaha yang badan hukum. Dalam praktiknya,
pelaku kegiatan ekonomi yang besar dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum.
Oleh karena itu tatanan hukum tentang usaha berbentuk badan hukum penting untuk
dikembangkan agar memberi kepastian dalam kegiatan usaha.
Hal ini terlihat juga dalam pengaturan mengenai BUMDES. Hal ini secara jelas di sebutkan
dalam Pasal 78 ayat (3) PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang berbunyi, Bentuk
Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.
Namun dalam praktiknya banyak pemerintahan desa yang ingin membentuk BUMDES tidak
paham tentang bentuk badan hukum seperti apa yang harus dibuat untuk mendirikan
BUMDES. Akibatnya, pendiriannya dilakukan dengan mengikuti contoh yang telah ada saja.
Salah satu desa yang sampai saat ini masih mencari dasar hukum pembententukan
BUMDES adalah Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
Di desa Bantar Karet, pendirian BUMDES hanya sebatas sampai dibuatnya Perdes tentang
BUMDES. Dengan telah adanya Perdes, aparat desa dan pemangku kepentingan di desa
bantar karet, telah merasa memiliki BUMDES. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang
disebutkan dalam ayat (2) Pasal 78 PP No. 72 Tahun 2005 tentang desa yang
menyebutkan bahwa pembentukan BUMDES ditetapkan dengan Peraturan Desa
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Kurangnya pengetahuan tentang dasar hukum pendirian Bumdes mengakibatkan roda
organisasi bumdes tidak dapat berjalan dengan baik. para pengurus bumdes belum merasa
mempunyai kewenangan yang pasti dalam menjalankan bumdes. Pendirian yang hanya
didasarkan pada Perdes belum dirasa memberi pegangan yang kuat bagi pengurus.
Akibatnya seperti yang terjadi, Bumdes di desa Bantarkaret tidak berjalan dengan baik.
kegitan yang dilakukan hanya jalan apabila ada dana tambahan baik dari desa maupun
CSR antam.
Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini mencoba untuk memberikan panduan dalam pendirian
BUMDES dari sisi badan hukum. Diharapkan dengan adanya panduan ini, dasar hukum
bagi organ-organ BUMDES lebih kuat, sehingga lebih mempunyai semangat untuk
berkreasi memajukan BUMDES.
Sebelum menjelaskan tentang badan usaha atau organisasi berbadan hukum, penulis
terlebih dahulu akan menjelaskan tentang perbedaan badan usaha/organisasi yang
berbadan hukum, dengan badan usaha /organisasi yang tidak berbadan hukum.
Kapan suatu badan usaha/organisasi dapat dikatakan berbadan hukum? Ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi agar suatu badan usaha atau suatu organisasi dapat disebut
sebagai badan hukum. Syarat-syarat tersebut dapat kita termukan dalam:
Peraturan perundang-undangan
Hukum kebiasaan
Yurisprudensi, dan
Doktrin
Di samping itu, suatu jenis badan usaha ditentukan status badan hukumnya berdasarkan
ketentuan yang termuat dalam aturan mengenai badan usaha tersebut, misalnya badan
usaha perseroan terbatas, yang menentukan kapan suatu Perseroan Terbatas memiliki
atau kehilangan status badan hukumnya.
Berdasarkan dokrin (pendapat ahli hukum). Menurut Sri Soedewi Maschoen Sofwan, status
badan hukum dapat diberikan dalam wujud :
Menurut Wirjono Prodjodikoro, kriteria badan hukum didasarkan pada dua hal, yaitu
kebutuhan masyarakat dan ketentuan undang-undang. Sedangkan menurut H TH. Ch. Kal
dan VFM den Hartog, untuk sahnya suatu badan hukum, harus dipenuhi beberapa syarat,
yaitu:
Tujuan
Harga
Alat-alat kelengkapan organisasi
Ali Rido mengemukakan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu
badan hukum, yaitu:
Sedangkan menurut Soenawar Soekawati, beberapa unsur yang dapat digunakan sebagai
kriteria untuk menentukan apakah suatu organisasi atau badan usaha dapat disebut
sebagai badan hukum atau tidak adalah (sumber Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987,
Hlm 79):
Jadi dapat disimpulkan, bahwa suatu badan usaha atau organisasi dapat melakukan
perbuatan hukum layaknya manusia (yang secara umum sudah diterima sebagai subjek
hukum) adalah organisasi yang telah memenuhi persyaratan yaitu:
Dalam praktiknya, yang memenuhi ketentuan tersebut sampai saat ini adalah:
Pemerintahan pusat dan daerah, sampai tingkat kelurahan/Desa
Organisasi kemasyarakatan
Perseroan Terbatas
Koperasi
Yayasan
Namun tidak semua organisasi kemasyaratakan, perseroan terbatas, koperasi dan yayasan
memiliki status badan hukum. Organisasi dan badan usaha tersebut baru memiliki status
badan hukum apabila semua persyaratan untuk itu yang disebutkan dalam peraturan yang
mengaturnya dipenuhi.
