PERDARAHAN ANTEPARTUM
Oleh :
Asma Yuni Jumad
2018-84-003
Pembimbing :
dr. Zulaiha M. Sahib, Sp.OG., M.Kes
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan refarat ini banyak pihak
yang turut membantu penulis sehingga refarat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Zulaiha Maricar Sp.OG selaku pembimbing dalam penyusunan refarat
ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam refarat ini, untuk
itu kritik dan saran penulis harapkan guna kesempurnaan refarat ini kedepannya.
Akhir kata, semoga refarat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Hal
Kesimpulan ................................................................................. 45
BAB I
3
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu merupakan tolak ukur untuk menilai baik buruknya
Kematian (Maternal Mortality Ratio, MMR) didasarkan pada risiko kematian ibu
kehamilan mencapai trimester ke-3 (>20 minggu) dan sebelum proses persalinan.
Perdarahan obstetric yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi
setelah anak plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan
merupakan kasus gawat darurat sehinnga jika tidak segera ditangani bisa
kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, dengan penyebabnya antara lain ialah
plasenta previa, solutio placenta, dan perdarahan yang belum jelas penyebabnya. 3,4
Selain itu, angka kematian ibu di negara berkembang sekitar 50% dari 500.000 setiap
Indonesia disebabkan oleh karena perdarahan dan 3-4% diantaranya ialah perdarahan
Frekuensi kejadian plasenta previa di negara eropa sebesar 0,3-0,6% dan di negara
4
kematian ibu yang cukup tinggi di Dunia maupun Indonesia, maka pemahaman
mengenai perdarahan antepartum sebagai salah satu penyebab kematian terbanyak ibu
5
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
kelainan plasenta diantaranya ialah plasenta previa dan solusio plasenta maupun
perdarahan yang belum jelas penyebanya. Selain itu, ada pula perdarahan yang
tidak bersumber pada kelainan plasenta sendiri biasanya akibat dari kelainan
serviks.1-3
2.1.2. Etiologi
relatif sedikit kecuali pada karsinoma serviks yang invasif. Penyebab obstetri
plasenta previa. Yang lebih jarang namun tetap berbahaya yaitu perdarahan dari
uteri.4,5
6
Tabel 2.1. Etiologi perdarahan ante partum
Penyebab Obstetri Penyebab non-obstetri
Bloody Show Keganasan atau displasia serviks
Plsenta Previa Servisitis
Solusio plasenta Polip servikal
Vasa Previa Erosi serviks
DIC Laserasi vagina
Ruptur Uteri Vaginitis
Perdarahan sinus marginal Varikose vulva
2.1.3. Klasifikasi
lain:1
a. Spotting noda, bercak darah yang ditemukan pada celana dalam atau
pembalut
tanda-tanda syok
tanda syok.4,5
A. PLACENTA PREVIA
1. Definisi
7
Plasenta previa merupakan kelainan yang terjadi yang mengakibatkan
plasenta letaknya abnormal, yaitu pada bagian bawah dari uterus sehingga
Gambar 2.1. Plasenta berada diatas atau berdekatan pada ostium uteri internum
2. Epidemiologi
dilaporkan sekitar 15% hingga 20% kematian ibu dan insidensinya adalah
berkisar antara 1% hingga 2,4% dan di negara maju lebih rendah yaitu kurang
dari 1%. Angka kejadian pada beberapa rumah sakit umum pemerintah di
hingga 2,9%.8,9
Belum diketahui etiologi pasti dari keadaan ini, akan tetapi terdapat salah
satu penyebab dari hal ini, dikarenakan vaskularisasi desidua yang tidak
8
memadai, yang dapat diakibatkan karena proses radang atau atrofi dan faktor
a. Usia Ibu
Usia ibu yang makin tua (>35 tahun) dan umur muda (<20 tahun)
dapat menjadi penyebab terjadinya plasenta previa karena umur tua akan
plasenta harus tumbuh menjadi luas, sehingga dapat menutupi ostium uteri
internum.
