K
Pokok Sengketa : koreksi atas Penghasilan Neto Tahun Pajak 2010 Tahun Pajak 2010
berupa koreksi positif penyesuaian fiskal negatif atas Pemberian
Saham Bonus sebesar Rp150.885.425.000,00 yang tidak disetujui
JA
Pemohon Banding;
pA
Menurut Terbanding
N
Rp150.885.425.000,00 merupakan pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih Iebih penilaian kembali aktiva tetap
ILA
perusahaan yang bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU
PPh;
bahwa berdasarkan Risalah Rapat PT SGWU Nomor 07 dan General Ledger, diketahui
bahwa pada tanggal 19 Agustus 2010 Pemohon Banding memperoleh tambahan kekayaan
D
yang bersumber dari penerimaan saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap PT SGWU sebesar
GA
Rp150.885.425.000,00. Jumlah tersebut dicatat oleh Pemohon Banding sebagai peningkatan
aktiva dalam neraca per 19 Agustus 2010 pada akun Investasi PT SGWU;
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk... (huruf a sampai
dengan huruf s)”;
AR
bahwa penerimaan saham bonus oleh pemohon banding bukan termasuk dalam jenis
penghasilan berupa dividen. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 huruf b PP Nomor 19
Tahun 2009 yang menyatakan bahwa "Dalam menghitung penghasilan berupa dividen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan
KR
tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1) UU PPh", dan Pasal 9 ayat (2) PMK Nomor 79/PMK.03/2008 yang menyatakan bahwa
"Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran
yang berasal dari kapitalisasi selisih Iebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai
SE
dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh";
bahwa kalimat “bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh”
berarti bahwa objek pajak tersebut “bukan merupakan dividen”. Oleh karena penerimaan
saham bonus oleh Wajib Pajak bukan merupakan dividen, maka atas penghasilan tersebut
termasuk dalam objek pajak yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai Pasal 17
UU PPh;
bahwa atas alasan keberatan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa pencatatan
tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih Iebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal
4 ayat (1) huruf g UU PPh, Terbanding dalam keberatan berpendapat bahwa Pemohon
K
Banding salah dalam memahami ketentuan tersebut;
JA
bahwa maksud dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 jo. Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.03/2008 adalah bahwa atas pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dan kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
pA
perusahaan bukan merupakan dividen, namun tidak berarti bahwa penghasilan tersebut
bukan merupakan objek pajak. Penghasilan tersebut tetap merupakan objek pajak
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai
Pasal 17 UU PPh;
N
bahwa Terbanding dalam persidangan menyampaikan dalil, argumentasi, keterangan, dan
pernyataan sebagaimana terangkum dalam Kesimpulan Akhir Tanpa Nomor Tanggal 27
ILA
Februari 2018 sebagai berikut:
bahwa sehubungan dengan sidang banding atas nama Pemohon Banding (NPWP -) atas
Keputusan Terbanding Nomor KEP-00109/KEB/WPJ.04/2017 tanggal 16 Maret 2017 tentang
Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pajak Penghasilan
D
Nomor 00023/205/10/014/15 tanggal 23 Desember 2015Tahun Pajak 2010, dengan ini
Terbanding sampaikan penjelasan tertulis yang merupakan satu kesatuan dengan Surat
GA
Uraian Banding Nomor S-1881/WPJ.04/2017 tanggal 31 Juli 2017, dengan ini Terbanding
sampaikan kesimpulan akhir terkait sengketa banding untuk dimuat dalam pertimbangan
Majelis Hakim Majelis XXA Pengadilan Pajak sebagai berikut :
EN
I. Pokok Sengketa
Negatif
- Pemberian Saham Bonus 150.885.425.000 0 150.885.425.000
AR
A. Proses Pemeriksaan
ET
K
Investasi
Kerugian (1.924.810.000) (641.810.000) 1.283.000.000
JA
Investasi PT
SWU
Jumlah 148.960.615.00 (641.810.00 (149.602.425.00
0 0) 0)
pA
b. Koreksi Positif 0 149.303.425.000 0
Penghasilan
dari luar usaha
c. Koreksi Positif 152.727.929.982 1.842.504.982 150.885.425.000
atas
Penyesuaian
N
Fiskal Negatif
Total (3.767.314.982) 146.819.110.018 1.283.000.000
ILA
4. bahwa berdasarkan hal tersebut Terbanding telah membuatkan Laporan Hasil
Pemeriksaan atas Pemohon Banding dengan nomor LAP-
188/WPJ.04/KP.0705/RIK.SIS/2015 tanggal 21 Desember 2015dan telah
diterbitkan pula produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
D
(SKPKB) PPN Barang dan Jasa nomor 00023/205/10/014/15 tanggal 23
Desember 2015Tahun Pajak 2010 dengan perhitungan sebagai berikut:
GA
1. PenghasilanNetto Rp 149.567.338.607
2. PenghasilanKenaPajak Rp 149.550.178.607
3. PPhTerutang Rp 44.810.053.400
EN
4. PengembalianPPhPasal 24yangtelahdiperhtungkantahunlalu Rp 0
5. JumlahPPhTerutang Rp 44.810.053.400
6. Kredit Pajak
a. PPhditanggungpemerintah Rp 0
TP
b.5. Lain-lain Rp 0
b.6. Jumlah(b.1+b.2+b.3+b.4+b.5) Rp 0
c. Dibayar sendiri:
AR
c.1. PPhPasal 22 Rp 0
c.2. PPhPasal 25 Rp 0
c.3. PPhPasal 29 Rp 0
c.4. STP(pokok kurangbayar) Rp 0
ET
d.1. SKPPKP Rp 0
e. JumlahPajak yangdapat dikreditkan(a+b.6+c.7+d.1) Rp 0
7. Pajak yangtidak/kurangbayar (5-6.e) Rp 44.810.053.400
8. Sanksi Administrasi:
a. BungaPasal 13(2) KUP Rp 21.508.825.632
SE
1. bahwa terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh nomor
00023/205/10/014/15 tanggal 23 Desember 2015 Tahun Pajak 2010 tersebut,
Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal
K
Pajak melalui KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan dengan surat nomor:
001/III/2016 tanggal 21 Maret 2016 dan telah diterima oleh KPP Pratama Jakarta
JA
Mampang Prapatan berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD)
nomor PEM:01001790\0014\mar\2016 tanggal 21 Maret 2016;
pA
2. bahwa adapun pokok sengketa yang diajukan keberatan oleh Pemohon Banding
dalam surat keberatannya terkait dengan koreksi Terbanding adalah sebagai
berikut:
Menurut Wajib
Menurut Surat Jumlah yang
N
Pajak (sesuai
No. Uraian Ketetapan Pajak diajukan keberatan
surat keberatan)
(Rp) (Rp)
(Rp)
ILA
1 Penghasilan Bruto atau Peredaran Usaha/Bruto 151.196.378.863 1.593.953.863 (149.602.425.000)
2 Harga Pokok Penjualan 0 0 0
3 Penghasilan Bruto atau Laba Bruto (1-2) 151.196.378.863 1.593.953.863 (149.602.425.000)
4 Pengurang Penghasilan Bruto atau Biaya Usaha 1.062.241.295 1.062.241.295 0
5
6
Penghasilan Neto Dalam Negeri (3-4)
Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya
a. Penghasilan dari luar usaha
D 150.134.137.568
0
531.712.568 (149.602.425.000)
149.603.425.000 149.603.425.000
GA
b. Penghasilan jasa/pekerjaan bebas 0 0 0
c. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan 0 0 0
d. Lain-lain 0 0 0
e. Jumlah (a+b+c+d) 0 149.603.425.000 149.603.425.000
7 Fasilitas penanaman modal berupa pengurangan penghasilan neto 0 0 0
EN
8 Penyesuaian Fiskal 0 0 0
a. Penyesuaian Fiskal Positif 632.896.021 1.274.706.021 641.810.000
b. Penyesuaian Fiskal Negatif 152.727.929.982 1.842.504.982 (150.885.425.000)
c. Jumlah (a-b) (152.095.033.961) (567.798.961) 151.527.235.000
TP
K
usaha
c. Koreksi Positif atas 152.727.929.982 1.842.504.982 150.885.425.000
Penyesuaian Fiskal
JA
Negatif
pA
Kanwil DJP Jakarta Selatan I telah meminta peminjaman buku, catatan, data dan
informasi yang pertama kepada Pemohon Banding dengan surat nomor S-
5412/WPJ.04/2016 tanggal 22Desember 2016 dan semua data atau dokumen
