Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

UJI LOGAM

Oleh :

DEMA BINTANG HERLAMBANG

18.1.03.01.0070

LABORATORIUM UJI LOGAM

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM UJI LOGAM

Laporan Praktikum Uji Logam yang disusun oleh :


Nama : DEMA BINTANG HERLAMBANG
Tingkat :IIIB
NPM : 18.1.03.01.0070

Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Praktikum Uji Logam di Program Studi Teknik Mesin
Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Kediri, . . . . . . . . . . . . . . .

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Ali Akbar, M.T

NIDN. 0001027302
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat danhidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Praktikum Ilmu Logam ini sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan.

Dalam penyusunan Laporan ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan kekeliruan yang
terjadi, serta penulis menyadari modul ini jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan
yang penulis miliki.

Penulis banyak mendapatkan dukungandan bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai
pihak.Atas segala bantuan, bimbingan, dan motivasi, serta kritik dan saran dari semua
pihak,penulis hanya dapat menyerahkan kepada Allah SWT, semoga Allah SWT
membalaskebaikannya, dan mudah-mudahan laporan ini bermanfaat.

Kediri 10 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 3
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... 4
BAB I ..................................................................................................................................... 6
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 6
A. Latar Belakang...................................................................................................................... 6
B. Batasan Masalah .................................................................................................................. 7
C. Tujuan .................................................................................................................................. 7
D. Manfaat. ............................................................................................................................... 7
BAB II .................................................................................................................................... 8
KURIKULUM .......................................................................................................................... 8
A. Pengertian Kekerasan ............................................................................................................. 8
B.Metode Pengujian Kekerasan ................................................................................................ 12
BAB III ................................................................................................................................. 18
MATERI PRAKTIKUM ........................................................................................................... 18
A . Perlakuan Panas ................................................................................................................... 18
B. Pengujian Kekerasan. ............................................................................................................ 29
1. Pendahuluan. ................................................................................................................. 29
2. Dasar teori. ..................................................................................................................... 30
3. Instruksi Praktikum......................................................................................................... 31
C. Pengujian Tarik...................................................................................................................... 32
1. Pendahuluan ..................................................................................................................... 32
2.Dasar Teoritis ..................................................................................................................... 33
3.Intruksi Praktikum .............................................................................................................. 34
BAB IV ................................................................................................................................. 35
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................... 35
A.Hasil ....................................................................................................................................... 35
BAB V ............................................................................................................................................. 38
PENUTUP ....................................................................................................................................... 39
A.Kesimpulan ............................................................................................................................ 39
B. Saran .................................................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang
berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi
sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk
insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur
mineralogi nilai Itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih
bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak
konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-
konsep tersebut dapat. Dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari
material yang diuji. Uji kekerasan merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan
pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaran sifat mekanis suatu material.
Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan
cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan dengan melakukan uji keras,
material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas. Uji keras juga dapat
digunakan sebaagai salah satu metode untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas atau dingin
terhadap material. Material yang telah mengalami cold working, hot working, dan heat treatment,
dapat diketahui gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan
suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji kekerasan kita dapat dengan mudah dengan
kapasitasnya. Maka dari itu praktikum pengujian kekerasan ini sangat penting dilakukan oleh
mahasiswa agar memahami dan mampu melakukan pengujian kekerasan material, dan juga
mampu melakukan perhitungan nilai kekerasan dari material yang diuji.
B. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam laporan ini adalah :

1. Proses Heat Treatmen.

2. Pengujian Kekerasan (rockwell )

C. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui nilai kekerasan suatu spesimen material yang diuji.

2. Untuk mengetahui macam-macam metode pengujian kekerasan material serta aplikasinya.

3. Untuk mengetahui prosedur dan standar pengujian keras.

4. Untuk mengetahui sistem kerja dan bagian dari mesin uji kekerasan.

5. Untuk mengetahui alat-alat yang digunakan pada saat melakukan pengujian uji kekerasan.

D. Manfaat.

1. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa yang melakukan praktikum tentang sifat logam.

2. Sebagai pelatihan dalam pengujian suatu bahan.

3. Memahami uji metode Rockwell


BAB II

KURIKULUM

A. Pengertian Kekerasan

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu
material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam
penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan
yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering).
Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau
penetrasi (penekanan). Kekerasan merupakan ukuran ketahanan bahan terhadap deformasi tekan.
Deformasi yang terjadi dapat berupa kombinasi perilaku elastis dan plastis. Pada permukaan dari
dua komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu terhadap lainnya akan terjadi
deformasi elastis maupun plastis. Deformasi elastis kemungkinan terjadi pada permukaan yang
keras, sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lebih lunak. Pengaruh deformasi
bergantung pada kekerasan permukaan bahan (logam). Nilai kekerasan berkaitan dengan
kekuatan luluh atau tarik logam, karena selama indentasi (penjejakan) logam mengalami
deformasi sehingga terjadi regangan dengan persentase tertentu. Nilai kekerasan Vickers
didefinisikan sama dengan beban dibagi luas jejak piramida (indentor) dalam kg/mm2 dan
besarnya kurang lebih tiga kali besar tegangan luluh untuk logam-logam yang tidak mengalami
pengerjaan pengerasan cukup berarti. Keras-lunak permukaan bahan logam di setiap lokasi
penjejakan akan berbeda-beda karena faktor kehalusan permukaan, porositas, jenis perlakuan
maupun perbedaan unsur-unsur paduan. Diagonal jejakan (d) yang lebih panjang pada suatu
bahan uji memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan rendah, sebaliknya diagonal
jejakan lebih pendek memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan tinggi. Makin besar
beban, diagonal indentasi (d) makin besar pula di sisi lain makin besar diagonal indentasi maka
nilai kekerasan
makin rendah. Hal ini tentu saja terkait dengan ketahanan bahan terhadap deformasi yang
dilakukan indentor.