Selain yang disebutkan di atas, badan usaha atau organisasi tidak memiliki badan hukum.
Dalam hal ini badan usaha Perseroan komanditer dan Firma (sebagaimana disebutkan
dalam KUH Perdata) tidak bisa memiliki status badan hukum.
3. Badan Usaha Berbadan Hukum
Secara umum, pembagian badan usaha dalam melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dikelompokkan
menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu: badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak
berbadan hukum. Badan usaha berbadan hukum misalnya antara lain: perseroan terbatas,
koperasi, yayasan, badan usaha milik Negara, perseroan, perseroan terbuka, dan perum.
Adapun badan usaha tidak berbadan hukum antara lain usaha perseorangan, persekutuan
perdata (maatschap), firma, persekutuan komanditer (CV). Relevansi pembagian 2 (dua)
kelompok tersebut perlu diketahui dalam kaitan pengenalan mengenai kewajiban dan
tanggung jawab pendiri/pemegang saham. Pengelompokkan kedua badan usaha tersebut
dapat dilihat dengan perbedaan yang cukup signifikan.
Pertama, subyek dan permodalan. Sejak pendiriannya disahkan, maka subyek hukum
badan usaha berbadan hukum itu adalah dia sendiri sebagai personifikasi orang sebagai
badan hukum. Oleh karenanya, dia sendiri telah diakui sebagai badan hukum terpisah dari
pendiri/pemegang saham. Dalam melakukan perbuatannya, badan usaha berbadan hukum
diwakilkan oleh pengurus/direksi yang ditunjuk sesuai dengan akta pendirian/anggaran
dasar. Sedangkan, subyek hukum dalam badan usaha tidak berbadan hukum melekat pada
pendiri atau pengurusnya, dengan demikian badan usaha tersebut bukan merupakan
subyek hukum yang berdiri sendiri di luar pendiri/pengurus. Dalam melakukan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, badan usaha tidak berbadan hukum diwakilkan oleh pendiri
yang sekaligus juga bertindak sebagai pengurus.
Badan usaha berbadan hukum ini mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan badan usaha
tidak berbadan hukum tidak. Konsekuensi hukumnya, pihak ketiga yang mempunyai
perikatan hanya dapat menuntut pendiri/atau pengurusnya, dan bukan badan usahanya
selayaknya pada badan usaha berbadan hukum. Mengenai harta (permodalan) pada badan
usaha berbadan hukum terpisah dari kekayaan para pendiri/pengurus, sementara harta
kekayaan dalam badan usaha tidak berbadan hukum bercampur dengan harta/kekayaan
pendiri/pengurus. Selain itu, badan usaha berbadan hukum dapat digugat dan menggugat,
sedangkan badan usaha tidak berbadan hukum tidak dapat, akan tetapi dapat ditujukan
kepada pendiri/pengurus aktif karena pendiri/pengurus aktif tersebutlah yang secara tidak
langsung melakukan hubungan hukum.
Kedua, prosedur pendirian. Pendirian badan usaha berbadan hukum mutlak harus ada
pengesahan dari pemerintah terhadap akta pendirian dan anggaran dasarnya. Sebagai
gambaran, akta pendirian suatu perseroan terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM
(Pasal 7 ayat (4) UU Perseroan Terbatas), sedangkan pendirian suatu firma hukum hanya
didirikan di bawah sebuah akta notaris dan kemudian didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang di dalam daerah hukumnya firma bertempat kedudukan (Pasal 23
KUH Dagang).