yang dimintakan oleh Terbanding telah dipenuhi oleh Pemohon Banding;
N
4. bahwa Terbanding telah menyampaikan Daftar Hasil Penelitian Keberatan dengan
hasil penelitian sebagai berikut:
ILA
Uraian Koreksi SPT Cfm. Pemeriksa Cfm Tim Peneliti Nilai Selisih
Keberatan SPT -
Keberatan
a. Peredaran Usaha 151.196.378.863 1.593.953.863 151.196.378.863 0
b. Koreksi Positif
Penghasilan dari
luar usaha
0 D
149.603.425.000 0 0
GA
c. Koreksi Positif 152.727.929.982 1.842.504.982 1.842.504.982 150.885.425.000
atas Penyesuaian
Fiskal Negatif
a. Peredaran Usaha
TP
ayat (1) UU PPh serta pemberian saham bonus tersebut tidak masuk
dalam lingkup bukan objek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat
(3) UU PPh;
K
bahwa Terbanding dalam Laporan Penelitian Keberatannya, menyampaikan
JA
bahwa dikarenakan atas pemberian saham bonus tersebut adalah
penghasilan yang merupakan objek pajak, maka Pemohon Banding tidak
perlu lagi melakukan koreksi fiskal negatif lainnya sebesar
Rp150.885.425.000,00
pA
6. bahwa mengingat tidak terdapat data ataupun dokumen baru yang disampaikan
oleh Pemohon Banding dalam tanggapan secara tertulisnya dan tanggapan
Pemohon Banding pada intinya adalah sama dengan alasan Pemohon Banding
N
dalam surat keberatannya, maka Terbanding tetap mempertahankan hasil
penelitian keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar nomor
00023/205/10/014/15 tanggal 23 Desember 2015 Tahun Pajak 2010 dengan
ILA
diterbitkan Surat Keputusan Terbanding nomor KEP-00109/KEB/WPJ.04/2017
tanggal 16 Maret 2017 sebagaimana telah dituangkan dalam Laporan Penelitian
Keberatan Nomor LAP-656/WPJ.04/2017 tanggal 16 Maret 2017 dengan
putusan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding dan
D
mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar dengan perhitungan
jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:
GA
Uraian Semula Ditambah / Menjadi
(Dikurangi)
Penghasilan Netto 149.567.338.607 0 149.567.338.607
Kompensasi Kerugian 0 0 0
Penghasilan Tidak Kena 17.160.000 0 17.160.000
EN
Pajak
Penghasilan Kena Pajak 149.550.178.607 0 149.550.178.607
PPh Terutang 44.810.053.400 0 44.810.053.400
Kredit Pajak 0 0 0
TP
C. Proses Banding
AR
pajak yang masih harus dibayar. Adapun pokok sengketa banding yang diajukan
oleh Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Keberatan
a. Koreksi Positif 1.842.504.982 1.842.504.982 152.727.929.982 150.885.425.000
atas
Penyesuaian
Fiskal Negatif
3. bahwa berdasarkan surat banding dari Pemohon banding tersebut diatas, dapat
disampaikan bahwa Pemohon Banding tidak mengajukan banding atas
koreksi Terbanding, yaitu :
b. Hasil Penelitian Keberatan atas Penghasilan Dari Luar Usaha sebesar Rp0,00;
K
III. Pendapat Pemohon Banding
JA
1. bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Ayat 1 huruf g Undang- Undang Nomor 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
pA
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) diatur bahwa :
“Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang
polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota
koperasi;
N
Termasuk dalam pengertian dividen adalah pemberian saham bonus yang dilakukan
ILA
tanpa peyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham”;
bahwa kemudian khusus mengenai saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
EN
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap, perlakuan pajaknya diatur
salam Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 sebagaimana
telah diganti dengan Pasal 2 hueuf b Peraturan pemerintah Nomor 94 Tahun 2010
(PP 94) tanggal 30 Desember yang menyebutkan bahwa :
TP
“Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g
Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian
kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-
IA
3. Ketentuan PP 94 Tahun 2010 di atas telah diperkuat dengan Pasal 9 ayat 2 Peraturan
AR
“Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan
KR
Pasal 4 ayat (10 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000 tentang Penghitungan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan
Dalam Tahun Berjalan”;
SE
bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, secara jelas diatur bahwa saham bonus yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap bukan merupakan
objek pajak penghasilan;
“... Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan yang
dilakukan untuk tujuan perpajakan selanjutnya dikapitalisasi sebagai tambahan modal
disetor, maka selisih lebih tersebut merupakan saham bonus kepada pemegang
saham sebesar persentase penyetoran pada anak perusahaan. Sepanjang
K
pemberian saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap tersebut tidak melebihi selisih lebih
JA
revaluasi secara fiskal, maka pemberian saham bonus tersebut bukan merupakan
Objek Pajak atau pembayaran dividen berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-
Undang Pajak Penghasilan jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000. Dengan demikian, saham bonus atau tambahan modal yang berasal
pA
dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap anak perusahaan secara fiskal
bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan atau pembayaran dividen bagi
pemegang saham”;
N
bahwa berdasarkan Surat Penegasan Direktur Jenderal Pajak tersebut secara tegas
dijelaskan bahwa saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal
dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap bukan merupakan Objek Pajak
ILA
Penghasilan sepanjang tidak melebihi revaluasi secara fiskal;
5. bahwa terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi penilaian kembali aktiva tetap, Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat
D
Jenderal Pajak juga telah memberikan penegasan tertulis secara khusus kepada
Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan I dalam Surat Nomor S-590/PJ.031/2014
tertanggal 10 April 2014 tentang perlakuan saham bonus yang berasal dari
GA
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap yang bukan merupakan objek
pajak penghasilan;
ayat (1)
Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nalai sisa buku
IA
Tanggal..........”;
ayat (2)
Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
ET
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan, sampai dengan selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan
Pasal 4 ayat (10 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
KR
K
berikut :
JA
Pasal 9 ayat (1), Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai
sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus dibukukan dalam neraca komersial pada
perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap
pA
Perusahaan Tanggal..........”;
Pasal 9 ayat (2), Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal
saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
N
aktiva tetap perusahaan, sampai dengan selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
ILA
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000 tentang Penghitungan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan
Dalam Tahun Berjalan”;
D
bahwa selanjutnya pada Butir 3 huruf c Surat Nomor S-343/WPJ.04/2016 ditegaskan
kembali bahwa :
GA
Pemberian saham bonus atau pencatatan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
sampai dengan selisih lebih penilaian kembali secara fiskal bukan merupakan objek
EN
pajak.
