Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Kebudayaan Islam
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang diampu oleh :
Muhammad Arifin, S.H.I, M.H.

Disusun oleh:Kelompok 9

Disusun Oleh:

Muhammad Asrori 2055201074

PROGRAM STUDI ILMU KOMPUTER


FAKULTAS ILMU EKSAKTA
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR
Tahun Akademik 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan bagi waktu, tenaga, maupun
pikiran kepada kami sehingga dapat meneyelesikan makalah ini. Tak lupa
sholawat serta salam kepada nabi Muhammad SAW. Semoga seluruh umat islam
mendapat syafaat beliau di hari kiamat kelak.

Terimakasih kepada pembimbing, yang telah memberikan bimbingan


dalam pembuatan makalah yang berjudul “Kebudayaan Islam Indonesia” untuk
memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Nadhlatul
Ulama Blitar.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada kami
dalam pengerjaan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan


makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan dari pembaca sekalian. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Blitar, 10 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................2

2.1......................................................................................Konsep kebudayaan Islam


.........................................................................................................2
2.2.............................................................................................Prinsisp-prinsip kebudayaan
.................................................................................................................12
2.3....................................................................................................................Pe
rbedaan kebudayaan islam dan kebudayaan non-islam.............................12
2.4....................................................................................................................Bu
daya akademik dan etos kerja....................................................................14

BAB III PENUTUP...........................................................................................17

3.1. Kesimpulan......................................................................................17
3.2. Saran................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu Bhuddayan yang
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Budaya merupakan
sisa atau hal yag dihasilkan dari pola hidup menyeluruh sekelompok manusia. Itulah
mengapa budaya suaatu tempat bisa jauh berbeda dengan tempat lain.

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan peribadatan manusia.


Keberadaannya, merupakan salah satu hal yang berkaitan dengan budaya. Baik budaya
maupun agama memiliki kajian ilmu yang luas untuk dipelajari.

Dalam makalah ini kami akan menyajikan materi yang berkaitan dengan keduanya,
yaitu kebudayaan islam.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan konsep kebudayaan islam?

1.2.2 Bagaimana prinsip kebudayaan islam?

1.2.3 Bagai mana perbedaan kebudyaan islam dean kebudayaan non islam?

1.2.4 Apakah yang dimaksud dengan budaya akademik dan etos kerja?

1.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:

1.3.1 Mampu mengungkapkan definisi dan konsep kebudayaan islam

1.3.2 Mampu menjelaskan tentang prinsip kebudayaan islam

1.3.3 Mampu mengetahui bagaimana perbedaan kebudyaan islam dean kebudayaan non
islam.

1.3.4 Mampu mengetahui yang dimaksud ddengan budaya akademik dan etos kerja

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Kebudayaan Islam


A. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan secara etimologi berasal dari bahasa sangsekerta buddhayah yang


merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Istilah culture sama
artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa latin Colore yang diartikan sebagai
segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
(Koentjaraninggrat, 1965: 77 – 75)

Kebudayaan dari bahasa Arab disebut Al – tsaqafah. Kebudayaan merupakan


perpaduan antara budi dan daya yang dapat diartikan perwujudandari kemampuan akal
atau pemikiran. Sedangkan menurut tertimologi atau istilah kebudayaan adalah himpunan
segala usaha dan daya upaya yang dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi,
untuk memperbaiki sesuatu dalam rangka memperoleh kesempurnaan. (Agus Salim, 1954
: 30)

Edward Burnett Tylor mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan yang


kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan – kemampuan lainnya yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat. (Tylor, 1924 : 1)

Sidi Gazalba (1962) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan manifestasi dari


ruh, zaug, iradah, dan amal cipta (cipta, karsa, rasa, dan karya) dalam seluruh kehidupan
insani sebagai fitrah, ciptaan Allah SWT.