b. Multiparitas
Kejadian plasenta previa terajdi semakin besar pada ibu dengan paritas
tinggi seperti pada wanita mutlipara (lebih dari 2 kali) karena semakin
terjadinya plasenta previa karena plasenta yang baru berusaha mencari tempat
plasenta akan mencari tempat untuk memenuhi aliran darah dan terkadang
berada di bawah pada jalan lahir atau bahkan menutupi jalan lahir.
c. Kehamilan ganda
Pada kehamilan ganda khususnya dengan dua janin dan dua plasenta
atau lebih, membuat satu tempat telah terjadi implantasi plasenta dan yang
9
lain akan memilih tempat yang kurang untuk berimplantasi yaitu di segmen
bagian bawah rahim. Walaupun hanya terdapat satu plasenta, maka plasenta
darah di sekitar bekas bedah sesar menjadi berkurang dan membuat plasenta
berimplantasi pada daerah yang memiliki aliran darah yang memadai yaitu
4. Patofisiologi
Perdarahan antepartum pada wanita dengan usia kehamilan yang lanjut
yang diakibatkan oleh plasenta previa, umumnya terjadi pada trimester ketiga
karena saat itu segmen bawah uterus mengalami perubahan berkaitan dengan
semkain tuanya kehamilan, pada segmen bawah dari uterus akan menjadi semakin
melebar, sehingga serviks mulai membuka. Perdarahan akan terjadi jika plasenta
terletak di atas ostium uteri interna atau di bagian bawah dari segmen rahim.
Pembentukan segmen bawah dari rahim serta pembukaan ostium interna akan
proses pembentukan segmen bawah rahim.5 Perdarahan itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
10
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
sehingga pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan mudah.
Perdarahan akan berhenti saat terjadinya pembekuan, kecuali jika mengenai sinus
yang besar dari plasenta maka perdarahan akan berlangsung lebih lama dan lebih
perdarahan akan berulang tanpa sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar dan tidak nyeri (painless). Pada plasenta previa totalis
perdarahan terjadi lebih awal pada kehamilan karena segmen bawah rahim
terbentuk lebih dahulu. Sedangkan pada plasenta previa parsialis atau marginalis
berada dekat dengan ostium uteri internum sehingga perdarahan akan mengalir
5. Klasifikasi
internum
11
d. Plasenta letak rendah plasenta berimplantasi pada segmen bawah uterus
6. Manifestasi Klinis
a. Pendarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri
dari biasanya dan berulang, darah berwarna merah segar, terjadi pada
c. Pada tipe plasenta letak rendah, perdarahan baru akan terjadi pada saat
mulai persalinan.
12
d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak
yang tidak dapat berotasi dengan leluasa akibat dari adanya hambatan
f. Pendarahan pertama biasanya tidak begitu banyak dan tidak fatal, kecuali
maka pada palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah janin yang
masih tinggi di atas simfisis pubis. Bagian terendah janin yang tinggi
disebabkan oleh tidak dapatnya bagian janin yang dapat masuk ke pintu
internum.
7. Diagnosis
a. Anamnesis
13
Pada anamnesis dapat ditanyakan, apakah adanya perdarahan
pervaginam yang berwarna merah segar tanpa rasa nyeri pada usia
ada nyeri (sejak kapan, letak nyeri, keparahan nyeri). Beberapa pertanyaan
b. Pemeriksaan fisik
yang masih tinggi dan kelainan pada letak janin melalui pemeriksaan
Leopold. Vaginal toucher (VT) harus dihindari pada semua ibu yang
plasenta previa.