Proses etsa pada prinsipnya merupakan peristiwa korosi logam yang terkendali, namun
tetap mengakibatkan porositas dipermukaan bahan uji yang mempengaruhi kekerasan mikro.
Hasil pengujian kekerasan mikro bahan sebelum dan sesudah dietsa kemungkinan akan berbeda.
Demikian pula perbedaan hasil uji yang kemungkinan terjadi pada pengunaan wax (malam).
Peningkatan kekerasan atau penurunan kekerasan mungkin saja terjadi setelah logam terkena
bahan kimia yaitu material mengalami Stress Corrosion Cracking (SCC) oleh adanya bahan
kimia etsa yang berdampak pada meningkatnya nilai kekerasan. Misalnya pada AlMg2 non-etsa,
menunjukkan kekerasan mikro = 61.76 HVN, sedangkan AlMg2 yang di-etsa menghasilkan
kekerasan = 45.6 HVN. Hal ini berarti terjadi penurunan kekerasan setelah logam terkena bahan
kimia etsa yang menimbulkan pori-pori (porositas) dipermukaan bahan sehingga pada saat
indentor dijejakkan, diagonal indentasi makin melebar dan berarti terjadi penurunan kekerasan.
Etching sampel logam hanya diperlukan untuk proses metalografi, sedangkan etching sampel
logam pada pengujian kekerasan mikro tidak diperlukan.

Hal ini dapat menghasilkan penyimpangan data uji. Pengaruh penggunaan wax. Kondisi
bahan uji yang proporsional dalam arti permukaan sampel halus dan rata demikian pula bagian
punggung sampel, tentu saja akan memudahkan proses penjejakan. Namun sering pula dijumpai
keadaan sampel yang tidak sempurna hasil preparasinya (mounting dan grinding) sehingga
memaksa operator micro hardness tester untuk menggunakan bahan pengganjal sampel yang
dinamakan malam (wax). Karakteristik micro hardness tester akan menunjukkan perbedaan yang
cukup berarti ketika beban indentor yang digunakan makin berat. Sifat elastisitas wax seakan
mengakibatkan peningkatan kekerasan material jika wax yang digunakan makin tebal.
Penggunaan wax sedapat-mungkin dihindari karena memberikan pengaruh pada saat
berlangsungnya indentasi. Penggunaan wax hanya diperkenankan jika permukaan sampel tidak
rata/ miring.
Bahan yang akan diuji kekerasannya harus memenuhi syarat tertentu yaitu dapat
diletakkan dimeja uji dengan posisi rata (horizontal). Seringkali dijumpai beberapa sampel yang
tidak rata sehingga perlu dipreparasi ulang khususnya grinding. Dapat dijelaskan beberapa
kondisi bahan uji sebagai berikut :

1. Kondisi bahan uji buram karena permukaannya ter-oksidasi baik oleh bahan kimia etsa maupun
udara sekitar, bahan uji tak memenuhi keberterimaan.

2. Kondisi bahan uji mengkilap dengan permukaan yang halus, memenuhi keberterimaan.

3. Kondisi bahan uji dengan permukaan yang rata (horizontal), memenuhi keberterimaan.

4. Kondisi bahan uji yang miring (kegagalan proses grinda), bahan uji tak memenuhi
keberterimaan.

5. Kondisi bahan uji yang bulat (sebelum di grinda), bahan uji tak memenuhi keberterimaan.

6. Kondisi bahan uji bulat tetapi telah diratakan, memenuhi keberterimaan

(Zuchry, 2012)

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :

a. Permukaan material

b. Jenis dan dimensi material

c. Jenis data yang diinginkan

d. Ketersedian alat uji


B. Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan Adapun faktor yang mempengaruhi kekerasan
adalah :

1. Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan

Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang dimiliki
baja. Penambahan kadar karbon sangat mempengaruhi kekerasan, dimana dengan meningkatnya
kadar karbon maka kekerasannya semakin meningkat pula.
2. Unsur Paduan
Unsur paduan logam juga berpengaruh dalam sifat kekerasan logam, beberapa jenis unsur dalam
paduan logam adalah sebagai berikut:
. Karbon (C)

Pada baja karbon biasanya kekerasan dan kekuatannya meningkat sebanding dengan kekuatan
karbonnya, tetapi keuletannya menurun dengan naiknya kadar karbon. Persentase kandungan
karbon akan memberikan sifat lain pada baja karbon.
. Mangan (Mn)

Mangan berfungsi untuk memperbaiki kekuatan tariknya dan ketahanan ausnya. Unsur ini
memberikan pengerjaan yang lebih mengkilap atau bersih dan menambah kekuatan dan
ketahanan panas.
. Silikon (Si)

Silikon untuk memperbaiki homogenitas pada baja. Selain itu, dapat menaikkan tegangan tarik
dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis sehingga baja karbon lebih elastis dan cocok
dijadikan sebagai bahan pembuat pegas.
. Posfor (P)

Posfor dalam baja dibutuhkan dalam persentase kecil yaitu maksimum 0,04 % yang berfungsi
untuk mempertinggi kualitas serta daya tahan material terhadap korosi. Penambahan posfor
dimaksudkan pula untuk memperoleh serpihan kecil-kecil pada saat permesinan.
. Belerang (S)

