Anda di halaman 1dari 42

Nomor Berkas : 15-095942-2012

Jatuh Tempo : 19 Agustus 2016

Putusan Nomor : PUT–112583.14/2010/PP/M.XXA Tahun 2018

Jenis Pajak : PPh OP

Tahun Pajak : 2010

K
Pokok Sengketa : koreksi atas Penghasilan Neto Tahun Pajak 2010 Tahun Pajak 2010
berupa koreksi positif penyesuaian fiskal negatif atas Pemberian
Saham Bonus sebesar Rp150.885.425.000,00 yang tidak disetujui

JA
Pemohon Banding;

pA
Menurut Terbanding

bahwa berdasarkan Risalah Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, diketahui bahwa


Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi negatif peredaran usaha sebesar
Rp150.885.425.000,00 dengan alasan karena pemberian saham bonus sebesar

N
Rp150.885.425.000,00 merupakan pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih Iebih penilaian kembali aktiva tetap

ILA
perusahaan yang bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU
PPh;

bahwa berdasarkan Risalah Rapat PT SGWU Nomor 07 dan General Ledger, diketahui
bahwa pada tanggal 19 Agustus 2010 Pemohon Banding memperoleh tambahan kekayaan
D
yang bersumber dari penerimaan saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap PT SGWU sebesar
GA
Rp150.885.425.000,00. Jumlah tersebut dicatat oleh Pemohon Banding sebagai peningkatan
aktiva dalam neraca per 19 Agustus 2010 pada akun Investasi PT SGWU;

bahwa berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, Terbanding dalam keberatan


berpendapat bahwa atas penerimaan saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
EN

kapitalisasi selisih Iebih penilaian kembali aktiva tetap PT SGWU sebesar


Rp150.885.425.000,00 adalah penghasilan yang merupakan objek pajak dengan alasan
sebagai berikut:
TP

1) Penerimaan saham bonus tersebut menyebabkan bertambahnya kekayaan Pemohon


Banding. Sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PPh, dinyatakan bahwa “Yang menjadi objek pajak
adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
IA

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk... (huruf a sampai
dengan huruf s)”;
AR

2) Penerimaan saham bonus tersebut tidak termasuk dalam penghasilan yang


dikecualikan dari objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, sehingga
penghasilan di luar yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh merupakan objek pajak;
ET

bahwa penerimaan saham bonus oleh pemohon banding bukan termasuk dalam jenis
penghasilan berupa dividen. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 huruf b PP Nomor 19
Tahun 2009 yang menyatakan bahwa "Dalam menghitung penghasilan berupa dividen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan
KR

tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1) UU PPh", dan Pasal 9 ayat (2) PMK Nomor 79/PMK.03/2008 yang menyatakan bahwa
"Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran
yang berasal dari kapitalisasi selisih Iebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai
SE

dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh";

bahwa kalimat “bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh”
berarti bahwa objek pajak tersebut “bukan merupakan dividen”. Oleh karena penerimaan
saham bonus oleh Wajib Pajak bukan merupakan dividen, maka atas penghasilan tersebut
termasuk dalam objek pajak yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai Pasal 17
UU PPh;

bahwa atas alasan keberatan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa pencatatan
tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih Iebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal
4 ayat (1) huruf g UU PPh, Terbanding dalam keberatan berpendapat bahwa Pemohon

K
Banding salah dalam memahami ketentuan tersebut;

JA
bahwa maksud dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 jo. Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.03/2008 adalah bahwa atas pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dan kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap

pA
perusahaan bukan merupakan dividen, namun tidak berarti bahwa penghasilan tersebut
bukan merupakan objek pajak. Penghasilan tersebut tetap merupakan objek pajak
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai
Pasal 17 UU PPh;

N
bahwa Terbanding dalam persidangan menyampaikan dalil, argumentasi, keterangan, dan
pernyataan sebagaimana terangkum dalam Kesimpulan Akhir Tanpa Nomor Tanggal 27

ILA
Februari 2018 sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan sidang banding atas nama Pemohon Banding (NPWP -) atas
Keputusan Terbanding Nomor KEP-00109/KEB/WPJ.04/2017 tanggal 16 Maret 2017 tentang
Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pajak Penghasilan
D
Nomor 00023/205/10/014/15 tanggal 23 Desember 2015Tahun Pajak 2010, dengan ini
Terbanding sampaikan penjelasan tertulis yang merupakan satu kesatuan dengan Surat
GA
Uraian Banding Nomor S-1881/WPJ.04/2017 tanggal 31 Juli 2017, dengan ini Terbanding
sampaikan kesimpulan akhir terkait sengketa banding untuk dimuat dalam pertimbangan
Majelis Hakim Majelis XXA Pengadilan Pajak sebagai berikut :
EN

I. Pokok Sengketa

bahwa banding atas Surat Keputusan Terbanding nomor KEP-00109/KEB/WPJ.04/2017


tanggal 16 Maret 2017 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Pajak Penghasilan, dengan pokok sengketa sebagai berikut:
TP

Pokok Sengketa Banding Menurut Nilai Sengketa


Pemohon Banding Terbanding Banding
Koreksi Positif Penyesuaian Fiskal
IA

Negatif
- Pemberian Saham Bonus 150.885.425.000 0 150.885.425.000
AR

II. Kronologis Terbanding

A. Proses Pemeriksaan
ET

1. bahwa Pemohon Banding dilakukan pemeriksaan oleh KPP Pratama Jakarta


Mampang Prapatan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) nomor
PRINT-00085/WPJ.04/KP.0705/RIK.SIS/2014 tanggal 18September 2014 dengan
kriteria pemeriksaan adalah Pemeriksaan Khusus Analisis Risiko (All Taxes);
KR

2. bahwa Terbanding telah meminta peminjaman buku, catatan dan dokumen


kepada Pemohon Banding dan atas permintaan peminjaman buku, catatan dan
dokumen tersebut telah dipenuhi seluruhnya oleh Pemohon Banding;
SE

3. bahwa berdasarkan Risalah Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil


Pemeriksaan, diketahui koreksi Terbanding atas hasil pemeriksaan tersebut
adalah sebagai berikut:

Uraian Koreksi SPT Cfm. Pemeriksa Nilai Koreksi


a. Koreksi Negatif
Peredaran
Usaha, teridiri
dari:
 Kenaikan 150.885.425.000 0 (150.885.425.000)
Saham

K
Investasi
 Kerugian (1.924.810.000) (641.810.000) 1.283.000.000

JA
Investasi PT
SWU
Jumlah 148.960.615.00 (641.810.00 (149.602.425.00
0 0) 0)

pA
b. Koreksi Positif 0 149.303.425.000 0
Penghasilan
dari luar usaha
c. Koreksi Positif 152.727.929.982 1.842.504.982 150.885.425.000
atas
Penyesuaian

N
Fiskal Negatif
Total (3.767.314.982) 146.819.110.018 1.283.000.000

ILA
4. bahwa berdasarkan hal tersebut Terbanding telah membuatkan Laporan Hasil
Pemeriksaan atas Pemohon Banding dengan nomor LAP-
188/WPJ.04/KP.0705/RIK.SIS/2015 tanggal 21 Desember 2015dan telah
diterbitkan pula produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
D
(SKPKB) PPN Barang dan Jasa nomor 00023/205/10/014/15 tanggal 23
Desember 2015Tahun Pajak 2010 dengan perhitungan sebagai berikut:
GA
1. PenghasilanNetto Rp 149.567.338.607
2. PenghasilanKenaPajak Rp 149.550.178.607
3. PPhTerutang Rp 44.810.053.400
EN

4. PengembalianPPhPasal 24yangtelahdiperhtungkantahunlalu Rp 0
5. JumlahPPhTerutang Rp 44.810.053.400
6. Kredit Pajak
a. PPhditanggungpemerintah Rp 0
TP

b.  Dipotong/dipungut olehpihak lain


b.1. PPhPasal 21 Rp 0
b.2. PPhPasal 22 Rp 0
b.3. PPhPasal 23 Rp 0
b.4. PPhPasal 24 Rp 0
IA

b.5. Lain-lain Rp 0
b.6. Jumlah(b.1+b.2+b.3+b.4+b.5) Rp 0
c. Dibayar sendiri:
AR

c.1. PPhPasal 22 Rp 0
c.2. PPhPasal 25 Rp 0
c.3. PPhPasal 29 Rp 0
c.4. STP(pokok kurangbayar) Rp 0
ET

c.5. Fiskal Luar Negeri Rp 0


c.6. Lain-lain Rp 0
c.7. Jumlah(c.1+c.2+c.3+c.4+c.5+c.6) Rp 0
d. Diperhitungkan:
KR

d.1. SKPPKP Rp 0
e. JumlahPajak yangdapat dikreditkan(a+b.6+c.7+d.1) Rp 0
7. Pajak yangtidak/kurangbayar (5-6.e) Rp 44.810.053.400
8. Sanksi Administrasi:
a. BungaPasal 13(2) KUP Rp 21.508.825.632
SE

b.  KenaikanPasal 13(3) KUP Rp 0


c. BungaPasal 13(5) KUP Rp 0
d. KenaikanPasal 13AKUP Rp 0
e. KenaikanPasal 17C(5) KUP Rp 0
f. KenaikanPasal 17D(5) KUP Rp 0
g. Jumlahsanksi administrasi (a+b+c+d+e+f) Rp 21.508.825.632
9. JumlahPPhyangmasihharus dibayar (7+8.g) Rp 66.318.879.032
B. Proses Keberatan

1. bahwa terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh nomor
00023/205/10/014/15 tanggal 23 Desember 2015 Tahun Pajak 2010 tersebut,
Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal

K
Pajak melalui KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan dengan surat nomor:
001/III/2016 tanggal 21 Maret 2016 dan telah diterima oleh KPP Pratama Jakarta

JA
Mampang Prapatan berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD)
nomor PEM:01001790\0014\mar\2016 tanggal 21 Maret 2016;

pA
2. bahwa adapun pokok sengketa yang diajukan keberatan oleh Pemohon Banding
dalam surat keberatannya terkait dengan koreksi Terbanding adalah sebagai
berikut:

Menurut Wajib
Menurut Surat Jumlah yang

N
Pajak (sesuai
No. Uraian Ketetapan Pajak diajukan keberatan
surat keberatan)
(Rp) (Rp)
(Rp)

ILA
1 Penghasilan Bruto atau Peredaran Usaha/Bruto 151.196.378.863 1.593.953.863 (149.602.425.000)
2 Harga Pokok Penjualan 0 0 0
3 Penghasilan Bruto atau Laba Bruto (1-2) 151.196.378.863 1.593.953.863 (149.602.425.000)
4 Pengurang Penghasilan Bruto atau Biaya Usaha 1.062.241.295 1.062.241.295 0
5
6
Penghasilan Neto Dalam Negeri (3-4)
Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya
a. Penghasilan dari luar usaha
D 150.134.137.568

0
531.712.568 (149.602.425.000)

149.603.425.000 149.603.425.000
GA
b.  Penghasilan jasa/pekerjaan bebas 0 0 0
c.  Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan 0 0 0
d.  Lain-lain 0 0 0
e.  Jumlah (a+b+c+d) 0 149.603.425.000 149.603.425.000
7 Fasilitas penanaman modal berupa pengurangan penghasilan neto 0 0 0
EN

8 Penyesuaian Fiskal 0 0 0
a. Penyesuaian Fiskal Positif 632.896.021 1.274.706.021 641.810.000
b.  Penyesuaian Fiskal Negatif 152.727.929.982 1.842.504.982 (150.885.425.000)
c.  Jumlah (a-b) (152.095.033.961) (567.798.961) 151.527.235.000
TP

9 Penghasilan Neto Luar Negeri 0 0 0


10 Jumlah Penghasilan Neto (5+6.e-7+8.c+9) (1.960.896.393) 149.567.338.607 151.528.235.000
11 Zakat/sumbangan keagamaan yang bersifat wajib 0 0 0
12 Kompensasi kerugian 0 0 0
13 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 17.160.000 17.160.000 0
IA

14 Penghasilan Kena Pajak (10-11-12-13) (1.978.056.393) 149.550.178.607 0


15 PPh Terutang (tarif x14) 0 44.810.053.400 44.810.053.400
16 Pengembalian PPh Pasal 24 yang telah diperhitungkan tahun lalu 0 0 0
AR

