Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Pendidikan Agama Islam


Bagaimana Membumikan Islam di Indonesia

Kelompok V :
Dian Ayu Budiarti (09021181520010)
Muhammad Fachri Maulana (09021281520102)
Nurhamida (09021181520128)
Vira Melinda (09021181520038)

Dosen Pembimbing :
Abdul Ghofur, S.S., M.Pd.

Jurusan Teknik Informatika


Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua. Dengan rahmat dan petunjuk-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan makalah berjudul “Bagaimana Membumikan Islam di
Indonesia” sebagai tugas pada mata kuliah Agama. Kami mencoba menyampaikan
materi ini secara sederhana yang mudah di mengerti.
Makalah ini disajikan dengan hadis serta ayat Al-Qur’an yang mendukung
kejelasan dari paparan-paparan yang tertulis, tulisan yang mudah di mengerti dan
kata-kata yang sederhana sehingga diharapkan dapat menjawab pertanyaan para
pembaca dengan media makalah tersebut.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdul Gafur, S.S., M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat menjadi bahan
pembelajaran di masa yang akan datang. Sebagai manusia biasa, tentunya penulis
tidak terlepas dari kesalahan dan kekeliruan. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Apabila ada
kesalahan atau ketidaksempurnaan makalah kami tersebut diharapkan untuk
memakluminya. Kemudian kepada para pembaca kami ucapkan terima kasih.

Indralaya, Oktober 2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sejak zaman kemerdekaan memang telah mencari jati diri bangsa.
Sudah barang tentu jika pada sebuah negara baru atau dalam pengertian sederhana
orang baru yang berada dalam sebuah lingkungan baru, peran baru serta posisi baru
memang perlu untuk terus beradaptasi untuk menentukan identitas pribadinya, maka
setidaknya itulah keadaan Indonesia saat menghadapi kemerdekaan pasca zaman
penjajahan belanda dan jepang. Dalam pencarian identitas tersebut, Islam ternyata
memilki peran yang menjadikannya sebagai solusi demi mencapai Indonesia yang
beridentitas. Sebut saja pancasila serta piagam Jakarta sebagai sebuah langkah besar
dalam penerapan syari’ah Islam di Indonesia. Dalam peranannya di Indonesia,
pancasila menjadi sebuah pedoman utama bahkan menjadi ideologi bangsa Indonesia.
Kini semangat keislaman dan kesadaran kebangsaan sangat terasa memudar,
bahkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa telah menjurus pada rusaknya tatanan
hidup bangsa. Terbukti munculnya berbagai konflik di daerah serta timbulnya
berbagai gesekan akibat benturan kepentingan para elit politik dan agamawan.
Sudah seharusnya, semangat kebangsaan itu ditujukan untuk persatuan dan
kesatuan yang harus ditempatkan di atas segala bentuk perbedaan dengan
membumikan syari’ah islam di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah diantaranya:
1. Bagaimanakah proses masuknya islam di Indonesia?
2. Bagaimanakah perkembangan agama islam di Indonesia?
3. Bagaimakah membumikan islam di Indonesia dalam arti yang benar?

1.3 Tujuan dan Manfaat


Setelah mengetahui rumusan masalah diatas maka ddalam makalah ini kita dapat
memperoleh tujuan dan manfaat, yaitu:
1. Mengetahui proses masuknya islam di Indonesia dan teori-teori yang
memjelaskan masuknya ajaran agama islam di Indonesia.
2. Mengetahui bagaimanakah perkembangan agama islam di Indonesia.
3. Memperoleh pengetahunan tentang membumikan islam di Indonesia dalam arti
yang benar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Masuknya Agama Islam di Indonesia


Dalam bahasan kali ini kita memebahas proses masuknya ajaran agama islam di
Indonesiaa. Sebelum membahas perkembangan islam di Indonesia, kita harus menilik
kembali sejarah penyebaran Islam di Indonesia.

Berbeda dengan agama lain yang datang ke Indonesia dengan cara penindasan,
peperangan dan pemaksaan. Islam masuk ke Indonesia dengan cara perdamaian, para
pembawa ajaran agama Islam pada waktu itu dengan sabar dan gigih menjelaskan
tentang ajaran Islam pada penduduk setempat. Mereka pun tidak memaksa penduduk
setempat untuk memeluk agama Islam. Karena, dalam ajaran islam itu tidak ada
paksaan, Para ulama berpegang teguh pada prinsip salah satu ayat Al-Quran pada
surat Al-Baqarah ayat 256.
Adapaun cara dan proses masuknya islam di Indonesia melalui beberapa cara,
antara lain sebagai berikut.
1. Perdagangan
Islam masuk ke Indonesia salah satunya lewat dengan cara perdagangan. Hal ini
bisa terjadi, karena orang-orang Melayu yang ada di Indonesia pada waktu itu
berhubungan dengan orang arab dalam hal perdagangan. Mereka sudah sangat dekat
antara satu sama lain. Jadi, saat pedagang arab mulai menyebarkan pemahaman
agama Islam, para orang melayu pun mudah untuk menerimanya.
Lambat tapi pasti, orang Melayu mulai banyak masuk ajaran Islam. Pengaruh
Islam semakin kuat pada waktu itu setelah berdirinya kerajaan Islam Malaka dan
kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Maka makin ramailah para pedangang Arab serta
ulama yang datang ke Indonesia. Disamping mereka berdagang untuk mencari
keuntungan duniawi, mereka juga sambil berdakwah untuk menambah amal mereka.
Berbisnis sambil berdakwah, dunia dapat akhirat juga dapat.
2. Kultural dan Perkawinan
Maksud dengan kultural ini, penyebaran pemahaman Islam di Indonesia
menggunakan media kebudayaan. Contohnya yang dilakukan oleh para wali songo di
pulau Jawa. Sunan Kali Jaga pada waktu itu berdakwah dengan mengembangkan
kesenian wayang kulit, dia mengisi pementasan wayang yang biasanya isinya itu
bertema ajaran Hindu, dia ganti dengan ajaran Islam. Kemudian ada juga Sunan
Muria berdakwah dengan mengembangkan Gamelannya. Sedangkan Sunan Giri
berdakwah dengan cara membuat banyak sekali mainan anak-anak seperti cublak
Suweng, Jalungan, Jamuran dan lain sebagainya. Para Sunan ini cerdik sekali, mereka
membawa pemahaman ajaran Islam dengan menggunakan bahasa yang sering
digunakan oleh kaumnya. Kebetulan pada waktu itu masyarakat Indonesia khususnya
Jawa, mereka sangat menyukai kesenian-kesenian itu.
Begitu juga dengan perkawinan. Para penduduk lokal beranggaan bahwa para
pedagang muslim adalah golongan yang terpandang sehingga kebanyakan penguasa
pribumi saat itu menikahkan anaknya dengan pedagang muslim sebagai syarat sang
gadis harus memeluk agama islam terlebih dahulu untuk mempelancar penyebaran
agama islam
3. Pendidikan
Salah satu cara efketif memasukan pemahaman ajaran Islam pada waktu itu
dengan melalui pendidikan, dan pesantren adalah lembaga pendidikan yang paling
strategis untuk melakukannya. Kebanyakan para da’i dan mubalig dalam
menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Indonesia, mereka it keluaran dari pesantren.
Contohnya Datuk Ribandang yang merupakan keluaran dari pesantrn milik Sunan
Giri, dia adalah seorang yang mengislamkan kerajaan Gowa Tolla di Kalimantan
timur. Selain Datuk Ribandang, banyak santri-santri Sunan Giri yang menyebar ke
pulau-pulau yang ada di Indonesia seperti Kangan, Haruku, Madura, Bawean hingga
Nusa Tenggara. Sampai saat ini, pesantren masih menjadi strategi yang efektif untuk
menyebarkan ajaran Islam ke seluruh indonesia.
4. Kekuasaan Politik
Penyebaran Islam di Indonesia juga tidak terlepas dari dukungan para Sultan.
Contohnya di pulau Jawa, Kesultanan Demak merupakan pusat dakwah dan menjadi
pelindung penyebaran agama Islam. Ada juga di pulau Sulawesi yaitu Raja Gowa-
Tolla yang menjadi pelindung bagi para da’i menyebarkan ajaran Islam di sana. Para
Sultan dan Raja saling berkomunikasi, tolong menolong dalam melindungi
perkembangan dakwah Islam di Indonesia. Kekompakkan para sultan ini juga
menjadi cikal bakal lahirnya negara Indonesia.