Sulfur dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mampu mesin. Keuntungan sulfur pada
temperatur biasa dapat memberikan ketahanan pada gesekan tinggi.
. Khrom (Cr)
Khrom dengan karbon membentuk karbida dapat menmbah keliatan, menaikkan daya tahan
korosi dan daya tahan terhadap keausan yang tinggi, keuletan berkurang.
Nikel (Ni) sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin, nikel memperbaiki
kekuatan tarik, sifat tahan panas dan sifat magnitnya.

h. Molibden (Mo)

Molibden mengurangi kerapuhan pada baja karbon tinggi, menstabilkan karbida, serta
memperbaiki kekuatan baja.

i. Titanium (Ti)

Titanium adalah logam yang lunak tetapi biola dipadukan dengan nikel dan karbon akan lebih
kuat, tahan aus dan tahan korosi.

j. Wolfram/Tungsten (W/T)

Paduan ini dapat membentuk karbida yang stabil yang sangat keras, menahan suhu pelumasan
dan mengembalikan perubahan bentuk/struktur secara perlahan-lahan.

E. Metode Pengujian Kekerasan

1. Pengujian Rockwell

Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat. Hal ini
disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk
membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya
kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya
tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang
konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi
material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material
dibawah beban minor/terkecil (Gambar 2.) pada umumnya 10 kgf. Ketika keseimbangan telah
dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian
bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi
pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal,
sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi Saat keseimbangankembali tercapai, beban
utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama
maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman (Gambar 2.).
Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama
digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell (Husni, 2009).

Tabel 2.1 Rockwell Hardness Scales (http://www.alatuji.com)

F0 F1 F

Scale Indentor E Jenis Material Uji


(kgf) (kgf) (kgf)

A Diamond 10 50 60 100 Exremely hard materials,


cone tugsen carbides dll

B 1/16" steel 10 90 100 130 Medium hard materials,


ball low dan medium carbon
steels, kuningan, perunggu
Dll

C Diamond 10 140 150 100 Hardened steels, hardened


cone and tempered alloys

D Diamond 10 90 100 100 Annealed kuningan dan


cone Tembaga

E 1/8" steel 10 90 100 130 Berrylium


ball copper,phosphor bronze
Dll

F 1/16" steel 10 50 60 130 Alumunium sheet


ball

G 1/16" steel 10 140 150 130 Cast iron, alumunium


ball alloys
H 1/8" steel 10 50 60 130 Plastik dan soft metals
ball seperti timah

K 1/8" steel 10 140 150 130 Sama dengan H scale


ball

L 1/4" steel 10 50 60 130 Sama dengan H scale


ball

M 1/4" steel 10 90 100 130 Sama dengan H scale


ball

P 1/4" steel 10 140 150 130 Sama dengan H scale


ball

R 1/2" steel 10 50 60 130 Sama dengan H scale


ball

S 1/2" steel 10 90 100 130 Sama dengan H scale


ball

V 1/2" steel 10 140 150 130 Sama dengan H scale


ball

Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter standar (diameter 10mm, diameter
5mm, diameter 2.5mm, dan diameter 1mm) dan indentor kerucut intan. pengujian ini tidak
membutuhkan kemampuan khusus karena hasil pengukuran dapat terbaca langsung. tidak seperti
metoda pengujian Brinell dan Vickers yang harus dihitung menggunakan rumus terlebih
dahulu.Pengujian ini menggunakan 2 beban, yaitu beban minor/minor load (F0) = 10 kgf dan
beban mayor/mayor load (F1) = 60kgf sampai dengan 150kgf tergantung material yang akan di
uji dan tergantung menu rockwell yang dipilih (ada HRC, HRB, HRG, HRD, dll pengujian
rockwell apa saja.
Gambar 2.3 Pemberian beban tekan metode rockwell

Beban minor sebesar 10kgf diberikan dengan tujuan untuk menyamaratakan semua permukaan
benda uji. Dengan adanya sedikit penekanan tersebut membuat material yang akan di uji tidak
perlu di persiapkan sehalus dan semengkilap mungkin, cukup bersih dan tidak berkarat.
perbedaan kedalaman hasil indentasi berdampak pada tingkat kekerasan material. Semakin
dalam indentasi semakin lunak material yang kita uji.
Gambar 2.4. Metode Kekerasan Rockwell

Metode pengujian kekerasan Rockwell merupakan metode yang paling sering digunakan unutk
mengukur kekerasan karena metode ini mudah dipraktekkan dan tidak membutuhkan keahlian
khusus. Beberapa skala yang berbeda dapat digunakan unutk kombinasi yang mungkin dari
bermacam – macam indenter dan beban yang berbeda-beda. Indenter ( penekan) terdiri dari bola
baja yang dikeraskan mempunyai diameter antara 1/16, 1/8, ¼, dan ½ in (1.588, 3.175, 6.350,
dan 12.70 mm), dan penekan intan yang berbentuk kerucut yang digunakan untuk material yang
sangat keras. Berbeda dengan pengujian brinell, indentor dan beban yang digunakan lebih kecil
sehingga menghasilkan indentasi yang lebih kecil dan lebih halus. Banyak digunakan di industri
karena prosedurnya lebih cepat .Indentor atau “penetrator” dapat berupa bola baja atau kerucut
intan dengan ujung yang agak membulat (biasa disebut “brale”). Diameter bola baja umumnya
1/16 inchi, tetapi terdapat juga indentor dengan diameter lebih besar, yaitu 1/8, ¼, atau ½ inchi
untuk bahan-bahan yang lebih lunak. Pengujian dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan
beban minor 10 kg, dan kemudian beban mayor diaplikasikan. Beban mayor biasanya 60 atau
100 kg untuk indentor bol
baja dan 150 kg untuk indentor brale. Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell
adalah:

1. HRa (Untuk material yang sangat keras).

2. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan
beban uji 100 Kgf.