c. Pemeriksaan penunjang
14
Namun tidak dapat memberikan gambaran lokasi plasenta sebaik USG
kesehatan.6,7
A B
Gambar 2.3. Plasenta previa total
A. USG plasenta transabdominal (kepala panah putih) dibelakang kandung kemih menutupi serviks
(panah hitam)
B. USG plasenta transvaginal (panah) yang sepenuhnya menutupi serviks berdekatan dengan kepala
janin
8. Penatalaksanaan
setelah terdiagnosis maka ibu disarankan untuk rawat inap di rumah sakit, tersedia
darah untuk transfusi apabila dibutuhkan segera, fasilitas yang mendukung untuk
namun apabila terdapat indikasi sebelum waktu yang telah ditentukan maka dapat
a. Tatalaksana umum :
15
1) Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCL
4) Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur,
b. Tatalaksana khusus
2) Rawat inap tirah baring sangat di anjurkan pada wanita hamil dengan
5) Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60mg
sarana transfusi.
16
6) Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah
Terapi Aktif: Pada ibu dengan palsenta previa maka rencanakan terminasi
kehamilan jika :
Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi
Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari
tempat plasenta :
17
Jahit lokasi perdarahan dengan benang.
9. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
a. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim terjadi secara ritmik, maka
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah
b. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
menjadi sebab dari kejadian plasenta akreta atau inkreta akan tetapi dengan
demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah
terlepas timbullah berdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada uterus yang sudah pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta
18
akreta terjadi 10% sampai 35% pada pasien yang pernah seksio sesarea satu
c. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang sangat banyak.
Oleh karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan
banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti
dtau pemasangan tampon, maka pada keadaan yang lebih gawat seperti ini
previa.
d. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
konsekuensinya.
e. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
19
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
selain masa rawat yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio
plasenta (Risiko relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin
(RR 2,8), perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat
15,9%.
10. Prognosis
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan
seharusnya kematian ibu karana plasenta previa rendah sekali atau tak ada sama
utama.9
Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena kelahiran prematur lebih
banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan maupun
B. SOLUSIO PLASENTA
20
1. Definisi
gambaran klinis yang dijumpai pada sebagian besar kasus penyulit ini.6
2. Epidemiologi
Solusio plasenta yang terjadi pada wanita hamil menyulitkan sekitar 1
dalam 100 sampai 120 kehamilan, dimana dua pertiga tergolong parah
karena peningkatan prevalensi faktor risiko untuk gangguan dan atau perubahan
dalam diagnosis kasus. Dalam satu rangkaian besar, lebih dari 500 solusio dengan
kelahiran hidup, 60,4% terjadi pada jangka waktu, 25,3% terjadi pada 32 hingga
21
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab utama dari solutio plasenta masih belum diketahui dengan begitu
jelas. Namun, adapun beberapa faktor yang berpengaruh dalam kejadian ini
diantaranya yaitu:6,7,11
a) Hipertensi
solutio plasenta yang berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi
b) Trauma
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
lain.
c) Paritas
Lebih banyak kasus solutio plasenta pada wanita multipara dari pada
22
multipara dan 18 kasus pada wanita primipara. Terjadinya peningkatan
tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin
d) Usia ibu
dengan meningkatnya usia dari ibu. Hal ini dapat diterangkan karena
semakin tua usia ibu, maka makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
e) Kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan salah satu penyebab peningkatan dari
mikrosikulasinya.
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang
4. Patofisiologi
23
Solusio plasenta dimulai oleh pedarahan kedalam desidua basalis akibat
yang melekat ke miometrium. Karena itu, proses dalam tahap paling awal terdiri
histologis peradangan yang lebih banyak terlihat pada kasus solusio plasenta
pemisahan hanya ditemukan pada saat pemeriksaan plasenta yang baru dilahirkan.