Konsep kebudayaan telah diperluas dan didinamisasi walaupun secara akademik


orang sering membedakan antara kebudayaan dan peradaban, tetapi pada dasarnya
keduanya menyatu dalam pengertian kebudayaan secara luas. Jika melihat struktur
kebudayaan sebagai suatu sistem, maka kebudayaan didukung oleh 4 subbab sistem, yaitu
:

1) Subsistem gagasan yang berisi pandangan hidup, dan nilai budaya,


2) Subsistem normatif yang meliputi norma moral, adat, hukum, dan aturan –
aturan khusus.
3) Subsistem kelakuan yang berisi sikap, tingkah laku dan keputusan
tindakan.
4) Subsistem hasil kebudayaan.
B. Ruang Lingkup Kebudayaan

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi 3 yaitu gagasan,


aktifitas, dan artefak,

10
11

1) Gagasan (Wujud Ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah yang berbentuk kumpulan ide – ide, gagasan,
nilai, norma, dan berbagai peraturan yang bersifat abstrak dan tidak dapat disentuh.
Wujud kebudayaan ini terletak dalam pemikiran masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan idenya dalam sebuah tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan.

2) Aktifitas (Tidakan)

Aktifitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari


manusia dalam suatu masyarakat. Wujud ini dapat disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas – aktifitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola – pola
tertentu berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya kongkret, terjadi dalam kehidupan
sehari – hari dan dapat didokumentasikan.

3) Artefak (Karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang yang berupa hasil dari aktifitas,
perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat berupa hal yang dapat diraba dan
sifatnya paling kongkret dari wujud lainnya. Berdasarkan wujud ini, kebudayaan
dapat dibagi atas dua komponen utama.

a. Kebudayaan Material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata dan
juga termasuk didalmnya berbagai temuan arkeologi dan segala jenis barang – barang
seperti meja dan kursi.

b. Kebudayaan Nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah segala ciptaan abstrak yang diwariskan dari


generasi ke generasi lainnya, misalnya dongeng, tarian, maupun nyanyian tradisional.

Mellvile J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,


yaitu alat – alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan sistem politik.

Brainslaw Molinowski yang dikenal sebagai salah satu pelopor teori


fungsional dalm antropologi, menyebut unsur kebudayaan yaitu, sistem norma yang
memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat dalam usaha menguasai
alam sekitarnya, organisasi ekonomi, alat dan lembaga pendidikan, dan organisasi
kekuatan.(Soemarjan, 1964 : 78)

Antropolog C. Kluckhohn dalam karyanya Categoris Of Culture menguraikan


7 unsur kebudayaan, yaitu :
12

 Peralatan dan perlengkapan hidup manusia.


 Mata pencarian hidup dan sistem ekonomi.
 Sistem kemasyarakatan.
 Bahasa.
 Kesenian.
 Religi.
 Sistem pengetahuan.

2.2. Prinsip-prinsip Kebudayaan

Kebudayaan islam lahir dari pengamatan umatnya terhadap pengalaman mereka.


Prinsip dasar yang membedakan antara kebudayaan islam dan kebudayaan lainnya
terletak pada sumber yang menjadi pijakkanya. Kebudayaan secara umum merupakan
hasil manusia semata, sementara kebudayaan islam merupakan hasil produk manusia
yang prinsip dasarnya ditentukan Allah dan Rasulnya dalam alquran dan sunnah. Prinsip
tersebut yaitu :

1. Allah SWT sebagai sumber dan tempat kembali segalanya.


2. Allah sang pencipta segalanya.
3. Semua mahkluk punya ketergantungan pada khaliknya.
4. Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di bumi yang di amanahkan menjaga dan
melestarikan bumi beserta isinya.
5. Manusia diberi potensi yang lebih dari mahkluk lainnya.
6. Manusia akan di tuntut pertanggungjawaban atas amanah yang telah diberikan Allah
kepadanya.
2.3. Perbedaan Budaya Islam dan Kebudayaan Non-islam

Islam tidak hanya menyuruh kita membina hubungan baik dengan sesama muslim
saja, tapi juga dengan non muslim. Namun demikian dalam hal-hal tertentu ada
pembatasan hubungan dengan non muslim, terutama yang menyangkut aspek ritual
keagamaan. Misalnya kita tidak boleh mengikuti upacara-upacara keagamaan yang
mereka adakan. Sekalipun kita diundang, kita tidak boleh menyelenggarakan jenazah
mereka secara islam, kita tidak boleh mendoakannya untuk mendapatkan rahmat dan
berkah dari Allah ( kecuali mendoakannya supaya mendapat hidayah) dan lain
sebagainya.