3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut
puncak 120 derajat dan beban uji sebesar 150 kgf.
BAB III

MATERI PRAKTIKUM

A. Perlakuan Panas

Proses perlakuan panas merupakan proses pemanasan dan pendinginan logam sehingga dapat
mengubah sifat mekanik logam sesuai dengan kebutuhan. Secara garis besar terdapat dua tujuan
perlakuan panas yaitu menaikkan kekerasan logam dan menurunkan kekerasan logam. Selain itu
terdapat tujuan lain seperti penghilangkan tegangan dalam. Proses peningkatkan kekerasan
logam disebut juga dengan hardening. Logam dikeraskan dengan tujuan untuk meningkatkan
ketahanan terhadap aus, sehingga logam menjadi tahan terhadap gesekan dan tidak mudah
berubah bentuk. Akan tetapi pada keperluan lain, logam diturunkan kekerasannya.

Seperti pada persiapan untuk proses permesinan diperlukan logam yang lebih lunak agar
mempermudah pemotongan maupun pembentukan. Proses menurunkan kekerasan logam disebut
softening/annealing. Proses ini akan meningkatkan efisiensi pabrik dalam permesinan. Dari
sedikit pengertian perlakuan panas diatas menunjukkan pentingnya praktikum perlakuan panas
agar mahasiswa dapat mengetahui, menerapkan, dan mengembangkannya baik sebagai ilmu
pengetahuan maupun aplikasi di dunia industri. Sehingga dapat diambil beberapa tujuan
praktikum seperti di bawah ini.
Tujuan Praktikum Perlakuan Panas:

a. Mendapatkan sifat mekanik material yang diinginkan dengan melakukan proses Perlakuan
panas
b. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap sifat fisik dan sifat mekanik suatu material.
c. Membandingkan kekerasan suatu material yang mendapat perlakuan panas denganyang tidak
mendapat perlakuan panas.
d. Untuk mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.

Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan pada logam hingga merubah struktur
dan sifat mekanik logam sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Tujuan dariperlakuan panas
diantaranya adalah :
1. Mempermudah proses machining.

2. Memperbaiki keuletan dan kekuatan material

3. Mengeraskan logam sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat.

4. Menghilangkan tegangan dalam.

5. Memperbesar atau memperkecil ukuran butiran agar seragam.

Perubahan struktur dan sifat mekanik baja tergantung pada:


1. Kandungan unsur karbon

Pada pengerasan baja unsur karbon sangat berperan. Makin banyak kandungan karbon makin
mudah baja untuk dikeraskan, karena karbon mengisi ruang diantara celah unsur besi.
2. Temperatur pemanasan

Untuk merubah struktur baja, maka baja harus dipanaskan sampai berubah fase menjadi austenit
yang memungkinkan untuk terjadinya penataan kristal kembali. Tetapi pemanasan ini berbeda-
beda tergantung tujuan perlakuan panas. Semakin tinggi temperatur pemanasan diatas garis
perubahan fase maka butir austenit akan semakin besar dan semakin homogen. Terdapat pula
pemanasan yang tidak mencapai perubahan fase yang bertujuan untuk menghilangkan tegangan
dalam saja, yang disebut dengan proses tempering.
3. Pengaruh pendinginan

Jika baja didinginkan dengan kecepatan tinggi yang diatas kecepatan pendinginan kritis maka
seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk martensit. Sehingga akan dihasilkan kekerasan
baja yang maksimum. Adapun kecepatan pendinginan kritis adalah bergantung pada komposisi
kimia baja. Untuk pendinginan yang cepat digunakan larutan garam atau soda api yang
dimasukkan ke dalam air. Sementara itu,untuk pendinginan yang sangat lambat digunakan
pendinginan dalam dapur, dimana temperatur turun sangat lambat.
4. Kandungan unsur paduan

Selain karbon, pada besi dan baja terkandung Si, Mn, dan unsur pengotor lain seperti P, S, dsb.
Unsur-unsur tersebut tidak berpengaruh besar terhadap diagram fasa bila jumlahnya kecil. Akan
tetapi penambahan unsur paduan seperti Ni, Mn, Mo, Cr, dsb pada presentase tertentu

3.1 Diagram Fasa Besi-Karbida-Besi (Fe-Fe3C)

Titik penting dalam diagram fasa ini adalah :

A : titik cair besi

A2 : titik transformasi magnetic untuk besi atau ferrit

A3 : titik transfomasi besi ∂ →

ACM : Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposisi alfa dan sementit pada
komposisi terbentuk simultan dari austenit. Reaksi eutektoid ini dinamakan transformasi A1 dan
fasa eutektoid ini dinamakan ferrit.
Diagram tersebut bermanfaat untuk memilih temperatur yang tepat untuk berbagai operasi
perlakuan panas sesuai dengan presentase kandungan karbonnya dan memperlihatkan pula
struktur yang dapat diperoleh setelah pendinginan perlahan-lahan. Dengan diagram Fe 15Fe3C
kita dapat mengetahui pada temperatur berapa baja dengan kandungan karbon tertentuakan
berubah fase.
Dan kita akan dapat mengetahui jenis fase yang akan terbentuk.Jenis-jenis perlakuan
panasProses perlakuan panas dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu :
1) Hardening

Hardening adalah proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkankekerasan logam.
Sehingga logam akan memiliki kekerasan yang tinggi, ketahanan terhadap aus, ketangguhan, dan
kekuatan tinggi. Proses hardening diawali dari pemanasan logam hingga terbentuk austenit,
kemudian pendinginan cepat sehingga akan terbentuk struktur martensit yang keras. Pengerasan
dapat dilakukan untuk seluruh bagian atau hanya pada permukaan benda saja dengan
mempertahankan keuletan pada bagian tengah benda.