Pada kasus-kasus seperti ini, terdapat cekungan berbatas tegas pada permukaan
ditutupi darah yang telah membeku dan berwarna gelap. Karena diperlukan
beberapa menit untuk memunculkan perubahan anatomis ini, plasenta yang sangat
cukup besar telah terbentuk sempurna telah menekan masa plasenta, dan
kemungkinan berumur beberapa jam.8 Pada kondisi tertentu arteri spiralis desidua
pecah dan menimbulkan hematoma retroplasenta yang pada saat bertambah besar
24
merusak lebih banyak lagi pembuluh darah sehingga lebih banyak plasenta yang
terpisah (Gambar 2.6). Daerah terpisanya plasenta dengan cepat meluas dan
mencapai tepi plasenta. Karena uterus masih membesar, akibat produk konsepsi
uterus tidak mampu berkontraksi secara adekuat untuk menekan pembuluh darah
yang robek yang memperdarahi lokasi plasenta. Darah yang keluar dapat
menyebabkan diseksi membran dari dinding uterus dan akhirnya tampak dari luar
Gambar 2.5. Solusio plasenta parsial dengan bekuan darah yang menempel
25
Gambar 2.6. Sisi plasenta yang potensial untuk terjadinya gangguan sirkulasi
misalnya seperti pelahiran bayi kembar pertama, atau ruptur membran pada
hidramnion, atau traksi pada tali pusar yang pendek. Mekanisme lain yang
mungkin dimulainya kaskade kooagulasi. Hal ini dapat terjadi contohnya pada
26
• Terdapat efusi darah dibelakang plasenta, tetapi tepinya masih tetap melekat
• Kepala janin memenuhi segmen bawah uterus sehingga darah tidak bisa lewat.
terdiseksi lepas dari dinding uterus dan darah cepat atau lambat akan mengalir ke
plasenta hampir selalu berasal dari ibu. Hal ini logis karena pemisahan terjadi
tersebut, volume darah janin kurang dari 10 mL. Sebaliknya, perdarahan janin
yang bermakna jauh lebih mungkin terjadi pada solusio traumatik. Pada kondisi
ini, perdarahan janin terjadi akibat robekan atau fraktur dalam plasenta, bukan
5. Klasifikasi
klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solutio
27
Kurang lebih 30-40% penderita solusio plasenta ringan tidak atau
sedikit sekali melahirkan gejala. Luas plasenta yang terlepas tidak sampai
25%, atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Pada keadaan yang
sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom yang berukuran beberapa
bisa tidak ada hingga sedikit (< 100 mL). Ini dapat diketahui secara
retrospektif pada inspeksi plasenta setelah partus. Rasa nyeri pada perut
masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar
dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar bewarna merah segar pada
plasenta previa. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu maupun janin
masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali
pada palpasi sedikit terasa nyeri lokal pada tempat terbentuk hematom dan
perut sedikit tegang tapi bagian-bagian janin masih dapat dikenal. Kadar
fibrinogen darah dalam batas-batas normal yaitu 350 mg%. Walaupun belum
memerlukan intervensi segera, keadaan yang ringan ini perlu dimonitor terus
bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada solusio sedang atau berat.
28
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum
seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, dan denyut jantung janin
lebih banyak (100-500 mL), kadar fibrinogen berkurang antara 150 - 250
mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi
Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian anak
sukar. Rasa nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak bersifat hilang
timbul seperti pada his yang normal. Perdarahan pervaginam jelas dan
bewarna kehitaman, penderita pucat karena mulai ada syok sehingga keringat
dingin. Keadaan janin biasanya sudah gawat. Pada stadium ini bisa jadi telah
timbul his dan persalinan telah mulai. Pada pemantauan keadaan janin dengan
kardiotokografi bisa jadi telah ada deselarasi lambat. Perlu dilakukan tes
dipastikan terjadi.
