Crs Kolesistisis
Crs Kolesistisis
PENDAHULUAN
Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Di Asia lebih banyak ditemukan batu saluran empedu
primer. Perbandingan pria dan wanita adalah 1: 2 dan banyak terjadi pada usia 40
tahun. Di Amerika Serikat, insiden kasus batu empedu pada wanita lebih tinggi
dibanding pria (2,5:1) dan terjadi peningkatan seiring dengan bertambahnya umur.
Di masyarakat barat, komposisi didapat 73% batu pigmen dan 27% batu
kolesterol. Faktor risiko terjadinya batu empedu adalah usia, gender wanita,
kehamilan, estrogen, obesitas, etnik (penduduk asli Amerika), sirosis, anemia
hemolitik, dan nutrisi parenteral.Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas
terapeutik untuk kolesistitis namun penyakit ini masih memiliki tingkat
morbiditas dan tingkat mortalitas yang cukup tinggi terutama pada orang lanjut
usia.2,3
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Nama : Ny.S
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kampung Laut
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
MRS : 2 Juni 2018
No Reg Med : 886406
2
2.2.4 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi (-).
Riwayat maag(-)
Riwayat DM (-)
3
Kepala :Normocephali, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (+/+),
mata cekung (-/-), pupil bulat, central, isokor, RC (+/+),
diameter (3mm/3mm)
Hidung : Deviasi septum nasal (-), sekret (-)
Leher : JVP (5-1 cmH2O), pembesaran KGB (-), struma (-)
Pulmo
Inspeksi : Statis dan dinamis: simetris kanan=kiri, retraksi dinding
dada (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-) fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, nyeri ketok (-/-)
Auskultasi : Vesikuler (+) , ronkhi (-), wheezing (-)
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra, 2
jari, kuat angkat (+)
Perkusi : Batas jantung atas ICS II line parasternalis sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan hipokondrium dekstra (+), murphy
sign (+), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
4
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema pretibial (-), palmar pucat (-)
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Non Farmakologis :
Istirahat
Diet rendah lemak
Edukasi
2.7.2 Farmakologis :
IVFD RL gtt 20x/menit
5
Spasminal 3x1tab
Inj. Ketorolac 15mg/mL 3x1
Omeprazole tab 20mg 1x1.
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
FOLLOW UP PASIEN
Tgl Perkembangan
4/6/18 S : Nyeri perut kanan atas (+) Demam (-),Mual (+)
O : TD: 120/70 mmHg HR: 80 x/menit RR: 20 x/menit T: 36,9oC
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : nyeri tekan (+) di regio hipokondrium dextra
A : Kolesistisis e.c kolelitiasis
P:
IVFD RL gtt 20x/menit
Spasminal 3x1tab
Inj. Ketorolac 15mg/mL 3x1
Omeprazole tab 20mg 1x1.
5/6/18 S : Nyeri perut kanan atas (+) tetapi berkurang. Demam (-),Mual (-)
O : TD: 120/70 mmHg HR: 82 x/menit RR: 22x/menit T: 36,8oC
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : nyeri tekan (+) di regio hipokondrium dextra tetapi berkurang
A : Kolesistisis e.c kolelitiasis
6
P:
IVFD RL gtt 20x/menit
Spasminal 3x1tab
Inj. Ketorolac 15mg/mL 3x1
6/6/18 S : Nyeri perut kanan atas (-) Demam (-),Mual (-)
O : TD: 120/80 mmHg HR: 78 x/menit RR: 18 x/menit T: 36,5oC
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : nyeri tekan (-)
A:-
P : Pasien pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut
7
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini
masih belum jelas.1
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu.1
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi
lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu
dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh
hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi
empedu merupakan fungsi utama hati.4
8
empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau
tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan
peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam.
Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding
penyebab terbentuknya batu.4
9
Gambar 1 : Anatomi duktus biliaris.
(Sumber: Netter Atlas of Human Anatomy)
Asam – asam empedu primer (asam kolat & kenodeoksikolat) dibentuk dari
kolesterol di dalam hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi dan
bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan glisin atau taurin dan
diekskresi ke dalam empedu. Sekresi empedu membutuhkan aktivitas hepatosit
(sumber empedu primer) dan kolangiosit yang terletak sepanjang
duktulus empedu. Produksi empedu perhari berkisar 500 – 600 mL.4
10
dan diambil cepat oleh hepatosit, dikonjugasi ulang dan disekresi ulang ke dalam
empedu (sirkulasi enterohepatik). Sekitar ± 20% empedu intestinal tidak
direabsorpsi di ileum, yang kemudian dikonjugasi oleh bakteri kolon menjadi
asam empedu sekunder yakni deoksikolat dan litokolat dan ± 50%
akan direabsorpsi kembali.4
11
nekrosis dinding kandung empedu.4,5
12
Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang
mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu
tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi
untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari cairan
empedu.5
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik
perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan
suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang
– kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung
sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung
dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi
kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan
yang sembuh spontan.2,3
13
konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra
hepatik.2,3
Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda
dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.2,3
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba – tiba, perlu
dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di
bawah diafragma seperti appendiks yang retrosekal, sumbatan usus,
perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut, pielonefritis dan infark miokard.