Ketiga, harta kekayaan. Harta kekayaan badan usaha berbadan hukum terpisah dengan
harta kekayaan pribadi pendiri/pengurus. Dengan demikian, dalam akta pendirian
dijelaskan permodalan badan usaha tersebut. Pemisahan harta keduanya sangat jelas
diatur. Sementara, pada badan usaha tidak berbadan hukum tidak ada suatu pembatasan
yang jelas antara harta kekayaan pribadi pendiri/pengurus dengan harta kekayaan badan
usaha tersebut, atau dengan kata lain, harta kekayaannya bercampur dan tidak ada suatu
pemisahan yang jelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka bentuk unit usaha berbadan hukum yang dapat dimiliki
oleh Bumdes adalah Perseroan Terbatas dan Koperasi. Sedangkan Bentuk badan usaha
lain yang juga dapat berstatus sebagai badan hukum yaitu Yayasan, tidak penulis uraikan
disini, karena yayasan merupakan badan hukum yang sifatnya sosial, bukan mencari
keuntungan. Pendirinan bumdes jelas, untuk mencari keuntungan yaitu menambah
Pendapatan Asli Desa dan kesejahteraan masyarakat desa.
Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal
16 Agustus 2007. Sebelum UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yang diberlakukan
sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah diundangkan) s.d. 15 Agt 2007, UUPT th 1995
tersebut sebagai pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang diatur dalam KUHD
Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, dan segala perubahannya.
Istilah perseroan menunjuk kepada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham-
saham (sero), dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham,
yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 40
Tahun 2007, menentukan: “ Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan,
adalah badan hokum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya”.
Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk hukum (legal form) yang didasarkan kepada fiksi
hokum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang
dimiliki oleh orang perseorangan (natural person). Dengan demikian, perseroan dapat
melakukan semua fungsi hukum dari orang perseorangan, yaitu dapat memiliki kekayaan,
dapat menggugat atau digugat, dapat membeli sesuatu atau menjual harta kekayaannya,
dapat menerima hibah sesuatu dari pihak lain, berhak menerima pengalihan atas suatu
tagihan, berkewajiban untuk membayar utang dan kewajiban lain kepada pihak lain, dapat
menerima atau memberikan pinjaman. Pemegang saham tidak berkewajiban untuk
membayar utang-utang perseroan. Jika suatu perseroan dinyatakan pailit oleh pengadilan,
tidaklah membawa konsekuensi yuridis bahwa para pemegang sahamnya juga ikut
dinyatakan pailit.
Sebagai badan hukum, perseroan harus memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti
ditentukan dalam undang-undang perseroan terbatas, sebagai berikut :
Sebagai organisasi yang teratur, perseroan mempunyai organ yang terdiri dari Rapat
Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Keteraturan organisasi dapat diketahui
melalui ketentuan undang-undang perseroan terbatas, anggaran dasar perseroan,
anggaran rumah tangga perseroan dan keputusan RUPS.
Perseroan memiliki kekayaan sendiri berupa modal yang terdiri dari seluruh nilai nominal
saham .
Melakukan hubungan hukum sendiri
Sebagai badan hukum perseroan melakukan hubungan hukum sendiri dengan pihak ketiga
yang diwakili direksi, dimana direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan.
Sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan mempunyai tujuan
sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan. Karena perseroan
menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah mencari keuntungan dan
atau laba (profit oriented). (Abdulkadir Muhammad. 2002: 69). Berdasarkan uraian di atas
maka pengertian perseroan terbatas adalah badan hukum yang menjalankan perusahaan,
didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
sepenuhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang.
Adapun syarat utama yang wajib dipenuhi oleh pendiri perseroan, yaitu:
Perjanjian antara dua orang atau lebih yang berarti hal ini menegaskan prinsip yang
dianut oleh undang-undang perseroan sebagai badan hukum yang dibentuk
berdasarkan perjanjian.
Dibuat dengan akta otentik di muka notaris menurut ketentuan Pasal 7 Ayat (1)
Undang- undang Perseroan Terbatas.
Modal dasar perseroan yang ditentukan pada Pasal 32 Undang-Undang Perseroan
Terbatas paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Membuat akta pendirian dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia terdapat
dalam Pasal 7 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri hukum dan HAM. Pasal 7 Ayat (4)
UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Akta pendirian beserta surat pengesahan harus didaftarkan dalam daftar
perusahaan Pasal 8 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Akta pendirian beserta surat pengesahan harus diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia Pasal 9 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Di dalam akta pendirian perseroan terbatas memuat anggaran dasar dan keterangan lain
yang sekurang-kurangnya memuat:
Mengenai anggaran dasar Perseroan Terbatas harus dibuat secara otentik (akta notaris)
dalam bahasa Indonesia sesuai Pasal 7 Ayat (1) dan Pasal 15 UUPT Tahun 2007. Isi
anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat:
Mengenai tujuan Perseroan Terbatas dapat dilihat dari anggaran dasar perseroan yang
merumuskan bahwa maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tujuan utama perseroan terbatas adalah memperoleh keuntungan atau laba.
Organ-organ perseroan ini juga dapat disebut dengan alat perlengkapan perseroan terbatas
yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang memuat syarat-syarat konstitutif dari badan
hukum, berupa anggaran dasar dan atau undang-undang serta peraturan-peraturan lain
menunjukkan orang-orang mana yang dapat bertindak untuk dan atas pertanggung-
jawaban badan hukum, orang-orang ini disebut dengan organ (alat perlengkapan) dari
badan hukum tersebut (Ali Rido, 1993 : 33). Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor
40 Tahun 2007, yang termasuk dalam organ perseroan terbatas adalah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. Pasal 1 Ayat (4) UU No. 40
Tahun 2007 menentukan Rapat Umum Pemegang Saham, yang disebut Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. Dari ketentuan pasal tersebut maka dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memegang
dua kekuasaan atau wewenang yaitu: memberhentikan direksi dan komisaris perseroan,
dan mempunyai kewenangan tertinggi dalam perseroan.
2. Koperasi
Orang-orang yang akan mendirikan Koperasi harus mengerti maksud dan tujuan Koperasi
serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi yaitu untuk meningkatkan
pendapatan dan manfaat yang sebesar bagi anggota khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan Koperasi berdasarkan
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor : 01 / Per / M.KUKM / I / 2006 adalah sebagai berikut :
orang-orang yang mendirikan dan yang nantinya menjadi anggota Koperasi harus
mempunyai kegiatan dan atau kepentingan ekonomi yang sama;
pendiri koperasi primer adalah warga negara Indonesia , cakap secara hokum dan
mampu melakukan perbuatan hukum;
pendiri koperasi sekunder adalah pengurus koperasi primer yang diberi kuasa dari
masing-masing koperasi primer untuk menghadiri rapat pembentukan koperasi
sekunder;
usaha yang akan dilaksanakan oleh Koperasi harus layak secara ekonomi, dikelola
secara efisien dan mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi anggota;
modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan mengelola Koperasi.
1. pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat nasional dihadiri oleh Pejabat
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
2. pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat provinsi dihadiri oleh Pejabat
Dinas / Instansi yang membidangi Koperasi tingkat Provinsi
pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat Kabupaten /Kota dihadiri oleh
Pejabat Dinas / Instansi yang membidangi Koperasi tingkat Kabupaten / Kota.
Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkopersian,
menyebutkan bahwa pembentukan Koperasi harus dilakukan dengan akta pendirian yang
memuat Anggaran Dasar. Anggaran dasar adalah aturan dasar tertulis yang memuat tata
kehidupan Koperasi yang disusun dan disepakati oleh para pendiri Koperasi pada saat
rapat pembentukan Koperasi. Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012
tentang Perkoperasian bahwa Anggaran Dasar Koperasi memuat sekurang-kurangnya:
Dalam penjelasan pasal 3 tersebut di atas dengan status badan hukum bagi Koperasi
mengikat baik ke dalam maupun keluar. Mengikat ke dalam artinya Pengurus maupun
anggota Koperasi terikat pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Sedangkan mengikat ke luar artinya, semua
perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Koperasi dan untuk
kepentingan koperasi menjadi tanggungjawab Koperasi. Koperasi diakui sebagai badan
hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan
keberadaannya sehingga disebut legal entity.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) jo Pasal 4 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, dengan telah
disahkannya Akta Pendirian Koperasi Simpan pinjam dan Akta Pendirian Koperasi yang
membuka Unit Usaha Simpan Pinjam maka pengesahan tersebut berlaku sebagai izin
usaha. Yang dimaksud dengan pengesahan akta pendirian Koperasi berlaku sebagai izin
usaha menurut penjelasan Pasal 3 ayat (3) tersebut adalah dengan dikeluarkannya surat
keputusan pengesahan Akta Pendirian Koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan
kegiatan usaha simpan pinjam.
Ketentuan tersebut juga diatur dalam petunjuk teknis yaitu Keputusan Menteri Koperasi,
Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor : 351/KEP/M/XII/1998 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, bahwa pengesahan pendirian
Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam Koperasi berlaku sebagai izin usaha,
sehingga Koperasi Simpan Pinjam maupun Unit Simpan Pinjam Koperasi langsung dapat
melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.