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%. Perut sangat nyeri
dan tegang serta keras seperti papan (defans musculaire) disertai perdarahan
yang berwarna hitam (>500 mL). Oleh karena itu palpasi bagian-bagian janin
tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada yang
29
seharusnya oleh karena telah terjadi penumpukan darah di dalam rahim pada
rahim kelihatan membulat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat. Pada
anatomik dan fungsi dari plasenta. Keadaan umum menjadi buruk disertai
oliguria boleh jadi telah ada sebagai akibat komplikasi pembekuan darah
gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150
6. Manifestasi Klinis
eksternal, tetapi plasenta telah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai
akibat langsung dari pemisahan plasenta. Perdarahan dapat berwarna merah gelap
30
terlokalisir pada uterus atau nyeri punggung pada 66% dan distres janin pada
60%. Pada 22%, diagnosis awal adalah persalinan kurang bulan sebelum akhirnya
terjadi kematian atau distres janin. Temuan lain mencakup kontraksi uterus yang
sering dan hipertonus uterus persisten. Jika prosesnya luas, bukti distres janin,
uterin tetani, DIC, atau syok hipovolemik bisa tampak. Peningkatan tonus uteri
dan frekuensi kontraksi dapat memberikan tanda awal sebuah solusio. Rata-rata
7. Diagnosis
lain :6,7
A. Anamnesis
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar
pervaginam.
31
Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.6,7
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi.
2. Palpasi
Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
3. Auskultasi
biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila
4. Pemeriksaan Dalam
Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang,
32
Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini
5. Pemeriksaan Umum
penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok.
A. Pemeriksaan Lanjutan
1. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen
3. Pemeriksaan Plasenta
cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau
hematoma retroplacenter.
33
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain:
Darah
Tepian plasenta
8. Tatalaksana
A. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila
solution plasenta dengan tipe derajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak
B. Aktif
Proses persalinan janin secara cepat yang hidup hampir selalu dengan seksio
tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat
34
secepat mungkin telah lama diandalkan dalam tatalaksana solutio plasenta.
sirkulasi ibu. Namun tidak terdapat bukti bahwa salah satunya dicapai oleh
amniotomi. Jika janin telah cukup matur, pemecahan ketuban dapat mempercepat
pelahiran. Jika janin masih imatur, kantong yang utuh mungkin lebih efisien
dalam membuka serviks dibandingkan bagian kecil janin yang kurang dapat
menekan serviks. 12
yaitu:7,12
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu
persalinan spontan.
Bila janin hidup, lakukan SC, bila janin mati lakukan amniotomi dan
35
ii. Solusio plasenta sedang dan berat
segera diberikan.
intrauterine.
intravaskuler dimana-mana.
36
Uterus couvelaire tidak menjadi indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika
9. Komplikasi
a. Syok perdarahan
perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan
darah. Pada solutio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solutio
intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
37
Biasa hal ini disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma
akan menurun akibat dari terjadinya perdarahan yang hebat sehingga fungsi
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan
berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut uterus couvelaire.11,12
10. Prognosis
Bila janin telah meninggal atau belum viabel, tidak terdapat bukti
memberikan terapi cairan dan penggantian darah yang adekuat, dan bukan
C. RUPTUR UTERI
1. Definisi
Ruptur uterus dapat timbul akibat cedera atau kelainan yang telah ada,
ruptur juga dapat terjadi akibat trauma, atau dapat terjadi sebagai komplikasi