Kita telah mengetahui proses masuknya islam di Indonesia. Mengapa Islam


pada era mereka (wali songo) begitu mudahnya menyebar di Indonesia? Jawaban
yang kita semua tau adalah bahwa saat itu Islam disebarkan dengan metode
perdagangan dan pernikahan. Tapi saat itu pernikahan yang dilakukan pun tidak
pernah dilakukan secara paksa. Selain dengan metode perdagangan dan pernikahan,
ada metode lain yang digunakan yang justru dengan metode ini Islam begitu mengena
di hati sebagian besar bangsa Indonesia saat itu, yaitu metode akhlak dan akulturasi
budaya. Inilah metode penyebaran Islam terpenting yang justru tidak pernah di bahas
di buku sejarah mana pun. Umumnya bangsa Indonesia dan para pelaku aksi teror
khususnya lupa bahwa Rasulullah Saw diutus di muka bumi untuk menyempurnakan
akhlak sebagaimana yang tercantum dalam salah satu Qur'an. Sedangkan aksi-aksi
teror sama sekali tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam. Islam model arab sering
tidak sesuai dengan jiwa Indonesia karena budaya Indonesia berbeda dengan budaya
Arab. Para wali songo seperti sunan kalijaga memahami hal ini, maka ia pun
melakukan penyebaran Islam dengan metode akulturasi budaya dan salah satu
metodenya yang terkenal adalah dengan menggunakan wayang golek. Salah satu
peninggalan beliau yang cukup dikenal oleh masyarakat Jawa adalah kisah
pewayangan Dewa Ruci (Dewa Ruh Suci, Ruh Al-Quds—ed.). Dengan metodenya
metode yang seperti inilah ajaran Islam menjadi begitu mengena di jiwa sebagian
besar bangsa Indonesia saat itu.
Apapun, sebenarnya bisa kita lakukan untuk mengebumikan kembali nilai-nilai
Islam dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak  hanya menyangkut ibadah terutama
melalui media pertelevisian karena televisi sangat berpengaruh terhadap kehidupan
kebangsaan  kita. Dengan usaha seperti ini, maka ummat islam bisa menjadi dekat
kembali dengan nilai-nilai keislaman serta mampu mengamalkannya secara benar.
Sehingga stigma-stigma yang timbul di masyarakat tentang Islam akan terbantahkan
dengan mudah. Maka sudah sepantasnya ummat Islam dan pihak-pihak yang tidak
menyukai Islam menjadi besar sama-sama melakukan koreksi atas hubungan yang
selama ini terasa kurang baik serta tidak saling menyalahkan.

