Anda di halaman 1dari 43

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar Matematika

1. Pengertian Belajar

Kegiatan belajar merupakan hal yang penting dalam keseluruhan proses

pendidikan, berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada

proses belajar mengajar yang dialami oleh peserta didik.

Hilgard (Sanjaya,2011:228) mengungkapkan bahwa ”Learning is the process

by which an activity originates or changed through training procedures (wether in

the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by

factors not atributable to training”. Artinya seseorang dikatakan belajar jika terjadi

proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan laboratorium

maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar bukan sekedar mengumpulkan

pengetahuan akan tetapi belajar merupakan proses mental yang terjadi dalam diri

seseorang, sehingga timbul perubahan tingkah laku.

Winkel (Unaah, 2012), mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan,

11
12

maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Sementara Walker (Unaah, 2012)

mengartikan belajar sebagai perubahan sebagai akibat dari adanya pengorbanan yang

merupakan proses dimana tingkah laku individu ditimbulkan atau diubah melalui

kegiatan dan pengalaman.

Belajar menurut Slameto (2010:2) adalah proses usaha sadar yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Alsa (Gufron & Risnawati, 2010:4) berpendapat bahwa belajar adalah

tahapan perubahan perilaku individu yang relatif menentap sebagai hasil pengalaman

dan interaksi dengan individu dengan lingkungannya.

Sardiman (2012:20-21) menyatakan bahwa pengerian belajar dapat dilihat

dari segi mikro maupun secara makro, dilihat dalam arti luas maupun terbatas/khusus.

Dalam arti luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju

perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti khusus, belajar dimaksudkan

sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian

kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Sejalan dengan hal tersebut

maka belajar adalah penambahan pengetahun.

Menurut Jaeng (2007:3), bahwa “belajar adalah seluruh rangkaian kegiatan

yang dilakukan seseorang secara sadar (mandiri atau berinteraksi dengan

lingkungan/orang lain) yang mengakibatkan perubahan pada dirinya yang bersifat

relatif permanen”. Djamarah (2002:10) mengemukakan bahwa belajar adalah


13

kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.

Gagne (Dahar, 2011:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan perilaku seseorang yang muncul atau timbul karena adanya suatu

pengalaman. Sejalan dengan itu Crow & Crow (Yudhawati & Haryanto, 2011:32)

berpendapat bahwa “belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan

dan sikap baru”.

Menurut Purwanto (2011:38) bahwa belajar adalah suatu proses dalam diri

individu yang berinteraksi dengan lingkungannya untuk mendapatkan suatu

perubahan dalam perilaku tersebut. Pendapat serupa diperjelas oleh Santrock

(2011:266) bahwa belajar adalah suatu pengaruh yang bersifat permanen atas

perilaku, baik perilaku secara akademik maupun perilaku non-akademik,

pengetahuan, dan keterampilan berfikir yang didapatkan atau diperoleh melalui suatu

pengalaman. Sejalan pula dengan pendapat Woolfolk (2009:303) bahwa “belajar

adalah suatu proses perubahan permanen pada pengetahuan atau perilaku yang

diakibatkan oleh pengalaman”.

Slavin (2011:177) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses

perubahan dalam diri seseorang yang berasal dari pengalaman. Sutikno

(Fathurrohman & Sutikno, 2007:5) mengartikan belajar adalah suatu proses yang

dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan hal

tersebut, Gufron & Risnawati (2012:7) memberi gambaran bahwa belajar merupakan
14

suatu proses perubahan yang cenderung menetap dan merupakan hasil dari

pengalaman, serta tidak termasuk perubahan fisiologis, namun perubahan psikologis

yang berupa perilaku dan representasi atau asosiasi mental. Sedangkan Ratumanan

(2004:1) mendefinisikan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan mental yang tidak

dapat diamati dari luar yang terjadi pada diri seseorang yang tidak dapat diketahui

secara langsung dengan mengamati. Faturrohman & Sutikno (2007:6) mengatakan

bahwa belajar pada hakekatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri

seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu.

Menurut Sanjaya (2011:229) belajar adalah suatu proses aktivitas mental

seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan

perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek

pengetahuan, sikap, maupun psikomotorik.

Belajar yang merupakan suatu proses atau aktivitas dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Menurut Suryabrata (2012:233), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) faktor internal, faktor yang

berasal dari dalam diri seseorang, yang terdiri dari faktor fisiologi dan faktor

psikologi, dan (2) faktor eksternal, faktor yang berasal dari luar seseorang, yang

meliputu faktor sosial dan faktor nonsosial.

Perubahan tingkah laku adalah kata kunci dari definisi belajar. Surya

(Yudhawati & Haryanto, 2011:32) mengemukakan beberapa ciri-ciri dari perubahan

tingkah laku yang dimaksud pada definisi belajar, yaitu:


15

a. Perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan disengaja oleh

seseorang.

b.Perubahan tingkah laku yang dilakukan secara berkelanjutan atau terus

menerus oleh seseorang.

c.Perubahan tingkah laku yang dimanfaatkan untuk kepentingan hidup

seseorang.

d.Perubahan tingkah laku yang menunjukkan ke arah kemajuan positif.

e.Perubahan tingkah laku yang dilakukan secara aktif oleh seseorang untuk

memperoleh suatu perilaku atau pengalaman baru.

f.Perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen atau menetap.

g.Perubahan tingkah laku yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang

diharapkan.

h.Perubahan tingkah laku secara menyeluruh, baik pengetahuan, sikap

maupun keterampilan.

Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu perubahan tingkah laku yang diperoleh dari proses kegiatan yang

dilakukan secara sadar, aktif dan berkelanjutan untuk mencapai sesuatu yang

diinginkan yang didapat dari suatu pengalaman atau kebiasaan sehingga memperoleh

pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam kurung waktu tertentu.


16

2. Pengertian Matematika

Sampai saat ini, pendefinisian matematika sulit disepakati oleh para

matematikawan. Sulitnya pendefinisian matematika akibat banyaknya cabang,

komponen dan struktur dari matematika tersebut. Sehingga banyak pengertian

matematika yang diungkapkan oleh para ahli sesuai dengan bidang yang digelutinya.

Beberapa definisi atau ungkapan untuk pengertian matematika hanya dikemukakan

berdasarkan fokus pada tinjauan pembuat difinisi. Ada yang berfokus pada bilangan

dan operasinya, ada yang berfokus pada sistem dari matematika, serta berbagai sudut

pandang dan fokus lainnya.