Quenching adalah proses pendinginan cepat setelah mengalami pemanasan. Media quenching
dapat berupa oli, air, air garam, udara dan lain-lain sesuai dengan material yang diquenching.

Dalam urutan menurun, kapasitas pendinginan dari beberapa media pendingin adalah : air garam
5; air suling 1; minyak suling 0,3; gas dingin 0,1; dan udara suling 0,02. Pengadukan juga
merupakan faktor yang penting pada tingkat pendinginan. Semakin baik pengadukan, makin
tinggi tingkat pendinginannya. Media pendingin disimbolkan dengan huruf, seperti W untuk
pengerasan air, O untuk pengerasan oleh minyak, dan A untuk pengerasan oleh udara.Tingkat
pendinginan juga tergantung dari permukaan luas dan ketebalan, serta luas dan volume dari
bagian itu. Makin tinggi rasionya, makin besar tingkat pendinginannya. Contohnya, plat tebal
lebih lambat menjadi dingin daripada plat

tipis dengan luas yang sama. Pertimbangan ini juga sangat penting pada pendinginan logam dan
plastik pada proses pengecoran dan pencetakan.

Tiga tahap pendinginan, yaitu:

a. Vapor-blanket Cooling stage

Tahap pertama, suhu logam sangat tinggi sehingga medium quenching menguap pada permukaan
logam.

a. Vapor-transport Cooling Stage

Proses ini dimulai ketika logam didinginkan pada suhu uap air dan suhu film tidakstabil.
Permukaan logam basah oleh medium quenching dan titik didih yang tinggi.Tahapan ini
merupakan proses pendinginan yang paling cepat.
b. Liquid Cooling Stage

Proses ini dimulai ketika suhu permukaan logam mencapai titik didih. Tahapan ini merupakan
proses yang paling lambat.

Gambar 3.2 Diagram Proses Quenching Baja Diameter 1/2 inchi

Dengan Berbagai Media Quenching

Diagram Quenching memuat berbagai macam media pada pusat dari baja berdiameter ½ inchi.
Pada sisi kiri kurva adalah campuran brine 10 % pada 75° F. Dilanjutkan dengan tap water pada
suhu 75° F, gulf super-quench pada 125° F, fused salt pada 400° F, slow oil pada 125° F dan
yang terakhir still air pada 82° F. Hardening dengan pendinginan cepat akan membentuk
pengerasan hingga keinti/tengah benda. Akan tetapi terdapat beberapa proses hardening yang
tujuannya hanya mengeraskan permukaan luar dan mempertahankan keuletan bagian dalam
diantaranya:
Carburizing
Carburizing adalah proses perlakuanpanas dengan memanaskan logam
beberap
sampai suhu 900-950oC dalam lingkungan karbon, lalu Dibiarkan a
waku pada suhu tersebut dan kemudian didinginkan. Tujuan dari pengerjaan
panas ini adalah untuk memberi lapisan karbon pada permukaan benda kerja
sehingga kemudian dapat disepuh keras. Pengerjaan karbon ini digunakan
untuk baja dengan kadar karbon rendah 0.1-0.2%. Tebalnya lapisan karbon

yang dihasilkan tergantung dari waktu karburasi dan suhu. Hubungan antara kandungan karbon
pada material dan kekerasan material pada proses karburasi ditunjukkan dalam Gambar 3.2 di
bawah ini.

Gambar 3.3 Hubungan Kandungan Karbon dan Kekerasan Material pada Karburasi

didefinisikan sebagaisuatu proses pengerasan permukaan dengan


senyawa nitrat. Dalam hal ini baja paduan spesial dipanaskan untuk waktu yang lama
dalam suatu atmosfer dari gas nitrogen. Hasil Dari pengerjaan nitrid
adalah menghasilkan suatu permukaan yang keras. Supaya dihasilkan
permukaan yang keras dengan cara dengan cara ini maka digunakan
suatu baja paduan yang mengandung sedikit unsur kromium dan
alumunium sesuai dengan kekerasan yang akan dihasilkan. Apabila Baja
karbon biasa yang digunakan dalam proses ini maka proses nitrid Akan
membentuk seluruh struktur dengan pengaruh yang kecil atas sifat-sifatnya.
Kandungan karbon pada baja yang dinitrid adalah sekitar 0.2-0.5% sesuai dengan
sifat-sifat inti yang diperlukan. Dan baja tersebut akan bereaksi secara langsung terhadap
pengerjaan pengerasan. Pada proses pengerasan, pendinginan dilakukan tiba-tiba dalam minyak.
Selanjutnya, diikuti dengan penyepuhan pada suhu sekitar 550-750oC dalam atmosfer terkontrol
seperti yang tergambar pada Gambar 3.4 di bawah ini

Gambar 3.4 Proses Nitriding

Karbonitriding

. Karbonitriding adalah proses hardening yang merupakan kombinasi dari gas carburizing dan
nitriding. Karbonitriding disebut juga sianida kering atau nikarbing, yang adalah suatu proses
pengerasan permukaan dimana baja dipanaskan diatas suhu kritis

didalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Dapat digunakan gas
amonia atau gas yang kaya akan karbon. Amonia dan gas alami dialirkan mengenai material,
material yang dihasilkan adalah kombinasi antara besi karbida (dari karbon) dan besi nitrida (dari
nitrogen). Lapisan ini tahan aus dan mempunyai ketebalan antara 0,08 sampai 0,75 mm.
Keuntungan karbonitriding adalah bahwa kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila
ditambahkan nitrogen sehingga dapat diperoleh baja yang relatif murah.
Gambar 3.5 Proses Karbonitriding