bahwa berdasarkan surat penegasan Kepala Kanwil tersebut sudah sangat jelas
bahwa pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham
tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
TP
tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak baik objek sesuai Pasal 4 ayat (1)
UU PPh;
penerimaan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi lebih penilaian kembali aktiva
tetap tidak termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh dan tidak termasuk dalam penghasilan berupa
AR
dividen berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh melainkan merupakan objek
pajak dalam pengertian yang luas berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah
sangat tidak benar;
7. Kesimpulan
ET
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap bukan merupakan objek pajak
penghasilan;
bahwa pendapat Terbanding yang mengatakan bahwa saham bonus yang berasal
dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap merupakan objek pajak
dalam pengertian yang luas adalah sangat tidak benar dan tidak berdasar;
bahwa dengan demikian, penyesuaian fiskal negatif yang dilakukan oleh Pemohon
Banding sebesar Rp150.885.425.000,00 atas penghasilan berupa saham bonus yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap adalah telah benar
dan telas sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, koreksi
Terbanding atas penyesuaian fiskal negatis sebesat Rp150.885.425.000,00
seharusnya dibatalkan;
K
IV. Penjelasan Terbanding
JA
A. Koreksi Positif Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp150.885.425.000,00;
pA
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009
N
Pasal 12 Ayat 3
ILA
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang;
e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a);
IA
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
AR
Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
ET
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk… (huruf a sampai
dengan huruf s);
K
memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya
tambahan kemampuan ekonomis;
JA
Contoh‐contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan
untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak
terbatas pada contoh-contoh dimaksud;
pA
Pasal 4 ayat (1) huruf g
N
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
ILA
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
D
Memori Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g
kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal
dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
ET
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah… (huruf a sampai dengan huruf n).
Pasal 1 huruf b
Dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak termasuk
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan;
K
Penjelasan Pasal 1
JA
Pemberian saham bonus kepada pemegang saham yang dilakukan tanpa
penyetoran termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen.
Demikian pula dengan pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
pA
agio saham. Agio saham berasal dari setoran modal pemegang saham di atas
nilai nominal saham yang diperolehnya;
Oleh karena itu apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang
N
saham yang menjadikan jumlah nilai nominal seluruh saham termasuk saham
bonus yang diperolehnya lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham tersebut termasuk
ILA
dalam pengertian Pembagian laba atau dividen;
lain:
tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian
kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan
merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang
IA
sebagai berikut:
Tanggal Uraian
24/11/1983 – Pemohon Banding memiliki 99,8% porsi kepemilikan saham pada PT
SE
K
08/09/2010 Pembayaran uang muka pembelian saham dari PT JKS kepada
15/09/2010 Pemohon Banding
JA
02/11/2010 Pelunasan pembelian saham dari PT JKS kepada Pemohon Banding
Penjualan seluruh saham PT SGWU yang dimiliki oleh Pemohon
Banding kepada PT JKS sesuai akta Notaris
pA
b. bahwa berdasarkan kronologi di atas, dilakukan penelitian untuk masing-
masing transaksi beserta Posisi Keuangan Pemohon Banding terkait
dengan investasi pada PT SGWU sebagai berikut:
N
investasi pada PT SGWU dengan porsi kepemilikan saham yang tetap
terhitung sejak berdirinya PT SGWU. Pemohon Banding memiliki
ILA
penyertaan saham pada PT SGWU dengan nilai nominal sebesar
Rp499.000.000,00. Pemohon Banding mencatat penyertaan saham
tersebut pada akun Investasi PT SWU pada pos aktiva dalam neraca
Pemohon Banding;
Aktiva
D
Neraca per 01/01/2010
Kewajiban
GA
XXX
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
Ekuitas
EN
XXX XXX
XXX XXX
K
c. bahwa berdasarkan peristwa tersebut, Pemohon Banding mencatat
JA
peningkatan aktiva dalam neracanya sebesar Rp150.885.425.000,00 sebagai
akibat dari diperolehnya saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih penilaian kembali aktiva tetap. Jumlah tersebut dicatat
sebagai penambahan pada akun Investasi PT SWU, sehingga posisi
pA
keuangan Pemohon Banding menjadi sebagai berikut:
N
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
ILA
150.885.425.000 Ekuitas
XXX XXX
XXX XXX
d. bahwa atas setoran tunai oleh Pemohon Banding sebesar Rp884.000,00 dan
D
konversi hutang menjadi modal saham sebesar Rp19.896.691.000,00 tidak
mengakibatkan peningkatan aktiva Pemohon Banding karena transaksi
GA
tersebut pada dasarnya merupakan perpindahan pos antar aktiva dalam
neraca Pemohon Banding;
e. bahwa pada tanggal 7 September 2010, diadakan pengikatan jual beli saham
EN
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
150.885.425.000 Ekuitas
(10.000.000.000)
(15.000.000.000)
KR
XXX XXX
XXX XXX
K
XXX
- Investasi PT SGWU
JA
0 XXX
Ekuitas
XXX XXX
XXX XXX
pA
3. Pendapat Terbanding
N
1. Kedudukan Undang-undang Perpajakan dalam kaitannya dengan
ILA
kewenangan Direktorat Jenderal Pajak dalam menghimpun dana guna
pembiayaan negara dari sektor perpajakan
b. Sebagai tindak lanjut atas perintah Pasal 23A UUD 1945, maka
lahirlah Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sttd Undang-Undang Nomor 28
EN
4) Peraturan Pemerintah;
5) Peraturan Presiden;
6) Peraturan Daerah Provinsi; dan
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
ET
tentang :
K
1) Bahwa terkait dengan objek pajak sangat jelas diatur dalam Pasal 4
JA
ayat (1), yaitu:
pA
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, termasuk “
N
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
ILA
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan;
c. laba usaha;
D
GA
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal;
EN
K
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
JA
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
pA
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia
N
2) Bahwa terkait dengan objek pajak sangat jelas diatur dalam Pasal 4
ILA
ayat (3), yaitu: “ Yang dikecualikan dari objek pajak adalah “:
b. warisan;
K
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan
JA
badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
pA
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
N
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
ILA
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
Keuangan; dan
K
Pajak Penghasilan sebagaimana Terbanding sampaikan dalam uraian di
atas;
JA
B. Penjelasan Materi Terkait Dengan Pemberian Saham Bonus
pA
1. bahwa berdasarkan pendapat Pemohon Banding dalam surat
bandingnya, Pemohon Banding menyatakan bahwa pemberian saham
bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap bukan merupakan objek
pajak, dengan dasar hukum sebagai berikut:
N
a. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh, saham bonus yang
ILA
menjadi objek pajak adalah saham bonus yang merupakan dividen
saham yang berasal dari kapitalisasi saldo laba (merupakan obyek
pajak sebagai dividen).