Sehingga dalam bertegur sapa misalnya, untuk non muslim kita tidak mengucapkan
salam islam, tapi menggantinya dengan ucapan-ucapan lain sesuai kebiasaan. Perbedaan
budaya yang muncul dalam masyarakat seperti masalah pakaian berasal dari suatu
keyakinan. Yang secara garis contoh luas adalah antara muslim dengan non muslim. Non
Muslim yang cenderung memakai pakaian yang terbuka, sedangkan kita sebagai umat
Islam diwajibkan untuk menutup aurat yang kadarnya telah ditentukan .
13

Dalam berhubungan dengan masyarakat non muslim, islam mengajarkan kepada kita
untuk toleransi , yaitu menghormati keyakinan umat lain tanpa berusaha memaksakan
keyakinan kita kepada mereka (Q.S Al-Baqoroh 2:256). Kalau berdialog dengan mereka,
kita berdialog dengan cara yang terbaik ( Q.S Al-Ankabut 29:46). Toleransi tidaklah
berarti mengikuti kebenaran agama mereka, tetapi mengakui keberadaan agama, budaya,
kultur mereka dalam realitas bermasyarakat. Toleransi juga bukan berarti kompromi atau
bersifat sinkritisme dalam keyakinan dan ibadah. Kita sama sekali tidak boleh mengikuti
agama dan ibadah mereka dengan alasan apapun. Sikap kita dalam hal ini sudah jelas dan
tegas yaitu : Artinya :” Untukmu agamamu, dan untukku agamaku “. (Q.S Al-Kafirun
109:6) Termasuk menghormati Budaya agama lain adalah tidak memaksa non muslim
untuk mengikuti kebudayaan islam.

Dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia ini, terdapat beberapa agama
yang diakui secara resmi oleh Negara. Semua pemeluk agama tersebut berhak untuk
menjalankan ritual budaya agamanya secara bebas dan terhormat. Demikian juga, seluruh
pemeluk agama diharuskan menghormati budaya agama yang lain, sehingga bisa
terwujud kehidupan yang harmonis, indah dan penuh pengertian.

Dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila, termaktub sila pertama yang berbunyi
Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya, seluruh warga Indonesia adalah orang-orang yang
beragama atau memeluk satu agama. Negara tidak mengakui adanya orang ateis hidup di
negara ini. Penganut faham komunis dan Marxisme yang anti-agama tidak diakui
keberadaannya di negara ini.

Mengingat bahwa tidak ada orang Indonesia yang tidak beragama, semuanya
memeluk agama tertentu, maka seharusnya masing-masing lebih konsen mengurusi
agamanya sendiri-sendiri. Artinya, tidak arif bila ada seorang pemeluk agama mengusik
kedamaian dan ketenteraman agama lain. Sepatutnya ia menyibukkan diri dengan ritual
ibadahnya sendiri-sendiri.

Kita sebagai kaum muslimin, memiliki kewajiban untuk berdakwah. Akan tetapi
makna dakwah tersebut bukannya mengajak pemeluk agama lain untuk memeluk agama
Islam. Karena dalam konteks Indonesia, hal tersebut sangat rawan memicu konflik.
Demikian pula sebaliknya, kaum non muslim juga dilarang keras untuk merecoki dan
mengusik kedamaian kaum muslimin. Mereka dilarang berdakwah untuk mengajak kaum
muslimin menjadi murtad. Sebaiknya dakwah kita lebih ditujukan untuk mencerdaskan
dan meningkatkan kualitas keagamaan kaum muslimin sendiri. Masih banyak lahan-lahan
dakwah di kalangan umat Islam yang masih belum tergarap.