2. Epidemiologi
Angka kejadian ruptur uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar
38
sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju yaitu antara 1 :
1250 hingga 1 : 2000 persalinan. Angka kematian ibu akibat dari ruptur uteri
angka kematian anak pada ruptur uteri sekitar antara 89,1% hingga 100%.13
3. Etiologi
perempuan yang pernah menjalani pelahiran caesar, ruptur pada uterus tanpa
parut sekarang ini menyebabkan hampir separuh diantara semua kasus ruptur
uterus. Faktor predisposisi lain yang lazim adalah riwayat bedah atau
39
Reseksi kornu profunda pada tuba uterina Trauma eksternal - tajam atau tumpul
interstisial Versi eksternal
Metroplasti Distensi berlebihan uterus - hidramnion
Trauma uterus koinsidental : Selama pelahiran :
Aborsi menggunakan alat-sonde, kuer Versi internal
Trauma tajam atau tumpul - kecelakaan, Pelahiran dengan forsep yang sulit
peluru, pisau Persalinan dan pelahiran presipitatum
Ruptur asimtomatik pada kehamilan Ekstraksi bokong
sebelumnya Kelainan jantung yang menyebabkan distensi
segmen bawah uterus
Penekanan uterus yang sangat kuat selama pelahiran
Pengeluaran manual plasenta yang sulit
Kelainan kongenital : Didapat :
Kehamilan pada kornu uteri yang tidak Plasenta inkreta atau prekreta
berkembang sempurna Neoplasma trofoblastik gestasional
Adenomiosis
Sakulasi uterus dalam posisi retroversi yang terjepit
4. Patofisiologi
sering terjadi pada segmen bawah uterus yang menipis. Lubang robekan apabila
berdekatan dengan serviks, sering meluas secara transfersal atau oblik. Biasanya
robekan berbentuk longintudinal jika terjadi pada bagian uterus yang berdekatan
40
Gambar 2.7. Uterus yang mengalami ruptur spontan pada tepi lateral kiri segmen bawah uterus
meluas keatas hingga mencapai korpus uteri melewati serviks, hingga mencapai
vagina. Sesekali kandung kemih dapat ikut robek. Setelah ruptur komplit isi uterus
akan keluar ke rongga peritoneum. Namun, jika bagian presentasi telah memasuki
pintu atas panggul, maka hanya sebagian tubuh janin dapat menjulur keluar dari
uterus. Pada ruptur uterus dengan peritoneum intak, perdarahan sering meluas hingga
41
Gambar 2.8. Ruptur uteri pada laparatomi dengan ekspulsi parsial fetus
5. Klasifikasi
a. Ruptur uteri komplit : bila robekan terjadi pada seluruh lapisan dinding
uterus.
c. Ruptur uteri imminens : bila baru ada gejala akan terjadi ruptur, pesien
merasa kesakitan terus menerus baik waktu his maupun di luar his, Teraba
42
a. Ruptur uteri gravidarum : terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi
pada korpus.
a. Korpus uteri : biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
b. Segmen bawah rahim : biasanya pada partus sulit dan lama (tidak maju),
SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur
c. Servik uteri : biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau
6. Manifestasi Klinis
Pada ibu hamil yang mengalami ruptur uteri, karena perdarahan yang
hebat, biasa ditemukan tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat, pucat
perdarahan pervaginam. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri perut
hebat yang dapat berkurang setelah ruptur terjadi. Pada palpasi juga ditemukan
bentuk uterus yang abnormal dengan kontur tidak jelas, selain itu terdapat nyeri
dipalpasi. Selain itu, tanda khas seperti lingkaran konstriksi patologis (Bandl’s
43
Gambar 2.8. Bandl’s Ring
7. Diagnosis
A. Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan riwayat nyeri perut yang hebat pada
B. Pemeriksaan luar
nadi yang lemah dan cepat. Pada pemeriksaan abdomen, akan ditemukan
gambaran Bandl’s Ring dan nyeri tekan pada perut yang hebat. Bila janin
44
sudah keluar dari cavum uteri, maka teraba bagian-bagian janin langsung di
bawah kulit perut. Selain itu, akan ditemukannya tanda-tanda janin dari
C. Pemeriksaan dalam
turun ke bawah dapat dengan mudah di dorong ke atas dan disertai keluarnya
darah pervaginam. Jika rongga uterus sudah kosong, dapat diraba robekan
pada dinding rahim dan teraba usus, omentum dan bagian-bagian janin.
