I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam
pelvis atau calyces ginjal atau saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal
di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk
di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu
kandung kemih). Proses pembetukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis
renalis, nefrolitialis).
1.2 Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubngan dengan
gangguan uliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
a. Faktor intrinsik, meliputi:
- Herediter ; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
- Umur ; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
- Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding
pasien wanita.
Handriani (206) menyatakan apabila batu berada di pasu ginjal dan di calix,
rasa sakit menetap dan kurang intensitasnya. Sakit pinggang terjadi bila
batu yang mengadakan obstruksi berada di dalam ginjal. Sedangkan, rasa
sakit yang parah pada bagian perut terjadi bila batu telah pindah ke bagian
ureter. Mual dan muntah selalu mengikuti rasa sakit yang berat. Penderita
batu ginjal kadang-kadang juga mengalami panas, kedinginan, adanya
darah di dalam urin bila batu melukai ureter, distensi perut, nanah dalam
urine.
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam
kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang
menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di
daerah kemaluan dan paha sebelah dalam.
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam,
menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering
berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan
infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bekteri akan
terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul di atas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air
kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan
penekanan ynag akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada
akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal (Jarot, 2008).
1.4 Patofisiologi
Adapun patofisiologi menurut Long (1996; 323) dan Suddarth (2002;
1460) adalah:
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih. Obstruksi
munkin hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang lengkap bisa menjadi
hidronefrosis yang disertai tanda-tanda dan gejala-gejalanya. Proses
patofisiologis dari batu perkemihan sifatnya mekanis.
Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai kekandung kemih dan
ukurannya bervariasi dan deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir
atau krikil, sampai batu membesar kandung kemih berwarna orange. Faktor
tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, statis
urin, periode immobilisasi (drainase renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).
1.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan neuro, mengendalikan infeksi,
dan mengurangi destruksi yang terjadi (Suddarth, 2001; 1462-1465).
1. Pengurangan nyeri
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri
yang luar biasa, mandi air panas atau hangat di area panggul, pemberian
cairan kecuali untuk pasien muntah atau menderita gagal jantung
kongestif. Pemberian cairan dibutuhkan mengurangi haluaran yang
besar serta meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang
batu sehingga mendorong masase batu ke bawah.
2. Pengangkatan batu
Pemeriksaan sitoskopik dan pasase ureter kecil untuk menghilangkan
batu yang obstrukstif. Jika batu terangkat, dapat dilakukan analisa
kimiawi untuk menentukan kandungan batu.
6. Uretroskopi
Mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat
ureteroskop mellalui sitoskop. Batu dapat dihancurkan dengan
menggunakan laser.
7. Pelarutan batu
Infus cairan kemolitik, misal: agens pembuat basa (alkylating) dam
pembuat asam (acidifying) untuk melarutkan batu dapat dilakukan
sebagai alternatif penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap
terapi lain dan menolak metode lain atau mereka yang memiliki batu
yang mudah larut (struvit).
8. Pengangkatan bedah
Dilakukan pada 1-2% pasien dengan indikasi batu tersebut tidak
berespon terhadap bentuk penanganan lain atau mengkoreksi setiap
abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
1.8 Pathway
Infeksi saluran kemih kronis, Gg metabolisme (Hiperparatirodisme,
hiperuresemia, hiperkalsiuri), Dehidrasi, Benda asing, Jaringan mati,
Inflamasi usus, Masukan vitamin D yang berlebihan
Pembentukan batu
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri akut
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan: nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
1) Kaji karakteristik nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, factor presipitasi)
Rasional : Membantu mengevaluasi adanya nyeri untuk
menunjukkan tempat obstruksi dan kemajuan kalkulus
2) Kaji TTV (tekanan darah, nadi, suhu, TTV)
Rasional : mengetahui tanda-tanda vital pasien
3) Kaji keadaan umum
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
4) Ajarkan tehnik relaksasi
Rasional : membantu meningkatkan relaksasi, menurunkan
tegangan otot, mengurangi nyeri
5) Anjurkan memberikan lingkungan yang nyaman
Rasional : membantu kenyamanan pasien dengan mengontrol
lingkungan
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
Rasional : membantu mengurangi nyeri pasien dengan tehnik
farmakologi
(...................................................)