CRS Ga
CRS Ga
PENDAHULUAN
2. 1 Identitas Pasien
Nama : Ny.F
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Teluk kenali, Kec. Telanai pura
Agama : Islam
MRS : 29 Mei 2018
2. 2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan berdasarkan Autoanamnesis
Keluhan utama
Nyeri pada perut ±3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit Raden Mattaher pada 29 Mei 2018
pukul 19.39 dengan keluhan nyeri pada perut sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit, nyeri terasa di ulu hati dan hilang timbul.
Pasien mengeluh badan terasa lemas dan nafsu makan menurun, mual
(+) Muntah 1 kali waktu perjalanan ke rumah sakit (+) muntah darah (-),
demam (-)
Selain itu, Pasien mengeluh BAB cair sebanyak 2 kali sehari sebelum
masuk rumah sakit dan masih ada ampas , lendir (-), darah (-). BAK dalam
batas normal, darah (-), pasir (-).
Selain itu pasien juga mengeluh kaki kesemutan dan pandangan kabur
sejak 4 tahun yang lalu, sejak pasien mengalami penyakit diabetes melitus.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama (+) dan sudah berobat namun tidak
ada perubahan namun obat yang diminum pasien tidak ingat.
Riwayat magh (-)
Riwayat kencing manis (+) sejak 4 tahun yang lalu dan pasien
minum obat glibenclamid 1x1 sebelum makan
Riwayat hipertensi (+) sejak 1 tahuan yang lalu namun tidak
terkontrol
Riwayat sakit kuning (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang serupa.
Riwayat kencing manis (+) pada kakak kandung
Riwayat hipertensi (+) pada suami
Riwayat stroke (+) pada suami
Riwayat Pekerjaan dan Sosial
Pasien seorang ibu rumah tangga, Pasien sudah menikah dan memiliki 4
orang anak, 3 perempuan dan 1 laki-laki.
Pasien gemar makan makanan pedas, riwayat merokok (-), minum alcohol
(-), riwayat minum kopi (-), riwayat minum-minum jamu (+) setelah pasien
melahirkan.
MULUT Bibir : Sianosis (-), kering (-), luka pada sudut mulut
(-), ulkus (-), bercak (-)
Palatum : Ulkus (-)
Gusi : Hiperemis (-), bengkak (-), berdarah (-)
Selaput Lendir : (-)
Lidah : Kotor (-), Atropi (-)
FARING
Tonsil : Hiperemis (-), T1/T1, Abses (-)
LEHER
Inspeksi : JVP 5-1
Palpasi : pembesaran KGB dan kel.tiroid (-)
Kaku kuduk : tidak ada
PARU-PARU
Inspeksi :
Dalam pernafasan : normal
Jenis pernafasan : thorako-abdominal
Kecepatan pernafasan : 24x/menit
Palpasi: fremitus vokal sama dextra dan sinistra, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor dextra dan sinistra.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronchi (-/-)
JANTUNG
Inspeksi (Iktus Cordis) : Tidak terlihat
Palpasi(Iktus Cordis) :
Tempat : ICS V linea midclavikula sinistra
Luas : 2 cm
Kuat angkat : normal
Perkusi : Batas jantung :
Kiri : ICS V Linea midclavicular sinistra
Kanan : ICS 4 linea parasternalis dextra
Atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
Auskultasi
Bunyi jantung : BJ 1/2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Frekuensi : 70x/menit
Pembuluh darah :
A. Temporalis : teraba A. Femoralis : tidak dilakukan
A.Carotis : teraba A. Poplitea : teraba
A.Brachialis : teraba A. Tibialis Posterior : teraba
A.Radialis : teraba A. Dorsalis pedis : teraba
PERUT
Inspeksi : Datar, Striae (-), Venektasi (-), peristaltik usus (-),
distensi (-), spider naevi (-), luka bekas operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
PUNGGUNG
Inspeksi : Simetris, Lesi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
vocal fremitus kanan - kiri : Normal
Perkusi : Sonor kanan/kiri
Gerakan : Simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
Lain-lain : (-)
ALAT KELAMIN :
Perempuan : TIDAK DILAKUKAN
TANGAN :
Warna : Sianosis (-)
Tremor : Tidak ada
Lain –lain : palmar eritem (-)
REKLEKS
Fisiologik : Normal Kiri : Normal Kanan : Normal
Patologik : tidak ada kiri : tidak ada Kanan : tidak ada
SENSIBILITAS :
Pemeriksaan halus : Sensibilitas sakit ( + )
Sensibilitas raba ( + )
Sensibilitas suhu : Tidak Dilakukan.