K
kembali aktiva tetap PT SGWU sebesar Rp150.885.425.000,00 adalah
penghasilan yang merupakan objek pajak dengan alasan sebagai
JA
berikut:
pA
(1) UU PPh,dinyatakan bahwa “Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
N
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk… (huruf a sampai dengan huruf s)”;
ILA
2) Penerimaan saham bonus tersebut tidak termasuk dalam
penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak berdasarkan Pasal 4
ayat (3) UU PPh, sehingga penghasilan di luar yang diatur dalam
D
Pasal 4 ayat (3) UU PPh merupakan objek pajak;
s. Hal ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang
menyatakan bahwa “Undang‐Undang ini menganut prinsip pemajakan
atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa Pajak
dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yangditerima
TP
termasuk dalam jenis penghasilan berupa dividen. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 huruf b PP 138 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa
“Dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak
KR
Pasal 1
K
(1) Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap
JA
perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi
semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali;
pA
(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak
termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan
pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika
N
Serikat;
ILA
aktiva tetap perusahaan diatas nilai sisa buku fiskal dikenakan PPh yang
bersifat final sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PMK-
79/PMK.03/2008;
9. D
bahwa terkait dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (2) PMK-
79/PMK.03/2008, dimana berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut
GA
adalah “Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai
nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih
lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat
EN
10. bahwa kalimat “pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai
nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih
lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
IA
dividen. Hal tersebut lebih lanjut diatur dalam ketentuan sebagai berikut:
K
(2) pembagian laba dalam bentuk saham;
JA
(3) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
bahwa penjelasan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g tersebut juga sejalan
pA
dengan penjelasan dalam Pasal 1 PP Nomor 138 Tahun 2000, yaitu
“Pemberian saham bonus kepada pemegang saham yang dilakukan
tanpa penyetoran termasuk dalam pengertian pembagian laba atau
dividen”;
N
12. bahwa atas alasan banding Pemohon Banding yang menyatakan bahwa
pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang
ILA
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1)
huruf g UU PPh, Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding
salah dalam memahami ketentuan tersebut;
D
Maksud dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 jo. Pasal 9 ayat (2)
GA
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 adalah bahwa
atas pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan bukan merupakan dividen, namun tidak berarti bahwa
penghasilan tersebut bukan merupakan objek pajak. Penghasilan
EN
Keberatan
a. Koreksi Negatif
Peredaran
Usaha, teridiri
dari:
Kenaikan 150.885.425.000 0 (150.885.425.000)
Saham
Investasi
Kerugian (1.924.810.000) (641.810.000) 1.283.000.000
Investasi PT
SWU
Jumlah 148.960.615.000 (641.810.000 (149.602.425.000)
)
b. Koreksi Positif 0 149.603.425.000 149.603.425.000
K
Penghasilan
dari luar usaha
c. Koreksi Positif 152.727.929.982 1.842.504.982 150.885.425.000
JA
atas
Penyesuaian
Fiskal Negatif
pA
2) Hasil Penelitian Keberatan
Uraian Koreksi SPT Cfm. Pemeriksa Cfm Tim Peneliti Nilai Selisih
Keberatan SPT - Keberatan
a. Peredaran Usaha 151.196.378.863 1.593.953.863 151.196.378.863 0
N
b. Koreksi Positif 0 149.603.425.000 0 0
Penghasilan dari
luar usaha
ILA
c. Koreksi Positif atas 152.727.929.982 1.842.504.982 1.842.504.982 150.885.425.000
Penyesuaian Fiskal
Negatif
D
GA
3) Pokok Sengketa yang diajukan banding
Penjelasan:
TP
2) Sedangkan atas koreksi negatif Peredaran Usaha dan koreksi positif atas
Penghasilan Dari Luar Usaha, Pemohon Banding tidak mengajukan
banding;
AR
K
Pemohon banding yang menyatakan bahwa atas pemberian saham
bonus tersebut bukan merupakan objek pajak;
JA
3) bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentnag Ketentuan Umum
pA
dan Tata Cara Perpajakan, perihal terkait dengan Surat
Pemberitahuan diatur sebagai berikut:
a. Pasal 1 Angka 11
N
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran
ILA
pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta
dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan;
D
GA
b. Pasal 3 ayat (1)
Rp1.282.000.000,00);
K
Tetapi Termasuk Dalam Peredaran Usaha);
JA
bahwa demikian kesimpulan akhir ini disampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan
Majelis Hakim XX A Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa ini sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan mohon agar pendapat akhir Terbanding ini
dicantumkan dalam putusan Pengadilan Pajak;
pA
Menurut Pemohon Banding
bahwa sesuai dengan Surat Banding a quo, Pemohon Banding menyatakan tidak setuju
N
dengan koreksi Terbanding atas Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp150.885.425.000,00
dengan pokok-pokok penjelasan sebagai berikut:
ILA
bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Ayat 1 huruf g Undang – Undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) diatur bahwa:
D
“Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis
asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
GA
penyetoran termasuk, saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham”;
bahwa berdasarkan peraturan tersebut dapat dijelaskan bahwa saham bonus merupakan
salah satu bentuk dividen menurut Penjelasan Pasal 4 Ayat 1 huruf g UU PPh;
EN
bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 138 Tahun 2000 sebagaimana telah diganti dengan Pasal 2 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 (PP 94) tanggal 30 Desember 2010 dan telah diperkuat
IA
dengan Pasal 9 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei
2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, secara
jelas diatur bahwa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian
AR
bahwa Direktur Jenderal Pajak juga telah menerbitkan surat Nomor S-29/PJ.312/2006
Tanggal 19 Januari 2006 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Selisih Lebih Revaluasi
Aktiva Tetap Anak Perusahaan dimana pada butir 6 huruf b mengatur sebagai berikut :
ET
“…Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan yang dilakukan
untuk tujuan perpajakan selanjutnya dikapitalisasi sebagai tambahan modal disetor, maka
KR
selisih lebih tersebut merupakan saham bonus kepada pemegang saham sebesar
persentase penyetoran pada anak perusahaan. Sepanjang pemberian saham bonus atau
tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi
aktiva tetap tersebut tidak melebihi selisih lebih revaluasi secara fiskal, maka
pemberian saham bonus tersebut bukan merupakan Objek Pajak atau pembayaran dividen
SE
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan jo Pasal 1 huruf b
Peraturan Pemerintah nomor 138 TAHUN 2000. Dengan demikian, saham bonus atau
tambahan modal yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap anak
perusahaan secara fiskal bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan atau pembayaran
dividen bagi pemegang saham”;
bahwa berdasarkan Surat Penegasan Direktur Jenderal Pajak tersebut secara tegas
dijelaskan bahwa saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan
sepanjang tidak melebihi selisih lebih revaluasi secara fiskal;
bahwa terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
penilaian kembali aktiva tetap, Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak
juga telah memberikan penegasan tertulis secara khusus kepada Kepala Kanwil DJP Jakarta
K
Selatan I dalam Surat Nomor S-590/PJ.031/2014 tertanggal 10 April 2014 tentang perlakuan
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap yang
JA
bukan merupakan objek pajak penghasilan;
pA
Wajib Pajak (Drs. SH) terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap melalui Surat Nomor S-
343/WPJ.04/2016 tertanggal 10 Februari 2016;