17 Jumlah PPh Tarutang (15+16) 0 44.810.053.400 44.810.053.400


18 Kredit Pajak 0 0 0
19 Pajak yang tidak/kurang dibayar (17-18) 0 44.810.053.400 44.810.053.400
20 Sanksi Administrasi :
a.  Bunga Pasal 13 (2) KUP 21.508.825.632 21.508.825.632
ET

b.  Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 0 0


c.  Bunga Pasal 13 (5) KUP 0 0
d.  Kenaikan Pasal 13 AKUP 0 0
e.  Kenaikan Pasal 17C (5) KUP 0 0
KR

f. Kenaikan Pasal 17D (5) KUP 0 0


g. Jumlah (a+b+c+d+d+e+f) 21.508.825.632 21.508.825.632
21 Jumlah PPh yang masih harus dibayar (19+20.g) 0 66.318.879.032 66.318.879.032
Penjelasan atas Rincian pokok sengketa yang diajukan keberatan:
SE

Uraian Koreksi SPT Cfm. Nilai Diajukan


Pemeriksa Keberatan
a. Koreksi Negatif
Peredaran Usaha,
teridiri dari:
 Kenaikan Saham 150.885.425.000 0 (150.885.425.000)
Investasi
(1.924.810.000) (641.810.000) 1.283.000.000
 Kerugian Investasi
PT SWU
Jumlah 148.960.615.00 (641.810.00 (149.602.425.000)
0 0)
b. Koreksi Positif 0 149.603.425.00 149.603.425.000
Penghasilan dari luar 0

K
usaha
c. Koreksi Positif atas 152.727.929.982 1.842.504.982 150.885.425.000
Penyesuaian Fiskal

JA
Negatif

3. bahwa berdasarkan permohonan Pemohon Banding tersebut, Terbanding pada

pA
Kanwil DJP Jakarta Selatan I telah meminta peminjaman buku, catatan, data dan
informasi yang pertama kepada Pemohon Banding dengan surat nomor S-
5412/WPJ.04/2016 tanggal 22Desember 2016 dan semua data atau dokumen
yang dimintakan oleh Terbanding telah dipenuhi oleh Pemohon Banding;

N
4. bahwa Terbanding telah menyampaikan Daftar Hasil Penelitian Keberatan dengan
hasil penelitian sebagai berikut:

ILA
Uraian Koreksi SPT Cfm. Pemeriksa Cfm Tim Peneliti Nilai Selisih
Keberatan SPT -
Keberatan
a. Peredaran Usaha 151.196.378.863 1.593.953.863 151.196.378.863 0
b. Koreksi Positif
Penghasilan dari
luar usaha
0 D
149.603.425.000 0 0
GA
c. Koreksi Positif 152.727.929.982 1.842.504.982 1.842.504.982 150.885.425.000
atas Penyesuaian
Fiskal Negatif

5. bahwa berdasarkan penelitian atas data pada Laporan Penelitian Keberatan


EN

nomor LAP-656/WPJ.04/2017 tanggal 16 Maret 2017, alasan atas dasar hasil


penelitian adalah sebagai berikut:

a. Peredaran Usaha
TP

1) bahwa Terbanding berpendapat bahwa atas penerimaan saham bonus


sebesar Rp150.885.425.000,00 tersebut merupakan tambahan kekayaan
atau adanya tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh
IA

Pemohon Banding, sehingga atas penambahan kekayaan tersebut


menurut Terbanding merupakan penghasilan yang termasuk dalam
kelompok atau komponen objek pajak sebagai dimaksud dalam Pasal 4
AR

ayat (1) UU PPh serta pemberian saham bonus tersebut tidak masuk
dalam lingkup bukan objek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat
(3) UU PPh;

2) bahwa fakta lain bahwa berdasarkan penelitian atas elemen / lampiran


ET

SPT Tahunan PPh OP Tahun Pajak 2010 khususnya lampiran 1770-I


Angka 3, Pemohon Banding justru melakukan koreksi fiskal negatif bukan
pada bagian atau pos 3a yaitu Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final
Dan Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak Tetapi Termasuk
KR

Dalam Peredaran Usaha, tetapi justru melaporkan dalam bagian 3c yaitu


Fiskal Negatif Lainnya, hal tersebut tentunya sangat berbeda dengan
pendapat dari Pemohon banding yang menyatakan bahwa atas pemberian
saham bonus tersebut bukan merupakan objek pajak;
SE

b. Penghasilan Dalam Negeri Lainnya

bahwa Terbanding melakukan koreksi atas penghasilan dalam negeri lainnya,


dimana menurut Terbanding bahwa atas penjualan saham yang dimiliki oleh
Pemohon Banding kepada PT JKS masih terdapat rugi dimana perhitungan
atas nilai perolehan saham adalah saham awal + saham bonus, sehingga nilai
keseluruhan saham yang sesungguhnya adalah sebesar
Rp171.282.000.000,00 dan Pemohon Banding mengalami rugi atas penjualan
saham tersebut karena nilai jualnya saham tersebut adalah sebesar
Rp170.000.000.000,00 (rugi Rp1.282.000.000,00);

c. Penyesuaian Fiskal Negatif

K
bahwa Terbanding dalam Laporan Penelitian Keberatannya, menyampaikan

JA
bahwa dikarenakan atas pemberian saham bonus tersebut adalah
penghasilan yang merupakan objek pajak, maka Pemohon Banding tidak
perlu lagi melakukan koreksi fiskal negatif lainnya sebesar
Rp150.885.425.000,00

pA
6. bahwa mengingat tidak terdapat data ataupun dokumen baru yang disampaikan
oleh Pemohon Banding dalam tanggapan secara tertulisnya dan tanggapan
Pemohon Banding pada intinya adalah sama dengan alasan Pemohon Banding

N
dalam surat keberatannya, maka Terbanding tetap mempertahankan hasil
penelitian keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar nomor
00023/205/10/014/15 tanggal 23 Desember 2015 Tahun Pajak 2010 dengan

ILA
diterbitkan Surat Keputusan Terbanding nomor KEP-00109/KEB/WPJ.04/2017
tanggal 16 Maret 2017 sebagaimana telah dituangkan dalam Laporan Penelitian
Keberatan Nomor LAP-656/WPJ.04/2017 tanggal 16 Maret 2017 dengan
putusan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding dan
D
mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar dengan perhitungan
jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:
GA
Uraian Semula Ditambah / Menjadi
(Dikurangi)
Penghasilan Netto 149.567.338.607 0 149.567.338.607
Kompensasi Kerugian 0 0 0
Penghasilan Tidak Kena 17.160.000 0 17.160.000
EN

Pajak
Penghasilan Kena Pajak 149.550.178.607 0 149.550.178.607
PPh Terutang 44.810.053.400 0 44.810.053.400
Kredit Pajak 0 0 0
TP

PPh Kurang / (Lebih) 44.810.053.440 0 44.810.053.440


Bayar
Sanksi Administrasi 21.508.825.632 0 21.508.825.632
Jumlah Pajak Y.M.H / 66.318.879.032 0 66.318.879.032
(Lebih) Dibayar
IA

C. Proses Banding
AR

1. bahwa terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-00109/KEB/WPJ.04/2017


tersebut, Pemohon Banding mengajukan upaya hukum berupa permohonan
banding kepada Pengadilan Pajak dengan surat Tanpa Nomor tanggal 4 Mei
2017 yang diterima oleh Pengadilan Pajak tanggal 5 Mei 2017;
ET

2. bahwa dalam alasan permohonan bandingnya, Pemohon banding tidak setuju


atas hasil penelitian Terbanding yang menolak atau tidak mengabulkan
permohonan keberatan Pemohon Banding dan tetap mempertahankan jumlah
KR

pajak yang masih harus dibayar. Adapun pokok sengketa banding yang diajukan
oleh Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

Uraian Cfm. SKPKB Cfm. Cfm. Pemohon Nilai Diajukan


Koreksi Keputusan Banding Banding
SE

Keberatan
a. Koreksi Positif 1.842.504.982 1.842.504.982 152.727.929.982 150.885.425.000
atas
Penyesuaian
Fiskal Negatif

3. bahwa berdasarkan surat banding dari Pemohon banding tersebut diatas, dapat
disampaikan bahwa Pemohon Banding tidak mengajukan banding atas
koreksi Terbanding, yaitu :

a. Hasil Penelitian Keberatan atas Peredaran Usaha sebesar


Rp151.196.378.863,00; dan

b. Hasil Penelitian Keberatan atas Penghasilan Dari Luar Usaha sebesar Rp0,00;

K
III. Pendapat Pemohon Banding

JA
1. bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Ayat 1 huruf g Undang- Undang Nomor 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36

pA
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) diatur bahwa :

“Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang
polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota
koperasi;

N
Termasuk dalam pengertian dividen adalah pemberian saham bonus yang dilakukan

ILA
tanpa peyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham”;

bahwa berdasarkan peraturan tersebut dapat dijelaskan bahwa saham bonus


merupakan salah satu bentuk dividen menurut Penjelasan Pasal 4 Ayat 1 huruf g UU
PPh;
D
2. bahwa koreksi negatif sebesar Rp150.886.425.000,00 pada dasarnya merupakan
GA
koreksi negatif atas penghasilan berupa saham bonus yang diperoleh Pemohon
Banding dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang
dimiliki oleh PT. SGWU (PT.SGWU);

bahwa kemudian khusus mengenai saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
EN

kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap, perlakuan pajaknya diatur
salam Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 sebagaimana
telah diganti dengan Pasal 2 hueuf b Peraturan pemerintah Nomor 94 Tahun 2010
(PP 94) tanggal 30 Desember yang menyebutkan bahwa :
TP

“Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g
Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian
kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-
IA

Undang Pajak Penghasilan”;

3. Ketentuan PP 94 Tahun 2010 di atas telah diperkuat dengan Pasal 9 ayat 2 Peraturan
AR

Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian


Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan yang mengatur sebagai
berikut :
ET

“Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan
KR

Pasal 4 ayat (10 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000 tentang Penghitungan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan
Dalam Tahun Berjalan”;
SE

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, secara jelas diatur bahwa saham bonus yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap bukan merupakan
objek pajak penghasilan;

4. bahwa Terbanding juga telah menerbitkan surat Nomor S-29/PJ.312/2006 Tanggal 19


Januari 2006 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Selisih Lebih Revaluasi
Aktiva Tetap Anak Perusahaan dimana pada butir 6 huruf b mengatur sebagai berikut:

“... Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan yang
dilakukan untuk tujuan perpajakan selanjutnya dikapitalisasi sebagai tambahan modal
disetor, maka selisih lebih tersebut merupakan saham bonus kepada pemegang
saham sebesar persentase penyetoran pada anak perusahaan. Sepanjang

K
pemberian saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap tersebut tidak melebihi selisih lebih

JA
revaluasi secara fiskal, maka pemberian saham bonus tersebut bukan merupakan
Objek Pajak atau pembayaran dividen berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-
Undang Pajak Penghasilan jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000. Dengan demikian, saham bonus atau tambahan modal yang berasal

pA
dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap anak perusahaan secara fiskal
bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan atau pembayaran dividen bagi
pemegang saham”;

N
bahwa berdasarkan Surat Penegasan Direktur Jenderal Pajak tersebut secara tegas
dijelaskan bahwa saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal
dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap bukan merupakan Objek Pajak

ILA
Penghasilan sepanjang tidak melebihi revaluasi secara fiskal;

5. bahwa terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi penilaian kembali aktiva tetap, Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat
D
Jenderal Pajak juga telah memberikan penegasan tertulis secara khusus kepada
Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan I dalam Surat Nomor S-590/PJ.031/2014
tertanggal 10 April 2014 tentang perlakuan saham bonus yang berasal dari
GA
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap yang bukan merupakan objek
pajak penghasilan;

bahwa pada butir 4 huruf d Surat Nomor S-590/PJ.031/2014 Direktur Peraturan


EN

Perpajakan II menjelaskan hal-hal sebagai berikut :

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tentang penilaian


kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan diatur antara lain : (d) Pasal
9
TP

ayat (1)

Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nalai sisa buku
IA

komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan
modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan
AR

Tanggal..........”;

ayat (2)

Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
ET

penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan, sampai dengan selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan
Pasal 4 ayat (10 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
KR

Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-


Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000 tentang Penghitungan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan
Dalam Tahun Berjalan”;
SE