2.2 Teori Masuknya Agama Islam di Indonesia


Saat islam untuk pertama kalinya datang ke Indonesia, pada waktu itu berbagai
kepercayaan dan agama seperti Budha, Hindu, dinamisme dan anisme sudah banyak
dianut oleh bangsa Indonesia. Bahkan disebagai besar wilayah Indonesia sudah
berdiri kerajaan-kerajaan yang menganut agama Budha dan Hindu. Contohnya,
kerajaan Sriwijaya di Sumatera, kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan
Taruma Negara di Jawa Barat dan masih banyak kerajaan yang lainnya. Akan tetapi,
Islam datang ke wilayah-wilayah itu bisa diterima dengan baik, sebab Islam datang
dengan cara yang baik pula, mereka pembawa ajaran Islam datang dengan prinsipi-
prinsip persamaan antar manusia, perdamaian, ketentraman, serta menghilangkan
kasta dan perbudakan yang sebelumnya sering terjadi di wilayah itu. Sehingga, tidak
ada paksaan dari masyarakat di sana saat diajak untuk mengucapkan dua kalimah
syahadat, mereka melakukannya dengan senang hati.
Kalau bicara tentang kapan islam mulai datang dan masuk ke Indonesia,
menurut para ahli sejarah, islam masuk ke Indonesia pada abad ke tujuh masehi atau
abad pertama hijriyah. Namun dari sumber lain, ada yang menyebutkan bahwa Islam
sudah mulai masuk ke Indonesia saat para pedagang dari Arab mulai singgah dan
memasuki wilatyah Indonesa. Waktu itu saat masih pemerintahan sahabat nabi,
Khulafaur Rasyidin.
Ada beberapa teori masuknya islam ke Indonesia. Berikut teori-teorinya.
1. Teori Mekah
Dalam teori ini, dikatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah
langsung dari Arab atau Mekah yang berlangsung pada abad pertama tahun hijriyah
atau ke 7 M. Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka) adalah tokoh yang
memperknalkan teori ini. Beliau merupakan ulama sekaligus sastrawan Indonesia.
Beliau melontarkan pendapatnya ini pada tahun 1958 ketika menyampaikan orasi di
Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Beliau menolak seluruh
pendapat yang menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke Indonesia secara tidak
langsung melalui Arab. Beliau bercerita bahan argumentasinya yang dijadikan bahan
rujukannnya berasal dari sumber Arab dan sumber lokal Indonesia. Menurutnya,
motivasi awal kedatangan bangsa Arab dilandasi oleh motivasi semangat
menyebarkan agama Islam, bukan dilandasi faktor ekonomi. Menurut pandangannya
pula, jalur perdagangan antara Arab dengan Indonesia suda ada dan brlangsung jauh
sebelum tarik masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan penolakan terhadap Teori Gujarat
yang dia anggap banyak kelemahannya. Dia malah curiga terhadap penulis teori
Gujarat yang berasal dari barat, mereka cenderung memojokkan Islam di Indonesia.
HAMKA berpendapat, penulis barat melakukan upaya yang sangat sistematik untuk
menghilangkan dan meniadakan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan
rohani yang akur dan erat antara mereka dengan bangsa Arab. Dalam pandangannya
juga, HAMKA berpendapat sebenarnya orang-orang Islam di Indonesia memeluk
islam berkat orang Arab, bukan hanya lewat perdagangan saja. Pandangan dan
pendapat HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang dikeluarkan oleh A.H
Johns yang menyatakan bahwa para pengembara lah (musafir) yang pertama kali
melakukan penyebaran ajaran Islam di Indonesia. Biasanya kaum sufi mengembara
dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan perguruan tarekat.
2. Teori Gujarat
Teori Gujarat berpendapat bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia terjadi
pada abad ke 13 M atau abad ke 7 H dan berasal dari Gujarat. Tokoh yang
memperkenalkan teori ini kebanyakan sarjana yang berasal dari belanda. Seorang
Sarjana belanda yang pertama megeluarkan teori ini bernama J. Pijnapel dari
Universitas Leiden. Dalam pandangannya, bangsa Arab yang bermazhab Syafie sudah
tinggal di Gijarat dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah. Akan tetapi, yang
menyebarkan langsung Islam ke Indonesia untuk pertama kalinya itu bukanlah bangsa
Arab, melainkan para pedangang Gujarat yang sudah memeluk Islam terlebih dahulu.
Para pedagang islam itu berdagang ke arah timur, salah satunya Indonesia. Dalam
perkembangannya, teori Gujarat ini diyakini dan disebarkan oleh seorang tokoh
terkemuka Belanda, yaitu Snouck Hurgronje. Dalam pendapatnya, Islam lebih dahulu
menyebar dan berkembang di kota-kota India. Selanjutnya, orang-orang Gujarat yang
lebih dahulu membuka hubungan perdagangan dengan orang Indonesia dibanding
pedagang Arab.
Kemudian teori Gujarat juga lebih dikembangkan oleh J.P. Moquetta pada
tahun 1912. Dia memberikan alasan dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang
meninggal pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H atau sekitar tahun 1297 M di Pasai,
Aceh. Menurut dia, makam Maualan Malik Ibrahim yang meninggal pada tahun 1419
di Gresik dan batu nisam di pasai, semuanya mempunyai bentuk yang sama dengan
nisan yang ada di Kambay, Gujarat. Akhirnya Moquetta berpendapat bahwa batu
nisan itu adalah hasil impor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh asli orang
gujarat yang berada di Indonesia, atau juga orang Indonesia yang sudah belajar
kaligrafi khas Gujarat. Argumentasi lainnya yaitu kesamaan mahzab Syafie yang
dipercayai oleh orang muslim di Indonesia dan Gujarat.
3. Teori Persia
Dalam teori ini berpendapat bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
berasal dari persia (Sekatang Iran). Seorang sejarawan asal Banten yang bernama
Hosein Djajadiningrat adalah pencetus teori ini. Dalam paparannya, dia lebih
menitikberatkan analisisnya pada kesamaan tradisi dan budaya yang berkembang
antara masyarakat Indonesia dan Persia. Budaya dan tradisi itu diantaranya tradisi
merayakan tanggal 10 Muharram atau sering disebut hari Asyuro. Hari ini merupakan
hari suci kaum syiah yang mayoritas berada di iran. Tradisi ini juga berkembang di
daerah Pariaman, Sumatera Barat. Selanjutnya tradisi lainnya adalah ajaran mistik
yang mempunyai banyak kesamaan. Kesamaan lainnya adalah umat Islam di
Indonesia banyak yang menganut mazhab Syafie, sama seperti kebanyakan muslim
yang ada di Iran. Namun, teori ini oleh banyak orang masih dianggap lemah karena
kurang bisa meyakinkan.