Soejadi (Uno & Kuadrat, 2009:108) berpendapat bahwa matematika adalah

ilmu yang sifatnya abstrak, aksiomatik dan deduktif. Selain itu Soedjadi (1999:11)

mengemukakan beberapa definisi matematika berdasarkan sudut pandang pembuat

definisi, yaitu:

a. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak dan

terorganisasir secara sistematis.

b. Matematika merupakan pengetahuan tentang bilangan dan kalkulus.

c. Matematika merupakan pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan

masalah-masalah tentang ruang dan bentuk.

d. Matematika merupakan pengetahuan tentang struktur-struktur yang

logis.

e. Matematika merupakan pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.


17

Menutut James & James (Budiman, 2012) dalam kamus matematikanya

mengatakan bahwa:

Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,


dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan
jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis,
dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika itu
timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses,
dan penalaran yang terbagi menjadi empat wawasan yang luas yaitu
aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis dengan aritmetika mencakup teori
bilangan dan satistika.

Russel (Uno & Kuadrat, 2009:108) mendefinisikan bahwa:

Matematika sebagai studi yang dimiliki dari pengkajian bagian-bagian yang


sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang dikenal itu tersusun
baik (konstruktif), secara bertahap menuju arah yang rumut (kompleks) dari
bilangan bulat ke bilangan pecahan, bilangan riil ke bilangan kompleks, dari
penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, dan menuju
matematika yang lebih tinggi.

Uno & Kuadrat berpendapat bahwa matematika adalah suatu cabang ilmu

yang merupakan suatu alat pikir, alat untuk berkomunikasi, alat untuk memecahkan

berbagai persoalan praktis yang unsur-unsurnya logika dan intuitif, analisis dan

konstruksi, generalisasi, dan individualitas, serta memiliki cabang-cabang antara lain

aritmetika, aljabar, geometri dan analisis.

Menurut Soedjadi (1999:13) beberapa ciri atau karakteristik yang terkandung

dalam matematika adalah (1) memiliki kajian abstrak, (2) bertumpu pada

kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) memiliki objek kajian yang kosong dari

arti, (5) memperhatikan suatu semesta pembicaraan, dan (6) konsisten dalam suatu

sistem.
18

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika

adalah ilmu yang objek kajiannya berupa ide-ide, konsep-konsep abstrak dan bersifat

deduktif yang terdiri atas aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Sedangkan

belajar matematika adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan seseorang

dalam bidang matematika yang bertujuan untuk memperoleh suatu perubahan baik

dalam hal berfikir, bernalar, bertindak secara matematis yang diperoleh dari suatu

pengalaman sehingga memperoleh pengetahuan serta keterampilan matematika.

3. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena

belajar merupakan suatu proses, sedangkan hasil belajar adalah hasil dari proses

pembelajaran tersebut, bagi siswa belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau

tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang

dialami oleh siswa tersebut.

Menurut Hamalik (2009:30) bahwa hasil belajar adalah terjadinya perubahan

tingkah laku seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi

mengerti. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan pengetahuan, pengertian,

kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etnis atau

budi pekerti, dan sikap. Selanjutnya Sudjana (2011: 28) mengemukakan bahwa hasil

belajar adalah perubahan pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam berbagai

bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,

keterampilan, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, daya penerimaan, dan aspek
19

lainnya yang ada pada seseorang. Sejalan dengan pendapat tersebut Yudhawati &

Haryanto (2011:16) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah

laku seseorang yang sifatnya baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dan

sebagainya.

Suherman (2003:71) menyebutkan hasil belajar matematika perlu diusahakan

bersifat menyeluruh, dalam arti meliputi langkah kerja dan hasil kerja. Cara yang

dapat dilakukan dalam melihat hasil kerja meliputi; (1) pengamatan siswa sewaktu

belajar, (2) mendengarkan dengan cermat apa yang diperbincangkan siswa, (3)

menganalisis hasil kerja siswa, dan (4) melaui tes.

Slameto (2010:54) mengemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi

hasil belajar siswa, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern adalah

faktor yang ada dalam diri siswa berupa faktor jasmani, intelegensi, perhatian, minat,

motif, dan kesiapan. sedangkan faktor ekstern adalah faktor dari luar diri siswa yang

berupa: faktor keluarga, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa,

waktu sekolah, metode belajar, dan lingkungan masyarakat.

Menurt Gagne (Yudhawati & Haryanto, 2011:35) bahwa perubahan tingkah

laku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk:

a. Informasi verbal, yaitu suatu penguasaan informasi dalam bentuk verbal,

baik secara tertulis maupun lisan.


20

b. Kecepatan intelektual, yaitu suatu keterampilan seseorang dalam

melakukan suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan

menggunakan simbol-simbol.

c. Strategi kognitif, yaitu suatu kecakapan atau kemampuan seseorang untuk

melakukan suatu pengendalian dan pengelolaan aktivitasnya secara

menyeluruh.

d. Kemampuan motorik, yaitu hasil belajar yang berupa kemampuan

pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

Sejalan dengan itu, Bloom (Yudhawati & haryanto, 2011:37) berpendapat

bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari hasil belajar meliputi

perubahan dalam kawasan/domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Kingsley (Sudjana, 2011:45) menggolongkan hasil belajar menjadi tiga

macam, yaitu (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengertian dan pengetahuan, (3)

sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan tersebut dapat diisi dengan bahan-

bahan yang telah ditetapkan pada kurikulum sekolah. Menurut (Sukardi, 2008:74)

minimal dua dari ketiga jenis ranah tersebut mempengaruhi tingkat profesional siswa.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil

yang diperoleh seseorang setelah melakukan proses belajar, hasil yang dimaksud

adalah perubahan perilaku seseorang yang mencakup pengetahuan, sikap dan

keterampilan.
21

3.1 Hasil Belajar Kognitif

Kawasan kognitif membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses

mental, yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ketingkat yang lebih tinggi

yakni evaluasi. Menurut Purwanto (2011:50) bahwa hasil belajar kognitif adalah hasil

belajar yang berkaitan dengan perubahan perilaku yang terjasi pada kawasan kognisi.

Ratumanan (2002:5) mengemukakan bahwa hasil belajar kognitif adalah hasil belajar

yang berkaitan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah.

Bloom (Ratumanan, 2002:5; Sudjana, 2011:50; Purwanto,2011:50)

mengklasifikasikan tingkat hasil belajar kognitif sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan (C1), yaitu kemampuan seseorang dalam menghafal

atau mengingat kembali pengetahuan yang pernah diterimanya.

Kemampuan tersebut berkaitan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah,

teori, prinsip, atau metode yang diketahui.

b. Tingkat pemahaman (C2), yaitu kemampuan seseorang dalam mengartikan,

menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya

sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Ada tiga bagian dari

pemahaman, yaitu (1) translasi, (2) Interpretasi, dan (3) eksplorsai.

c. Tingkat penerapan (C3), yaitu kemampuan seseorang dalam menggunakan

pengetahuan untuk memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam

kehidupan sehari-hari.
22

d. Tingkat analisis (C4), yaitu kemampuan seseorang dalam menganalisis

informasi yang luas menjadi bagian-bagian kecil. Kemampuan analisis

dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (1) analisis elemen, (2) analisis relasi,

dan (3) analisis organisasi.

e. Tingkat sintesis (C5), yaitu kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan

menyatukan berbagai unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola

yang lebih menyeluruh. Sintesis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1)

memproduksi komunikasi unik, baik lisan maupun tulisan, (2)

mengembangkan rencana atau sejumlah aktivitas, dan (3) menurunkan

sekumpulan relasi-relasi yang abstrak.

f. Tingkat evaluasi (C6), yaitu kemampuan seseorang dalam membuat

perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan

yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

kognitif adalah hasil belajar yang diperoleh peserta dididk setelah mengikuti proses

belajar mengajar. Jadi hasil belajar matematika (kawasan kognitif) merupakan hasil

dari proses belajar matematika yang dapat dinyatakan dalam bentuk nilai hasil tes

matematika yang merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya kegiatan belajar di

sekolah.
23

3.2 Hasil Belajar Afektif

Kawasan afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Dalam Sudjana (2011:53),

beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang bisa diramalkan perubahannya, jika

seseorang tersebut telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Dalam keseharian

di dunia pendidikan, hasil belajar bidang afektif terkadang kurang mendapatkan

perhatian dari guru, hasil belajar domain kognitif menjadi fokus dalam pembelajaran

di kelas, meskipun domain kognitif menjadi fokus dalam pembelajaran di kelas,

namun domain afektif harus menjadi bagian dari bahan pelajaran yang merupakan

bagian dari domain kognitif, dan harus tampak dalam proses pembelajaran di kelas

dan hasil belajar yang dicapai peserta didik.

Menurut Ratumanan (2002:7) bahwa kawasan afektif merupakan satu domain

yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interes, apresiasi dan penyesuaian perasaan

sosial. Krathwohl (Ratumanan, 2002:7; Sudjana, 2011:53; Purwanto, 2011:5)

menggolongkan hasil belajar afektif kedalam lima tingkatan, yaitu :

1. Penerimaan, yaitu suatu kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus)

tertentu, baik dalam bentuk masalah situasi maupun gejala

2. Partisipasi/pemberian respons, yaitu kemampuan untuk memberikan

respons secara aktif terhadap rangsangan. Seperti penyelesaian tugas,

mengikuti diskusi kelas, atau menolong orang lain.


24

3. Penilaian, yaitu kemampuan untuk dapat memberikan suatu penilaian atau

pertimbangan terhadap suatu objek atau kejadian tertentu. Seperti

menunjukkan kepercayaan pada sesuatu, kesungguhan, dan sikap ilmiah.

4. Organisasi, yaitu pengembangan nilai ke dalam suatu sistem organisasi

sebagai pedoman dan pegangan hidup, termasuk menentukan hubungan

suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah

dimiliki.

5. Karakterisasi atau internalisasi, yaitu merupakan kemampuan yang

mengacu pada kemampuan dan gaya hidup seseorang kategori ini berkaitan

dengan kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola

kilai kehidupan pribadi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar afektif

adalah hasil belajar yang diperoleh peserta didik dalam bentuk perubahan sikap,

tingkah laku, dan nilai setelah mempelajari suatu materi yang disajikan dalam proses

belajar mengajar. Jadi hasil belajar matematika (kawasan afektif) merupakan hasil

yang diperoleh dari proses belajar matematika yang menghasilkan perubahan sikap,

tingkah laku keseharian siswa di sekolah terutama dalam proses belajar mengajar.

3.3 Hasil belajar Psikomotor

Domain psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan

yang bersifat manual atau motorik. Menurut Bloom (Purwanto, 2011:9) tingkatan

domain psikomotor dari yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks
25

adalah : (1) persepsi, kesiapan melakukan kegiatan; (2) kesiapan; (3) mekanisme; (4)

respon terbimbing; (5) kemahiran; (6) adaptasi; dan (7) original. Penjelasan dari

tingkatan-tingkatan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Persepsi, berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan,

seperti mengenal kerusakan mesin dan suaranya.

2. Kesiapan, berkenaan dengan kegiatan melakukan sesuatu, termasuk kesiapan

mental, fisik dan emosi atau perasaan.

3. Mekanisme, berkenaan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari dan

menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan kepada

suatu kemahiran, seperti menari, menulis halus.

4. Respon terbimbing, berkenaan dengan mengikuti, mengulangi perbuatan yang

diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, melakukan kegiatan coba-

coba.

5. Kemahiran, yaitu penampilan gerakan motorik dengan keterampilan penuh,

seperti keterampilan mengemudi.

6. Adaptasi, berkenaan dengan keterampilan yang sudah berkembang pada

individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi sesuai dengan

situasi dan kondisi tertentu. Hal ini terlihat seperti orang yang bermain tenis,

pola gerakan disesuaikan untuk mematahkan permainan lawan.

7. Originasi, berkenaan dengan penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan

dengan situasi atau masalah tertentu, seperti menciptakan model pakaian.


26

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

Psikomotorik adalah hasil belajar yang diperoleh peserta didik dalam bentuk

perubahan sikap kerja, kemampuan menganalisi suatu pekerjaan dan menyusun

urutan-urutan pekerjaan, kecepatan mengerjakan soal, kemampuan membaca gambar

atau simbol, dan keserasian bentuk dengan yang diharapkan atau ukuran yang telah

ditentukan. Jadi hasil belajar matematika (kawasan Psikomotorik) merupakan hasil

yang diperoleh dari proses belajar matematika yang menghasilkan perubahan

keterampilan siswa di sekolah terutama dalam proses belajar mengajar.

Proses pembelajaran merupakan suatu bentuk interaksi anatara beberapa

komponen yaitu guru, siswa, dan lingkungan belajar. Melalui kegiatan tersebut terjadi

pengalihan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada siswa berdasarkan tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah

terjadinya pencapaian hasil belajar.

Dari beberapa uraian diatas, maka hasil belajar matematika dalam penelitian

ini adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan seorang siswa terhadap pelajaran

matematika setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil yang diperoleh siswa

sebagai bukti keberhasilan proses belajar mengajar yang dapat dilihat dari nilai yang

diperoleh , sikap, dan keterampilan.