Cyaniding

Cyaniding merupakan proses untuk mengeraskan permukaan baja dengan penambahan nitrogen
dan karbon. Benda yang dikeraskan dicelupkan ke dalam cairan yangmengandung garam natrium
sianida (NaCN) pada suhu sedikit di atas daerah austenit (800- dengan konsentrasi
bervariasi antara 25% dan 90%. Sejumlah udara dimasukkan ke dalamnya sehingga
NaCN berreaksi dengan oksigen di udara dan beroksidasi, reaksinya adalah 2NaCN + O2 →
2NaNCO 4NaNCO + O2 → Na2CO3 + 2NaCN + CO + 2N 2CO → CO2 +C Dari reaksi diatas
sodium cyanide (NaCN) dibakar, menghasilkan sodium cyanate (NaNCO). Sodium cyanate
dinaikkan konsentrasinya dan terurai yang dalam uraiannya menghasilkan karbon monoksida
(CO). Karbon monoksida tersebut berperan dalam proses pengerasan baja. Semakin
tinggi suhu sianida yang diberikan, semakin besar persentase karbon yang berdifusi
(sampai dengan 0,8-1,2%) ke dalam permukaan baja bereaksi dengan nitrogen (0,2- 0,3%).
Kemudian material didinginkan dengan air atau oli. Setelah proses ini akan dihasilkan kekerasan
permukaan sekitar 850 VHN. Proses ini tidak memakan banyak waktu. Cyaniding terutama
diterapkan untuk perlakuan panas bagian-bagian yang kecil. Kelebihannya yaitu
biaya yang dihabiskan tidak mahal karena baja karbon biasa dapat digunakan. Kekurangannya
adalah proses ini sangat berbahaya karena garam sianida sangat beracun dan fatal jika terhirup.
Flame hardening

Proses ini disebut juga proses pengerasan dalam waktu yang singkat.Baja dengan kandungan
karbon yang sesuai tingginya dipanaskan sampai suhu pengerasan dengan busur nyala gas
esitelen. Dan seterusnya didinginkansecara cepat untuk memperoleh permukaan yang keras.

Dasar pengerasan nyala adalah sama dengan pengerasan induksi yaitu pemanasan yang
cepat disusul dengan pencelupan permukaan tebal lapisan yang mengeras tergantung pada
kemampuan pengerasan bahan, karena selama proses pengerasan tidak ada penambahan unsur-
unsur lainnya. Pemanasan di lakukan dengan nyala oksiasitelin yang dibiarkan memanasi logam
sampai suhu kritis. Pada alat dipasangkan juga aliran pendingin sehingga setelah suhu yang
diinginkan tercapai permukaan langsung disemprot dengan air. Bila dikendalikan dengan baik,
bagian- bagian dalam tidak terpengaruh. Tebal lapisan yang keras tergantung pada waktu
pemanasan dan suhu nyala.

2) Softening

Softening merupakan proses perlakuan panas untuk pelunakan logam. Ada beberapa proses
softening diantaranya:
Annealing

Annealing didefenisikan sebagai pemanasan pada suhu yang sesuai, diikuti dengan pendinginan
pada kecepatan yang rendah. yang bertujuan :

1. Menghilangkan tegangan sisa

2. Meningkatkan keuletan dan mampu mesin

Gambar 3.7 Diagram Annealling

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa dalam proses Annealing terdapat
berbagaimacam proses disesuaikan dengan kandungan karbon yang terdapat pada materialdan
temperature proses.Tahapan-tahapan perubahan material dapat kita lihat dari diagram fasanya
seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.8 Diagram Tahap Annealing


Sifat-sifat baja yang didefinisikan di atas dapat diartikan bahwa baja harus dipanaskan melalui
suhu pengkristalan kembali untuk membebaskan tegangantegangan dalam baja. Kemudian
mempertahankan pemanasannya pada suhu tinggi untuk membuat sedikit pertumbuhan butir-
butiran dan struktur austenit. Dan seterusnya didinginkan secara perlahan-lahan untuk
membentuk struktur perlit,mengindikasi kelunakan, dan memperbaiki sifat-sifat pengerjaan
dingin.

Normalizing

Proses ini seperti yang terlihat dari pada gambar dibawah, dapat diartikan sebagai
pemanasan dan mempertahankan pemanasan pada suhu yang sesuai diatas batas perubahan,
diikuti pendinginan secara bebas di dalam udara luar supaya terjadi perubahan ukuran butir-
butiran. Pendinginan yang bebas akan menghasilkan struktur yang lebih halus daripada struktur
yang dihasilkan dengan annealing. Pengerjaan mesin juga akan menghasilkan permukaan
pengerjaan yang lebih baik.