2.3 Perkembangan Islam di Indonesia

Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah di Indonesia

(qoryatulquran.wordpress.com)

1. Perkembangan Islam di Sumatera


Perkembangan Islam di wilayah Indonesia di awali dengan dimasukinya
pemahaman ajaran islam daerah Pasai di Aceh Utara dan pantai barat Sumatera, di
kedua wilayah tersebut masing-masing berdiri Kerajaan Islam pertama di Indonesia,
yaitu Kerajaan Islam Perak dan Samudera Pasai.

2. Perkembangan Islam di Jawa


Menurut Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya yaitu Sejarah Umat Islam, cikal
kedatangan Islam ke pulau Jawa sebenarnya sudah dimulai pada tahun ke tujuh
masehi atau abad pertama Hijriyah yaitu pada tahun 674 M – 675 M. Salah satu
sahabat nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan yang pernah singgah di Kerajaan Kalingga di
Jawa. Waktu itu dia menyamar sebagai pedagang. Mungkin pada waktu itu
Muawiyah baru penjajakan saja, namun proses dakwahnya tetap berlangsung dan
diteruskan oleh para da’i yang berasal dari Kerajaan Pasai dan Malaka. Karena pada
waktu itu jalur perhungan antara Pasai dengan Jawa begitu pesat.
3. Perkembangan Islam di Kalimantan
Borneo adalah sebutan nama lain Kalimantan. Pada waktu itu Islam masuk ke
sana melalui tiga jalur. Jalur yang pertama adalah melalui Kerajaan Islam Pasai dan
Perlak. Jalur kedua Islam disebarkan oleh para da’i dari tanah jawa. Mereka
melakukan ekspedisi ke pulau Kalimantan sejak Kerajaan Demak berdiri. Pada waktu
itu, Kerajaan Demak mengirimkan banyak sekali da’i ke luar pulau Jawa, salah
satunya ke pulau Kalimantan. Jalur ketiga melalu kedatangan para da’i yang berasal
dari tanah Sulawesi. Salah satu da’i yang terkenal pada waktu itu adalah Datuk Ri
Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
4. Perkembangan Islam di Maluku
Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Tak ayal hal ini
menjadi daya tarik sendiri para pedagang asing, salah satunya pedagang mulim dari
Jawa, Malaka, Sumatera dan Manca Negara. Dengan kedatangan para pedagang
muslim ini, menyebabkan perkembangan Islam di Kepulauan Maluku ini menyebar
dengan cepat. tepatnya sekitar pertengahan abad ke 15 atau tahun 1440 Islam mulai
masuk ke Maluku.

