Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan
keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka
yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli
otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan
pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh
sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in
otorhinolaringology-head and neck nursing).
Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambyt atau benda
lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke dalam (dapat
menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat
menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan akhirnya dapat menyebabkan
impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran.

B. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan seminar diharapkan mahasiswa mengerti tentang Otitis Media Akut
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan seminar mahasiswa mengerti tentang :
 Pengertian Otitis Media Akut
 Etiologi Otitis Media Akut
 Patofisiologi dan phatway Otitis Media Akut
 Kompliksi Otitis Media Akut
 Pemeriksaan penunjang Otitis Media Akut
 Asuhan keperawatan Otitis Media Akut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi 
Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah. Saat bakteri
melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga
terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya saluran (Mansjoer,
2001,76).
      Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media berarti
peradangan dari telinga tengah. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan
telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak
dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).

B. Jenis Otitis Media


Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
1. Otitis media akut
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah.
2. Otitis media serosa
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah
tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.
3. Otitis media kronik
Otitis Media Kronik adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur
tulang di dalam kavum timpani.Otitis Media Kronik sendiri adalah kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode
berulang Otitis Media Akut yang tak tertangani.

C. Etiologi
      Penyebabnya adalah bakteri-bakteri saluran pernafasan bagian atas dan bakteri piogenik
seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus, haemophylus
influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas
aerugenosa.
       Penyebab lainnya yaitu virus. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan
bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu
respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%).
Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan
membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal,
meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu
mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).
D. Patofisiologi
       OMA sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang tenggorokan / pilek
yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius. Saat bakteri melalui saluran
eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah
pembengkakan di sekitar saluran, terseumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih
untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sel-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri, sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringans ekitar sel
eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah
banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengatran di telinga dalam bergerak bebas.
Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapt merobek gendang telinga karena
tekanannya.

E. Manifestasi klinis
1. Otitis Media Akut
Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa: 
a. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang
dapat dilihat, dapat mengalami perforasi.
b. Keluhan nyeri telinga ( otalgia ) 
c. Demam
d. Anoreksia
e. Limfadenopati servikal anterior

2. Otitis Media Serosa


Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga
atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik. 
3. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali
pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan
bahkan merah dan edema.

F. Stadium Otitis Media Akut 


Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu

1. Stadium oklusi tuba eustakhius, adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan
negative di dalam tekanan tengah, karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah
terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media
Serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemesis (stadium presupurasi) 
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi 
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane
timpani menonjol kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit,
suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di
cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler
dan timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa.
Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di
tempat ini akan terjadi ruptur. 
4. Stadium perforasi 
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang,
suhu badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut
Stadium Perforasi.
5. Stadium resolusi 
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh
baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa
pengobatan.

G. Komplikasi 
1. Sukar menyembuh 
2. Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang 
3. Ketulian sementara atau menetap 
4. Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses otak), thrombosis
sinus lateralis.

H. Tes diagnostic
1. Pada pemeriksaan otoskopik ditemukan ear drum tampak merah dan
menggelembung.
2. Spesimen cairan yang keluar dari telinga(dari ear drum yang ruptur)→untuk kultur
guna identifikasi pathogen bakteri penyebab.
3. Audiometri→untuk evaluasi adanya tuli konduktif.
4. X-Ray(Rὂ)→pada area mastoideus.
I. Penatalaksanaan 
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya
1. Stadium oklusi 
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan
negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes telinga: HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati,
antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau alergi.
2. Stadium presupurasi 
Pemberian antibiotika, obat tetes telinga dan analgetika. Bila membran timpani
terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan golongan
Penicillin diberikan Eritromisin.
3. Stadium supurasi 
Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih utuh
untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
4. Stadium resolusi 
Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN Ny. K DENGAN KASUS OTITIS MEDIA AKUT
DI RUMAH SAKIT PERMATA MEDIKA
A. Pengkajian
1. Biodata 
Nama : Ny. K 
Umur : 45 tahun 
Jenis Kelamin : Perempuan 
Agama : Islam 
Alamat : Kebumen 
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 
Tanggal Masuk RS : 17 November 2014
TanggalPengkajian : 18 November 2014 
Diagnosa Medis : Otitis Media 

2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri telinga.

3. Riwayat Kesehatan 
a. Riwayat Kesehatan Sekarang 
Pasien bernama Ny.K berusia 45 tahun datang ke ruang IGD Rumah Sakit Permata
Medika dengan keluhan nyeri telinga, keluar cairan putih dari telinga kanan yang
disertai dengan demam. Pasien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak, nyeri
dirasakan seperti diremas-remas, nyeri telinga secara terus menerus, skala nyeri 7.
Pasien mengatakan mempunyai kebiasaan membersihkan telinga menggunakan
peniti setiap hari, ketika sakit pasien hanya memberikan tetes telinga. Berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik, didapatkan nyeri telinga, dan serumen kental serta terdapat
perforasi pada membrane timpani telinga kanan, tes rinne (-), tes weber : lateralisasi
kekanan, dan pada tes bisik, pasien tidak dapat mendengarkan suara berfrekuensi
rendah. TTV : 120/80mmHg, N: 110x/menit, P: 20x/menit, S: 39ºC. Keluarga
pasien mengatakan harus bebicara dengan nada tinggi pada klien, karena klien
kadang tidak nyambung bila diajak berbicara dengan suara yang rendah. Pasien juga
mengatakan cemas apabila harus melakukan operasi. Pasien tampak bingung dan
gelisah.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu 


Pasien mengatakan memiliki riwayat batuk dan pilek yang sering berulang dan dua
hari terakhir tiba-tiba keluar cairan bening dari telinga kiri dengan konsistensi
kenyal dan tidak bau.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga 
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti saya
sekarang

4. Pengkajian Pola Pemenuhan Dasar Virginia Henderson 


a. Pola Oksigenasi
 Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami sesak napas.
 Selama  sakit pasien mengatakan tidak mengalami sesak napas.

b. Pola Nutrisi
 Sebelum sakit pasien mengatakan makan 3 x/ hari dan minum 8 gelas/ hari. 
 Saat sakit pasien mengatakan makan 3 x/ hari dan minum 8 gelas/hari.

c. Pola Eliminasi
 Sebelum sakit pasien mengatakan BAK 3x/ hari, BAB 1x/ hari pagi. 
 Selama sakit pasin mengatakan BAK 4x/ hari, BAB 1x/ hari pagi.

d. Pola Aktivitas
 Sebelum sakit pasien mengatakan aktivitasnya dilakukan sendiri.
 Selama sakit pasien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga (seperti:
seka, dibantu jalan ke KM untuk BAK, BAB).

e. Pola Istirahat
 Sebelum sakit pasien mengatakan pola istirahatnya teratur (sekitar jam 21.00
sudah tidur), dan tidurnya nyenyak jika di rumah (lamanya tidur 7-8 jam).
 Selama sakit pasien mengatakan sulit tidur (lamanya tidur sekitar 5-6 jam)
karena telinganya nyeri. 

f. Pola berpakaian
 Sebelum sakit pasien mengatakan pakaiannya tertutup berjilbab. 
 Selama sakit pasien mengatakan pakaiannya tertutup berjilbab. 

g. Menjaga suhu tubuh


 Sebelum sakit pasien mengatakan jika kedinginan menggunakan jaket dan
selimut. Saat cuaca panas, pasien menggunakan kaos.
 Selama sakit pasien mengatakan jika kedinginan menggunakan jaket dan
selimut. Saat cuaca panas, pasien menggunakan kaos.

h. Pola personal hygiene


 Sebelum sakit pasien mengatakan melakukan gosok gigi, mandi sebanyak 2x
sehari secara mandiri.
 Selama sakit pasien mengatakan untuk seka dibantu oleh keluarga.

i. Pola menghindar dari bahaya


 Sebelum sakit pasien mengatakan menggunakan alas kaki dan menggunakan
pelindung diri saat berkendara.
 Selama sakit pasien mengatakan lebih proteki pada dirinya.

j. Pola komunikasi
 Sebelum sakit pasien mengatakan dalam berkomunikasi dengan orang lain
menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia. 
 Selama sakit pasien mengatakan berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan
Indonesia. 

k. Pola spiritual
 Sebelum sakit pasien mengatakan melakukan sholat 5 waktu.
 Selama sakit pasien mengatakan solat 5 waktu dengan cara berbaring.  

l. Pola rekreasi
 Sebelum sakit pasien mengatakan jarang melakukan rekreasi/ liburan.
 Selama sakit pasien mengatakan hanya ngobrol bersama keluarga dan nonton
tv. 

m. Pola bekerja
 Sebelum sakit pasien mengatakan bekerja sebagi ibu rumah tangga. 
 Selama sakit pasien mengatakan tidak bekerja.

n. Pola belajar
 Sebelum sakit pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya.
 Saat dikaji pasien mengatakan ingin tahu lebih dalam tentang penyakitnya.
Pasien tampak bertanya-tanya tentang penyakitnya. 

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
2. Gangguan sensori / presepsi pendengaran berhubungan dengan kerusakan pada telinga
tengah
3. Gangguan termoregulasi berhubungan dengan proses peradangan.
C. Intervensi Keperawatan
No dx Tujuan / Criteria hasil Intervensi Rasional
1. setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyeri pasien berkurang dengan
KH:
a. Pasien tampak rileks,
b. skala nyeri (1-3) a. Kaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan
intensitas.
c. Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
d. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
e. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti nafas dalam
f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (analgesik). a. Memberikan informasi
untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
g. Untuk meningkatkan relaksasi.
h. Dapat mengurangi rasa nyeri pasien
i. Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri
j. Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan relaksasi mental dan fisik.
2. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Persepsi / sensoris
baik dengan kriteria hasil :
a. Klien mampu menggunakan peralatan secara tepat serta mampu menjaga hygiene
b. Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
c. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat
mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
d. Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
e. Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan
(baik itu antibiotik sistemik maupun lokal). a. Keefektifan alat pendengaran
tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang
tepat.
f. Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa
sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
g. Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah
pendengaran rusak secara permanen
h. Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme
sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
3. setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan suhu tubuh normal
dengan criteria hasil :
a. TTV Normal :
 N : 60-100x/mnt
 S : 36,5-37,5 Oc
 TD : 120/80 mmhg
 RR : 14- 20x / mnt
b. Tidak terjadi dehidrasi.
 Observasi suhu, N, TD, RR tiap 2-3 jam.
 Catat intake dan output cairan dlm 24 jam
 Kaji sejauh mana pengetahuan keluarga dan pasien tentang hyperthermia
 Jelaskan upaya – upaya untuk mengatasi hypertermia dan bantu klien/keluarga
dlm upaya tersebut:
1. Tirah baring dan kurangi aktifitas
2. Banyak minum 2-3 lt/ sesuai kebutuhan
3. Beri kompres hangat di daerah lipatan paha, axila dan kepala dekat
hipotalamus.
4. Pakaian tipis dan menyerap keringat
5. Ganti pakaian, seprei bila basah
6. Lingkungan tenang, sirkulasi cukup.
 Anjurkan klien/klg untuk melaporkan bila tubuh terasa panas dan keluhan lain.
Kolaborasi:
 Kolaborasi pengobatan: antipiretik, cairan dan pemeriksaan kultur darah.
a. Sebagai pengawasan terhadap adanya perubahan keadaan umum pasien
sehingga dapat diakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat.
b. Mengetahui keseimbangan cairan dalam tubuh pasien untuk membuat
perencanaan kebutuhan cairan yang masuk.
c. Mengetahui kebutuhan infomasi dari pasien dan keluarga mengenai perawatan
pasien dengan hypertemia.
d. Upaya – upaya tersebut dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien serta
meningkatkan kenyamanan pasien.
e. Penanganan perawatan dan pengobatan yang tepat diperlukan untuk
megurangi keluhan dan gejala penyakit pasien sehingga kebutuhan pasien
akan kenyamanan terpenuhi.
f. Antipiretik dan pemberian cairan menurunkan/mempertahankan suhu tubuh
pasien serta pemeirksaan kultur darah membantu penegakan diagnosis OMA.

D. Implementasi Keperawatan
Tindakan dilakukan sesuai intervensi

E. Evaluasi
1. Nyeri berkurang
2. Gangguan persepsi / sensori baik
3. Dehidrasi tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai