ANTROPOLOGI
ANTROPOLOGI
FILSAFAT UMUM
Dosen Pengampu :
OLEH:
FARAH FARHATUN NABILAH
(40.2019.233.081)
HUSNI ZAKIYAH
( 40.2019.233.088)
ZAKIYATUL AZIZATI ROSYIDAH
(40.2019.233.107)
FAKULTAS USHULUDDIN
2019 M/1440 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia terlahir dengan beragam latar belakang, beragam agama, dan beragam
tujuan. Dan sebagian dari manusia bertanya bertanya, apa sebenarnya hakikat dari
manusia? Mengapa ada manusia dimuka bumi ini? Mengapa istilah manusia digunakan
untuk menyebut penghuni bumi? Dan beribu pertanyaan lainnya yang berkaitan dengan
manusia. Namun membicarakan soal hakikat manusia dan persoalan manusia telah terus
dicoba untuk diungkap. Telah banyak karya para filusuf besar yang membahas tentang
apa itu manusia. Dan semakin digali dan dicoba persoalan tentang manusia semakin
menarik untuk dibahas, semua ini terlihat dari problema-problema manusia yang
materil, konkrit, bahkan abstrak. Yang menjadi pembicaraan menarik seoanjang zaman.
B. Rumusan Maslah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Antropologi
Sebagaimana kita tahu bahwa objek antropologi adalah manusia, maka hal yang
harus kita ketahui juga berkaitan dengan manusia itu sendiri, apa itu manusia? apa
tujuan manusia? Dan mengapa manusia di ciptakan?
Charles Darwin lewat bukunya Origin of the Species pada tahun 1859.
Pemegang teori ini menyatakan bahwa manusia berasal dari suatu proses evolusi yang
panjang, dimulai dari zat yang paling sederhana sampai terbentuknya makhluk yang
sangat kompleks yang disebut “manusia”. Teori ini menyimpulkan bahwa manusia
berasal dari kera yang berevolusi selama berjuta-juta tahun, sampai terlahirnya manusia
di zaman ini.
B. Cabang-Cabang Antropologi
1. Antropologi budaya
1
Mohammad Muslih, Pengantar Ilmu Filsafat, (Ponorogo: Unida Gontor Press, Cetakan kedua,
2017), 61
2
H. Jalaluddin, dan Idi, Abdullah, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan,
(Jakarta : PT Gaya Media Pratama, 2002, Cet. ke-2), 56
Budaya amat penting dan tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Budaya
merupakan kumpulan keseluruhan pengetahuan, moral, tradisi, seni, dan adat istiadat
yang kita pelajari sebagai bagian dari masyarakat. Sebagai contoh melukai tubuh hingga
timbul jaringan perut mungkin tampak aneh bagi kita, namun bagi suku-suku di Afrika
ritual ini merupaken praktek yang relevan, bahkan memiliki arti penting.
2. Antropologi linguistik
Linguistik adalah bahasa, yang merupakan agen penting dari transmisi budaya,
karena manusia memiliki keunggulan bahasa yang tidak dimiliki oleh spesies lain.
Sehingga antropologi linguistik berupaya memahami asal-usul dan evolusi bahasa dan
tradisi lisan berbagai masyarakat dunia.
3. Arkeologi
4. Antropologi biologi
Setalah menganalisa beberapa dari cabang antropologi dapat kita pahami bahwa
segala hal yang berkaitan dengan manusia, baik dari segi fisik, budaya, agama, bahasa
dan sebagainya adalah pembahasan atau objek kajian dari antropologi.3
Kajian objek dibedakan menjadi objek material dan formal. Objek material
adalah apa yang dipelajari oleh suatu ilmu, seperti ilmu sosial yang objek kajiannya
adalah masyarakat. Sosiologi dan antropologi sama-sama mengkaji masyarakat tetapi
sudut tinjauan atau formanya berbeda. Sosiologi misalnya, dari sudut struktur sosialnya,
sedangkan antropologi dari sudut budaya masyarakat tersebut. 5
4
Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia (Pengantar Antropologi Agama),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 24
5
Poedjawijatna, 1983
6
Harsojo (1982: 248)
D. Antropologi menurut prespektif islam
Beragam. Maka islam berdiri dengan kokoh menjawab segala persoalan manusia.
Menurut islam manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna bentuknya, seperti
yang difirmankan dalam Alquran,
َح َس ِن َت ْق ِو ٍمي
ْ نسا َن يِف أ ِ
َ لََق ْد َخلَ ْقنَا اإْل
“Sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (At-
Tin 4)
Dalam ranah biologi penciptaan manusia melalui berbagai tahap dan proses yang
terjadi di dalam rahim wanita. Ternyata Al-Quran juga sudah menjelaskan tentang
proses pembentukan manusia dimulai dari janin hingga menjadi bayi dengan bentuk
yang lengkap. Penjelasan tersebut tertera pada surat al-Mu’minun [23]: 12-14:
) مُثَّ َخلَ ْقنَ ا13( ني ٍ ) مُثَّ َج َع ْلنَاهُ نُطْ َف ةً يِف َق را ٍر َم ِك12( ني ٍ ولََق ْد َخلَ ْقنَا اإْلِ نْسا َن ِم ْن ُساَل لٍَة ِم ْن ِط
َ َ َ
ض غَةَ ِعظَ ًام ا فَ َك َس ْونَا الْعِظَ َام حَلْ ًم ا مُثَّ أَنْ َش أْنَاهُ َخ ْل ًق ا
ْ ضغَةً فَ َخلَ ْقنَا الْ ُم
ْ النُّطْ َفةَ َعلَ َقةً فَ َخلَ ْقنَا الْ َعلَ َقةَ ُم
ِِ
)14(ني َ َح َس ُن اخْلَالق ْ آخَر َفتَبَ َار َك اللَّهُ أ َ
Artinya: Dan sungguh kami telah menciptakan manusia dari saripati (yang berasal)
dari tanah (12) Kemudian kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim) (13) Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat,
lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, Pencipta yang paling
baik (14)7
7
, Abdul Rahmat Shaleh – Abdul Wahab, Muhbib, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Prespektif
Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2004, cet. Ke-1) 78
Imam Al-Ghazali menggambarkan manusia terdiri dari nafs, ruh, dan jism. Nafs
adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat. Ruh adalah panas alam yang
mengalir pada pembulu-pembulu nadi, oto-otot dan syaraf,. Sedangkan aljism tersusun
dari unsur-unsur materi. Tegasnya jism tanpa ruh dan nafs adalah benda mati. Al-nafs
tetap menjadi esensi manusia bukan ruh. Karena ruh juga ada pada selain manusia.
Maka Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa manusia terdiri dari substansi yang
mempunyai dimensi dan substansi yang mempunyai kemampuan merasa dan bergerak
dengan kemauan.8
KESIMPULAN
SARAN
Oleh karena itu, sebagai objek kajian antropologi yang luas pembahasannya.
Maka ini adalah pertanda bahwa kita harus sadar dengan tugas dan tanggung jawab
sebagai khalifah dimuka bumi ini, dan atas karunia Allah berupa akal dan nafsu maka
seharusnya kita untuk mengaplikasikannya dengan hal yang bermanfaat.
8
Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali, mi’raj al-salikin, (Kairo: Silsilah Al-
tsaqafat Al-Islamiyat, 1964), 16