2.4 Membumikan Islam di Indonesia Dalam Arti yang Benar


Mengenai membumikan islam di Indonesia dalam arti yang benar berarti kita
berbicara tentang satu substansi yaitu Rasulullah SAW sebagai panutan umat islam
membawa ajaran agama islam dan islam itu ialah agama yang rahmatan lil alamin
yaitu agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, jangan jadikan agama itu
tidak berhubungan antara negara, budaya, maupun dengan agama yang lain, itulah
yang menjadikan agama itu tidak ramah. Karena saat ini islam hadir dengan dua versi
yaitu islam yang ramah dan ada islam yang tidak ramah.
Substansi yang perlu dipahami dalam membumikan islam di Indonesia ialah
tentang apakah islam melakukan dakwah dalam pendekatan secara kultural ataupun
secara politikal. Secara kultural artinya sustansi yang penting mengajak seseorang
untuk berbuat baik sedangkan secara politikal atau struktural artinya menghadirkan
islam dalam konteks bernegara. Sedangkan Indonesia bukan negara islam, akan tetapi
Indonesia adalah negara pancasila yang agama islam menjadi agama yang mayoritas
dianut oleh masyarakat di Indonesia boleh hidup sebaik mungkin dan setaat mungkin
umat islam tersebut beribadah.
Arti yang benar membumikan islam di Indonesia adalah menghadirkan islam
yang ramah yang toleran tanpa melakukan kekerasan sehingga menjadikan islam itu
mengayomi dan islam yang damai, bukan menjadi islam yang marah.
Sebetulnya apakah ada tanda islam yang marah itu? Apakah maksud sebenarnya
islam yang marah itu. Sebetulnya belum ada jelas apakah telah ada ataupun tidak,
namun fakta berdasarkan sekelompok yang ingin mencari agama yang berpandangan
dengan cara islam di timur tengah, tetapi islam tidak hanya di timur tengah, islam ada
dimana-mana sehingga menghadirkan islam di Indonesia yang ramah.
Ada dua masalah yang dibahas dalam membumikan islam yang ramah di
Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1. Islam yang ramah terhadap negara.
Paradigma hubungan islam dan negara ada empat paham yaitu:
Pertama, menurut paham teokrasi, hubungan agama dengan negara
digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan
agama, karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman
Tuhan, artinya segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan
atas titah Tuhan. Dalam paham ini kepala negara dianggap sebagai anak Tuhan, serta
agama dijadikan sebagai landasan hukum. Yang menganut paham ini, yaitu Arab,
Iran, Vatikan.
Kedua, menurut paham sekuler, tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan
dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah hubungan manusia dengan manusia
yang lain, sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Sehingga dua
hal ini tidak dapat disatukan. Negara memberikan kebebasan bagi warga negaranya
untuk beragama tetapi negara tidak memfasilitasinya dan negara melarang dalam
pengeksposan simbol agama. Dan dalam paham sekuler ada dua macam paham yaitu
sekuler yang kaku dan sekuler moderat. Sekuler moderat adalah sekuler yang tidak
memberi sekat antara agama dengan negara, sebab negara membutuhkan agama dan
agama membutuhkan negara. Selanjutnya yang menganut paham sekuler, yaitu
beberapa negara di Eropa dan Turki.
Ketiga, menurut paham komunis, agama dianggap sebagai candu masyarakat.
Paham ini pun menimbulkan paham atheis yang berarti tidak bertuhan. Sedangkan
menurut Karl Marx, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri dan agama dianggap
sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Tetapi sebenarnya seathei-atheis manusia, manusia tetap percaya adanya Tuhan. Dan
yang menganut paham ini, yaitu Rusia.
Keempat, paham mutualis simbiotik, contohnya di Indonesia, yaitu agama
menjadi sumber inspirasi baik hukum dan etika sosial dan masuk dalam sistem
bernegara tanpa menyebutkan diri sebagai negara agama, maksudnya keberadaan
orang yang beribadah negara mendorongnya, ini menyebutkan bahwa negara
dicerahkan oleh nilai fundamental ada didalam agama.
Agama di Indonesia tidak hanya merupakan pelengkap, negara membutuhkan
agama dalam orang itu memiliki konteks nilai-nilai yang sakral, bernegara dalam
pengembangannya menghadirkan sistem agama dengan nilai dan budaya, akan tetapi
ada beberapa opini sekelompok orang mengatakan sistem bernegara tidak hanya
cukup dengan nilai dan budaya, namun ada unsur lain yang harus ada yaitu unsur
politikal yang akan menghadirkan agama dalam bernegara secara struktural. Disinila
terdapat perbedaan di Indonesia. Perbedaan pandangan inilah maka diperlukan
membumikan islam di Indonesia, karena bicara soal historical penyebaran islam di
Indonesia, masyarakat lebih mudah menerima agama islam itu melalui budaya.