Akan tetapi, lain lagi masalahnya bila ada orang non-muslim yang ingin mengetahui
risalah Islam. Sebagai seorang muslim, kita berkewajiban untuk menjabarkannya secara
tuntas. Kita harus mendakwah Islam secara maksimal. Dengan begitu, kita berhap risalah
Islam bisa masuk ke dalam kalbunya.
14

Toleransi dalam kehidupan beragama ini juga semestinya diterapkan dalam


kehidupan sehari-hari dengan menghormati praktik beragama pemeluk lain. Ketika,
misalnya, pemeluk agama Kristen sedang menjalankan ritual misa di hari minggu maka
seluruh muslimin dilarang menggangu atau mengusik kekhusyukan ibadah tersebut.
Sebaliknya, ketika seorang kaum muslimin sedang menunaikan salat, maka pemeluk
agama lain dilarang melakukan tindakan yang bisa mengusik ketenangan beribadah.
Hendaknya masing-masing saling menghargai. Karenanya, praktik toleransi yang
diterapkan oleh sebagian masyarakat Indonesia ini sangat baik. Ketika sedang marak-
maraknya pengeboman gereja-gereja oleh kalangan yang tidak bertanggung jawab, maka
di malam natal, pasukan Banser bersama Polisi turut serta menjaga keamanan. Potret
toleransi yang sangat tinggi.

2.4. Budaya Akademik dan Etos Kerja


A.  Budaya Akademik

Budaya Akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan
akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di
lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.

Sebagian besar orang menyetujui bahwa budaya akademik adalah Budaya atau sikap
hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam
masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran
kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat akademik.

Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap
orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membanggun budaya akademik
bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik,
sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma
kegiatan akademik tersebut.

Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang


akademisi akan memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bisa saja ia mampu
berbicara tentang norma dan nilai-nilai akademik tersebut didepan forum namun tanpa
proses belajar dan latihan, norma-norma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam
praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan
pelanggaran dalam wilayah tertentu—baik disadari ataupun tidak.

B. Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi
juga oleh kelompok bahkan masyarakat .Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja
adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu
kelompok. Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang
meluas. Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu:
15

 suatu aturan umum atau cara hidup

 suatu tatanan aturan perilaku.

 Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku .

Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau
berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang
positif.

C. Konsep Kerja dalam Islam

Kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang dilakukannya. Dengan
itu, sesuatu amalan atau pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah
sangat penting serta patut untuk diberi perhatian. Amalan atau pekerjaan yang demikian
selain memperoleh keberkahan serta kesenangan dunia, juga ada yang lebih penting yaitu
merupakan jalan atau tiket dalam menentukan tahap kehidupan seseorang di akhirat
kelak, apakah masuk golongan ahli syurga atau sebaliknya.

Istilah ‘kerja’ dalam Islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki


untuk menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam,
dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk
amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri,
keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara. Dengan kata lain, orang yang
berkerja adalah mereka yang menyumbangkan jiwa dan  enaganya untuk kebaikan diri,
keluarga, masyarakat dan negara tanpa menyusahkan orang lain. Oleh karena itu, kategori
ahli Syurga seperti yang digambarkan dalam Al-Qur’an bukanlah orang yang mempunyai
pekerjaan/jabatan yang tinggi dalam suatu perusahaan/instansi sebagai manajer, direktur,
teknisi dalam suatu bengkel dan sebagainya. Tetapi sebaliknya Al-Quran menggariskan
golongan yang baik lagi beruntung (al-falah) itu adalah orang yang banyak taqwa kepada
Allah, khusyu sholatnya, baik tutur katanya, memelihara pandangan dan sikap malunya
pada-Nya serta menunaikan tanggung jawab sosialnya seperti mengeluarkan zakat dan
lainnya(QS Al Mu’minun : 1 – 11)

