com
- 01/10/2020, 13:29 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi menilai belum ada kesamaan visi antaraparat penegak
hukum dalam memandang kasus korupsi. Hal ini menyebabkan maraknya pengurangan
hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung (MA). KPK mencatat sedikitnya ada 20 terpidana
korupsi yang mendapat pemotongan hukuman setelah permohonan peninjuan kembali (PK)
yang dikabulkan MA. "Bagi KPK ini cerminan belum adanya komitmen dan visi yang sama
antaraparat penegak hukum dalam memandang bahwa korupsi adalah kejahatan luar
biasa," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (1/10/2020).
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana asal Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan,
sulit membedakan antara penegakan hukum dan pemasungan terhadap hak asasi manusia
(HAM)terkait hak mengeluarkan pikiran dan pendapat bila pasal-pasal ujaran kebencian
dalam UU ITE digunakan terhadap tokoh politik dan aktivis
"Karena itu sejak lama kritik terhadap pasal-pasal ini (pasal 28 UU ITE) sebagai pasal karet
masih terjadi," kata Fickar kepada SINDOnews, Kamis (15/10/2020), menanggapi
penangkapan tokoh dan aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) belum lama
ini.
Yasonna Sebut Penegakan Hukum Seimbang dengan Perlindungan HAM Penting Saat
Pandemi Kompas.com - 26/10/2020, 13:20 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menekankan pentingnya
keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di tengah
masa pandemi Covid-19. Ia mengatakan, di tengah masa pandemi, kegiatan penegakan
hukum dan perlindungan HAM tersebut juga mesti dilakukan secara lebih responsif dan
inklusif. "Pada masa pandemi seperti sekarang, baik penegakan hukum maupun
perlindungan HAM memang harus lebih responsif serta inklusif. Pendekatan yang lebih
seimbang dan rencana kerja strategis sangatlah penting, di level nasional sampai global,"
kata Yasonna dalam acara Conference on Law and Human Rights 2020, Senin (26/10/2020)
Penegakan Hukum Selama Pilkada akan Disorot, Kabareskrim: Netralitas Polri Harga Mati
Kompas.com - 15/09/2020, 20:31 WIB
Polri dan Kejagung Diminta Telusuri Motif Aparat yang Terlibat Kasus Pelarian Djoko
Tjandra Kompas.com - 31/07/2020, 20:56 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai, Polri dan Kejaksaan Agung
(Kejagung) perlu menelusuri motif aparat penegak hukum yang terlibat dalam kasus
pelarian terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Menurut
Zaenur, patut diduga terdapat dugaan tindak pidana lain, seperti pemalsuan dan
persekongkolan dalam kasus tersebut. Baca juga: Kapolri Janji Usut Tuntas Kasus Pelarian
Djoko Tjandra “Di situ jelas ada tindak pidana pemalsuan, misalnya di Polri identitas Djoko
Tjandra itu dipalsukan menjadi seorang konsultan dan kemudian diberikan surat jalan
dengan surat keterangan sehat yang juga dipalsukan karena yang diperiksa adalah orang
lain,” kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Jumat (31/7/2020).