Gambar 3.9 Proses Normalizing


Hal tersebut membuat struktur lebih seragam dan juga untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik
baja tersebut. Pada proses ini baja dipanaskan untuk membentuk struktur austenit, direndam
dalam keadaan panas dan seterusnya didinginkan secara bebas di udara.
Tempering

Baja biasanya dipanaskan kembali pada suhu kritis terendah setelah dilakukan pengerasan untuk
memperbaiki kekuatan dan kekenyalannya. Akan tetapi hal itu mengurangi daya regang dan
kekerasannya, sehingga membuat baja lebih sesuai untuk kebutuhan untuk membuat peralatan.
Proses pemanasan kembali disebut tempering atau penyepuhan. Proses tersebut menyebabkan
martensit berubah menjadi troostit dan sorbit sesuai dengan suhu penyepuhannya. Troostit dan
sorbit tersebar halus dalam bentuk karbid pada lapisan ferrit. Bentuk strukturnya tidak seperti
austenit tetapi berlapis-lapis. Suhu penyepuhan tergantung pada sifat-sifat baja yang diperlukan,
biasanya sekitar 180oC-650oC, dan lamanya pemanasan bergantung pada tebalnya bahan.
Pemanasan biasanya dilakukan di dalam dapur sirkulasi udara dan seterusnya direndam dalam
minyak atau timbal (timah hitam). Dengan demikian, suhu pemanasanya dapat dikontrol secara
tepat. Alat-alat biasanya disepuh pada
suhu rendah. Penetapan suhu dengan cara melihat warna pada selaput oksida yang dihasilkan
dengan pemanasan.
Beberapa macam proses tempering
1. Tempering suhu rendah (150°C - 500° C)
Untuk mengurangi tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Digunakan untuk alat kerja yang tak
mengalami beban berat.

2. Tempering suhu menengah (300°C - 500°C)

Untuk menambah keuletan dan kekerasan sedikit berkurang. Digunakan untuk alat kerja
yang mengalami beban berat

3. Tempering suhu tinggi (500°C - 650°C)

Untuk memberikan keuletan yang besar tetapi kekerasannya rendah. Digunakanuntuk roda gigi,
poros, batang penggerak,

B. Pengujian Kekerasan.

1. Pendahuluan.

Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi
insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk
para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur Lubrikasi
kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai
Itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna
Kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep
kekerasan mater ial yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep
tersebut dapat. Dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang
diuji.

Uji keras merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan pengujian ini, kita dapat
dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu material. Meskipun pengukuran hanya
dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk
menyatakan kekuatan suatu material. Dengan dengan melakukan uji keras, material dapat dengan
mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas.

Uji keras juga dapat digunakan sebaagai salah satu metode untuk mengetahui pengaruh
perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang teah mengalami cold working, hot
working, dan heat treatment, dapat diketahui gambaran perubahan kekuatannya, dengan
mengukur kekerasan permuakaan suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji keras kita dapat
dengan mudah melakukan quality control terhadap material.

2. Dasar teori.

ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih

keras. Penekanan pantulan ataupun uji.

tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), indentasi dari material keras
terhadap suatu permukaan benda
a. Metode Rockwell
Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena simple dan
tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan Kombinasi variasi indenter dan beban
untuk bahan metal dan campuran mulai Dari bahan lunak sampai keras.Pengujian
kekerasandengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam
bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola
baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
3. Instruksi Praktikum.

Adapun prosedur percobaan dalam melakukan praktikum uji kekerasan adalah :

1. Metode Rockwell

a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).

b. Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.

c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.

d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .

e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen hingga spesimen menyentuh
indentor).

f. Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3 atau titik merah pada
skalaminor.

g. Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.

h. Menyiapkan stopwatch.

i. Menekan crank handle kedepan minimal 10 detik.

j. Menarik kembali crank handle ke posisi awal.

k. Membaca nilai kekerasan pada skala mayor dan mencatatnya di tabel hasil.

l. Melakukan percobaan selam 3 kali.


Gambar 3.1 Metode pengujian Rockwell

Tabel 1. Skala pengujian kekerasan Rockwell

C. Pengujian Tarik

1. Pendahuluan

Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi tentang kekuatan suatu bahan dan
sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik
satu sumbu yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan
terhadap perpanjangan yang dialami benda uji. Kurva tegangan regangan diperoleh dari
pengukuran tegangan dan perpanjangan benda uji.
Tujuan Pembelajaran Umum

1. Mahasiswa mengetahui prosedur pengujian tarik dengan benar

2. Mahasiswa melakukan analisis pengujian tarik

3. Mahasiswa dapat menganalisa

data pengujian. Tujuan

Pembelajaran Khusus

1. Menghitung tegangan dan regangan teknik

2. Menghitung tegangan dan regangan yang sebenarnya

3. Menghitung faktor pengerasan regang

4. Menentukan kekeuatan luluh bahan

5. Menentukan modulus elastisitas bahan.

6. Menganalisis data uji tarik

2. Dasar Teoritis

Material dapat mengalami perubahan bentuk bila material tersebut menerima gaya dari luar.
Ketahanan material untuk mempertahankan bentuk awalnya setelah gaya atau beban luar di
hilangkan disebut deformasi elastis. Selanjutnya material mengalami deformasi permanen setelah
beban luar dihilangkan dikatakan deformasi plastis.

Hukum Hooke : bila hasil pengujian hubungan antara tegangan dan regangan material
proposional maka material masih dalam keadaan elastis .

2.1 Gaya Penarikan dan Perubahan Panjang (F dan L)

Pada mesin uji tarik data output yang ada adalah hubungan antara gaya penarikan ( F ) dan
perubahan panjang spesiment (L). Besarnya perubahan gaya penarikan ini diterima loadcells
sedangkan L diukur dengan Extensiometer. Dari hubungan antara Gaya penarikan
dan perubahan panjang ini selanjutnya diperoleh parameter lainnya seperti
tegangan dan regangan teknis , tegangan dan regangan sebenarnya juga faktor pengerasan
regang.

2.2 Tegangan dan Regangan Teknik

Tegangan dan regangan teknik lebih mengacu pada tegangan dan regangan rata-rata hal ini
disebabkan kerena pada saat terjadi penarikan diameter spesiment diasumsikan tidak mengalami
perubahan.