Perlu juga untuk dirujuk, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Negara dan
Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 01/Per/M.KUM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pembentukan Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi,
permintaan pengesahan akta pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris diajukan dengan
melampirkan :
Untuk lampiran surat pernyataan tidak boleh membuka Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu dan Kantor Kas sebelum melaksanakan kegiatan simpan pinjam sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun. , ini sesuai dengan Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha
Kecil dan Menengah Nomor : 351/KEP/M/XII/1998, bahwa untuk mendapatkan jarak
pelayanan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota , baik pelayanan jasa
simpanan maupun pemberian pinjaman KSP dan USP melalui koperasinya dapat
mendirikan jaringan pelayanan berupa Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan
Kantor Kas. Pendirian jaringan pelayanan baru dapat dilaksanakan setelah KSP dan USP
melalui Koperasi yang bersangkutan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun. Lebih lanjut dalam hal Penelitian atau Verifikasi Akta
Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris,setelah surat permohonan beserta lampiran
masuk di Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah setelah diagendakan oleh
Sub Bagian Umum dan didisposisi oleh Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah di teruskan di Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan, yang kemudian oleh
Kepala Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan didisposisikan kepada staf yang menangani
untuk diteliti atau verifikasi terhadap lampiran dan materi anggaran dasar yang akan
disahkan.
Surat keputusan pengesahan akta pendirian Koperasi diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah , ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1994
tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Angggaran
Dasar Koperasi. Surat Keputusan pengesahan akta pendirian Koperasi akan diserahkan
ke Pengurus Koperasi dan Notaris yang membuatkan aktanya akan memperoleh
tembusan.
Prosedur dan tata cara pendirian BUMDES saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 tahun
2015 Tentang Pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran badan usaha milik
desa. dari Permendes tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk mendirikan BUMDES adalah :
1. Musyawarah Desa (Pasal 5 ayat (1). Dalam Musyawarah Desa yang perlu
disepakati antara lain:
Bentuk badan hukum : Koperasi atau PT yang sahamnya paling sedikit 60% (enam
puluh persen) dimiliki BUMDES dan Kepemilikan setiap warga negara Indonesia atas
saham Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling banyak
sebesar 20% (dua puluh persen).
Permodalan
Mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal BUMDES tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk
organisasi BUMDES didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDES,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk BUMDES, pemerintahan
desa cukup sampai pada tahap dikeluarkannya Perdes tentang pembentukan BUMDES.
dengan adanya perdes maka BUMDES telah memiliki status badan hukum dan dapat
melakukan perbuatan hukum layaknya manusia. hal ini didasarkan pada Pasal 1653 KUH
Perdata juncto Permendes No. 4 Tahun 2015, di mana organisasi pemerintahan daerah
merupakan organisasi yang berbadan hukum dan pemerintahan daerah dapat membentuk
organisasi yang berbadan hukum.
Namun dalam praktik yang telah diterima umum, badan usaha yang baik adalah badan
usaha yang fokus pada satu usaha. Hal ini penting dilakukan untuk mengontrol usaha yang
dijalankan. ada bidang-bidang usaha yang memiliki profit besar namun ada pula yang bisa
merugi. Apabila badan usaha tersebut dipisah, akan dapat terlihat secara jelas bidang
usaha mana yang membebani BUMDES, yang kemudian perlu dipertimbangkan untuk
segera dihapus.
Apabila pemerintah desa dalam mendirikan BUMDES hanya sampai dalam bentuk Perdes,
BUMDES akan mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan usaha yang memerlukan
modal yang cukup besar, selain itu partisipasi masyarakat akan sulit diwujudkan, karena
kesannya BUMDES merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah desa. Dalam praktik
perbankan pun BUMDES yang didirkan dengan Permendes sulit diterima dalam lalu lintas
ekonomi. Perbankan akan kesulitan apabila ada BUMDES bermasalaha dan ingin menyita
atau meminta pertanggung jawaban pengurus BUMDES, dalam kondisi ini harga kekayaan
BUMDES sering kali merupakan satu kesatuan dengan aset pemerintahan desa.
Untuk itu BUMDES yang didirikan perlu membentuk unit-unit usaha seperti yang
diamanatkan oleh Pasal 8 Permendes No. 4 Tahun 2015.
Berdasarkan uraian di atas juga terlihat bahwa unit usaha yang dibentuk oleh BUMDES
semuanya adalah unit usaha yang memiliki status badan hukum. unit usaha tersebut
adalah berupa Perseroan Terbatas atau koperasi.