6. bahwa selanjutnya berdasarkan penegasan tertulis dari Direktur Peraturan


Perpajakan II tersebut, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I yang ditujukan
langsung kepada Pemohon Banding terkait dengan perlakuan pajak atas saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap melalui
Surat Nomor S-343/WPJ.04/2016 tertanggal 10 Februari 2016;
bahwa melalui surat tersebut, khusus pada butir 2 huruf c Surat Nomor
S-343/WPJ.04/2016 Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I memberikan
penegasan sebagai berikut :

Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tentang


Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan diatur sebagai

K
berikut :

JA
Pasal 9 ayat (1), Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai
sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus dibukukan dalam neraca komersial pada
perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap

pA
Perusahaan Tanggal..........”;

Pasal 9 ayat (2), Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal
saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali

N
aktiva tetap perusahaan, sampai dengan selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

ILA
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000 tentang Penghitungan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan
Dalam Tahun Berjalan”;
D
bahwa selanjutnya pada Butir 3 huruf c Surat Nomor S-343/WPJ.04/2016 ditegaskan
kembali bahwa :
GA
Pemberian saham bonus atau pencatatan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
sampai dengan selisih lebih penilaian kembali secara fiskal bukan merupakan objek
EN

pajak.

bahwa berdasarkan surat penegasan Kepala Kanwil tersebut sudah sangat jelas
bahwa pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham
tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
TP

tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak baik objek sesuai Pasal 4 ayat (1)
UU PPh;

bahwa dengan demikian, pendapat Terbanding yang menyebutkan bahwa


IA

penerimaan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi lebih penilaian kembali aktiva
tetap tidak termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh dan tidak termasuk dalam penghasilan berupa
AR

dividen berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh melainkan merupakan objek
pajak dalam pengertian yang luas berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah
sangat tidak benar;

7. Kesimpulan
ET

bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tanggal 30


Desember 2010, Peraturan Menteri Keuangan No.79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei
2008, Surat Dirjen Pajak Nomor S-29/PJ.312/2006 Tanggal 19 Januari 2006, Surat
KR

Penegasan Tertulis dari Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Nomor S-


590/PJ.031/2014 tertanggal 10 April 2004, dan Surat Penegasan tertulis dari Kepala
Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I Nomor S-343/WPJ.04/2016 tertanggal 10
Februari 2016, sudah sangat jelas bahwa pemberian saham bonus yang berasal dari
SE

kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap bukan merupakan objek pajak
penghasilan;

bahwa pendapat Terbanding yang mengatakan bahwa saham bonus yang berasal
dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap merupakan objek pajak
dalam pengertian yang luas adalah sangat tidak benar dan tidak berdasar;
bahwa dengan demikian, penyesuaian fiskal negatif yang dilakukan oleh Pemohon
Banding sebesar Rp150.885.425.000,00 atas penghasilan berupa saham bonus yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap adalah telah benar
dan telas sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, koreksi
Terbanding atas penyesuaian fiskal negatis sebesat Rp150.885.425.000,00
seharusnya dibatalkan;

K
IV. Penjelasan Terbanding

JA
A. Koreksi Positif Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp150.885.425.000,00;

pA
1. Dasar Hukum

a. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009

N
Pasal 12 Ayat 3

ILA
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang;

Pasal 13 ayat (1)


D
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
GA
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam
hal-hal sebagai berikut:

a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang


EN

terutang tidak atau kurang dibayar;


b. ..;
c. ..;
d. ..;
TP

e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a);
IA

Pasal 13 ayat (2)

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
AR

Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
ET

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008, mengatur antara lain:
KR

Pasal 4 ayat (1)

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan


SE

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk… (huruf a sampai
dengan huruf s);

Penjelasan Pasal 4 ayat (1)


Undang‐Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam
pengertian yang luas, yaitu bahwa Pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan ekonomis yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun
asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan
Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang‐Undang ini tidak

K
memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya
tambahan kemampuan ekonomis;

JA
Contoh‐contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan
untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak
terbatas pada contoh-contoh dimaksud;

pA
Pasal 4 ayat (1) huruf g

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan

N
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,

ILA
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

D
Memori Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau


GA
pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang
diperoleh anggota koperasi.Termasuk dalam pengertian dividen adalah:

1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan


EN

nama dan dalam bentuk apapun;


2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor;
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
TP

4) pembagian laba dalam bentuk saham;


5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham
IA

oleh perseroan yang bersangkutan;


7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,
AR

kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal
dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
ET

9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;


10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham
KR

yang dibebankan sebagai biaya perusahaan;

Pasal 4 ayat (3)


SE

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah… (huruf a sampai dengan huruf n).

c. Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan


Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun
Berjalan, mengatur antara lain:

Pasal 1 huruf b
Dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak termasuk
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan;

K
Penjelasan Pasal 1

JA
Pemberian saham bonus kepada pemegang saham yang dilakukan tanpa
penyetoran termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen.
Demikian pula dengan pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi

pA
agio saham. Agio saham berasal dari setoran modal pemegang saham di atas
nilai nominal saham yang diperolehnya;

Oleh karena itu apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang

N
saham yang menjadikan jumlah nilai nominal seluruh saham termasuk saham
bonus yang diperolehnya lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham tersebut termasuk

ILA
dalam pengertian Pembagian laba atau dividen;

Namun demikian apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang


saham sehingga pemberian tersebut tidak menjadikan jumlah nilai seluruh
saham (termasuk saham bonus) yang diperoleh/dimilkinya lebih besar dari
D
jumlah setoran modalnya, pemberian saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi agio saham tersebut tidak termasuk dalam pengertian pembagian
GA
laba atau dividen

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian


Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, mengatur antara
EN

lain:

Pasal 9 ayat (2)

Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham


TP

tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian
kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan
merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang
IA

Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa


kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
AR

Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun


Berjalan

2. Data dan Fakta


ET

a. bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan nomor LAP-


188/WPJ.04/KP.0705/2015 tanggal 21 Desember 2015, diketahui kronologi
transaksi Pemohon Banding terkait dengan kepemilikan saham PT SGWU
KR

sebagai berikut:

Tanggal Uraian
24/11/1983 – Pemohon Banding memiliki 99,8% porsi kepemilikan saham pada PT
SE

01/01/ 2010 SGWU


10/05/2010 PT SGWU mengajukan Permohonan Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Untuk Tujuan Perpajakan
28/06/2010 Terbanding menyetujui permohonan PT SGWU dan menetapkan
penilaian kembali aktiva tetapperusahaan untuk tujuan perpajakan
19/08/2010 Rapat umum luar biasa pemegang saham PT SGWU menyetujui
adanya konversi hutang kepada Pemohon Banding menjadi saham
penyertaan, dan menyetujui adanyapemberian saham bonus yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian aktiva tetapperusahaan
kepada Pemohon Banding

07/09/2010 Pengikatan jual beli saham antara Pemohon Banding dengan PT


JKS

K
08/09/2010 Pembayaran uang muka pembelian saham dari PT JKS kepada
15/09/2010 Pemohon Banding

JA
02/11/2010 Pelunasan pembelian saham dari PT JKS kepada Pemohon Banding
Penjualan seluruh saham PT SGWU yang dimiliki oleh Pemohon
Banding kepada PT JKS sesuai akta Notaris

pA
b. bahwa berdasarkan kronologi di atas, dilakukan penelitian untuk masing-
masing transaksi beserta Posisi Keuangan Pemohon Banding terkait
dengan investasi pada PT SGWU sebagai berikut:

1) Pada tanggal 1 Januari 2010, Pemohon Banding memiliki aktiva berupa

N
investasi pada PT SGWU dengan porsi kepemilikan saham yang tetap
terhitung sejak berdirinya PT SGWU. Pemohon Banding memiliki

ILA
penyertaan saham pada PT SGWU dengan nilai nominal sebesar
Rp499.000.000,00. Pemohon Banding mencatat penyertaan saham
tersebut pada akun Investasi PT SWU pada pos aktiva dalam neraca
Pemohon Banding;

Aktiva
D
Neraca per 01/01/2010
Kewajiban
GA
XXX
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
Ekuitas
EN

XXX XXX
XXX XXX

2) Pada tanggal 10 Mei 2010, PT SGWU tempat Pemohon Banding


menanamkan investasi saham, mengajukan permohonan penilaian
TP

kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dengan surat


nomor SH/0321/V/2010. Akibat dari transaksi ini tidak mempengaruhi
jumlah penyertaan modal Pemohon Banding pada akun Investasi PT
SWU;
IA

3) Pada tanggal 28 Juni 2010, Terbanding menyetujui permohonan PT


SGWU dengan menerbitkan KEP-1967/WPJ.04/2010 tentang Penilaian
AR

Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan. Atas


peristiwa ini, aktiva PT SGWU meningkat sebesar Rp167.650.471.929,00
yang dibukukan sebagai selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap.Berdasarkan data General Ledger, Pemohon Banding tidak
ET

mencatat peningkatan aktiva sebagai akibat transaksi tersebut pada saat


itu;

4) Pada tanggal 19 Agustus 2010, diadakan Rapat Umum Luar Biasa


KR

pemegang saham PT SGWU untuk menyetujui adanya konversi hutang


kepada Pemohon Banding menjadi saham penyertaan, dan menyetujui
adanya pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih
lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan kepada Pemohon
Banding. Peristiwa ini seluruhnya tertuang dalam Risalah Rapat PT
SE

SGWU Nomor 07, sedangkan konversi hutang menjadi saham tertuang


dalam Akta Perjanjian Konversi Nomor 08 tanggal 19 Agustus 2010
dengan Notaris Ratna Sari Laksana, S.H.. Akibat dari peristiwa tersebut,
struktur modal PT SGWU berubah dengan peningkatan modal saham
menjadi sebagai berikut:

Uraian Jumlah (Rp)


Modal Saham (awal) 500.000.000
Setoran tunai 884.000
Konversi hutang menjadi Modal Saham 19.896.691.000
Selisih penilaian kembali aktiva tetap 150.885.425.000
Modal Saham (akhir) 171.283.000.000

K
c. bahwa berdasarkan peristwa tersebut, Pemohon Banding mencatat

JA
peningkatan aktiva dalam neracanya sebesar Rp150.885.425.000,00 sebagai
akibat dari diperolehnya saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih penilaian kembali aktiva tetap. Jumlah tersebut dicatat
sebagai penambahan pada akun Investasi PT SWU, sehingga posisi

pA
keuangan Pemohon Banding menjadi sebagai berikut:

Neraca per 19/08/2010


Aktiva Kewajiban
XXX

N
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX

ILA
150.885.425.000 Ekuitas
XXX XXX
XXX XXX

d. bahwa atas setoran tunai oleh Pemohon Banding sebesar Rp884.000,00 dan
D
konversi hutang menjadi modal saham sebesar Rp19.896.691.000,00 tidak
mengakibatkan peningkatan aktiva Pemohon Banding karena transaksi
GA
tersebut pada dasarnya merupakan perpindahan pos antar aktiva dalam
neraca Pemohon Banding;

e. bahwa pada tanggal 7 September 2010, diadakan pengikatan jual beli saham
EN

antara Pemohon Banding dengan PT Jalinan Kasih Sesama, dengan harga


jual saham yang disepakati adalah sebesar Rp170.000.000.000,00.
Transaksi tersebut tidak dicatat dalam pembukuan dan tidak mengubah
posisi keuangan Pemohon Banding;
TP

f. bahwa pada tanggal 8 dan 15 September 2010, terdapat pembayaran uang


muka pembelian saham dari PT Jalinan Kasih Sesama kepada Pemohon
Banding masing-masing sebesar Rp10.000.000.000,00 dan
Rp15.000.000.000,00 yang dicatat oleh Pemohon Banding sebagai
IA

penurunan pada akun Investasi PT SWU pada aktiva Pemohon Banding.