Pada wanita hamil kemungkinannya dapat preeklampsia, appendisitis dan
kolelitiasis. Pemeriksaan lebih lanjut dan penanganan harus dilakukan segera
karena dapat mengancam nyawa ibu dan bayi.2,3
3.6. Diagnosis
14
pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang
dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien
mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari
lima kali lipat).6,7,8
Kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan
dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di USG yang
pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan
dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy.
Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis.6,7,8
15
Gambar 3 : Foto polos abdomen, tampak batu – batu empedu berukuran
kecil9
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)
16
Gambar 4 : CT – scan abdomen, tampak batu – batu empedu dan penebalan
dinding kandung empedu.9
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)
17
Gambar 5 : Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah
45 menit. Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam
30menit9
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)
3.7. Tatalaksana
18
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis
akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit
sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk istirahat total,
perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi
elektrolit obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik.
Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah
komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan
ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan
kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep.
faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik
kombinasi.7,8
19
apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 – 8 minggu
setelah terapi konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 %
kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini
menyatakan, timbul gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat
dihindarkan dan lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya
daat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini
akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi
lebih sulit karena proses infalamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan
anatomi.7,8
20
awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat – pusat bedah digestif.
Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90% dari seluruh
kolesitektomi. Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional menurut
Ibrahim A. dkk, sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar
dalam mengenali duktus sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%),
perdarahan dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai
pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahan, kebocoran
empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan kolesistektomi laparoskopik ini
sekalipun invasive mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca
operasi. Menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek
lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien (Siddiqui T, et
al, 2008). Pada wanita hamil, laparaskopi kolesistektomi terbukti aman dilakukan
pada semua trimester.7,8
21
umum lemah. Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis
gram negatif dan/atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat
disertai perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis
dicurigai,2,3,10
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri
pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan
abses. Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi
pasien yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses
2,3,10
22
kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami
dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata (Chiu HH, et al,
2009). 2,3,10
23
foto polos abdomen (misalnya obstruksi usus-kecil dengan gas dalam
percabangan biliaris dan batu empedu ektopik berkalsifikasi) atau menyertai
rangkaian gastrointestinal atas (fistula kolesistoduodenum dengan obstruksi usus
kecil pada katup ileosekal). Laparotomi dini diindikasikan dengan enterolitotomi
dan palpasi usus kecil yang lebih proksimal dan kandung empedu yang teliti
untuk menyingkirkan batu lainnya.2,3,10
24
berhasil yang menghasilkan kesembuhan lengkap atau hampir lengkap atas gejala
pada 75 sampai 90 persen pasien. Penyebab paling sering pada gejala
pascakolesistektomi yang menetap adalah adanya gangguan ekstrabiliaris yang
tidak diketahui (misalnya esofagitis refluks, ulkus peptikum, sindrom
pascagastrektomi, pankreatitis atau sindroma usus iritabel). Namun, pada sebagian
kecil pasien terdapat gangguan duktus kandung empedu ekstrahepatik
yang menyebabkan gejala persisten. Apa yang disebut sebagai sindroma
pascakolesistektomi mungkin disebabkan oleh (1) striktura biliaris, (2)
batu empedu yang tertahan (3) sindroma tunggal (stump) duktus sistikus (4)
stenosis atau diskinesia sfingster Oddi atau (5) gastritis atau diare akibat garam
empedu.2,3,10
Tanpa batu yang tampak secara kolangiografik, gejala kelainan mirip kolik
biliaris atau kolestitis pada pasien pascakolesistektomi ini sering diperkirakan
disebabkan oleh gangguan pada sisa duktus sistikus yang panjang (>1
cm) (sindroma tunggal duktus sistikus). Namun, penelitian yang cermat
memperlihatkan bahwa keluhan pascakolesistektomi pada hampir semua pasien
yang kompleks gejalanya semula diduga timbul akibat adanya tunggal duktus
sistikus yang panjang juga dapat disebabkan oleh sebab lain. Dengan demikian,
perlu dilakukan pemeriksaan cermat mengenai faktor lain yang menyebabkan
gejala pascakolesistektomi sebelum menyatakannya sebagai sindroma tunggal
duktus sistikus.2,3,10
25
menyertai kolesistektomi dihubungkan dengan perubahan sirkulasi kandung
empedu enterohepatik.2,3,10
3.10. Prognosis
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas kurang lebih
6 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri perut kanan atas,
nyeri dirasakan selama kurang lebih 2 jam, hilang timbul, rasa seperti
26
ditusuk-tusuk, nyeri menjalar ke punggung, tidak dipengaruhi makanan/
aktivitas, benjolan di perut (-), riwayat trauma (-), mual (+), muntah (-),
demam (+), suhu tidak terlalu tinggi, hilang timbul. keluarga pasien juga
mengatakan mata pasien tampak kuning. BAK berwarna seperti teh (+)
sebanyak 1 gelas belimbing setiap kali BAB, BAB menurun (+). Pasien
merupakan rujukan dari RS Nurdin Hamzah dan di beritahu bahwa ada
batu di kandung empedu. Pasien membawa hasil USG dari RS Nurdin
Hamzah.
Dari keluhan di atas, pasien didiagnosa menderita kolesistitis akut dengan
keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah yaitu perut di
sebelah kanan atas dan menjalar hingga ke punggung. Keluhan tersebut dapat
memburuk secara progresif. Kadang–kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau
skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat
ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi
yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Untuk
penyebab kolesistitis yang dialami pasien, bisa dicurigai adanya kolelitiasis
karena penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). Selain itu, pasien juga memenuhi 3 faktor risiko
untuk terjadinya kolelitiasis yaitu female, fourty, fertile. Penumpukan bilirubin
juga ditunjukkan oleh adanya ikterus dan mual. BAK berwarna seperti teh (+)
menunjukkan adanya obstruksi ikterus post hepatika yang salah satu penyebabnya
adalah kolelitiasis. Diagnosis banding kasus ini adalah pankreatiti akut, dan
keganasan caput pankreas. Untuk menyingkirkan diagnosis banding tersebut,
dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang lebih lanjut. Pankreatitis akut
akan bermanifestasi pada nyeri perut yang biasanya di regio epigastrium, demam
(+), nyeri alih (+), leukositosis, namun tidak mengalami ikterik dan perubahan
BAB dan BAK. Sementara, keganasan caput pankreas disingkirkan karena tidak
adanya penurunan berat badan yang drastis.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat sklera ikterik. Selain itu, kuadran kanan
atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Inspirasi dalam atau
27
batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri
dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy). Pada pemeriksaan lab
didapatkan peningkatan bilirubin direk. Dari pemeriksaan fisik dan laboratorium
mendukung diagnosis kolesistitis.
Untuk terapi non-farmakologis, pasien diminta untuk menjalani diet
rendah lemak dan menurunkan berat badan. Hal ini disebabkan rasa nyeri tersebut
timbul karena nyeri oleh ketegangan (distension pain) oleh kontraksi pada
kandung empedu karena ada blok pada duktus sistikus. Pada pasien yang
mengkonsumsi makanan berlemak, maka kandung empedu akan berkontraksi
untuk melepaskan cairan empedu masuk ke dalam intestin untuk membantu
metabolisme lemak. Sumbatan di duktus sistikus mengakibatkan obstruksi
sehingga kandung empedu yang sudah mengalami peradangan pada kasus
(kolesistitis) terus menerus berkontraksi menimbulkan rasa nyeri oleh ujung-ujung
saraf yang terdapat pada dinding kandung empedu (N. Frenikus dan N.
Splangnikus) diteruskan ke spinal cord. Untuk terapi farmakologis, diberikan
IVFD RL gtt 20x/menit, spasminal 3x1tab, inj. ketorolac 15mg/ml 3x1,
omeprazole tab 20mg 1x1.
BAB V
KESIMPULAN
28
dan demam. Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-
duanyaPenyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis
akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan,
takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat
beradasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari
nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat
sugestif.Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien
dengan kolesistitis.
Pengobatan berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan
ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga
atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV.
Kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan pada
pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi kolesistitis akut.
Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat
terlihat dalam 1 – 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan
didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,
fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi
DAFTAR PUSTAKA
29
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 477-478.
2. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary
Colic in Emergency Medicine. [Diakses pada: 1 Juni 2011]. Diunduh
dari:http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.
3. Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 19 Juli
2018]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/171886-
overview.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit
vol 1. Edisi keempat. Jakarta: EGC, 1994.
5. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis.
[Diakses pada: 19 Juli 2018]. http://emedicine.medscape.com/article/1876
45-overview.
6. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M
etal. Background: Tokyo guidelines for the management of acute
cholangitisand cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p.
1-10.
7. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and
treatment.Cleveland Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.
8. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et
al.Flowchart for the diagnosis and treatment of acute cholangitis
andcholecystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery
14;2007. p. 27-34.
9. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging.
[Diakses pada: 19 Juli 2018]. Diunduh dari:http://emedicine.medscape.co
m/article/365698-overview.
10. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358
(26);2008.
30