N
bahwa berdasarkan surat penegasan Kepala Kanwil tersebut sudah sangat jelas bahwa
Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran
yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan Bukan
ILA
Merupakan Objek Pajak baik objek sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PPh;
menjelaskan bahwa:
Saham Bonus adalah saham yang dibagikan secara cuma-cuma kepada pemegang
AR
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang
polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota
koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
agio saham; dan pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
SE
c.1 bahwa menurut penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh termasuk dalam
pengertian deviden yang merupakan objek PPh adalah pemberian saham
bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal
dari kapitalisasi agio saham; dan pencatatan tambahan modal yang dilakukan
tanpa penyetoran; (butir 3 Penjelasan Pasal 4 ayat 1 huruf g UU PPh);
K
Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
JA
huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham
bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:
a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor
modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai
pA
nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus
tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
N
c.3 bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap
ILA
Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan menjelaskan bahwa:
Berjalan;
sebagai berikut :
...Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan yang
dilakukan untuk tujuan perpajakan selanjutnya dikapitalisasi sebagai tambahan
IA
modal disetor, maka selisih lebih tersebut merupakan saham bonus kepada
pemegang saham sebesar persentase penyetoran pada anak perusahaan.
Sepanjang pemberian saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran
AR
yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap tersebut tidak
melebihi selisih lebih revaluasi secara fiskal, maka pemberian saham bonus
tersebut bukan merupakan Objek Pajak atau pembayaran dividen berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan jo Pasal 1 huruf b
ET
c.5 bahwa terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi penilaian kembali aktiva tetap, Direktur Peraturan Perpajakan II
Direktorat Jenderal Pajak juga telah memberikan penegasan tertulis secara
khusus kepada Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan I dalam Surat Nomor S-
SE
K
dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama "Selisih
Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal……...
JA
ayat 2 Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal
saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
pA
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4
ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
N
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2010. Pasal 1 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam
ILA
Tahun Berjalan;
bahwa melalui surat tersebut, khususnya pada butir 2 huruf c Surat no. S-
343/WPJ.04/2016, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I memberikan
EN
- Pasal 9 ayat (1), selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di
atas nilai sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus dibukukan
dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih
IA
- Pasal 9 ayat (2), Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai
AR
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan sampai sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
bukan merupakan objek pajak;
bahwa dalam Risalah Rapat PT SGWU (Akta Nomor 7 Tanggal 19 Agustus 2010)
tanggal 19 Agustus 2010 diketahui bahwa Pemohon Banding merupakan pemilik 499
K
lembar saham dari 500 lembar saham perseroan yang telah disetor. Dengan demikian
Pemohon Banding memiliki 99,8% saham perseroan;
JA
III. Kronologis Perolehan Saham Bonus oleh Pemohon Banding
pA
1. Posisi 31 Investasi Pemohon Banding pada PT Laporan Keuangan PT
Desember SGWU (PT. SGWU) adalah sebesar SGWU per 31
2009 Rp4.046.329.000 terdiri atas modal saham Desember 2009 dan
sebesar Rp500.000.000,00 dan pinjaman per 30 Juni 2010
sebesar Rp3.546.329.000,00
N
2. 10 Mei 2010 PT SGWU telah mengajukan permohonan
ILA
Revaluasi Aktiva Tetap kepada pihak Kanwil
Jakarta Selatan.
Nilai
D
menjadi sebagai berikut :
Buku fiskal Rp 2.629.008.071
GA
sebelum penilaian
kembali
Nilai Buku fiskal Rp170.279.480.000
(Nilai pasar) setelah
penilaian
EN
PPh final atas selisih Iebih revaluasi = 10% x SSP PPh final atas
Rp167.650.471.929 = Rp16.765.047.193 selisih lebih revaluasi
PPh final sebesar Rp16.765.047.193,00 aktiva
AR
K
S- 29/PJ.312/2006, Surat Penegasan Tertulis
dari Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Peraturan Menteri
Nomor S- 590/PJ.031/2014; dan Surat Keuangan Nomor
JA
Penegasan tertulis kepada Pemohon 79/PMK.03/2008
Banding dari Kepala Kantor Wilayah DJP
Jakarta Selatan I Nomor S-343/WPJ.04/2016 Surat Dirjen Pajak
sebagaimana di jelaskan pada poin I huruf c, Nomor S-29/PJ
pA
maka atas saham bonus atau pencatatan .312/2006
tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi Surat Penegasan
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Tertulis dari Direktur
perusahaan sebesar Rp150.885.425.000 Peraturan Perpajakan II
N
bukan merupakan objek pajak. DJP Nomor S-
590/PJ.031/2014
ILA
Surat Penegasan
tertulis dari Kepala
Kantor Wilayah DJP
Jakarta Selatan I
Nomor S-
D 343/WPJ.04/2016
GA
bahwa Pemohon Banding dalam persidangan tanggal 27 Februari 2018 menyampaikan
Closing Statement Pemohon Banding Tanpa Nomor Tanggal 26 Februari 2018 sebagai
berikut:
I. MATERI SENGKETA
EN
a. Tambahan kekayaan dari penerimaan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap merupakan objek pajak dalam pengertian
AR
kembali aktiva tetap tidak termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek
pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang tetap
mempertahankan koreksi penyesuaian fiskal negatif dengan alasan penerimaan saham
SE
bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan merupakan objek pajak dalam pengertian yang luas berdasarkan Pasal 4
ayat (1) UU PPh dan tidak termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek
pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh;
K
23 Mei 2008,
d) Surat Nomor S-29/PJ.312/2006 tanggal 19 Januari 2006,
JA
e) Surat Nomor S-590/PJ.031/2014 tanggal 10 April 2014,
f) Surat Nomor S-343/WPJ.04/2016 tanggal 10 Februari 2016;
pA
2. Pasal 9 ayat (2) PMK Nomor 79/PMK.03/2008 mengatur bahwa :
“Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak”;
ILA
selanjutnya Pasal 9 ayat (3) PMK Nomor 79/PMK.03/2008 mengatur bahwa,
“Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian saham bonus atau pencatatan
tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Objek
D
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya sampai dengan sebesar
selisih penilaian kembali secara komersial”;
GA
bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding menerima saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak lebih dari
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal maupun komersial (sama) yaitu sebesar
Rp150.885.425.000,00;
EN
Keterangan Jumlah
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Rp 150.885.425.000,00*
perusahaan secara fiskal
TP
bahwa dengan demikian sesuai Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) PMK Nomor
79/PMK.03/2008 penghasilan saham bonus yang diterima oleh Pemohon Banding
tersebut seharusnya bukan merupakan objek pajak;
ET
Pendapat Terbanding
SE
K
2010 bagian kolom 3c penyesuaian fiskal negatif lainnya. Menurut Terbanding
seharusnya Penghasilan dari saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih
JA
lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sebesar Rp150.885.425.000,00
diisi pada lampiran I SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2010 bagian kolom 3a
Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang Tidak Termasuk
Objek Pajak Tetapi Termasuk Dalam Peredaran usaha;
pA
Tanggapan Pemohon Banding
N
Banding bahwa penghasilan berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sampai dengan selisih lebih
penilaian kembali secara fiskal bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan.