Posisi keuangan Pemohon Banding pada tanggal tersebut adalah sebagai
berikut:
AR

Neraca per 15/09/2010


Aktiva Kewajiban
XXX
ET

- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
150.885.425.000 Ekuitas
(10.000.000.000)
(15.000.000.000)
KR

XXX XXX
XXX XXX

g. bahwa pada tanggal 2 November 2010, terjadi pengalihan sisa seluruh


SE

saham PT SGWU yang dimiliki oleh Pemohon Banding kepada PT Jalinan


Kasih Sesama sebesar Rp145.000.000.000,00, sehingga total nilai
pengalihan saham yang dijual oleh Pemohon Banding adalah sebesar
Rp170.000.000.000,00 dengan total jumlah saham sebanyak 171.283
lembar. Peristiwa tersebut tertuang dalam Akta Jual Beli Saham Nomor 03
tanggal 2 November 2010 dengan Notaris Ratna Sari Laksana, S.H.. Dengan
pengalihan tersebut, maka nilai investasi Pemohon Banding pada PT SGWU
menjadi nihil. Akibat dari transaksi tersebut, Pemohon Banding mencatatkan
rugi penjualan saham PT SGWU sebesar Rp1.283.000.000,00. Posisi
keuangan Pemohon Banding pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut:

Neraca per 02/11/2010


Aktiva Kewajiban

K
XXX
- Investasi PT SGWU

JA
0 XXX
Ekuitas
XXX XXX
XXX XXX

pA
3. Pendapat Terbanding

A. Penjelasan Terkait dengan Objek dan Bukan Objek Pajak

N
1. Kedudukan Undang-undang Perpajakan dalam kaitannya dengan

ILA
kewenangan Direktorat Jenderal Pajak dalam menghimpun dana guna
pembiayaan negara dari sektor perpajakan

a. Berdasarkan Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan “Pajak dan


pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
D
dengan undang-undang”. Ketentuan ini mengamanatkan untuk
membentuk undang-undang tentang pajak sebagai undang-undang
GA
organik;

b. Sebagai tindak lanjut atas perintah Pasal 23A UUD 1945, maka
lahirlah Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sttd Undang-Undang Nomor 28
EN

Tahun 2007 (UU KUP). Undang-undang ini mengatur antara lain


ikhwal perpajakan secara utuh dan lengkap sebagai payung hukum
bagi pengaturan perpajakan di Indonesia;
TP

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan mengatur antara dalam Pasal 7 ayat (1)
yaitu Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


IA

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;


3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
AR

4) Peraturan Pemerintah;
5) Peraturan Presiden;
6) Peraturan Daerah Provinsi; dan
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
ET

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang


Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, mengatur antara lain
KR

tentang :

a. Pasal 1 angka 11 “Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh


Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
SE

dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan perpajakan;

b. Dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1), disebutkan bahwa Fungsi


Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang: b. penghasiian yang merupakan objek pajak
dan/atau bukan objek pajak.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang


Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan, mengatur antara lain:

K
1) Bahwa terkait dengan objek pajak sangat jelas diatur dalam Pasal 4

JA
ayat (1), yaitu:

“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap


tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib

pA
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, termasuk “

N
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,

ILA
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan;
c. laba usaha;
D
GA
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal;
EN

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang


saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
TP

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau


reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan,
atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
IA

sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan


keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
AR

usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut


dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
ET

seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam


pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan;
KR

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan


sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
SE

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk


dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;

K
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;

JA
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

pA
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia

N
2) Bahwa terkait dengan objek pajak sangat jelas diatur dalam Pasal 4

ILA
ayat (3), yaitu: “ Yang dikecualikan dari objek pajak adalah “:

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima


D
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
GA
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
EN

ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan


Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan,
TP

badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,


koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro
dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
IA

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,


kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
AR

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai
ET

pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau


jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
KR

kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang


diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud
SE

dalam Pasal 15;

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi


sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan


terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan
usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

K
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan

JA
badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;

pA
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

N
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

ILA
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan


komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
D
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
GA
j. dihapus;

k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal


ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
EN

didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,


dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
TP

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;


IA

l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang


ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
AR

m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga


nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang
penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
ET

sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian


dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
KR

Keuangan; dan

n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,
SE

yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan


Peraturan Menteri Keuangan;

5. Selanjutnya berdasarkan penjelasan Pasal 1 Peraturan Pemerintah


Nomor 138 Tahun 2000 jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2010 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan
Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, menjelaskan
bahwa “Pemberian saham bonus kepada pemegang saham yang
dilakukan tanpa penyetoran termasuk dalam pengertian pembagian laba
atau dividen”;

6. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas, jelas bahwa penentuan


objek dan bukan objek sudah diatur dalam Undang-Undang KUP dan

K
Pajak Penghasilan sebagaimana Terbanding sampaikan dalam uraian di
atas;

JA
B. Penjelasan Materi Terkait Dengan Pemberian Saham Bonus

pA
1. bahwa berdasarkan pendapat Pemohon Banding dalam surat
bandingnya, Pemohon Banding menyatakan bahwa pemberian saham
bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap bukan merupakan objek
pajak, dengan dasar hukum sebagai berikut:

N
a. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh, saham bonus yang

ILA
menjadi objek pajak adalah saham bonus yang merupakan dividen
saham yang berasal dari kapitalisasi saldo laba (merupakan obyek
pajak sebagai dividen).

b. Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor


D
79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, pemberian saham bonus
GA
atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran
yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian
kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan
merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g
EN

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
TP

Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam


Tahun Berjalan.

c. Berdasarkan Pasal Pasal 2 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 94


Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan
IA

Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, objek pajak


berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian
AR

saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari


kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
ET

2. bahwa berdasarkan Risalah Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,


diketahui bahwa pemohon banding tidak setuju dengan koreksi negatif
peredaran usaha sebesar Rp150.885.425.000,00 dengan alasan karena
KR

pemberian saham bonus sebesar Rp150.885.425.000,00 merupakan


pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan yang bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4
SE

ayat (1) huruf g UU PPh;

3. bahwa berdasarkan Risalah Rapat PT SGWU Nomor 07 dan General


Ledger, diketahui bahwa pada tanggal 19 Agustus 2010 Pemohon
Banding memperoleh tambahan kekayaan yang bersumber dari
penerimaan saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap PT SGWU
sebesar Rp150.885.425.000,00. Jumlah tersebut dicatat oleh Pemohon
Banding sebagai peningkatan aktiva dalam neraca per 19 Agustus 2010
pada akun Investasi PT SGWU;

4. bahwa berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, Terbanding


dalam keberatan berpendapat bahwa atas penerimaan saham bonus
tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian

K
kembali aktiva tetap PT SGWU sebesar Rp150.885.425.000,00 adalah
penghasilan yang merupakan objek pajak dengan alasan sebagai

JA
berikut:

1) Penerimaan saham bonus tersebut menyebabkan


bertambahnya kekayaan Pemohon Banding. Sesuai Pasal 4 ayat

pA
(1) UU PPh,dinyatakan bahwa “Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

N
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk… (huruf a sampai dengan huruf s)”;

ILA
2) Penerimaan saham bonus tersebut tidak termasuk dalam
penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak berdasarkan Pasal 4
ayat (3) UU PPh, sehingga penghasilan di luar yang diatur dalam
D
Pasal 4 ayat (3) UU PPh merupakan objek pajak;

5. bahwa penerimaan saham bonus oleh Pemohon Banding tidak secara


GA
khusus dinyatakan dalam contoh-contoh penghasilan dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf a sampai dengan huruf s UU PPh, sehingga termasuk dalam
pengertian penghasilan secara luas, yang tidak terbatas pada jenis
penghasilan sebagaimana disebutkan pada huruf a sampai dengan huruf
EN

s. Hal ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang
menyatakan bahwa “Undang‐Undang ini menganut prinsip pemajakan
atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa Pajak
dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yangditerima
TP

atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat


dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak
tersebut.Pengertian penghasilan dalam Undang‐Undang ini tidak
memperhatikan adanya penghasilandari sumber tertentu, tetapi pada
adanya tambahan kemampuan ekonomis”.
IA

Dalam Penjelasan selanjutnya dinyatakan bahwa “Contoh‐contoh


penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan
AR

untukmemperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak


terbatas pada contoh-contoh dimaksud”;

6. bahwa penerimaan saham bonus oleh Pemohon Banding bukan


ET

termasuk dalam jenis penghasilan berupa dividen. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 huruf b PP 138 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa
“Dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak
KR

termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran


yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UU PPh”, dan Pasal 9
ayat (2) PMK Nomor 79/PMK.03/2008 yang menyatakan bahwa
“Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal
SE

saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih


penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4
ayat (1) huruf g UU PPh”;

7. bahwa Terbanding berpendapat bahwa PMK-79/PMK.03/2008, pada


dasarnya mengatur tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan
Untuk Tujuan Perpajakan yang ditujukan kepada Wajib Pajak Badan
(perusahaan), dimana dijelaskan dalam pasal demi pasal sebagai
berikut:

Pasal 1

K
(1) Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap

JA
perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi
semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali;

pA
(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak
termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan
pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika

N
Serikat;

8. bahwa kemudian apabila terdapat selisih lebih atas penilaian kembali

ILA
aktiva tetap perusahaan diatas nilai sisa buku fiskal dikenakan PPh yang
bersifat final sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PMK-
79/PMK.03/2008;

9. D
bahwa terkait dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (2) PMK-
79/PMK.03/2008, dimana berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut
GA
adalah “Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai
nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih
lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat
EN

(1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak


Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan
TP

Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan”;

10. bahwa kalimat “pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai
nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih
lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
IA

selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak “, menurut Terbanding
adalah bahwa kalimat tersebut dapat dimaknai bahwa pemberian saham
AR

bonus bukan merupakan objek pajak karena pemberian saham bonus


tersebut dikarenakan terdapat selisih lebih atas penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal yang telah
dikenakan PPh Final, sehingga atas pemberian saham bonus atau
ET

pencatatan tambahan nominal saham bagi sisi perusahaan tidak


dikenakan pajak lagi atau bukan merupakan objek. Hal ini tentunya
agar tidak terjadi pengenaan pajak berganda atas objek yang sama
bagi sisi perusahaan Wajib Pajak Badan);
KR

11. bahwa namun, apabila disandingkin dengan ketentuan dalam memori


penjelasan Pasal 4 ayat (1) hurug g UU PPh dan Penjelasan Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, maka pemberian saham
bonus bagi sisi penerimanya merupakan pembagian laba atau
SE

dividen. Hal tersebut lebih lanjut diatur dalam ketentuan sebagai berikut:

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh Pemegang Saham atau


pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi
yang diperoleh anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah:

(1) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran


termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;

K
(2) pembagian laba dalam bentuk saham;

JA
(3) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.

bahwa penjelasan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g tersebut juga sejalan

pA
dengan penjelasan dalam Pasal 1 PP Nomor 138 Tahun 2000, yaitu
“Pemberian saham bonus kepada pemegang saham yang dilakukan
tanpa penyetoran termasuk dalam pengertian pembagian laba atau
dividen”;

N
12. bahwa atas alasan banding Pemohon Banding yang menyatakan bahwa
pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang

ILA
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1)
huruf g UU PPh, Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding
salah dalam memahami ketentuan tersebut;

D
Maksud dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 jo. Pasal 9 ayat (2)
GA
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 adalah bahwa
atas pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan bukan merupakan dividen, namun tidak berarti bahwa
penghasilan tersebut bukan merupakan objek pajak. Penghasilan
EN

tersebut tetap merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU


PPh yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai Pasal 17 UU
PPh;
TP

13. bahwa berdasarkan uraian di atas, Terbanding berpendapat bahwa


koreksi positif atas Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar
Rp150.885.425.000,00 sudah tepat, dengan alasan koreksi yang
digunakan menurut Terbanding dalam adalah bahwa penerimaan saham
bonus oleh Pemohon Banding yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
IA

penilaian kembali aktiva tetap merupakan penghasilan yang dikenakan


pajak, sehingga tidak dilakukan penyesuaian fiskal negatif atas
penghasilan tersebut;
AR

4. Informasi dan Data Tambahan Terkait Dengan Pokok Sengketa Dalam


Proses Banding
ET

a. bahwa berdasarkan penjelasan Terbanding dalam kronologis pokok sengketa


sebagaimana disampaikan oleh Terbanding tersebut diatas, Terbanding telah
melakukan koreksi terhadap Pemohon Banding dengan rincian sebagai
berikut:
KR

1) Pokok Sengketa yang diajukan keberatan

Uraian Koreksi SPT Cfm. Pemeriksa Nilai Diajukan


SE

Keberatan
a. Koreksi Negatif
Peredaran
Usaha, teridiri
dari:
 Kenaikan 150.885.425.000 0 (150.885.425.000)
Saham
Investasi
 Kerugian (1.924.810.000) (641.810.000) 1.283.000.000
Investasi PT
SWU
Jumlah 148.960.615.000 (641.810.000 (149.602.425.000)
)
b. Koreksi Positif 0 149.603.425.000 149.603.425.000