27

B. Aktivitas Belajar

Menurut Mulyono (Sugiharto, 2012), aktivitas artinya “kegiatan atau

keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi

baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Aktivitas siswa selama proses

belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk

belajar.

Menurut Sardiman (2012:95-96) bahwa belajar adalah berbuat. Berbuat untuk

mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada

aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting

di dalam interaksi belajar mengajar.

Kegiatan proses belajar di kelas merupakan bentuk aktivitas yang dilakukan

oleh siswa. Jenis aktivitas tersebut bervariasi, bahkan bisa saja muncul aktivitas siswa

yang tidak mendukung kegiatan proses pembelajaran. Untuk itu guru harus selalu

mengontrol dan membangkitkan motivasi siswa sehingga aktivitas mereka selalu

terfokus ke dalam aktivitas belajar.

Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran juga merupakan salah satu

indikator adanya minat dan motivasi siswa untuk belajar. Aktivitas tersebut

merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan mengarah pada proses belajar

seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan lembar kerja, menjawab

pertanyaan guru dan bekerjasama dengan siswa lain.


28

Pestalozzi (Nasution, 2004:86) mengatakan bahwa tugas pendidik adalah

membantu anak dalam perkembangannya sendiri. “Hilfe zur Selbsthilfe”, membantu

anak agar ia dapat membantu dirinya sendiri. Sedangkan Dewey (Nasution, 2004:87)

mengatakan bahwa sekolah-kerja. Ia menganjurkan metode proyek, dimana anak-

anak dirangsang untuk melakukan kegiatan, karena dihadapkan kepada masalah-

masalah. Semboyangnya: Learning by doing, belajar dengan berbuat.

Diedrich (Nasution, 2004:91; Sardiman, 2012:101) membagi aktivitas

kegiatan belajar dalam 8 kelompok, yaitu:

1. Kegiatan visualisasi (visual activities) seperti membaca, melihat gambar dan

mengamati.

2. Kegiatan lisan (oral activities) seperti mengemukakan sebuah pendapat dan

mengajukan pertanyaan.

3. Kegiatan mendengarkan (listening activities) seperti kegiatan mendengarkan

ceramah, diskusi, dan sumber media.

4. Kegiatan menulis (writing activities) seperti menulis laporan, mengerjakan kuis

atau tes.

5. Kegiatan menggambar (drawing activities) seperti membuat grafik, diagram, dan

peta.

6. Kegiatan metrik (motor activities) seperti melakukan percobaan, memilih alat,

dan membuat model.


29

7. Kegiatan mental (mental activities) seperti mengingat, memecahkan masalah,

menganalisi, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8. Kegiatan emosional (emosional activities) seperti berani, berminat, dan tenang,

gugup, dan sebagainya.

Menurut Nasution (2004:86) mengatakan pada prinsipnya belajar adalah

berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas

merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Keaktifan

merupakan motor utama dalam kegiatan pembelajaran. Untuk dapat secara efektif

mengolah dan memproses bahan belajarnya maka siswa dituntut untuk aktif secara

fisik, intelektual, dan emosional. Sehubungan dengan itu, Piaget (Nasution, 2004:89)

mengemukakan bahwa seorang anak berfikir sepanjang ia berbuat. Tanpa berbuat,

anak tidak berfikir. Agar anak berfikir sendiri, ia harus diberi kesempatan untuk

berbuat sendiri. Berfikir pada taraf verbal baru akan timbul setelah anak itu berfikir

pada taraf perbuatan. Kaitan antara berfikir verbal dan berfikir perbuatan akan

menghasilkan aktivitas belajar yang optimal. Aktivitas siswa selama proses belajar

mengajar dapat dijadikan sebagai salah satu indikator adanya keinginan yang memicu

motivasi siswa untuk belajar.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama

proses pembelajaran matematika merupakan salah satu indikator adanya keinginan

atau minat siswa untuk belajar matematika. Siswa dikatakan memiliki keaktifan
30

dalam pembelajaran matematika dengan sistem modul apabila muncul perilaku siswa

seperti:

1. Mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru

2. Membaca dan mempelajari lembar kegiatan dalam modul

3. Mengerjakan lembar kerja yang ada dalam modul

4. Berdiskusi dan bertanya kepada guru

5. Berdiskusi dan bertanya kepada sesama teman

6. Mengerjakan tes formatif

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang

tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan

mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dan masing-masing siswa

dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari

siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang

akan mengarah pada peningkatan hasil belajar.


31

C. Pembelajaran dengan Sistem Modul

1. Pengertian Modul

Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat

belajar mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling

tidak tentang segala komponen dasar bahan ajar yaitu petunjuk belajar, kompetensi

yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja, dapat berupa

lembar kerja, dan evaluasi (Majid, 2009:176).

Modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit yang lengkap dan berdiri sendiri

yang terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu

siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas (Nasution,

2011:205).

Menurut Sukmadinata & Syaodih (2012:97), modul merupakan suatu satuan

atau unit pembelajaran terkecil berkenaan dengan topik atau masalah yang disusun

dalam bentuk paket. Paket modul tersebut berisi bahan bacaan serta berbagai bentuk

tugas dan latihan seperti yang dikemukakan oleh Du Bois, et.al. (Sukmadinata &

Syaodih, 2012:97) “A module consists of a series of readings, assigments, experinces,

and similar activities centered around a unifying theme designed for about two weeks

of work”.

Menurur Dick & Carei (Wena, 2012:231) pengertian modul ditinjau dari

wujud fisik berupa bahan pembelajarn cetak, yang berfungsi sebagai media belajar
32

mandiri yang isinya berupa satu unit materi pelajaran. Menurut Asyhar (2012:155)

modul adalah salah satu bentuk bahan ajar berbasis cetakan yang dirancang untuk

belajar secara mandiri oleh peserta pembelajaran karena itu modul dilengkapi dengan

petunjuk untuk belajar sendiri. Menurut Mulyasa (2009:231) bahwa modul adalah

suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun

secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan peserta didik, disertai

dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Modul adalah suatu cara

pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi

pengorganisasian materi pembelajara yang mengacu pada pembuatan urutan

penyajian materi, dan sintesis yang mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada

siswa keterkaitan antara fakta, konsep, prosedur, dan prinsip yang terkandung dalam

materi pembelajaran (Santyasa, 2008)

Menurut Depdiknas (2004), modul sebagai sebuah buku yang ditulis dengan

tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan

guru. Sementara itu Surahman (Prastowo, 2012:105-106) mengatakan bahwa modul

adalah satuan program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari oleh peserta didik

secara perseorangan (self instructional), setelah peserta didik menyelesaikan satu

satuan dalam modul, selanjutnya peserta didik dapat melangkah maju dan

mempelajari satuan modul berikutnya. Sedangkan menurut Prastowo (2012:106)

modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang

muda dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar
33

mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal

dari pendidik.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa modul adalah

sebuah bahan pembelajaran berbentuk cetak mengenai satu satuan bahasan tertentu

yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta

didik, disertai dengan pedoman penggunaanya oleh para guru. Sebuah modul berisi

materi, metode, batasan-batasan, dan alat evaluasi yang dirancang secara sistematis

untuk mencapai kompetensi dasar tertentu.

2. Pengertian Pembelajaran Modul

Menurut Nasution (2011:65) bahwa pengajaran modul termasuk salah satu

sistem individual yang paling baru yang menggabungkan keuntungan dari berbagai

metode pengajaran individual lainnya, seperti tujuan spesifik dalam bentuk kelakuan

yang dapat diamati dan diukur, belajar menurut kecapatan masing-masing, balikan

atau feedback yang banyak.

Menurut Sukmadinata & Syaodih (2012:97) bahwa dalam pembelajaran

modul para siswa belajar secara individual, mereka dapat menyesuaikan kecepatan

belajarnya dengan kemampuan masing-masing. Meskipun pada prinsipnya dalam

pembelajaran modul, siswa belajar secara individual tetapi ada saat-saat atau tugas-

tugas tertentu yang menuntut siswa bekerja sama dalam kelompok. Dengan demikian

kekhawatiran terjadinya individualisme sebagai pengaruh belajar modul dapat

dihindarkan.
34

Pembelajaran modul menerapkan strategi belajar siswa aktif, karena dalam

proses pembelajarannya siswa tidak lagi berperan sebagai pendengar dan pencatat

ceramah, tetapi mereka adalah pelajar yang aktif: membaca, mencoba, mencari,

menganalisis, menyimpulkan, memecahkan masalah sendiri. Peranan guru dalam

pembelajaran modul sebagai pengelolah, pengarah, pembimbing, fasilitator dan

pendorong aktivitas belajar siswa.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran modul

adalah pembelajaran yang sebahagian atau seluruhnya didasarkan atas modul yang

disusun secara sistematis yang memungkinkan peserta didik yang memiliki kecepatan

tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar

dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Oleh karena itu modul harus

menggambarkan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik, serta

disajikan dengan bahasa yang baik, menarik dan dilengkapi dengan ilustrasi.

3. Tujuan Pembelajaran Sistem Modul

Mulyasa (2009:232) mengatakan tujuan utama pembelajaran sistem modul

adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran di sekolah, baik

waktu, dana, fasilitas maupun tenaga guru mencapai tujuan secara optimal.

Tujuan pembuatan modul menurut Prastowo (2012:108) adalah:

a. Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan

bimbingan pendidik (yang minimal).


35

b. Agar peserta didik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan

pembelajaran.

c. Melatih kejujuran peserta didik.

d. Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik.

Bagi peserta didik yang kecepatan belajarnya tinggi, maka mereka dapat

belajar lebih cepat serta menyelesaikan modul dengan lebih cepat pula.

Dan, sebaliknya bagi yang lambat, maka mereka dipersilahkan untuk

mengulanginya kembali.

e. Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi

yang telah dipelajari.

Menurut Nasution (2011:66) tujuan modul adalah selain memberi kesempatan

kepada murid untuk maju menurut kecepatan masing-masing, modul juga mempunyai

tujuan lain yang perlu mendapat perhatian, yakni (a) memberikan kesempatan untuk

memilih diantara sekian banyak topik dalam rangka suatu program, (b) mengadakan

penilaian yang sering tentang kemajuan dan kelemahan siswa, dan (3) memberikan

modul remedial untuk mengolah kembali seluruh bahan yang telah diberikan guna

pemantapan atau perbaikan.

Tujuan pengajaran modul menurut Nasution (2011:205-206) adalah:

a. Membuka kesempatan kepada peserta didik untuk belajar menurut

kecepatan masing-masing. Dianggap bahwa siswa tidak akan mencapai


36

hasil yang sama dalam waktu yang sama dan tidak sedia mempelajari

sesuatu pada waktu yang sama

b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar menurut kecepatan

masing-masing, oleh sebab mereka menggunakan teknik yang berbeda-beda

untuk memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang

pengetahuan dan kebiasaan masing-masing.

c. Memberi pilihan dari sejumlah besar topik dalam rangka suatu mata

pelajaran bila dianggap bahwa pelajar tidak mempunyai pola minat yang

sama atau motivasi yang sama untuk mencapai tujuan yang sama.

d. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengenal kelebihan dan

kekurangannya dan memperbaiki kelemahannnya melalui modul remedial,

ulangan-ulangan atau variasi dalam cara belajar.

Menurut Andriani (Prastowo, 2012:109) bahwa kegunaan modul dalam proses

pembelajaran adalah (1) penyedia informasi dasar, karena dalam modul disajikan

berbagai materi pokok yang dapat dikembangkan lebih lanjut, (2)bahan instruksi atau

petunjuk bagi peserta didik, (3) bahan pelengkap dengan ilustrasi dan foto yang

komunikatif. Sedangkan menurut Prastowo (2012:109) kegunaan modul dalam

kegiatan pembelajaran adalah sebagai bahan petunjuk mengajar yang efektif bagi

pendidik serta menjadi bahan untuk berlatih bagi peserta didik dalam melakukan

penilaian sendiri (self assessment).


37

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengajaran modul

adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut kecepatan

masing-masing. Sesuai konsep pembelajaran individual, setiap siswa berbeda

kemampuannya untuk menguasai materi tertentu. Mereka membutuhkan waktu yang

berbeda agar bisa mencapai ketuntasan. Sistem modul ini juga memberikan

kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara masing-masing berdasarkan latar

belakang pengetahuan dan kebiasaan mereka.

4. Karakteristik Modul

Menurut Mulyasa (2009:232) pembelajaran dengan sistem modul memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang

jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana

melakukan, sumber belajar apa yang harus digunakan.

b. Modul merupakan konsep pembelajaran individual, sehingga

mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta

didik. Pada setiap modul harus: (1) memungkinkan peserta didik

mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2)

memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang diperoleh;

dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik

dan dapat diukur.


38

c. Pengalaman belajar modul disediakan untuk membantu peserta didik

mencapai tujuan pembelajarn secara efektif dan efisien, serta

memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif,

tidak sekedar membaca dan mendengar tetapi lebih dari itu. Modul juga

member kesempatan untuk bermain peran, simulasi dan berdiskusi.

d. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta

didik dapat mengetaui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul,

serta tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan

atau dipelajari.

e. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan

belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta

didik dalam mencapau ketuntasan belajar.

5. Format Modul

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan format modul. Pertama

frekuensi dan konsistensi harus benar-benar diperhatikan. Maksudnya penggunaaan

variasi tulisan yang terlalu sering tidak dibolehkan karena bisa menimbulkan

kontraproduktif. Kedua kemudahan kepada pembaca. Maksudnya, modul hendaknya

disusun dalam format yang mudah dipelajari dan sistematis, sehingga memudahkan

peserta didik untuk mempelajarinya.


39

Secara umum sebuah modul terdiri dari beberapa komponen yang hampir sama,

namun formatnya terkadang agak berbeda. Pada umumnya komponen yang termuat

dalam paket modul adalah sebagai berikut:

a. Pendahuluan, terdiri dari: (1) deskripsi modul; (2) petunjuk penggunaan

modul.

b. Kegiatan pembelajaran, yang terdiri beberapa unit dan setiap unit memuat:

(1) tujuan pembelajaran; (2) materi pembelajaran atau lembar kegiatan; (3)

lembar kerja; dan (4) petunjuk atau jawaban lembar kerja.

c. Evaluasi, yaitu: (1) lembar tes; (2) jawaban lembar tes; dan (3) kriteria

kelulusan.

d. Penutup

e. Daftar pustaka

Pendahuluan berisi deskripsi umum seperti materi yang disajikan, pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal

yang harus dimiliki untuk mempelajari modul. Materi tersebut dapat dikembangkan

dengan menggunakan buku lain yang relevan atau mengadakan percobaan

laboratorium. Bagian inilah yang merupakan inti modul, karena menyangkut proses

belajar.

Pada kegiatan evaluasi merupakan proses penilaian terhadap serangkain

kegiatan dalam satu paket modul yang dilengkapi dengan lembar jawaban dan kriteria

kelulusan. Namun bisa saja dalam modul tidak dicantumkan lembar penilaian dan
40

lembar jawabannya, kalau pembelajaran modul tersebut sifatnya masih membutuhkan

bimbingan, kecuali kalau modul tersebut digunakan dalam proses belajar jarak jauh.

Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul menurut Mulyasa

(2009:235) adalah mengatur dan mengorganisasikan proses belajar, antara lain: (1)

menyiapkan situasi pembelajar yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang

mengalami kesulitan dalam memahami isi modul; (3) melaksanakan penelitian

terhadap peserta didik.

Prinsip-prinsip pembelajaran modul menurut Nasution (2011:206-207)

diantaranya :

a. Prinsip Fleksibilias yaitu dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa yang

menyangkut dalam kecepatan belajar mereka, gaya belajar, dan bahan

pelajaran.

b. Prinsip Balikan (feetback) yaitu memberikan balikan segera sehingga siswa

dapat mengetahui dan memperbaiki kesalahannya dengan segera,di

samping siswa juga dapat mengetahui dengan segera terhadap hasil

belajarnya.

c. Prinsip Penguasaan Tuntas (mastery learning) yaitu siswa belajar secara

tuntas dan mendapat kesempatan memperoleh nilai setinggi-tingginya

tanpa membandingkan dengan prestasi siswa lainnya.

d. Prinsip Remidial yaitu siswa diberi kesempatan untuk segera memperbaiki

kesalahan-kesalahan yang ditemukan mereka berdasarkan evaluasi secara


41

kontinu. Siswa tidak perlu mengulangi seluruh bahan pelajaran tetapi hanya

bagian-bagian yang dianggap/berkenaan dengan kesalahan saja.

e. Prinsip motivasi dan kerja sama yaitu pengajaran modul dapat

membimbing siswa secara teratur dengan langkah-langkah tertentu dan

dapat pula menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar dengan giat.

f. Prinsip Pengayaan yaitu siswa dapat menyelesaikan dengan cepat

belajarnya dan mendapat kesempatan untuk mendengarkan ceramah dari

guru atau pelajaran tambahan sebagai pengayaan. Di samping itu, guru

dapat memberi bantuan individual bagi siswa yang membutuhkannya.

6. Perbandingan Pengajaran Modul dengan Pengajaran Konvensional

Perbandingan pengajaran modul dengan pengajaran konvensional menurut

Nasution (2011:209-211) dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbandingan Pengajaran Modul dan Pengajaran Konvensional

Pengajaran Modul Pengajaran Konvensional


1. Tujuan:

Dirumuskan dalam bentuk kelakuan peserta Tidak dirumuskan secara spesifik dalam

didik, apa yang diharapkan dapat dilakukannya bentuk kelakuan yang dapat diamati dan

setelah dijalaninya pelajaran. Tujuan ini diukur.

disampaiakan kepada peserta didik sebelum

pelajaran dimulai sehingga tiap peserta didik

mengetahui dengan jelas apa yang harus

dipelajarinya dalam pelajaran itu.


42

2. Penyajian bahan pelajaran

Bahan pelajaran disajikan secara individual. Tiap Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok,

peserta didik dapat mempelajari sebagian atau kepada kelas secara keseluruhan tanpa

seluruh bahan pelajaran menurut waktu yang memperhatikan peserta didik secara

diinginkan masing-masing. individual. Pelajaran diberikan pada jam-jam

tertentu menurut jadwal pelajaran.

3. 

3. Kegiatan intruksional

Menggunakan aneka ragam kegiatan belajar Bahan pelajaran kebanyakan berbentuk

yang dapat meningkatkan proses belajar. Media ceramah, kuliah, tugas tertulis dan media lain

yang digunakan berdasarkan efektifitasnya yang menurut pertimbangan guru.

ternyata melalui / percobaan pada peserta didik.

4. Pengalaman belajar

Berorientasi pada kegiatan peserta didik dengan Berorientasi pada kegiatan guru dengan

pengajaran kepada peserta didik secara mengutamakan proses belajar.

individual dengan tekanan pada proses belajar.

5. Partisipasi

Peserta didik selalu aktif belajar dengan Peserta didik kebanyakan bersikap “Pasif”,

melakukan berbagai kegiatan untuk menguasai karena terutama harus mendengarkan uraian

bahan pelajaran sepenuhnya. guru.

6. Kecepatan Belajar

Tiap Peserta didik maju menurut kecepatannya Semuanya harus belajar menurut kecepatan

masing-masing yang kebanyakan ditentukan oleh kecepatan

guru mengajar.