2. Islam yang ramah terhadap agama lain.


Didalam semua agama di perintahkan untuk saling menghormati, didalam islam
itu diajarkan saling menghormati dengan etika , yang disebut konsep ukhuwah
islamiyah, seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena sama-sama
memeluk agama.
Ada 5 usaha pokok Ukhuwah Islamiyah, yang disebut dengan 5 ta’:
a. Ta’aruf artinya saling mengenal. Sebelum kita menggalang rasa persaudaraan
yang lebih jauh, kita harus saling kenal dulu. “Tak kenal maka tak sayang”, kata
pepatah. Saling mengenal artinya kita tahu siapa dirinya dan sebaliknya.
Pertemuan-pertemuan seperti pengajian, sarasehan, rapat RT/RW,
berorganisasi, piknik, rekreasi, study tour, dan sebagainya merupakan kegiatan
untuk lebih saling mengenal antara individu. Allah bersabda:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
(QS Al-Hujurat [49] : 13)

b. Tafahum artinya saling pengertian. Setelah saling mengenal, maka dilanjutkan


dengan tahapan untuk lebih saling mengerti. Saling mengerti artinya, kita tahu
apa maunya dan sebaliknya dia tahu apa mau kita serta motivasi yang melatar-
belakangi keinginan masing-masing. Juga berarti saling memahami tugas dan
tanggung jawab masing-masing, serta peranan masing-masing dalam
masyarakat. Juga berarti saling memahami dan merasakan kesulitan-kesulitan
yang dihadapi bersama.
c. Ta’awun = tolong menolong. Setelah saling mengenal, dan memahami maka
hubungan perlu ditingkatkan dalam bentuk tolong menolong untuk kebaikan
dan ketaqwaan. Mengenai hal ini, Allah bertitah dalam surah Al-Maidah ayat
2: 