K
Penghasilan
dari luar usaha
c. Koreksi Positif 152.727.929.982 1.842.504.982 150.885.425.000

JA
atas
Penyesuaian
Fiskal Negatif

pA
2) Hasil Penelitian Keberatan

Uraian Koreksi SPT Cfm. Pemeriksa Cfm Tim Peneliti Nilai Selisih
Keberatan SPT - Keberatan
a. Peredaran Usaha 151.196.378.863 1.593.953.863 151.196.378.863 0

N
b. Koreksi Positif 0 149.603.425.000 0 0
Penghasilan dari
luar usaha

ILA
c. Koreksi Positif atas 152.727.929.982 1.842.504.982 1.842.504.982 150.885.425.000
Penyesuaian Fiskal
Negatif

D
GA
3) Pokok Sengketa yang diajukan banding

Uraian Koreksi Cfm. SKPKB Cfm. Cfm. Pemohon Nilai Diajukan


Keputusan Banding Banding
Keberatan
EN

a. Koreksi Positif 1.842.504.982 1.842.504.982 152.727.929.982 150.885.425.000


atas Penyesuaian
Fiskal Negatif

Penjelasan:
TP

1) Pemohon Banding hanya mengajukan banding atas pokok sengketa


koreksi positif atas penyesuaian fiskal negatif sebesar
Rp150.885.425.000,00;
IA

2) Sedangkan atas koreksi negatif Peredaran Usaha dan koreksi positif atas
Penghasilan Dari Luar Usaha, Pemohon Banding tidak mengajukan
banding;
AR

b. bahwa berdasarkan penelitian atas data pada Laporan Penelitian Keberatan


nomor LAP-656/WPJ.04/2017 tanggal 16 Maret 2017, alasan atas dasar hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
ET

b.1. Peredaran Usaha

1) bahwa Terbanding berpendapat bahwa atas penerimaan saham


KR

bonus sebesar Rp150.885.425.000,00 tersebut merupakan


tambahan kekayaan atau adanya tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima oleh Pemohon Banding, sehingga atas penambahan
kekayaan tersebut menurut Terbanding merupakan penghasilan
SE

yang termasuk dalam kelompok atau komponen objek pajak


sebagai dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh serta pemberian
saham bonus tersebut tidak masuk dalam lingkup bukan objek
pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh;

2) Fakta lain bahwa berdasarkan penelitian atas elemen/ lampiran SPT


Tahunan PPh OP Tahun Pajak 2010 khususnya lampiran 1770-I
Angka 3, Pemohon Banding justru melakukan koreksi fiskal negatif
bukan pada bagian atau pos 3a yaitu Penghasilan Yang
Dikenakan PPh Final Dan Penghasilan Yang Tidak Termasuk
Objek Pajak Tetapi Termasuk Dalam Peredaran Usaha, tetapi
justru melaporkan dalam bagian 3c yaitu Fiskal Negatif Lainnya,
hal tersebut tentunya sangat berbeda dengan pendapat dari

K
Pemohon banding yang menyatakan bahwa atas pemberian saham
bonus tersebut bukan merupakan objek pajak;

JA
3) bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentnag Ketentuan Umum

pA
dan Tata Cara Perpajakan, perihal terkait dengan Surat
Pemberitahuan diatur sebagai berikut:

a. Pasal 1 Angka 11

N
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran

ILA
pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta
dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan;

D
GA
b. Pasal 3 ayat (1)

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan


benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
EN

menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang


Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak;
TP

b.2. Penghasilan Dalam Negeri Lainnya

bahwa Terbanding melakukan koreksi atas penghasilan dalam negeri


IA

lainnya, dimana menurut Terbanding bahwa atas penjualan saham yang


dimiliki oleh Pemohon Banding kepada PT JKS masih terdapat rugi
dimana perhitungan atas nilai perolehan saham adalah saham awal +
AR

saham bonus, sehingga nilai keseluruhan saham yang sesungguhnya


adalah sebesar Rp171.282.000.000,00 dan Pemohon Banding
mengalami rugi atas penjualan saham tersebut karena nilai jualnya
saham tersebut adalah sebesar Rp170.000.000.000,00 (rugi
ET

Rp1.282.000.000,00);

b.3.Penyesuaian Fiskal Negatif


KR

bahwa Terbanding dalam Laporan Penelitian Keberatannya,


menyampaikan bahwa dikarenakan atas pemberian saham bonus
tersebut adalah penghasilan yang merupakan objek pajak, maka
Pemohon Banding tidak perlu lagi melakukan koreksi fiskal negatif
lainnya sebesar Rp150.885.425.000,00;
SE

c. bahwa berdasarkan penjelasan atas informasi/data tambahan dalam proses


banding tersebut dan apabila dikaitkan dengan pokok sengketa yang
diajukan banding oleh Pemohon Banding yaitu hanya atas Koreksi Positif
Penyesuaian Fiskal Negatif, maka Terbanding berpendapat bahwa pada
hakekatnya Pemohon Banding tidak konsisten dalam pengajuan bandingnya,
sehingga Terbanding berpendapat bahwa pada hakekatnya Pemohon
Banding menyetujui koreksi Terbanding bahwa pemberian saham bonus
merupakan Penghasilan yang merupakan Objek Pajak; hal tersebut juga
didukung dengan penyampaian SPT Tahunan PPh OP Pemohon Banding
untuk Tahun Pajak 2010 Lampiran 1770-I yang mencantumkan nilai
pemberian saham bonus dalam bagian/kolom 3c (Fiskal Negatif Lainnya) dan
bukan bagian/kolom 3a (Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak

K
Tetapi Termasuk Dalam Peredaran Usaha);

JA
bahwa demikian kesimpulan akhir ini disampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan
Majelis Hakim XX A Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa ini sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan mohon agar pendapat akhir Terbanding ini
dicantumkan dalam putusan Pengadilan Pajak;

pA
Menurut Pemohon Banding

bahwa sesuai dengan Surat Banding a quo, Pemohon Banding menyatakan tidak setuju

N
dengan koreksi Terbanding atas Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp150.885.425.000,00
dengan pokok-pokok penjelasan sebagai berikut:

ILA
bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Ayat 1 huruf g Undang – Undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) diatur bahwa:

D
“Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis
asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
GA
penyetoran termasuk, saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham”;

bahwa berdasarkan peraturan tersebut dapat dijelaskan bahwa saham bonus merupakan
salah satu bentuk dividen menurut Penjelasan Pasal 4 Ayat 1 huruf g UU PPh;
EN

bahwa koreksi negatif sebesar Rp150.885.425.000,00 pada dasarnya merupakan koreksi


negatif atas penghasilan berupa saham bonus yang diperoleh Pemohon Banding dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang dimiliki oleh PT
SGWU (PT SWU);
TP

bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 138 Tahun 2000 sebagaimana telah diganti dengan Pasal 2 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 (PP 94) tanggal 30 Desember 2010 dan telah diperkuat
IA

dengan Pasal 9 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei
2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, secara
jelas diatur bahwa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian
AR

kembali aktiva tetap bukan merupakan objek pajak penghasilan;

bahwa Direktur Jenderal Pajak juga telah menerbitkan surat Nomor S-29/PJ.312/2006
Tanggal 19 Januari 2006 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Selisih Lebih Revaluasi
Aktiva Tetap Anak Perusahaan dimana pada butir 6 huruf b mengatur sebagai berikut :
ET

“…Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan yang dilakukan
untuk tujuan perpajakan selanjutnya dikapitalisasi sebagai tambahan modal disetor, maka
KR

selisih lebih tersebut merupakan saham bonus kepada pemegang saham sebesar
persentase penyetoran pada anak perusahaan. Sepanjang pemberian saham bonus atau
tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi
aktiva tetap tersebut tidak melebihi selisih lebih revaluasi secara fiskal, maka
pemberian saham bonus tersebut bukan merupakan Objek Pajak atau pembayaran dividen
SE

berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan jo Pasal 1 huruf b
Peraturan Pemerintah nomor 138 TAHUN 2000. Dengan demikian, saham bonus atau
tambahan modal yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap anak
perusahaan secara fiskal bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan atau pembayaran
dividen bagi pemegang saham”;
bahwa berdasarkan Surat Penegasan Direktur Jenderal Pajak tersebut secara tegas
dijelaskan bahwa saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan
sepanjang tidak melebihi selisih lebih revaluasi secara fiskal;

bahwa terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
penilaian kembali aktiva tetap, Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak
juga telah memberikan penegasan tertulis secara khusus kepada Kepala Kanwil DJP Jakarta

K
Selatan I dalam Surat Nomor S-590/PJ.031/2014 tertanggal 10 April 2014 tentang perlakuan
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap yang

JA
bukan merupakan objek pajak penghasilan;

bahwa selanjutnya, berdasarkan penegasan tertulis dari Direktur Peraturan Perpajakan II


tersebut, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I yang ditujukan langsung kepada

pA
Wajib Pajak (Drs. SH) terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap melalui Surat Nomor S-
343/WPJ.04/2016 tertanggal 10 Februari 2016;

N
bahwa berdasarkan surat penegasan Kepala Kanwil tersebut sudah sangat jelas bahwa
Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran
yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan Bukan

ILA
Merupakan Objek Pajak baik objek sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PPh;

bahwa dengan demikian, pendapat Terbanding yang menyebutkan bahwa Penerimaan


saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap tidak
termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
D
UU PPh dan tidak termasuk dalam penghasilan berupa dividen berdasarkan Pasal 4 ayat (1)
huruf g UU PPh melainkan merupakan objek pajak dalam pengertian yang luas berdasarkan
GA
Pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah sangat tidak benar;

bahwa Pemohon Banding dalam persidangan tanggal 21 November 2017 menyampaikan


Kronologis Perolehan Saham Bonus oleh Pemohon Banding sebagai berikut:
EN

I. Definisi Saham Bonus

bahwa definisi Saham Bonus dapat dijelaskan sebagai berikut:


TP

a. Saham Bonus Menurut BAPEPAM

bahwa berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawasan Pasar Modal Nomor


KEP-35/PM/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Saham Bonus pada poin 1,
IA

menjelaskan bahwa:

Saham Bonus adalah saham yang dibagikan secara cuma-cuma kepada pemegang
AR

saham berdasarkan jumlah saham yang dimiliki;

b. Saham Bonus Menurut Aturan Perpajakan


ET

bahwa penjelasan Pasal 4 ayat 1 huruf g Undang-Undang nomor 7 tahun1983 stdtd


Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh),
mengatur bahwa:
KR

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang
polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota
koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
agio saham; dan pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
SE

c. Perlakuan Perpajakan atas Saham Bonus

c.1 bahwa menurut penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh termasuk dalam
pengertian deviden yang merupakan objek PPh adalah pemberian saham
bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal
dari kapitalisasi agio saham; dan pencatatan tambahan modal yang dilakukan
tanpa penyetoran; (butir 3 Penjelasan Pasal 4 ayat 1 huruf g UU PPh);

c.2 bahwa berdasarkan Pasal 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun


2010 yang merupakan pengganti Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 Tanggal
30 Desember 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan
Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan menjelaskan bahwa:

K
Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

JA
huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham
bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:
a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor
modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai

pA
nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus
tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan;

N
c.3 bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap

ILA
Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan menjelaskan bahwa:

Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilal nominal saham


tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
D
aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian
kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan
merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang
GA
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak don Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun
EN

Berjalan;

c.4 bahwa berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-29/PJ.312/2006


Tanggal 19 Januari 2006 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas selisih
Lebih Revaluasi Aktiva Tetap Anak Perusahaan pada butir 6 huruf b mengatur
TP

sebagai berikut :

...Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan yang
dilakukan untuk tujuan perpajakan selanjutnya dikapitalisasi sebagai tambahan
IA

modal disetor, maka selisih lebih tersebut merupakan saham bonus kepada
pemegang saham sebesar persentase penyetoran pada anak perusahaan.
Sepanjang pemberian saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran
AR

yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap tersebut tidak
melebihi selisih lebih revaluasi secara fiskal, maka pemberian saham bonus
tersebut bukan merupakan Objek Pajak atau pembayaran dividen berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan jo Pasal 1 huruf b
ET

Peraturan Pemerintah nomor 138 TAHUN 2000. Dengan demikian, saham


bonus atau tambahan modal yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
revaluasi aktiva tetap anak perusahaan secara fiskal bukan merupakan Objek
Pajak Penghasilan atau pembayaran dividen bagi pemegang saham;
KR

c.5 bahwa terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi penilaian kembali aktiva tetap, Direktur Peraturan Perpajakan II
Direktorat Jenderal Pajak juga telah memberikan penegasan tertulis secara
khusus kepada Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan I dalam Surat Nomor S-
SE

590/PJ.031/2014 tertanggal 10 April 2014 tentang perlakuan saham bonus


yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap yang
bukan merupakan objek pajak penghasilan;

bahwa pada butir 4 huruf d Surat Nomor S-590/PJ.031/2014 Direktur


Peraturan Perpajakan II menjelaskan hal-hal sebagai berikut :
Berdasarkan peraturan menteri keuangan nomor 79/PMK.03/2008 tentang
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan diatur
antara lain : (d) Pasal 9,
ayat 1 Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai
sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus dibukukan

K
dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama "Selisih
Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal……...

JA
ayat 2 Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal
saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar

pA
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4
ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

N
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2010. Pasal 1 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam

ILA
Tahun Berjalan;

c.6 bahwa berdasarkan penegasan tertulis dari Direktur Peraturan Perpajakan II


tersebut, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I membuat surat
D
penegasan yang ditujukan langsung kepada Pemohon Banding (Drs. SH)
terkait dengan perlakuan pajak atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap melalui Surat Nomor S-
GA
343/WPJ.04/2016 tertanggal 10 Februari 2016;

bahwa melalui surat tersebut, khususnya pada butir 2 huruf c Surat no. S-
343/WPJ.04/2016, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I memberikan
EN

penegasan sebagai berikut :

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan


Nomor 79/PMK.03/2008 tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
untuk tujuan perpajakan diatur bahwa :
TP

- Pasal 9 ayat (1), selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di
atas nilai sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus dibukukan
dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih
IA

Lebih Penitaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal…..”;

- Pasal 9 ayat (2), Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai
AR

nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih


lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampal dengan sebesar
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud datam
Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1)
huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
ET

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang


Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor
138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan
Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan;
KR

bahwa selanjutnya pada Butir 3 huruf c Surat Nomor S-343/WPJ.04/2016


ditegaskan kembali bahwa :
Pemberian saham bonus atau pencatatan nilai nominal saham tanpa
SE

penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan sampai sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
bukan merupakan objek pajak;

bahwa berdasarkan dengan penjelasan-penjelasan di atas sudah sangat jelas bahwa


Saham Bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
bukan merupakan objek pajak penghasilan sesuai dengan regulasi-regulasi perpajakan
yang berlaku;

II. Pemohon Banding sebagai pemegang saham PT SGWU

bahwa dalam Risalah Rapat PT SGWU (Akta Nomor 7 Tanggal 19 Agustus 2010)
tanggal 19 Agustus 2010 diketahui bahwa Pemohon Banding merupakan pemilik 499

K
lembar saham dari 500 lembar saham perseroan yang telah disetor. Dengan demikian
Pemohon Banding memiliki 99,8% saham perseroan;

JA
III. Kronologis Perolehan Saham Bonus oleh Pemohon Banding

No. Tanggal Kronologis Dokumen

pA
1. Posisi 31 Investasi Pemohon Banding pada PT Laporan Keuangan PT
Desember SGWU (PT. SGWU) adalah sebesar SGWU per 31
2009 Rp4.046.329.000 terdiri atas modal saham Desember 2009 dan
sebesar Rp500.000.000,00 dan pinjaman per 30 Juni 2010
sebesar Rp3.546.329.000,00

N
2. 10 Mei 2010 PT SGWU telah mengajukan permohonan

ILA
Revaluasi Aktiva Tetap kepada pihak Kanwil
Jakarta Selatan.

Atas permohonan revaluasi tersebut, pihak


Kanwil telah melakukan koreksi atas asset-
asset yang direvaluasi tersebut sehingga

Nilai
D
menjadi sebagai berikut :
Buku fiskal Rp 2.629.008.071
GA
sebelum penilaian
kembali
Nilai Buku fiskal Rp170.279.480.000
(Nilai pasar) setelah
penilaian
EN

Selisih Iebih Rp167.650.471.929


per fiskal

Sebagaimana tercantum dalam lampiran


Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Keputusan Direktur
TP

KEP-1967/WPJ.04/2010, tanggal 28 Juni Jenderal Pajak Nomor


2010 tentang Persetujuan Penilaian Kembali KEP-
Aktiva Tetap Perusahaaan untuk Tujuan 1967/WPJ.04/2010,
Perpajakan. tanggal 28 Juni 2010
IA

PPh final atas selisih Iebih revaluasi = 10% x SSP PPh final atas
Rp167.650.471.929 = Rp16.765.047.193 selisih lebih revaluasi
PPh final sebesar Rp16.765.047.193,00 aktiva
AR

tersebut telah dibayar oleh PT SGWU pada Tetap


bulan Juli th 2010.

Berdasarkan hal di atas, maka terdapat


selisih Iebih penilaian kembali aktiva tetap - Peraturan Menteri
ET

perusahaan sebesar Rp150.885.425.000,00 Keuangan Nomor


(Rp167.650.471.929, - Rp16.765.047.193) 79/PMK.03/2008
yang dibukukan pada perkiraan modal Tanggal 23 Mei 2008
dengan nama selisih lebih penilaian
KR

kembali aktiva tetap (Sesuai dengan - Laporan Keuangan


ketentuan Pasal 9 ayat (1) PT SGWU per 31
Peraturan Menteri Keuangan Nomor Desember 2009 dan
79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008). per 30 Juni 2010.
SE

3. 19 Selanjutnya, Drs. SH selaku Pemegang Akta Nomor 7 Tanggal


Agustus Saham PT SGWU menerima saham bonus 19 Agustus 2010)
2010 atau pencatatan tambahan nilai nominal
saham tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan sebesar
Rp150.885.425.000,00.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pasal 1 Peraturan
Nomor 138 Tahun 2000 sttd Pasal 2 huruf b Pemerintah No. 138
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun Tahun 2000 sttd
2010; Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Pasal 2 huruf b
Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008; Butir 6 Peraturan Pemerintah
huruf b Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor 94 Tahun 2010

K
S- 29/PJ.312/2006, Surat Penegasan Tertulis
dari Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Peraturan Menteri
Nomor S- 590/PJ.031/2014; dan Surat Keuangan Nomor

JA
Penegasan tertulis kepada Pemohon 79/PMK.03/2008
Banding dari Kepala Kantor Wilayah DJP
Jakarta Selatan I Nomor S-343/WPJ.04/2016 Surat Dirjen Pajak
sebagaimana di jelaskan pada poin I huruf c, Nomor S-29/PJ

pA
maka atas saham bonus atau pencatatan .312/2006
tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi Surat Penegasan
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Tertulis dari Direktur
perusahaan sebesar Rp150.885.425.000 Peraturan Perpajakan II

N
bukan merupakan objek pajak. DJP Nomor S-
590/PJ.031/2014

ILA
Surat Penegasan
tertulis dari Kepala
Kantor Wilayah DJP
Jakarta Selatan I
Nomor S-
D 343/WPJ.04/2016
GA
bahwa Pemohon Banding dalam persidangan tanggal 27 Februari 2018 menyampaikan
Closing Statement Pemohon Banding Tanpa Nomor Tanggal 26 Februari 2018 sebagai
berikut:

I. MATERI SENGKETA
EN

bahwa koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp150.885.425.000,00;

II. PENJELASAN SENGKETA ATAS KOREKSI NEGATIF SEBESAR


TP

Rp150.885.425.000,00 MENURUT TERBANDING

bahwa Terbanding mempertahankan koreksi penyesuaian fiskal negatif milik Pemohon


Banding terkait penerimaan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dengan alasan sebagai berikut:
IA

a. Tambahan kekayaan dari penerimaan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap merupakan objek pajak dalam pengertian
AR

yang luas berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh;


b. Penerimaan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian
kembali aktiva tetap tidak termasuk dalam penghasilan berupa dividen berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh;
c. Penerimaan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian
ET

kembali aktiva tetap tidak termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek
pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh;

III. PENJELASAN SENGKETA ATAS KOREKSI NEGATIF SEBESAR


KR

Rp150.885.425.000,00 MENURUT PEMOHON BANDING

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang tetap
mempertahankan koreksi penyesuaian fiskal negatif dengan alasan penerimaan saham
SE

bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan merupakan objek pajak dalam pengertian yang luas berdasarkan Pasal 4
ayat (1) UU PPh dan tidak termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek
pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh;

1. Menurut Pemohon Banding berdasarkan regulasi-regulasi terkait, penerimaan


saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak (PPh). Adapun regulasi-regulasi
yang mengatur hal tersebut adalah sebagai berikut:
a) Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh,
b) Pasal 2 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 pengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000,
c) Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tanggal

K
23 Mei 2008,
d) Surat Nomor S-29/PJ.312/2006 tanggal 19 Januari 2006,

JA
e) Surat Nomor S-590/PJ.031/2014 tanggal 10 April 2014,
f) Surat Nomor S-343/WPJ.04/2016 tanggal 10 Februari 2016;

pA
2. Pasal 9 ayat (2) PMK Nomor 79/PMK.03/2008 mengatur bahwa :

“Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal

N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak”;

ILA
selanjutnya Pasal 9 ayat (3) PMK Nomor 79/PMK.03/2008 mengatur bahwa,
“Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian saham bonus atau pencatatan
tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Objek
D
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya sampai dengan sebesar
selisih penilaian kembali secara komersial”;
GA
bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding menerima saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak lebih dari
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal maupun komersial (sama) yaitu sebesar
Rp150.885.425.000,00;
EN

Keterangan Jumlah
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Rp 150.885.425.000,00*
perusahaan secara fiskal
TP

selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Rp 150.885.425.000,00**


perusahaan secara komersial

* Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1967/WPJ.04/2010,


IA

tanggal 28 Juni 2010 tentang Persetujuan Penilaian Kembali Aktiva Tetap


Perusahaaan untuk Tujuan Perpajakan.
** Laporan Keuangan PT SGWU per 31 Desember 2009 dan per 30 Juni 2010
AR

bahwa dengan demikian sesuai Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) PMK Nomor
79/PMK.03/2008 penghasilan saham bonus yang diterima oleh Pemohon Banding
tersebut seharusnya bukan merupakan objek pajak;
ET

IV. TANGGAPAN ATAS PENDAPAT TERBANDING ATAS PERLAKUAN PAJAK


TERHADAP SAHAM BONUS YANG BERASAL DARI KAPITALISASI SELISIH LEBIH
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP PERUSAHAAN PADA SIDANG TANGGAL 16
KR

JANUARI 2018 DAN 6 FEBRUARI 2018

Pendapat Terbanding
SE

1. Pendapat Terbanding pada sidang tanggal 16 Januari 2018

Pada persidangan tanggal 16 Januari 2018, pihak Terbanding telah sependapat


bahwa penghasilan berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih
lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sampai dengan selisih lebih
penilaian kembali secara fiskal bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan;
2. Pendapat Terbanding pada sidang tanggal 6 Februari 2018

Pada sidang hari Selasa, 6 Februari 2018 Terbanding berpendapat bahwa


Pemohon Banding telah salah mengisi Penghasilan dari saham bonus yang berasal
dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sebesar
Rp150.885.425.000,00 pada lampiran I SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun

K
2010 bagian kolom 3c penyesuaian fiskal negatif lainnya. Menurut Terbanding
seharusnya Penghasilan dari saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih

JA
lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sebesar Rp150.885.425.000,00
diisi pada lampiran I SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2010 bagian kolom 3a
Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang Tidak Termasuk
Objek Pajak Tetapi Termasuk Dalam Peredaran usaha;

pA
Tanggapan Pemohon Banding

1. bahwa mengingat pihak Terbanding telah sepakat dengan argumentasi Pemohon

N
Banding bahwa penghasilan berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sampai dengan selisih lebih
penilaian kembali secara fiskal bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan.

ILA
Dengan demikian seharusnya koreksi objek pajak penghasilan berupa saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan tersebut seharunya dibatalkan;

2. D
bahwa pada dasarnya kesalahan pengisian kolom Penyesuain Fiskal Negatif
merupakan kesalahan yang bersifat human error dimana atas koreksi negatif terkait
penghasilan berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
GA
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang seharusnya diisi dalam kolom 3a
namun diisi dalam kolom 3c. Namun secara substansi kesalahan tersebut tidak
menyebabkan perbedaan perhitungan pajak penghasilan terhutang karena baik
kolom 3a maupun 3c sama-sama berisi Penyesuaian Fiskal Negatif;
EN

bahwa perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa sejak tahap pemeriksaan


maupun tahap keberatan pihak Terbanding tidak mempermasalahkan pengisian
kolom. Yang menjadi permasalahan (sengketa pajak) adalah penentuan atas
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
TP

tetap perusahaan sebesar Rp150.885.425.000,00 yang menurut Pemohon Banding


bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan sesuai dengan regulasi-regulasi terkait,
sedangkan menurut Terbanding merupakan Objek Pajak Penghasilan;
IA

bahwa karena pada Sidang Banding tanggal 16 Januari 2018 pihak Terbanding
sudah sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding bahwa penghasilan
berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
AR

aktiva tetap perusahaan sampai dengan selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan maka sengketa pajak atas masalah
tersebut seharusnya sudah tidak ada lagi;
ET

V. PERINCIAN KOREKSI NEGATIF PADA SPT PPH OP PEMOHON BANDING

bahwa pada SPT PPh OP Pemohon Banding, terdapat 4 jenis penyesuaian fiskal
negatif, yaitu
KR

1. Penghasilan dari Pendapatan sewa Rp 55.994.880 (objek PPh Final)


2. Penghasilan Jasa Giro Rp 379.997.802 (objek PPh Final)
3. Penghasilan Bunga Deposito Rp 1.406.512.299 (objek PPh Final)
4. Penghasilan Saham Bonus Rp150.885.425.000 bukan Objek
Pajak)
SE

Total Rp 152.727.929.981

bahwa terhadap penyesuaian fiskal negatif atas saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang dilakukan oleh
Pemohon Banding dalam SPT PPh Orang Pribadi Tahun 2010 sebesar
Rp150.885.425.000,00, tidak diakui oleh Terbanding, sehingga terbanding masih
menganggap koreksi negatif dari Pemohon Banding tersebut sebagai objek sengketa;
bahwa dengan diakuinya saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan,
oleh Terbanding pada sidang tanggal 16 Januari 2018, maka sengketa tersebut
seharusnya sudah tidak ada lagi;

K
VI. KESIMPULAN

JA
1. bahwa penghasilan Pemohon Banding berupa saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bukan merupakan
objek pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam regulasi – regulasi sebagai
berikut:

pA
a) Undang-Undang nomor 7 tahun1983 stdtd Undang-Undang nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) Peraturan Pemerintah Nomor 94
tahun 2010 tanggal 30 Desember 2010,

N
b) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 yang merupakan pengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 Tanggal 30 Desember 2010 ,

ILA
c) Peraturan Menteri Keuangan No.79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008,
d) Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-29/PJ.312/2006 tanggal 19 Januari
2006,
e) Surat Penegasan Tertulis dari Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Nomor S-
590/PJ.031/2014 tertanggal 10 April 2014,
D
f) Surat Penegasan tertulis dari Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I
Nomor S-343/WPJ.04/2016 tertanggal 10 Februari 2016;
GA
bahwa dari keseluruhan regulasi tersebut, sudah sangat jelas mengatur bahwa
pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak penghasilan;
EN

2. bahwa Pemohon Banding menerima saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak lebih dari selisih lebih
penilaian kembali secara fiskal. Dengan demikian sesuai Pasal 9 ayat (2) dan Pasal
9 ayat (3) PMK Nomor 79/PMK.03/2008, penghasilan saham bonus yang berasal
TP

dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang diterima
oleh Pemohon Banding bukan merupakan objek pajak penghasilan;

3. bahwa pihak Terbanding pada sidang tanggal 16 Januari 2018 telah sependapat
IA

bahwa penghasilan saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak
penghasilan;
AR

4. bahwa pada dasarnya kesalahan pengisian kolom Penyesuain Fiskal Negatif dari
yang seharusnya diisi pada kolom 3a namun diisi pada kolom 3c merupakan
kesalahan yang bersifat human error. Secara substansi kesalahan pengisian kolom
tersebut tidak menyebabkan perbedaan perhitungan pajak penghasilan terhutang
ET

karena baik kolom 3a maupun 3c sama-sama berisi Penyesuaian Fiskal Negatif;

bahwa sejak tahap pemeriksaan maupun tahap keberatan pihak Terbanding tidak
mempermasalahkan pengisian kolom. Yang menjadi permasalahan (sengketa pajak) adalah
KR

penentuan atas saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan sebesar Rp150.885.425.000,0 yang menurut Pemohon Banding
bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan sesuai dengan regulasi-regulasi terkait,
sedangkan menurut Terbanding merupakan Objek Pajak Penghasilan;
SE

Menurut Majelis

bahwa menurut Majelis, yang menjadi pokok sengketa banding adalah Koreksi Positif
Penyesuaian Fiskal Negatif oleh Terbanding berupa Pemberian Saham Bonus sebesar
Rp150.885.425.000,00 yang diperoleh dari Kapitalisasi Selisih Lebih Penilaian Kembali
Aktiva Tetap perusahaan yang dimiliki oleh PT SGWU (PT.SGWU), yang tidak disetujui
Pemohon Banding;

bahwa menurut Terbanding, koreksi sebesar Rp150.885.425.000,00 a quo sebagai Obyek


Pajak yang dilakukan oleh Terbanding telah tepat karena penerimaan saham bonus oleh
Pemohon Banding yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
memang bukan merupakan deviden, namun tidak berarti bahwa penghasilan tersebut bukan

K
merupakan objek pajak; penghasilan tersebut tetap merupakan objek pajak berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai Pasal 17

JA
UU PPh;

bahwa Terbanding menyatakan bahwa Pemohon Banding telah memperoleh tambahan


kekayaan yang bersumber dari penerimaan saham bonus tanpa penyetoran yang berasal

pA
dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap PT SGWU sebesar
Rp150.885.425.000,00. Jumlah tersebut telah dicatat oleh Pemohon Banding sebagai
peningkatan aktiva dalam neraca per 19 Agustus 2010 pada akun Investasi PT SGWU;

N
bahwa berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, Terbanding dalam keberatan
berpendapat bahwa atas penerimaan saham bonus sebesar Rp150.885.425.000,00 tanpa
penyetoran tersebut adalah penghasilan yang merupakan objek pajak dengan alasan :

ILA
1. bahwa penerimaan saham bonus tersebut menyebabkan bertambahnya
kekayaan Pemohon Banding. Sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh
dinyatakan bahwa “ yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
D
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
GA
nama dan dalam bentuk apapun;

2. bahwa penerimaan saham bonus tersebut tidak termasuk dalam penghasilan yang
dikecualikan dari objek pajak yang berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, sehingga
EN

penghasilan diluar yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh
merupakan objek pajak;

bahwa Terbanding berpendapat Penerimaan Saham bonus oleh Wajib Pajak tidak secara
khusus dinyatakan dalam contoh-contoh penghasilan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai
TP

huruf s Undang-Undang PPh, sehingga termasuk dalam pengertian penghasilan secara luas,
yang tidak terbatas pada jenis penghasilan sebagaimana disebutkan pada huruf a sampai
dengan huruf s;
IA

bahwa Terbanding berpendapat, Pemohon Banding telah salah dalam memahami Pasal 4
ayat (1) huruf g Undang Undang PPh yang menyatakan bahwa pencatatan tambahan nilai
nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
AR

aktiva tetap perusahaan bukan merupakan objek pajak, karena menurut Terbanding
Penghasilan tersebut tetap merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang PPh yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum sesuai dengan Pasal 17
Undang-Undang PPh;
ET

bahwa berdasarkan data dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Pemohon Banding
pada tanggal 10 Mei 2010 sesuai surat nomor SH/0321/V/2010 telah mengajukan Surat
Permohonan untuk melakukan Revaluasi;
KR

bahwa Permohonan Pemohon Banding atas Revaluasi tersebut telah disetujui oleh Pihak
Terbanding dengan Surat nomor KEP-1967/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010 dan atas
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dimaksud, Pemohon Banding telah
membayar Pajak Penghasilan yang bersifat Final sebesar Rp16.765.047.193,00 pada bulan
SE

Juli 2010 (sesuai Surat Setoran Pajak yang dilampirkan oleh Pemohon Banding);

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi sebesar Rp150.886.425.000,00 a quo
sebagai Obyek Pajak yang dilakukan oleh Terbanding karena penerimaan saham bonus oleh
Pemohon Banding yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
bukan merupakan deviden dan bukan merupakan objek pajak;
bahwa menurut Pemohon Banding, Koreksi negatif sebesar Rp150.886.425.000,00 pada
dasarnya merupakan koreksi negatif atas penghasilan berupa saham bonus yang diperoleh
dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang dimiliki oleh PT
SGWU (PT SGWU);
bahwa menurut Pemohon Banding, khusus mengenai saham bonus tanpa penyetoran yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiba tetap, perlakuan pajaknya diatur

K
dalam Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 sebagaimana telah
diganti dengan Pasal 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tanggal 30

JA
Desember 2010 yang menyebutkan bahwa: “Objek pajak berupa deviden sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak
termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam

pA
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan”;

bahwa berkaitan dengan banding a quo, Majelis mempertimbangkan ketentuan perundang-


undangan antara lain sebagai berikut:

N
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh),

ILA
diatur antara lain:

Pasal 4 ayat (1)


D
GA
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
EN

termasuk… (huruf a sampai dengan huruf s);


a. .................
b. ...............
...
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
TP

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

Penjelasan Pasal 4 ayat (1)


IA

Undang‐Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian


yang luas, yaitu bahwa Pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk
AR

konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam
Undang‐Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi
pada adanya tambahan kemampuan ekonomis...
Contoh‐contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
ET

memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh-
contoh dimaksud;...

Memori Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g


KR

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis
asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
SE

dalam bentuk apapun;


2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4) pembagian laba dalam bentuk saham;
5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
7) ...;

Pasal 4 ayat (3)

K
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah… (huruf a sampai dengan huruf n)...
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau

JA
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang terima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima

pA
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,

N
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara

ILA
pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. ..........;
n. ..........;

Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh:


D
GA
(1) Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva
dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya
dengan penghasilan karena perkembangan harga;
EN

(2) Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan
tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif
pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);

Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 yang merupakan pengganti Pemerintah Nomor
TP

138 Tahun 2000 Tanggal 30 Desember 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

Pasal 2 huruf b:
IA

Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-
Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
AR

penyetoran yang berasal dari:


a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau
membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang
dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran
ET

modal; dan
b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
KR

Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena
Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, mengatur antara lain:

Pasal 1 huruf b
SE

Dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan;

Penjelasan Pasal 1
Pemberian saham bonus kepada pemegang saham yang dilakukan tanpa penyetoran
termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen. Demikian pula dengan pemberian
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham. Agio saham berasal dari setoran
modal pemegang saham di atas nilai nominal saham yang diperolehnya;

K
Oleh karena itu apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang saham yang
menjadikan jumlah nilai nominal seluruh saham termasuk saham bonus yang diperolehnya

JA
lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi agio saham tersebut termasuk dalam pengertian Pembagian laba atau dividen;

Namun demikian apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang saham

pA
sehingga pemberian tersebut tidak menjadikan jumlah nilai seluruh saham (termasuk saham
bonus) yang diperoleh/dimilkinya lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham tersebut tidak termasuk dalam
pengertian pembagian laba atau dividen;

N
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian
Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, mengatur antara lain:

ILA
Pasal 9 ayat (2)

Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran
yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai
D
dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g
GA
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan;
EN

bahwa berkaitan dengan banding a quo, dalam persidangan Majelis menemukan fakta-fakta
antara lain sebagai berikut:

Pernyataan/Keterangan Terbanding:
TP

- Pada tanggal 28 Juni 2010, Terbanding menyetujui permohonan PT SGWU dengan


menerbitkan KEP-1967/WPJ.04/2010 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan
Untuk Tujuan Perpajakan. Atas peristiwa ini, aktiva PT SGWU meningkat sebesar
IA

Rp167.650.471.929,00 yang dibukukan sebagai selisih lebih penilaian kembali aktiva


tetap. Berdasarkan data General Ledger, Pemohon Banding tidak mencatat peningkatan
aktiva sebagai akibat transaksi tersebut pada saat itu;
AR

- Pada tanggal 19 Agustus 2010, diadakan Rapat Umum Luar Biasa pemegang saham PT
SGWU untuk menyetujui adanya konversi hutang kepada Pemohon Banding menjadi
saham penyertaan, dan menyetujui adanya pemberian saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan kepada Pemohon
ET

Banding. Peristiwa ini seluruhnya tertuang dalam Risalah Rapat PT SGWU Nomor 07,
sedangkan konversi hutang menjadi saham tertuang dalam Akta Perjanjian Konversi
Nomor 08 tanggal 19 Agustus 2010 dengan Notaris Ratna Sari Laksana, S.H. Akibat dari
peristiwa tersebut, struktur modal PT SGWU berubah dengan peningkatan modal saham
menjadi sebagai berikut:
KR

PT SGWU
Uraian Jumlah (Rp)
Modal Saham (awal) 500.000.000
SE

Setoran tunai 884.000


Konversi hutang menjadi Modal Saham 19.896.691.000
Selisih penilaian kembali aktiva tetap 150.885.425.000
Modal Saham (akhir) 171.283.000.000

- Pemohon Banding mencatat peningkatan aktiva dalam neracanya sebesar


Rp150.885.425.000,00 sebagai akibat dari diperolehnya saham bonus tanpa penyetoran
yang berasal dari kapitalisasi selisih penilaian kembali aktiva tetap. Jumlah tersebut
dicatat sebagai penambahan pada akun Investasi PT SGWU, sehingga posisi keuangan
Pemohon Banding menjadi sebagai berikut:

Pemohon Banding:

K
Neraca per 19/08/2010
Aktiva Kewajiban

JA
XXX
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
150.885.425.000 Ekuitas

pA
XXX XXX
XXX XXX

- Atas setoran tunai oleh Pemohon Banding sebesar Rp884.000,00 dan konversi hutang

N
menjadi modal saham sebesar Rp19.896.691.000,00 tidak mengakibatkan peningkatan
aktiva Pemohon Banding karena transaksi tersebut pada dasarnya merupakan
perpindahan pos antar aktiva dalam neraca Pemohon Banding;

ILA
- Pada tanggal 7 September 2010, diadakan pengikatan jual beli saham antara Pemohon
Banding dengan PT Jalinan Kasih Sesama, dengan harga jual saham yang disepakati
adalah sebesar Rp170.000.000.000,00. Transaksi tersebut tidak dicatat dalam
D
pembukuan dan tidak mengubah posisi keuangan Pemohon Banding;
GA
- Pada tanggal 8 dan 15 September 2010, terdapat pembayaran uang muka pembelian
saham dari PT Jalinan Kasih Sesama kepada Pemohon Banding masing-masing sebesar
Rp10.000.000.000,00 dan Rp15.000.000.000,00 yang dicatat oleh Pemohon Banding
sebagai penurunan pada akun Investasi PT SWU pada aktiva Pemohon Banding. Posisi
keuangan Pemohon Banding pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut:
EN

Pemohon Banding:
Neraca per 15/09/2010
Aktiva Kewajiban
TP

XXX
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
150.885.425.000 Ekuitas
(10.000.000.000)
IA

(15.000.000.000)
XXX XXX
XXX XXX
AR

- Pada tanggal 2 November 2010, terjadi pengalihan sisa seluruh saham PT SGWU yang
dimiliki oleh Pemohon Banding kepada PT Jalinan Kasih Sesama sebesar
Rp145.000.000.000,00, sehingga total nilai pengalihan saham yang dijual oleh Pemohon
ET

Banding adalah sebesar Rp170.000.000.000,00 dengan total jumlah saham sebanyak


171.283 lembar. Peristiwa tersebut tertuang dalam Akta Jual Beli Saham Nomor 03
tanggal 2 November 2010 dengan Notaris Ratna Sari Laksana, S.H.. Dengan pengalihan
tersebut, maka nilai investasi Pemohon Banding pada PT SGWU menjadi nihil. Akibat
KR

dari transaksi tersebut, Pemohon Banding mencatatkan rugi penjualan saham PT


SGWU sebesar Rp.1.283.000.000,00;

Posisi keuangan Pemohon Banding pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut:
SE

Neraca per 02/11/2010


Aktiva Kewajiban
XXX
- Investasi PT SGWU
0 XXX
Ekuitas
XXX XXX
XXX XXX

Pernyataan/Keterangan Pemohon Banding:

Pemohon Banding menerima saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak lebih dari selisih lebih penilaian kembali

K
secara fiskal maupun komersial (sama) yaitu sebesar Rp.150.885.425.000,00;

JA
Keterangan Jumlah
Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Rp 150.885.425.000,00*
Secara Fiskal

pA
Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Rp 150.885.425.000,00**
Secara Komersial

N
bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh dan Penjelasannya, Majelis berpendapat
bahwa prinsip pemajakan atas penghasilan dalam UU PPh mempunyai cakupan dan
pengertian yang luas, yaitu bahwa Pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan

ILA
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat
dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian
penghasilan dalam Undang‐Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari
sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Yang menjadi objek
pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
D
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
GA
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk deviden, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan selisih lebih karena penilaian kembali Aktiva Tetap;

bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (3), Majelis berpendapat bahwa terdapat penghasilan
EN

yang dikecualikan sebagai objek pajak secara jelas, termasuk di dalamnya bantuan atau
sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang terima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
TP

pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan harta hibahan yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
IA

usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan dan warisan;
AR

bahwa berdasarkan Pasal 2 huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, Majelis
berpendapat bahwa Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi agio saham kepada pemegang
ET

saham yang telah menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang
jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak
melebihi jumlah setoran modal;
KR

bahwa berdasarkan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh, diatur secara eksplisit (tersurat)
bahwa (1) Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali
aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya
dengan penghasilan karena perkembangan harga, dan (2) Atas selisih penilaian kembali
SE

aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan
Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);

bahwa berdasarkan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh, Majelis berpendapat bahwa Menteri
Keuangan diberikan kewenangan oleh UU mengatur ketentuan tentang penilaian kembali
aktiva dan penerapan pajak atas selisih penilaian kembali aktiva dengan tarif pajak tersendiri
sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
UU PPh;

bahwa Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UU telah
mengatur ketentuan tentang penilaian kembali aktiva dan penerapan pajak atas selisih
penilaian kembali aktiva dengan tarif pajak tersendiri, yaitu dengan Peraturan Menteri

K
Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, yang di dalamnya (Pasal 9 ayat (2) mengatur:

JA
- Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan

pA
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun

N
Berjalan;

bahwa dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh,

ILA
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 a quo, Majelis berpendapat Pemberian saham bonus
atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri, baik orang pribadi atau Badan, yang berasal dari
D
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang
GA
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 jo. Pasal 2 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010;
EN

bahwa selain itu Terbanding (Dirjen Pajak) dalam pasal 4 huruf c Surat Direktur Jenderal
Pajak Nomor S-29/PJ.312/2006 menegaskan bahwa pemberian saham bonus atau
pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sampai dengan sebesar selisih
lebih penilaian kembali secara fiskal tersebut dalam pasal 5 ayat (1), bukan merupakan
TP

Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan jo
Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000;

bahwa Majelis menemukan fakta bahwa pada tanggal 19 Agustus 2010, diadakan Rapat
IA

Umum Luar Biasa pemegang saham PT SGWU untuk menyetujui adanya konversi hutang
kepada Pemohon Banding menjadi saham penyertaan, dan menyetujui adanya pemberian
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
AR

perusahaan kepada Pemohon Banding, sebagaimana tertuang dalam Risalah Rapat PT


SGWU Nomor 07, sehingga struktur modal PT SGWU berubah dengan peningkatan modal
saham menjadi sebagai berikut:

PT SGWU
ET

Uraian Jumlah (Rp)


Modal Saham (awal) 500.000.000
Setoran tunai 884.000
KR

Konversi hutang menjadi Modal Saham 19.896.691.000


Selisih penilaian kembali aktiva tetap 150.885.425.000
Modal Saham (akhir) 171.283.000.000
SE

bahwa berdasarkan fakta tersebut, Majelis menemukan fakta bahwa Selisih Lebih Karena
penilaian kembali aktiva tetap oleh PT SGWU adalah sebesar Rp.150.885.425.000,00;

bahwa Terbanding dan Pemohon Banding dalam persidangan juga menyatakan Pemohon
Banding mencatat peningkatan aktiva dalam neracanya sebesar Rp.150.885.425.000,00
sebagai akibat dari diperolehnya saham bonus tanpa penyetoran yang berasal dari
kapitalisasi selisih penilaian kembali aktiva tetap;
bahwa menurut Terbanding, Jumlah tersebut dicatat sebagai penambahan pada akun
Investasi PT SGWU, sehingga posisi keuangan Pemohon Banding menjadi sebagai berikut:

Pemohon Banding:
Neraca per 19/08/2010

K
Aktiva Kewajiban
XXX

JA
- Investasi PT SWU
499.000.000 XXX
150.885.425.000 Ekuitas
XXX XXX

pA
XXX XXX

bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat bahwa pemberian saham bonus atau
pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi

N
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan oleh PT SGWU kepada Pemohon
Banding sebesar Rp.150.885.425.000,00 adalah memang sama sebesar selisih lebih
penilaian kembali secara fiskal tersebut, yaitu Rp.150.885.425.000, sehingga sudah sesuai

ILA
dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 a quo;

bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat pemberian saham bonus atau pencatatan
D
tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan oleh PT SGWU kepada Pemohon Banding
sebesar Rp.150.885.425.000,00 atau senilai selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
GA
tersebut, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-
Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas
EN

perolehan Saham Bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan sebesar Rp150.885.425.000,00 tidak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku; Oleh karenanya tidak dapat dipertahankan;

bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut, Majelis berpendapat untuk


TP

membatalkan koreksi Terbanding, atau Mengabulkan seluruh Permohonan Banding yang


diajukan oleh Pemohon Banding a quo;

Menimbang
IA

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk


mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Penghasilan
AR

Netto dihitung kembali sebagai berikut:

Uraian Menurut Menurut Majelis Koreksi


Terbanding (Rp) (Rp) Dibatalkan (Rp)
ET

a.   Penghasilan Netto (Rugi) 149.567.338.607 (1.318.086.393) 150.885.425.000


b.   Kompensasi Kerugian 0 0 0
c.   Penghasilan Tidak Kena Pajak 17.160.000 0 17.160.000
d.   Penghasilan Kena Pajak 149.550.178.607 0 149.550.178.607
KR

e.   Pajak Penghasilan (PPh) 44.810.053.400 0 44.810.053.400


Terutang
f.    Kredit Pajak 0 0 0
g.   PPh Kurang/(Lebih) Bayar 44.810.053.400 0 44.810.053.400
h.   Sanksi Administrasi 21.508.825.632 0 21.508.825.632
SE

i.    Jumlah Pajak yang Masih 66.318.879.032 0 66.318.879.032


Harus Dibayar

Mengingat

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
Memutuskan

Mengabulkan seluruhnya Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal


Pajak Nomor: KEP-00109/KEB/WPJ.04/2017 tanggal 16 Maret 2017, tentang Keberatan
Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2010

K
Nomor: 00023/205/10/014/15 tanggal 23 Desember 2015, atas nama Drs. SH, dengan
perhitungan sebagai berikut :

JA
Penghasilan Netto (Rugi) Rp (1.318.086.393)
Kompensasi Kerugian Rp 0
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 0

pA
Penghasilan Kena Pajak Rp 0
Pajak Penghasilan (PPh) Terutang Rp 0
Kredit Pajak Rp 0
PPh Kurang/(Lebih) Bayar Rp 0

N
Sanksi Administrasi Rp 0
Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar Rp 0

ILA
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam
persidangan dicukupkan pada hari Selasa, tanggal 27 Februari 2018 oleh Hakim Majelis XXA
Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Masdi,S.E., M.Si.
Gunawan Setiyaji, M.Stud.,Ak.,CA.
D
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota ,
GA
Drs. Uming, M.Si. sebagai Hakim Anggota ,
dengan dibantu oleh
Haryono,Ak., M.A. sebagai Panitera Pengganti.

Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa,
EN

tanggal 28 Agustus 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dan
tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.
TP
IA
AR
ET
KR
SE

Anda mungkin juga menyukai