Golongan ini mungkin terdiri dari pegawai, supir, tukang sapu ataupun seorang yang
tidak mempunyai pekerjaan tetap. Sifat-sifat di ataslah sebenarnya yang menjamin
kebaikan dan kedudukan seseorang di dunia dan di akhirat kelak. Jika membaca hadits-
hadits Rasulullah SAW tentang ciri-ciri manusia yang baik di sisi Allah, maka tidak heran
bahwa diantara mereka itu ada golongan yang memberi minum anjing kelaparan, mereka
yang memelihara mata, telinga dan lidah dari perkara yang tidak berguna, tanpa
melakukan amalan sunnah yang banyak dan seumpamanya.

Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Umar r.a., berbunyi :

’Bahwa setiap amal itu bergantung pada niat, dan setiap individu itu dihitung
berdasarkan apa yang diniatkannya …
16

’ Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :

‘ Binasalah orang-orang Islam kecuali mereka yang berilmu. Maka binasalah


golongan berilmu, kecuali mereka yang beramal dengan ilmu mereka. Dan binasalah
golongan yang beramal dengan ilmu mereka kecuali mereka yang ikhlas.
Sesungguhnya golongan yang ikhlas ini juga masih dalam keadaan bahaya yang amat
besar …

’ Kedua hadist diatas sudah cukup menjelaskan betapa niat yang disertai dengan
keikhlasan

itulah inti sebenarnya dalam kehidupan dan pekerjaan manusia. Alangkah baiknya kalau
umat Islam hari ini, dapat bergerak dan bekerja dengan tekun dan mempunyai tujuan
yang satu, yaitu ‘mardatillah’ (keridhaan Allah)

itulah yang dicari dalam semua urusan. Dari situlah akan lahir nilai keberkahan yang
sebenarnya dalam kehidupan yang penuh dengan curahan rahmat dan nikmat yang
banyak dari Allah. Inilah golongan yang diistilahkan sebagai golongan yang tenang
dalam ibadah, ridha dengan kehidupan yang ditempuh, serta optimis dengan janji-janji
Allah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT dengan perantara wahyu
yang di berikan kepada nabi Muhammad SAW untuk disebarkan untuk umat
manusia dan kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta dan masyarakat.
Agama merupakan sumber kebudayaan dengan kata lain kebudayaan bentuk nyata
dari agama islam itu sendiri.
3.1.2 Budaya hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap
potensi yang dimilikinya. Dan pada pra islam banyak yang mengandung atau
berbau keislaman.
3.1.3 Sebagian besar orang menyetujui bahwa budaya akademik adalah Budaya atau
sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik
dalam masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir,
keterbukaan, pikiran kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat
akademik.
3.1.4 Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan
kegiatan individu.

3.2 Saran

3.2.1 Dengan pemahaman di atas, kita dapat memulai untuk meletakkan islam dalam
kehidupan keseharian kita. Kita pun dapat membangun kebudayaan islam dengan
landasan konsep yang berasal dari islam pula. 

17
DAFTAR PUSTAKA

H.S, Nasrul, DKK. 2011. Pendidikan Agama Islam Bernuansa Soft Skill Untuk Perguruan
Tinggi.Padang: UNP Press.

http://www.jazirahislam.com/158/sejarah-masuknya-islam-ke-indonesia.htm (di unggah pada


mei 2014)

http://omarblega.wordpress.com/2010/06/17/sejarah-masuknya-islam-di-di-indonesia/( di
unggah pada mei 2014)

Rahman, Abdul.DKK. 2014. Pendidikan agama islam untuk perguruan tinggi.padang: UNP
Press.

http://jukurenshita.wordpress.com/2010/10/25/budaya-akademik-dan-etos-kerja-dalam-islam/
(diunggah pada mei 2014)

18

Anda mungkin juga menyukai