Jenis 29 30 2 Normal
Pemeriksaa mei mei juni
n
WBC 2,06 2,28 6,44 (4-10,0 103/mm3)
RBC 4,58 4,12 4,12 (3,5-5,5 106/mm3)
HGB 12,5 11,6 11,4 (11,0-16 g/dl)
HCT 36,8 33 33.5 (35,0-50,0 %)
PLT 128 101 138 (100-300 103/mm3)
MCV 80,3 80,2 81,2 (80-100 fl)
MCH 27,3 28,2 27,7 (27-34 pg)
MCHC 340 352 340 (320-360g/dl)
2. Elektrolit
Parameter 29 mei 30 mei Harga Normal
Natrium (Na) 125,18 135,44 (135-148)
Kalium (K) 3,69 4,11 (3.5-5.3)
Chlorida (Cl) 102,50 108,19 (98-110)
Calcium (Ca+) 1,14 1,45 (1.19-1.23)
3. Kimia Darah
KESAN
Eritrosit Normositik Normokromik
Leukosit Jumlah dalam batas normal
Trombosit Jumlah cukup, penyebaran
merata
Kesimpulan : Morfologi sel darah dalam batas normal
Primer
DM tipe II dengan Susp. Gastropati DM
Sekunder
Hipertensi Stage II
Hiponatremi
Leukopenia
Neuropati
2. Medikamentosa
IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
Inj. Ceftazidin 2x1
Inj. Omeprazole 1x40 mg
Inj. Metoclopramide 3x1
Sucralfat syr 3x1
Metformin 1x500 mg
Glimepiride 1x1 mg
2.5 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam` : Dubia ad malam
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 30 Mei 2018
S : Badan terasa lemas, nyeri ulu hati
O : TD = 120/70 mmHg, N = 80x/mnt, RR = 20 x/mnt, T = 36,5°C
Nyeri tekan epigastrium
GDPP = 09.00 : 227 mg/dl
A: DM Tipe 11 + Gasropati DM + Hipertensi stage 2 + Hiponatremi + Neuropati
P:
1. IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
2. Inj.Omeprazole 1x40mg
3. Inj. Ceftazidin 2x1g
4. Inj. Metoclopramide 3x10mg
5. Sucralfate syr 3x1C
6. Diet DM 1700 kal
Saran Pemeriksaan:
1. Cek GDN/PP
5 juni 2018
S : Nyeri ulu hati sudah berkurang , nyeri pada bekas infus sudah berkurang
O : TD = 130/80 mmHg, N = 68 x/mnt, RR = 20 x/mnt, T = 37°C
Nyeri tekan pada lokasi infus udah tidak ada, nyeri tekan epigastrium
berkurang
GDN : 95 jam 06.30
A: DM tipe II terkontrol + gastropati + hipertensi terkontrol + hiponatremi teratasi
+ neuropati teratasi + phlebitis teratasi
P:
1. IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/m
2. Inj.lovemir 14 U
3. Cefadroksil 500 mg 3x1
4. Cilostazol 100 mg 2x1
5. Vit. B12 3x1
6. Glimepiride 1x2mg sebelum makan
7. Metformin 500mg 3x1 sesudah makan
Pasien pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel
alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), ke semua nya ikut berperan dalam menimbulkan
terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe – 2. Delapan organ penting
dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena
dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang :
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat
pada gangguan multiple dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa DeFronzo pada tahun 2009
menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja
yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe – 2 tetapi
terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous
octet (gambar 1)
Gambar 3.1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 21
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal
(omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah
sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver :
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal
oleh liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang
bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses
gluconeogenesis.
3. Otot :
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin
yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin
sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan
sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di
jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.
4. Sel lemak :
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FA akan merangsang
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan Resistensi insulin di liver dan
otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja
dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus :
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai
efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like
polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide
atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal
tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga
hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim
alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah
setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-
glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas :
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma
akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal
meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glucagon
meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal :
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa
sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap
kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada
bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di
absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja
SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus
ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja
di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh
obatnya.
8. Otak :
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu
yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia
yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada
golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah
GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.
Tabel 3.3. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan
prediabetes.
ostium pyloricum, dua curvatura yang dikenal sebagai curvatura major dan
vertikal pada orang yang tinggi dan kurus (lambung berbentuk huruf J).
angularis, suatu lekukan yang selalu ada pada bagian bawah curvatura
minor.
minus terbentang dari curvatura minor sampai hati. Curvatura major jauh
lebih panjang dari curvatura minor dan terbentang dari sisi kiri ostium
omentum majus terbentang dari bagian bawah curvatura major sampai colon
transversum.
panjangnya sekitar 2,5 cm. Otot sirkular yang meliputi lambung jauh lebih
duodenum. Membran mukosa adalah tebal dan banyak pembuluh darah dan
terdiri atas banyak lipatan atau rugae yang terutama longitudinal arahnya.
dan serabut obliq. Serabut longitudinal terletak paling superfisial dan paling
fundus. Serabut obliq membentuk lapisan otot yang paling dalam. Serabut
ini mengitari fundus dan berjalan turun sepanjang dinding anterior dan
Batas-batas lambung :
Anterior
Dinding anterior abdomen, arcus costae kiri, pleura dan paru kiri, diafragma
Posterior
Bursa omentalis, difragma, limfa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal
klinis dari gangguan saluran cerna bagian atas akibat gangguan motilitas
pengosogan lambung.4
atas seperti mual, muntah, kembung, tetapi hubungan antara gejala dengan
gangguan fungsi motorik lemah, dan lebih mengarah pada etiologi yang
antrum, serta tahanan dari hasil kontraksi pilorus dan duodenum. Proses ini
merupakan interaksi yang kompleks dari otot polos, sistem saraf otonom,
sel enterik, dan sel-sel pacemaker khusus yang disebut dengan sel
dan pilorus, mengtur reflek fundus, serta mengatur reflek peristaltik pada
terdapat pada dinding otot antrum serta corpus gaster selama kurang lebih
3 kali per menit. Gangguan pada fase ini dapat menyebabkan terjadinya
1. Gejala Klinis
Diagnosis gastroparesis ditegakkan dengan adanya penundaan
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
yang berulang-ulang sering terjadi esofagitis yang berat dan luas yang
obat dalam darah, hal ini menjadi masalah yang penting bagi penderita
mencapai kendali gula darah yang lebih baik dan memperbaiki nutrisi,
dengan kadar lemak dan serat yang rendah dan tetap menjaga asupan
kalori yang cukup. Bila cara tersebut tidak menolong dapat diberikan
makanan cair ataupun yang dihomogenesisasi dan pada kasus yang sangat
enternal.
tambahan.
Komponen utama dalam diet yang perlu dievaluasi adalah ukuran partikel,
disimpulkan saran untuk diet gastroparesis adalah diet yang sering, ukuran
kecil, makanan rendah serat dan rendah lemak dengan peningkatan intake
yang malfungsi.
gastroparesis berat.
dan erythromycin. Karena sifat kelainan motorik yang beraneka ragam ada
selain itu dapat terjadi peningkatan kadar aldosterone dan thyrotropin dan
growth hormone.
bervariasi dari 2-7%, umumnya adalah mulut kering, sakit kepala, ruam
dengan hiperproklaktinemia.
Cisapride merupakan suatu derivat benzamide yang tidak memiliki
efek perbaikan ini terjadi pada pemberian akut maupun kronis. Dibanding
melalui oral dengan dosis 5-20mg, sebelum makan dan atau pada
waktu tidur.
antrum dan duodenum bagaian atas, dan aktivitas ini tidak berkaitan
lambung.
seperti yang terlihat pada orang normal, bila diberi secara oral kali 250
bentuk stearat dan etyl succinate. Dosis erythromycin stearst adalah 3 kali
menit dengan dosis 200 mg, diencerkan dalam larutan garam fisiologis.
sindrom muntah kronik. Ada beberapa gabungan terapi yang sedang dalam
lambung.
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyer pada perut. Setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pasien
ini adalah DM tipe II dengan gastropati diabetic. Diagnosis dari diabetes mellitus
tipe 2 di dapatkan dari anamnesis kaki kesemutan, pandangan kabur dan badan
terasa lemas sesuai dengan yang tertera pada buku ajar ilmu penyakit dalam yang
menyatakan keluhan klasik DM berupa polyuria, polydipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan dan keluhan lain berupa badan lemas, kesemutan, gatal,
mata kabur, dan pruritus vulva. Diagnosis gastropati diabetic di dapat dari
anamnesis nyeri ulu hati, perut terasa penuh dan mual – muntah sesuai dengan
gejala dari gastropati diabetic seperti adanya mual dan muntah, kembung atau
perut terasa penuh.
KESIMPULAN
Gastropati diabetikum sebagai sindrom klinis dari gangguan saluran cerna bagian
atas akibat gangguan motilitas pada pasien diabetes melitus dan didapatkan
terselenggaranya kendali diabetes yang lebih baik. Sampai saat ini tindakan
pengobatan, tetapi lebih ditujukan membantu mencapai kendali gula darah yang
dapat diberikan.