3. Intruksi Praktikum

Hal yang terpenting untuk melakukan uji tarik dengan baik dan benar pertama adalah
mempersiapkan spesimen. Kedua melakukan persiapan mesin yang akan digunakan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Dari hasil praktikum uji kekerasaan logam mulai dari bahan bahan sebelum di uji yaitu
meliputi : amplas gride halus dan kasar , kikir untuk meratakan bagian tepi ,tentunya alat
Rockwell itu sendiri , tahapnya proses penggamplasan hingga penghalusan permukan
kerataan hingga menghilangkan pori pori pada dua batang logam hingga proses uji
kekerasaan di Rockwell
Di dapatkan hasil :
A. Baja Putih 304 S.T didapatkan hasil : 45,5 HRC

Gambar Baja Putih 304 S.T


B. Baja Hitam 42 S.T didapat kan hasil : 22 HRC

Gambar Baja hitam 42 S.T

Jenis bahan Beban (P) kg indentor Nilai kekerasan Satuan (HRC)


Rockwell
Baja Putih 304 S.T 100 150 45,5 HRC
Baja Hitam 42 S.T 100 150 22 HRC
Tabel hasil pengamatan uji kekerasan

Didapatkan bahwa setelah diuji oleh Rockwell didapatkan hasil , Baja Putih S.T 304 lebih
keras dibandingkan dengan Baja Hitam42S.T dalam melaksanakan praktikum uji kekerasaan
ini kita menggunakaan metode Rockwell ,Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
kekerasan suatu bahan material , pengujian metode Rockwell ini terbilang sangat mudah
dilakukan karena hasil dari pengujianya langsung tertera pada skala mayor sedangkan untuk
mendapatkan nilai kekerasaan material dengan menggunakan metode brinell dan metode
vickers perlu dihitung dahulu . Metode Rockwell adalah metode pengujian kekerasaan
material beban tekan dengan waktu 12 detik, sebelum melakukan pengujian sebaiknya
specimen dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran dengan cara pengamplasaan aagar kerak di
specimen hilang dan bersih dan juga tidak mempengaruhi perubahaan hasil pengujian
Nilai kekerasan HRC
45,6

45,5

45,4

45,3
Nilai kekerasan HRC

45,2

45,1

45

44,9

44,8

44,7
1 2
Urutan ujiSeries 1

Gambar Diagram data Hasil Pengujian Kekerasan Besi Baja Putih 304 S.T

Dilihat dari diagram data di ata bahwa dalam proses pengujian yang dilakukan 2 kali dimana
percobaan pengujian Baja Putih 304 S.T Pertama didapatkan hasil 45 HRC ,Untuk percobaan
kedua diperoleh nilai kekerasan 45,5 HRC , dilihat percobaan pengujian pertama dan kedua
hasilnya tidak jauh berbeda dipastikan alat yang dibuat pengujian masih presisi
Nilai kekerasan HRC

22,2
22
21,8
21,6
21,4
21,2
Nilai kekerasan

21
20,8
20,6
20,4
1 2

Gambar Diagram Data Hasil Pengujian Kekerasan Baja Hitam 42 S.T

Dilihat dari pengujian kedua ini mengunakan Material Baja Hitam 42 S.T didapatkan hasil
percobaan pertama dengan nilai kekerasan 21 HRC , dan percobaan kedua didapatkan hasil
22 HRC , jika di bandingkan dengan pengujian kekerasan dengan bahan pertama bahan Baja
Hitam 42 S.T ini lebih lunak nilai kekerasan lebih rendah Tujuan dari pengujian suatu
matreliat seperti gambar diatas bertujuan untuk melihat kekuatan dari suatu material sebelum
di gunakan atau di rancang sebagai bahan baku suatu proyek atu produk setandart prosedur
yang sesungguhnya
BAB V

PENUTUP
A.Kesimpulan

Dari hasil uji kekerasan spesimen pada mesin Rockwell yang pengujiannya dilakukan
melalui beberapa metode yaiyu rockwell, metode brinell setelah itu dapat diketahui bahwa
nilai kekerasan yang dapat dari beberapa metode yg digunagan memiliki kekerasan yang
berbeda pula kemudian diketahui bahwa kekerasan pada material dapat dipengaruhi oleh
suhu pemanasan pada proses heat reatment dan juga saat pendinginan atau quenchig, karna
cara pendinginan matrial berbeda dan menggunakan media berbeda akan mempengaruhi
kekerasan yang berbeda pula. Besar kecilnya nilai kekerasaan ditentukan oleh jenis material
bahan ,melalui proses perlakuan panas bahan juga mempengaruhi perbedaan nilai kekerasan

B. Saran

Dalan praktikum ini masih banyak kekurangan baik dari peserta maupun alat yang
digunakan saat praktikum yang masih sedikit kurang memadai akibatnya proses praktikum
berjalan sedikit terhambat seperti kekurangaan dalam pengujian perlakuan panas ,
pendinginan. tak lupa juga sumber daya manusia baik dari pihak asisten dan peserata
praktikum masih kurang komunikasi sehingga pelaksanaan praktikum tidak sesuai dengan
jadual yang telah diperkirakan untuk kedepannya semoga alat yang digunakan pada saat
praktikum mendapatkan praktikum baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas agar
praktikum lebih efisien dan berjalan dengan lancar sesuai dengan setandart prosedur yang
sesungguhnya
DAFTAR PUSTAKA

E 18 - 15.

E 92 - 16.
Matweb.com”Metals”.Diakses 3 Maret 2020 pada pukul 10:30
WIB.

Fdokumen .com/laporan pengujian-kekrasaan


rockwelland-brinell-update-html

Anda mungkin juga menyukai