Dinding perut dapat ditekan menonjol ke atas oleh ujung jari-jari tangan
8. Tatalaksana
Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan prevention is better
than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola
persalinan di mana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah
yang cukup dan berpengalaman. Bila telah terjadi ruptura uteri tindakan terpilih
infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta
A. Tatalaksana umum :
Berikan oksigen
45
Perbaiki kehilangan volume darah dengan pemberian infus cairan
Jika kondisi ibu stabil, lakukan seksio sesarea untuk melahirkan bayi dan
plasenta.15
B. Tatalaksana khusus:
Jika uterus dapat diperbaiki dengan resiko operasi lebih rendah daripada
histerektomi dan tepi robekan uterus tidak nekrotik, lakukan reparasi uterus
diperlukan. 15
9. Komplikasi
uteri. Ketepatan dalam mendiagnosis dan rujukan tepat waktu ke pusat kesehatan
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan dari ruptur uteri adalah disseminated
operasi sebelumnya, insidens ruptur uteri lebih sering terjadi dibanding uterus
tanpa riwayat operasi sebelumnya, namun angka mortalitas ibu yang terjadi lebih
rendah. Kematian janin berhubungan erat dengan interval waktu sejak terjadinya
46
ruptur uteri sampai bayi lahir. Hasil terbaik akan didapatkan bila bayi lahir 15-30
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
47
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan yang berasal dari traktus
genitalia setelah usia kehamilan 24 minggu dan saat menjelang persalinan. Penyebab
plasenta diantaranya ialah plasenta previa (kelainan letak plasenta) dan solusio
Adapun penyebab lainnya yakni rupture uteri akibat dilampauinya daya regang
miometrium.
penatalaksaannya berdasarkan klasifikasi dari kelainan yang terjadi. Dan jika tidak
kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Antepartum Haemorrhage.
Green-top Guideline No 63. 2011.
48
2. Londok THM, Lenkong RA, Suparman E. Karakteristik Perdarahan Antepartum
dan Perdarahan Antepartum. Jurnal e-Biomedik. 2013; 1(1).
3. Kementerian Kesehatan RI. Mother’s Day, Situasi Kesehatan Ibu. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.
4. Khan KS,Wojdyla D, Say L, Gülmezoglu AM,Van Look PF.WHO analysis of
causes of maternal death: a systematic review. Lancet 2006;367:1066–74.
5. Sunarsih, Susanaria P. Hubungan Usia dan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian
Perdarahan Antepartum di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun
2013. Jurnal Kebidanan. 2015; 1(1).
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD.
William Obstetrics. 22th Edition. USA: McGraw-Hill;2007
7. Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1992, hal.365-376.
8. Dameyana Ernesty. Faktor risiko kejadian perdarahan antepartum dengan sebab
plasenta previa di RSUD Sunghailiat Bangka. Skripsi, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga : Surabaya, 2016.
9. Sinha P, Kuruba N. Antepartum haemorrhage: An update. Journal of Obstetrics
and Gynaecology. 2008;28(4):377-81.
10. Silbernagl, Stefan. Teks dan Atlas Berwarna, Patofisiologi. ECG, Penerbit Buku
Kedokteran. 2007
11. Diana SA, Kurnaesih E, Arman. Analisis Faktor Yang Berisiko Terhadap
Kejadian Solusio Plasenta di RSUD Polewali Mandar. Prosiding Seminar
Nasional. 2018; 1.
12. Sastrawinata.S, Martaadisoebrata.D, Wirakusumah.F, Pendarahan Antepartum.
Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2005. Hal. 91-98.
13. Sari RDP. Ruptur Uteri. Jurnal Kesehatan Universitas Lampung. 2015; 5(9).
14. Hacker NF and Moore George, 2012. Essensial of Obstetrics and Gynecology.
2nd edition, W.B. Sauders company, page 316-318Lim AC, et al. Pregnancy
49
after uterine rupture: a report of 5 cases and a review of the literature.Obstet
Gynecol Surv. 2005; 60 (9):613-7
15. Ahmed, M.A., Elkhatim, G.E.S., Ounsa, G.E., Mohamed, E.Y. Rupture uterus in
Sudanese women : management and maternal complication. World Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Science, 2015; 15(4): hal. 1669-1675.
50