7. Penguatan (reinforcement)
43

Penguatan sering diberikan yakni segera setelah  Penguatan biasanya baru diberikan setelah

mempelajari sebagian kecil dari bahan pelajaran itu. diadakannya ulangan atau ujian. Itupun jika

ulangan itu kemudian dibicarakan.

8. Keberhasilan belajar

Dengan adanya tujuan yang jelas dalam bentuk keberhasilan kebanyakan dinilai oleh guru

kelakuan yang dapat diamati dan diukur, maka secara subyektif.

keberhasilan belajar dapat dinilai secara obyektif

berdasarkan hasil belajar peserta didik.

9.Penguasaan

Bila diberikan waktu yang cukup, maka semua Diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja

peserta didik diharapkan dapat mencapai tujuan akan menguasai bahan pelajaran sepenuhnya,

pelajaran sepenuhnya. sebagian lagi akan menguasainya untuk

sebagian saja dan ada lagi yang akan gagal.

10. Peranan pengajar

pengajar memegang berbagai peranan sekaligus, pengajar terutama berfungsi sebagai

sebagai pendiagnosis kekurangan peserta didik, penyebar atau penyalur pengetahuan.

pemberi motivasi, pembimbing belajar, dan (sumber utama)

sebagai manusia sumber.

11. Ujian atau tes

Tes diadakan untuk mengukur keberhasilan peserta didik biasanya menempuh beberapa

belajar mengenai tujuan-tujuan yang telah tes atau ulangan mengenai bahan  yang telah

dirumuskan pada awal pelajaran. dipelajari dan berdasarkan beberapa angka

itu ditentukan angka rapornya untuk

sementara itu.
44

6. Keunggulan dan Keterbatasan Pembelajaran Modul

Beberapa keunggulan dan keterbatasan pembelajaran dengan sistem modul

menurut Mulyasa (2009:236-237) dikemukakan sebagai berikut :

Keunggulan pembelajaran sistem modul .

a. Berfokus pada kemampuan individual peserta didik, karena pada hakekatnya

mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab

atas tindakan-tindakannya.

b. Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi

dalam setiap modul yang harus dicapai oleh peserta didik.

c. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara pencapaiannya,

sehingga peserta didik dapat mengetahui keterkaitan antara pembelajaran dan

hasil yang akan diperolehnya.

            Di samping keunggulan, modul pembelajaran memiliki keterbatasan sebagai

berikut.

a. Penyusunan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu. Sukses atau

gagalnya suatu modul bergantung pada penyusunnya.

b. Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta membutuhkan

manajemen pendidikan yang sangat berbeda dari pembelajaran konvensional,

karena setiap peserta didik menyelesaikan modul dalam waktu yang berbeda-

beda, bergantung pada kecepatan dan kemampuan masing-masing.


45

c. Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya cukup mahal,

karena setiap peserta didik harus mencarinya sendiri.

D. Materi Penelitian

Materi pembelajaran pada penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar yang

diajarkan pada kelas VIIIC SMP Negeri 1 Sinjai Barat dengan menerapkan

pembelajaran sistem modul. Pembelajaran matematika dengan menerapkan

pembelajaran sistem modul berbeda dengan pembelajaran konvensional, sehingga

peneliti akan memilih model pembelajaran yang sesuai yaitu pembelajaran langsung.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dan tujuan dari

pembelajaran madul, maka pelaksanaan proses pada penelitian ini dengan

menggunakan model pembelajaran langsung. Penentuan model pengajaran langsung

dalam penelitian ini didasarkan pada pembelajaran modul yaitu siswa belajar sesuai

dengan kecepatan masing-masing, siswa belajar secara mandiri dengan bantuan yang

minimal dari guru.

Langkah-langkah pembelajaran model pengajaran langsung dimulai dengan

menyampaikan tujuan dan menyiakan siswa, mendemonstrasikan pengetahuan dan

keterampilan, membimbing pelatihan, mengecek pemahaman siswa dan memberi

umpan balik, tahap yang terakhir adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk

pelatihan lanjutan dan penerapan.

Kompetensi dasar yang menjadi materi penelitian adalah:


46

1. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang sisi datar serta bagian-bagiannya.

2. Membuat jaring-jaring bangun ruang sisi datar.

3. Menghitung luas permukaan bangun ruang sisi datar.

4. Menghitung volum bangun ruang sisi datar.

Bangun Ruang Sisi Datar

a. Kubus

Kubus adalah bangun ruang yang dibatasi enam bidang datar yang masing-

masing berbentuk persegi yang sama dan sebangun (kongruen).

b. Balok

Balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam bidang datar yang

masing-masing berbentuk persegi panjang.

c. Prisma

Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua buah bidang segi

banyak/segi-n (bidang alas dan bidang atas) yang sejajar dan kongruen. serta

bidang-bidang tegak yang menghubungkan bidang segi banyak tersebut

berbentuk jajargenjang atau persegi panjang yang tegak lurus maupun tidak

tegak lurus terhadap bidang alas dan bidang atasnya.

d. Limas

Limas adalah bangun ruang yang dibatasi-n (sebagai bidang alas) dan sisi

berupa segitiga yang memiliki titik puncak persekutuan di luar segi-n.


47

Materi bangun ruang dijabarkan dalam modul pembelajaran yang dibagi

kedalam 8 kegiatan belajar. Berikut disajikan pembagian kegiatan belajar tiap unit.

 Kegiatan belajar unit 1

Pada kegiatan belajar unit 1 dalam modul dibahas materi unsur-unsur kubus

dan balok. Yang termasuk unsur-unsur kubus dan balok adalah Sisi/bidang, rusuk,

titik sudut diagonal sisi, diagonal ruang, dan bidang diagonal.

- Sisi/bidang adalah bidang yang membatasi kubus atau balok .

- Rusuk adalah garis potong antar dua sisi kubus atau balok

- Titik sudut adalah perpotongan antar tiga rusuk kubus atau balok.

- Diagonal sisi adalah garis yang menghubungkan dua titik sudut yang

berhadapan dalam satu sisi kubus atau balok

- Diagonal ruang adalah garis yang menghubungkan dua titik sudut yang

berhadapan dalam satu sisi kubus atau balok

- Bidang diagonal adalah bidang yang menghubungkan dua diagonal bidang

yang sejajar pada kubus atau balok

 Kegiatan belajar unit 2


48

Kegiatan belajar unit 2 dalam modul dibahas materi jaring-jaring kubus dan

balok. Jaring-jaring kubus adalah sebuah bangun datar yang jika dilipat menurut ruas-

ruas pada dua persegi yang berdekatan akan membentuk kubus.

 Kegiatan belajar unit 3

Kegiatan belajar unit 3 dalam modul dibahas materi luas permukaan kubus

dan balok.

- Untuk kubus yang panjang rusuk-rusuknya s, maka:

Luas permukaan kubus = 6 x s2

= 6s2

- Luas Permukaan Balok

Luas permukaan balok dapat dirumuskan sebagai berikut.

L=2 ( p ×l ) +2 (l ×t ) +2( p ×l)

dengan L = Luas permukaan prisma

p = Panjang balok

l = lebar balok

t = tinggi balok

 Kegiatan belajar unit 4

Kegiatan belajar unit 4 dalam modul dibahas materi tentang volume kubus

dan balok

- Rumus volum kubus dengan panjang rusuk s adalah V= s3

- Rumus volume balok = panjang × lebar ×tinggi


49

= p ×l ×t

 Kegiatan belajar unit 5

Pada kegiatan belajar unit 5 dalam modul dibahas materi unsur-unsur prisma

dan limas.

 Kegiatan belajar unit 6

Pada kegiatan belajar unit 6 dalam modul dibahas materi jaring-jaring prisma

dan limas.

 Kegiatan belajar unit 7

Pada kegiatan belajar unit 7 dalam modul dibahas materi luas permukaan

prisma dan limas.

- Luas permukaan Prisma = (2 x luas alas) + (keliling alas x tinggi)

- Luas permukaan limas = luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegak

 Kegiatan belajar unit 8

Pada kegiatan belajar unit 8 dalam modul dibahas materi volume prisma dan

limas

- Rumus volume prisma = luas alas × tinggi

1
- Rumus volume limas = × luas alas × tinggi
3

E. Hasil Penelitian yang Relevan


50

Akhir-akhir ini makin banyak perhatian terhadap pengajaran individual dan

kepercayaan akan kemampuan individu untuk belajar sendiri. Pengajaran lebih

ditujukan kepada proses belajar yakni membimbing siswa untuk menguasai teknik

belajar untuk mencari sendiri apa yang diperlukannya bagi tujuan ilmu pengetahuan.

Kajian tentang pembelajaran modul telah dilakukan oleh Mardana (2007),

Martubi (2009), Rasyid (2010), Suradi, Wena (2012), dan Lestari (2012). Mardana,

Rasyid dan Lestari melakukannya dengan penelitian tindakan kelas, sedangkan

Martubi, Suradi, dan wena melakukannya dengan studi eksperimen.

Hasil penelitian Mardana (2007) menyimpulkan bahwa pembelajaran modul

eksperimen berbasis ICT dengan model cognitive apprenticeship dapat menurunkan

miskonsepsi, meningkatkan aktivitas belajar, hasil belajar, literasi komputer, dan

respons mahasiswa.sedangkan Martubi (2009) menyimpulkan bahwa: (1) hasil belajar

matematika lanjut dengan pembelajaran menggunakan modul dan lembar kerja

dengan soal latihan berjenjang lebih baik dibanding yang tanpa lembar kerja dengan

soal latihan berjenjang, (2) pembelajaran dengan menggunakan modul dan lembar

kerja dengan soal latihan berjenjang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.

Hasil penelitian Rasyid (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran tuntas

dengan menggunakan modul dapat meningkatkan aktivitas, minat dan hasil belajar

fisika. Sedangkan hasil penelitian Lestari (2012) menyimpulkan bahwa pembelajaran

yang dilaksanakan dengan menggunakan modul pada materi bangun ruang sisi datar

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.


51

Sedangkan hasil penelitian Suradi (Wena, 2012: 234) menyimpulkan bahwa

terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang belajar dengan menggunakan modul dan

yang tidak menggunakan modul, dengan nilai thitung = -8,589, pada taraf signifikan

0,000. Penggunaan metode pembelajaran modul secara signifikan dapat

meningkatkan hasil belajar.

Penelitian Wena (Wena, 2012:235) menyimpulkan bahwa (1) pembelajaran

modul dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan, dan (2) pembelajaran

modul dapat meningkatkan kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas-tugas

pembelajaran.

F.Kerangka Pikir

Proses pembelajaran merupakan bentuk interaksi antara beberapa komponen

yaitu guru, siswa, dan lingkungan belajar. Melalui kegiatan tersebut terjadi

pengalihan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada siswa berdasarkan tujuan

pembelajaran yang ditetapkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah

tercapainya pencapaian hasil belajar.

Pengajaran klasikal yang melihat sejumlah anak dengan pengajaran yang

sama tentu saja tidak sejalan dengan asas bahwa anak itu secara individu berbeda-

beda dalam hal kemampuan dasarnya, minat, kecepatan dalam belajar. Lebih luas lagi

anak berbeda dalam kondisi jasmani. Perbedaan individu anak semacam ini perlu
52

mendapat perhatian guru di dalam kelas apabila mengharapkan agar anak termotivasi,

berminat serta dapat berhasil dalam belajar, maka guru harus mengembangkan

potensial secara penuh, yang justru sangat diperlukan untuk mendukung kemajuan

pendidikan.

Pembelajaran yang tidak memperhatikan adanya perbedaan kemampuan

siswa dalam menerima pembelajaran dianggap kurang tepat untuk meningkatkatkan

hasil belajar siswa. Hal tersebut disebabkan karena siswa yang berkemampuan rendah

membutuhkan perlakuan lebih dari siswa yang kemampuannya lebih tinggi.

Salah satu pembelajaran yang dianggap tepat untuk melihat adnya perbedaan

individu adalah pembelajaran modul. Pembelajaran modul merupakan salah satu

sistem individual yang menggabungkan keuntungan dari berbagai metode pengajaran

individual lainnya, belajar menurut kecepatan masing-masing, dan feedback yang

banyak.

Pembelajaran dengan sistem modul dianggap dapat meningkatkan aktivitas

belajar siswa, karena mereka dibebani beberapa soal latihan yang harus diselesaikan.

Setelah melakukan aktivitas dengan membaca atau mengerjakan latihan dalam

modul, maka diharapkan membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar.

G . Hipotesis Tindakan
53

1. Bila diterapkan pembelajaran dengan sistem modul maka aktivitas belajar

matematika siswa kelas VIIIC SMP Negeri 1 Sinjai Barat meningkat.

2. Bila diterapkan pembelajaran dengan sistem modul maka hasil belajar

matematika siswa kelas VIIIC SMP Negeri 1 Sinjai Barat meningkat.

Anda mungkin juga menyukai