ILA
Dengan demikian seharusnya koreksi objek pajak penghasilan berupa saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan tersebut seharunya dibatalkan;
2. D
bahwa pada dasarnya kesalahan pengisian kolom Penyesuain Fiskal Negatif
merupakan kesalahan yang bersifat human error dimana atas koreksi negatif terkait
penghasilan berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
GA
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang seharusnya diisi dalam kolom 3a
namun diisi dalam kolom 3c. Namun secara substansi kesalahan tersebut tidak
menyebabkan perbedaan perhitungan pajak penghasilan terhutang karena baik
kolom 3a maupun 3c sama-sama berisi Penyesuaian Fiskal Negatif;
EN
bahwa karena pada Sidang Banding tanggal 16 Januari 2018 pihak Terbanding
sudah sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding bahwa penghasilan
berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
AR
aktiva tetap perusahaan sampai dengan selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan maka sengketa pajak atas masalah
tersebut seharusnya sudah tidak ada lagi;
ET
bahwa pada SPT PPh OP Pemohon Banding, terdapat 4 jenis penyesuaian fiskal
negatif, yaitu
KR
Total Rp 152.727.929.981
bahwa terhadap penyesuaian fiskal negatif atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang dilakukan oleh
Pemohon Banding dalam SPT PPh Orang Pribadi Tahun 2010 sebesar
Rp150.885.425.000,00, tidak diakui oleh Terbanding, sehingga terbanding masih
menganggap koreksi negatif dari Pemohon Banding tersebut sebagai objek sengketa;
bahwa dengan diakuinya saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan,
oleh Terbanding pada sidang tanggal 16 Januari 2018, maka sengketa tersebut
seharusnya sudah tidak ada lagi;
K
VI. KESIMPULAN
JA
1. bahwa penghasilan Pemohon Banding berupa saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bukan merupakan
objek pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam regulasi – regulasi sebagai
berikut:
pA
a) Undang-Undang nomor 7 tahun1983 stdtd Undang-Undang nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) Peraturan Pemerintah Nomor 94
tahun 2010 tanggal 30 Desember 2010,
N
b) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 yang merupakan pengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 Tanggal 30 Desember 2010 ,
ILA
c) Peraturan Menteri Keuangan No.79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008,
d) Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-29/PJ.312/2006 tanggal 19 Januari
2006,
e) Surat Penegasan Tertulis dari Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Nomor S-
590/PJ.031/2014 tertanggal 10 April 2014,
D
f) Surat Penegasan tertulis dari Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I
Nomor S-343/WPJ.04/2016 tertanggal 10 Februari 2016;
GA
bahwa dari keseluruhan regulasi tersebut, sudah sangat jelas mengatur bahwa
pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak penghasilan;
EN
2. bahwa Pemohon Banding menerima saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak lebih dari selisih lebih
penilaian kembali secara fiskal. Dengan demikian sesuai Pasal 9 ayat (2) dan Pasal
9 ayat (3) PMK Nomor 79/PMK.03/2008, penghasilan saham bonus yang berasal
TP
dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang diterima
oleh Pemohon Banding bukan merupakan objek pajak penghasilan;
3. bahwa pihak Terbanding pada sidang tanggal 16 Januari 2018 telah sependapat
IA
bahwa penghasilan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak
penghasilan;
AR
4. bahwa pada dasarnya kesalahan pengisian kolom Penyesuain Fiskal Negatif dari
yang seharusnya diisi pada kolom 3a namun diisi pada kolom 3c merupakan
kesalahan yang bersifat human error. Secara substansi kesalahan pengisian kolom
tersebut tidak menyebabkan perbedaan perhitungan pajak penghasilan terhutang
ET
bahwa sejak tahap pemeriksaan maupun tahap keberatan pihak Terbanding tidak
mempermasalahkan pengisian kolom. Yang menjadi permasalahan (sengketa pajak) adalah
KR
penentuan atas saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan sebesar Rp150.885.425.000,0 yang menurut Pemohon Banding
bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan sesuai dengan regulasi-regulasi terkait,
sedangkan menurut Terbanding merupakan Objek Pajak Penghasilan;
SE
Menurut Majelis
bahwa menurut Majelis, yang menjadi pokok sengketa banding adalah Koreksi Positif
Penyesuaian Fiskal Negatif oleh Terbanding berupa Pemberian Saham Bonus sebesar
Rp150.885.425.000,00 yang diperoleh dari Kapitalisasi Selisih Lebih Penilaian Kembali
Aktiva Tetap perusahaan yang dimiliki oleh PT SGWU (PT.SGWU), yang tidak disetujui
Pemohon Banding;
K
merupakan objek pajak; penghasilan tersebut tetap merupakan objek pajak berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai Pasal 17
JA
UU PPh;
pA
dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap PT SGWU sebesar
Rp150.885.425.000,00. Jumlah tersebut telah dicatat oleh Pemohon Banding sebagai
peningkatan aktiva dalam neraca per 19 Agustus 2010 pada akun Investasi PT SGWU;
N
bahwa berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, Terbanding dalam keberatan
berpendapat bahwa atas penerimaan saham bonus sebesar Rp150.885.425.000,00 tanpa
penyetoran tersebut adalah penghasilan yang merupakan objek pajak dengan alasan :
ILA
1. bahwa penerimaan saham bonus tersebut menyebabkan bertambahnya
kekayaan Pemohon Banding. Sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh
dinyatakan bahwa “ yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
D
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
GA
nama dan dalam bentuk apapun;
2. bahwa penerimaan saham bonus tersebut tidak termasuk dalam penghasilan yang
dikecualikan dari objek pajak yang berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, sehingga
EN
penghasilan diluar yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh
merupakan objek pajak;
bahwa Terbanding berpendapat Penerimaan Saham bonus oleh Wajib Pajak tidak secara
khusus dinyatakan dalam contoh-contoh penghasilan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai
TP
huruf s Undang-Undang PPh, sehingga termasuk dalam pengertian penghasilan secara luas,
yang tidak terbatas pada jenis penghasilan sebagaimana disebutkan pada huruf a sampai
dengan huruf s;
IA
bahwa Terbanding berpendapat, Pemohon Banding telah salah dalam memahami Pasal 4
ayat (1) huruf g Undang Undang PPh yang menyatakan bahwa pencatatan tambahan nilai
nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
AR
aktiva tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak, karena menurut Terbanding
Penghasilan tersebut tetap merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang PPh yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai dengan Pasal 17
Undang-Undang PPh;
ET
bahwa berdasarkan data dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Pemohon Banding
pada tanggal 10 Mei 2010 sesuai surat nomor SH/0321/V/2010 telah mengajukan Surat
Permohonan untuk melakukan Revaluasi;
KR
bahwa Permohonan Pemohon Banding atas Revaluasi tersebut telah disetujui oleh Pihak
Terbanding dengan Surat nomor KEP-1967/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010 dan atas
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dimaksud, Pemohon Banding telah
membayar Pajak Penghasilan yang bersifat Final sebesar Rp16.765.047.193,00 pada bulan
SE
Juli 2010 (sesuai Surat Setoran Pajak yang dilampirkan oleh Pemohon Banding);
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi sebesar Rp150.886.425.000,00 a quo
sebagai Obyek Pajak yang dilakukan oleh Terbanding karena penerimaan saham bonus oleh
Pemohon Banding yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
bukan merupakan deviden dan bukan merupakan objek pajak;
bahwa menurut Pemohon Banding, Koreksi negatif sebesar Rp150.886.425.000,00 pada
dasarnya merupakan koreksi negatif atas penghasilan berupa saham bonus yang diperoleh
dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang dimiliki oleh PT
SGWU (PT SGWU);
bahwa menurut Pemohon Banding, khusus mengenai saham bonus tanpa penyetoran yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiba tetap, perlakuan pajaknya diatur
K
dalam Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 sebagaimana telah
diganti dengan Pasal 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tanggal 30
JA
Desember 2010 yang menyebutkan bahwa: “Objek pajak berupa deviden sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak
termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam
pA
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan”;
N
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh),
ILA
diatur antara lain:
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam
Undang‐Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi
pada adanya tambahan kemampuan ekonomis...
Contoh‐contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
ET
memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh-
contoh dimaksud;...
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis
asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
SE
K
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah… (huruf a sampai dengan huruf n)...
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
JA
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang terima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
pA
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
N
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
ILA
pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. ..........;
n. ..........;
(2) Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan
tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif
pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 yang merupakan pengganti Pemerintah Nomor
TP
138 Tahun 2000 Tanggal 30 Desember 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.
Pasal 2 huruf b:
IA
Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-
Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
AR
modal; dan
b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
KR
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena
Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, mengatur antara lain:
Pasal 1 huruf b
SE
Dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan;
Penjelasan Pasal 1
Pemberian saham bonus kepada pemegang saham yang dilakukan tanpa penyetoran
termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen. Demikian pula dengan pemberian
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham. Agio saham berasal dari setoran
modal pemegang saham di atas nilai nominal saham yang diperolehnya;
K
Oleh karena itu apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang saham yang
menjadikan jumlah nilai nominal seluruh saham termasuk saham bonus yang diperolehnya
JA
lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi agio saham tersebut termasuk dalam pengertian Pembagian laba atau dividen;
Namun demikian apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang saham
pA
sehingga pemberian tersebut tidak menjadikan jumlah nilai seluruh saham (termasuk saham
bonus) yang diperoleh/dimilkinya lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham tersebut tidak termasuk dalam
pengertian pembagian laba atau dividen;
N
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian
Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, mengatur antara lain:
ILA
Pasal 9 ayat (2)
Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran
yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai
D
dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g
GA
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan;
EN
bahwa berkaitan dengan banding a quo, dalam persidangan Majelis menemukan fakta-fakta
antara lain sebagai berikut:
Pernyataan/Keterangan Terbanding:
TP
- Pada tanggal 19 Agustus 2010, diadakan Rapat Umum Luar Biasa pemegang saham PT
SGWU untuk menyetujui adanya konversi hutang kepada Pemohon Banding menjadi
saham penyertaan, dan menyetujui adanya pemberian saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan kepada Pemohon
ET
Banding. Peristiwa ini seluruhnya tertuang dalam Risalah Rapat PT SGWU Nomor 07,
sedangkan konversi hutang menjadi saham tertuang dalam Akta Perjanjian Konversi
Nomor 08 tanggal 19 Agustus 2010 dengan Notaris Ratna Sari Laksana, S.H. Akibat dari
peristiwa tersebut, struktur modal PT SGWU berubah dengan peningkatan modal saham
menjadi sebagai berikut:
KR
PT SGWU
Uraian Jumlah (Rp)
Modal Saham (awal) 500.000.000
SE
Pemohon Banding:
K
Neraca per 19/08/2010
Aktiva Kewajiban
JA
XXX
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
150.885.425.000 Ekuitas
pA
XXX XXX
XXX XXX
- Atas setoran tunai oleh Pemohon Banding sebesar Rp884.000,00 dan konversi hutang
N
menjadi modal saham sebesar Rp19.896.691.000,00 tidak mengakibatkan peningkatan
aktiva Pemohon Banding karena transaksi tersebut pada dasarnya merupakan
perpindahan pos antar aktiva dalam neraca Pemohon Banding;
ILA
- Pada tanggal 7 September 2010, diadakan pengikatan jual beli saham antara Pemohon
Banding dengan PT Jalinan Kasih Sesama, dengan harga jual saham yang disepakati
adalah sebesar Rp170.000.000.000,00. Transaksi tersebut tidak dicatat dalam
D
pembukuan dan tidak mengubah posisi keuangan Pemohon Banding;
GA
- Pada tanggal 8 dan 15 September 2010, terdapat pembayaran uang muka pembelian
saham dari PT Jalinan Kasih Sesama kepada Pemohon Banding masing-masing sebesar
Rp10.000.000.000,00 dan Rp15.000.000.000,00 yang dicatat oleh Pemohon Banding
sebagai penurunan pada akun Investasi PT SWU pada aktiva Pemohon Banding. Posisi
keuangan Pemohon Banding pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut:
EN
Pemohon Banding:
Neraca per 15/09/2010
Aktiva Kewajiban
TP
XXX
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
150.885.425.000 Ekuitas
(10.000.000.000)
IA
(15.000.000.000)
XXX XXX
XXX XXX
AR
- Pada tanggal 2 November 2010, terjadi pengalihan sisa seluruh saham PT SGWU yang
dimiliki oleh Pemohon Banding kepada PT Jalinan Kasih Sesama sebesar
Rp145.000.000.000,00, sehingga total nilai pengalihan saham yang dijual oleh Pemohon
ET
Posisi keuangan Pemohon Banding pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut:
SE
Pemohon Banding menerima saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak lebih dari selisih lebih penilaian kembali
K
secara fiskal maupun komersial (sama) yaitu sebesar Rp.150.885.425.000,00;
JA
Keterangan Jumlah
Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Rp 150.885.425.000,00*
Secara Fiskal
pA
Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Rp 150.885.425.000,00**
Secara Komersial
N
bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh dan Penjelasannya, Majelis berpendapat
bahwa prinsip pemajakan atas penghasilan dalam UU PPh mempunyai cakupan dan
pengertian yang luas, yaitu bahwa Pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan
ILA
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat
dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian
penghasilan dalam Undang‐Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari
sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Yang menjadi objek
pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
D
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
GA
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk deviden, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan selisih lebih karena penilaian kembali Aktiva Tetap;
bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (3), Majelis berpendapat bahwa terdapat penghasilan
EN
yang dikecualikan sebagai objek pajak secara jelas, termasuk di dalamnya bantuan atau
sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang terima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
TP
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan harta hibahan yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
IA
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan dan warisan;
AR
bahwa berdasarkan Pasal 2 huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, Majelis
berpendapat bahwa Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi agio saham kepada pemegang
ET
saham yang telah menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang
jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak
melebihi jumlah setoran modal;
KR
bahwa berdasarkan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh, diatur secara eksplisit (tersurat)
bahwa (1) Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali
aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya
dengan penghasilan karena perkembangan harga, dan (2) Atas selisih penilaian kembali
SE
aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan
Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);
bahwa berdasarkan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh, Majelis berpendapat bahwa Menteri
Keuangan diberikan kewenangan oleh UU mengatur ketentuan tentang penilaian kembali
aktiva dan penerapan pajak atas selisih penilaian kembali aktiva dengan tarif pajak tersendiri
sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
UU PPh;
bahwa Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UU telah
mengatur ketentuan tentang penilaian kembali aktiva dan penerapan pajak atas selisih
penilaian kembali aktiva dengan tarif pajak tersendiri, yaitu dengan Peraturan Menteri
K
Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, yang di dalamnya (Pasal 9 ayat (2) mengatur:
JA
- Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan
pA
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun
N
Berjalan;
bahwa dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh,
ILA
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 a quo, Majelis berpendapat Pemberian saham bonus
atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri, baik orang pribadi atau Badan, yang berasal dari
D
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang
GA
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 jo. Pasal 2 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010;
EN
bahwa selain itu Terbanding (Dirjen Pajak) dalam pasal 4 huruf c Surat Direktur Jenderal
Pajak Nomor S-29/PJ.312/2006 menegaskan bahwa pemberian saham bonus atau
pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sampai dengan sebesar selisih
lebih penilaian kembali secara fiskal tersebut dalam pasal 5 ayat (1), bukan merupakan
TP
Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan jo
Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000;
bahwa Majelis menemukan fakta bahwa pada tanggal 19 Agustus 2010, diadakan Rapat
IA
Umum Luar Biasa pemegang saham PT SGWU untuk menyetujui adanya konversi hutang
kepada Pemohon Banding menjadi saham penyertaan, dan menyetujui adanya pemberian
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
AR
PT SGWU
ET
bahwa berdasarkan fakta tersebut, Majelis menemukan fakta bahwa Selisih Lebih Karena
penilaian kembali aktiva tetap oleh PT SGWU adalah sebesar Rp.150.885.425.000,00;
bahwa Terbanding dan Pemohon Banding dalam persidangan juga menyatakan Pemohon
Banding mencatat peningkatan aktiva dalam neracanya sebesar Rp.150.885.425.000,00
sebagai akibat dari diperolehnya saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih penilaian kembali aktiva tetap;
bahwa menurut Terbanding, Jumlah tersebut dicatat sebagai penambahan pada akun
Investasi PT SGWU, sehingga posisi keuangan Pemohon Banding menjadi sebagai berikut:
Pemohon Banding:
Neraca per 19/08/2010
K
Aktiva Kewajiban
XXX
JA
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
150.885.425.000 Ekuitas
XXX XXX
pA
XXX XXX
bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat bahwa pemberian saham bonus atau
pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi
N
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan oleh PT SGWU kepada Pemohon
Banding sebesar Rp.150.885.425.000,00 adalah memang sama sebesar selisih lebih
penilaian kembali secara fiskal tersebut, yaitu Rp.150.885.425.000, sehingga sudah sesuai
ILA
dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 a quo;
bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat pemberian saham bonus atau pencatatan
D
tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan oleh PT SGWU kepada Pemohon Banding
sebesar Rp.150.885.425.000,00 atau senilai selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
GA
tersebut, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-
Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas
EN
perolehan Saham Bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan sebesar Rp150.885.425.000,00 tidak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku; Oleh karenanya tidak dapat dipertahankan;
Menimbang
IA
Mengingat
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
Memutuskan
K
Nomor: 00023/205/10/014/15 tanggal 23 Desember 2015, atas nama Drs. SH, dengan
perhitungan sebagai berikut :
JA
Penghasilan Netto (Rugi) Rp (1.318.086.393)
Kompensasi Kerugian Rp 0
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 0
pA
Penghasilan Kena Pajak Rp 0
Pajak Penghasilan (PPh) Terutang Rp 0
Kredit Pajak Rp 0
PPh Kurang/(Lebih) Bayar Rp 0
N
Sanksi Administrasi Rp 0
Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar Rp 0
ILA
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam
persidangan dicukupkan pada hari Selasa, tanggal 27 Februari 2018 oleh Hakim Majelis XXA
Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
Masdi,S.E., M.Si.
Gunawan Setiyaji, M.Stud.,Ak.,CA.
D
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota ,
GA
Drs. Uming, M.Si. sebagai Hakim Anggota ,
dengan dibantu oleh
Haryono,Ak., M.A. sebagai Panitera Pengganti.
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa,
EN
tanggal 28 Agustus 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dan
tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.
TP
IA
AR
ET
KR
SE