“……Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,


dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(QS Al-Maidah [5] : 2)
Artinya yang memiliki kelebihan menolong yang memiliki kekurangan. Kalau
tolong menolong atau bergotong royong untuk melaksanakan kejahatan, itu
jelas-jelas bukanlah termasuk ukhuwah Islamiyah.
d. Tadhanan = saling bertanggung jawab. Dalam menjaga kerukunan, maka semua
pihak yang terlibat harus menjaga agar ucapan dan tindakannya membawa
suasana yang kondusif bagi tercapainya kerukunan. Apa yang telah disepakati
untuk dilakukan atau dibangun demi kerukunan itu, haruslah menjadi tanggung
jawab setiap orang untuk melaksanakan dan memeliharanyanya. Bila salah satu
pihak mengabaikan tanggung jawabnya, maka akan sungguh sulit untuk
menciptakan kerukunan itu. Jaminan tercapainya kerukunan itu adalah dengan
saling bertanggung jawab.
e. Tasaamuh = saling toleransi. Satu faktor penting ialah rasa tenggang
menenggang. Dalam menciptakan kerukunan, maka ada hal-hal yang bisa di-
negotiate, atau ditawar. Kita boleh fleksibel dalam hal-hal tertentu, tapi kita
perlu tetap memegang prinsip dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits
Nabi saw.

Mengenai hal toleransi ini, maka kita perlu mencontoh Nabi saw, dalam
mengakomodir kepentingan ibadah kaum Nasrani sewaktu beliau menjadi pemimpin
kaum muslim di Madinah. Dibawah kepemimpinan Nabi saw inilah lahir berbagai
peraturan dan undang-undang yang melindungi tempat-tempat ibadah non-muslim,
serta diharuskan untuk ikut menjaganya bila ada orang yang berniat merusaknya.

Kalau dengan kaum non-muslim saja Nabi menganjurkan kita untuk


bertoleransi, apalagi dengan saudara se-iman, se-ikhwan dan se-ikhsan. Allah
berfirman:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(QS Al-Mumtahanah [60] : 8)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Membumikan islam di Indonesia adalah menghadirkan islam yang ramah yang
toleran tanpa melakukan kekerasan sehingga menjadikan islam itu mengayomi dan
islam yang damai, bukan menjadi islam yang marah. Melakukan pribumisasi Islam
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin yang berada di setiap
kondisi, dan agar mampu menerapkan nilai-nilai dasar Islam pada keadaan yang
berbeda.
2. Semangat keislaman dan kesadaran kebangsaan saat ini sangat terasa memudar,
bahkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa telah menjurus pada rusaknya tatanan
hidup bangsa. Terbukti munculnya berbagai konflik di daerah serta timbulnya
berbagai gesekan akibat benturan kepentingan para elit politik dan agamawan.
Sudah seharusnya, semangat kebangsaan itu ditujukan untuk persatuan dan
kesatuan yang harus ditempatkan di atas segala bentuk perbedaan dengan
membumikan syari’ah islam di Indonesia. Substansi yang perlu dipahami dalam
membumikan islam di Indonesia ialah tentang apakah islam melakukan dakwah
dalam pendekatan secara kultural ataupun secara politikal.
3. Umumnya bangsa Indonesia lupa bahwa Rasulullah Saw diutus di muka bumi
untuk menyempurnakan akhlak. Sedangkan aksi-aksi teror sama sekali tidak ada
kaitannya dengan ajaran Islam. Islam model arab sering tidak sesuai dengan jiwa
Indonesia karena budaya Indonesia berbeda dengan budaya Arab. Para wali songo
seperti sunan kalijaga memahami hal ini, maka ia pun melakukan penyebaran
Islam dengan metode akulturasi budaya dan dengan metode yang seperti inilah
ajaran Islam menjadi begitu mengena di jiwa sebagian besar bangsa Indonesia saat
itu. Oleh karena itu, dalam membumikan semangat islam rahmatan lil alamin
diperlukan pendekatan secara budaya, dibuktikan oleh peradaban masyarakat sipil
telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial
keagamaan Seperti Serikat Islam (SI), Nadlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah,
dan pergerakan nasional dalam dalam perjuangan merebut kemerdekaan, selain
berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap
kekuasaan kolonial telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen masyarakat
madani yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai