Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut


dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini
masih belum jelas. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu
(90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus)1,2

Insidensi terjadinya kolesistitis meningkat seiring pertambahan usia.


Penjelasan secara fisiologis untuk peningkatan insidensi tersebut belum ada.
Peningkatan insidensi pada laki-laki usia lanjut dikaitkan dengan perubahan rasio
androgen-estrogen. 2,3

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Di Asia lebih banyak ditemukan batu saluran empedu
primer. Perbandingan pria dan wanita adalah 1: 2 dan banyak terjadi pada usia 40
tahun. Di Amerika Serikat, insiden kasus batu empedu pada wanita lebih tinggi
dibanding pria (2,5:1) dan terjadi peningkatan seiring dengan bertambahnya umur.
Di masyarakat barat, komposisi didapat 73% batu pigmen dan 27% batu
kolesterol. Faktor risiko terjadinya batu empedu adalah usia, gender wanita,
kehamilan, estrogen, obesitas, etnik (penduduk asli Amerika), sirosis, anemia
hemolitik, dan nutrisi parenteral.Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas
terapeutik untuk kolesistitis namun penyakit ini masih memiliki tingkat
morbiditas dan tingkat mortalitas yang cukup tinggi terutama pada orang lanjut
usia.2,3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
Nama : Ny.S
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kampung Laut
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
MRS : 2 Juni 2018
No Reg Med : 886406

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 3 Juni 2018 pukul 14.00 WIB)

2.2.1 Keluhan Utama :


Nyeri perut kanan atas sejak kurang lebih 6 hari sebelum masuk rumah
sakit.

2.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit :


- Kurang lebih 6 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri
perut kanan atas, nyeri dirasakan selama kurang lebih 2 jam, hilang timbul,
rasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri menjalar ke punggung, tidak dipengaruhi
makanan/ aktivitas, benjolan di perut (-), riwayat trauma (-), mual (+),
muntah (-), demam (+), suhu tidak terlalu tinggi, hilang timbul. keluarga
pasien juga mengatakan mata pasien tampak kuning. BAK berwarna
seperti teh (+) sebanyak 1 gelas belimbing setiap kali BAB, BAB menurun
(+). Penurunan berat badan drastis (-). Pasien merupakan rujukan dari RS
Nurdin Hamzah dan di beritahu bahwa ada batu di kandung empedu.
Pasien membawa hasil USG dari RS Nurdin Hamzah.

2
2.2.4 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat hipertensi (-).
 Riwayat maag(-)
 Riwayat DM (-)

2.2.5 Riwayat penyakit dalam keluarga


 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipetensi (-)
 Riwayat maag (-)

2.2.6 Riwayat kebiasaan dan sosial ekonomi


 Riwayat merokok (-)
 Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Dulu pasien melakukan
pekerjaan rumah tangga, tetapi sejak sakit, pasien tidak melakukan
pekerjaan apapun. Pasien memiliki 2 orang anak.
 Kesan : sosial ekonomi menengah ke bawah

2.3 Pemeriksaan Fisik: (3 Juni 2016 pukul 14.00 WIB)


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler
Frekuensi pernafasan : 22 x/menit, reguler
Suhu : 36,2oC
BB : 49 kg
TB : 156 cm
IMT : 20,41 kg/m2
Kesan : Normoweight
Keadaan Spesifik

3
Kepala :Normocephali, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (+/+),
mata cekung (-/-), pupil bulat, central, isokor, RC (+/+),
diameter (3mm/3mm)
Hidung : Deviasi septum nasal (-), sekret (-)
Leher : JVP (5-1 cmH2O), pembesaran KGB (-), struma (-)

Pulmo
Inspeksi : Statis dan dinamis: simetris kanan=kiri, retraksi dinding
dada (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-) fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, nyeri ketok (-/-)
Auskultasi : Vesikuler (+) , ronkhi (-), wheezing (-)

Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra, 2
jari, kuat angkat (+)
Perkusi : Batas jantung atas ICS II line parasternalis sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan hipokondrium dekstra (+), murphy
sign (+), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

4
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema pretibial (-), palmar pucat (-)

2.4 Pemeriksaan penunjang


Laboratorium (2/6/2018)
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 12 11.4-15
RBC 4.1 juta/mm3 4.0-5.70 juta/mm3
WBC 9.600 4730-10890/mm3
Hematokrit 37 35-45
Trombosit 129.000 100.000-300.000
MCV 88 85-95
MCH 28 27-31
MCHC 351 320-360
Bilirubin Total 1.74 0.1-1.0 mg/dl
Bilirubin Direk 1.27 0-0.2 mg/dl
Bilirubin Indirek 0.47 < 0.8 mg/dl
AST/SGOT 22 0-32 U/L
ALT/SGPT 36 0-31 U/L
Alkali Fosfatase 110 35-105
GDS 122 <200

2.5 Daftar Masalah


 Kolesistitis
 Kolelitiasis

2.6 Diagnosis Sementara


 Kolesistitis e.c kolelitiasis

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Non Farmakologis :
 Istirahat
 Diet rendah lemak
 Edukasi

2.7.2 Farmakologis :
 IVFD RL gtt 20x/menit

5
 Spasminal 3x1tab
 Inj. Ketorolac 15mg/mL 3x1
 Omeprazole tab 20mg 1x1.

2.8 Rencana Pemeriksaan


 USG abdomen

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

FOLLOW UP PASIEN
Tgl Perkembangan
4/6/18 S : Nyeri perut kanan atas (+) Demam (-),Mual (+)
O : TD: 120/70 mmHg HR: 80 x/menit RR: 20 x/menit T: 36,9oC
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : nyeri tekan (+) di regio hipokondrium dextra
A : Kolesistisis e.c kolelitiasis
P:
 IVFD RL gtt 20x/menit
 Spasminal 3x1tab
 Inj. Ketorolac 15mg/mL 3x1
 Omeprazole tab 20mg 1x1.

5/6/18 S : Nyeri perut kanan atas (+) tetapi berkurang. Demam (-),Mual (-)
O : TD: 120/70 mmHg HR: 82 x/menit RR: 22x/menit T: 36,8oC
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : nyeri tekan (+) di regio hipokondrium dextra tetapi berkurang
A : Kolesistisis e.c kolelitiasis

6
P:
 IVFD RL gtt 20x/menit
 Spasminal 3x1tab
 Inj. Ketorolac 15mg/mL 3x1
6/6/18 S : Nyeri perut kanan atas (-) Demam (-),Mual (-)
O : TD: 120/80 mmHg HR: 78 x/menit RR: 18 x/menit T: 36,5oC
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : nyeri tekan (-)
A:-
P : Pasien pulang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut

7
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini
masih belum jelas.1
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu.1

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi
lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu
dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh
hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi
empedu merupakan fungsi utama hati.4

Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang


mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada
juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.4

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu


mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di
dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar
melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.4

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,


sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu
empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa
merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama
adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan
pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong

8
empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau
tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan
peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam.
Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding
penyebab terbentuknya batu.4

3.2. Fisiologi Produksi dan Aliran Empedu

Empedu yang dibentuk dalam lobulus hati disekresi ke dalam jaringan


kanalikuli yang kompleks, duktulus biliaris yang kecil dan duktus biliaris yang
lebih besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan arteri
hepatika dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus biliaris
interlobulus ini bergabung membentuk duktus biliaris septum yang lebih besar
yang bergabung untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri yang berlanjut
sebagai duktus hepatikus komunis. Bersama dengan duktus sistikus dari kandung
empedu, duktus hepatikus komunis bergabung membentuk duktus koledokus yang
kemudian bergabung dengan duktus pankreatikus mayor lalu memasuki
duodenum melalui ampulla Vater (Price SA, et al, 2006). Anatomi duktus biliaris
secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.4

Empedu hati adalah cairan isotonik berpigmentasi dengan komposisi


elektrolit yang menyerupai plasma darah. Komponen utama cairan empedu terdiri
dari 82% air, 12% asam empedu, 4% lesitin dan fosfolipid lainnya serta 0,7%
kolesterol yang tidak diesterifikasi. Unsur lain termasuk bilirubin terkonjugasi,
protein (IgA), elektrolit, mukus, dapat pula obat atau hasil metabolisme lainnya.
Cairan empedu ditampung dalam kandung empedu yang memiliki kapasitas ± 50
ml. Selama empedu berada di dalam kandung empedu, maka akan
terjadi peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses
reabsorpsi sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh
difusi air sehingga terjadi penurunan pH intrasistik.4

9
Gambar 1 : Anatomi duktus biliaris.
(Sumber: Netter Atlas of Human Anatomy)

Asam – asam empedu primer (asam kolat & kenodeoksikolat) dibentuk dari
kolesterol di dalam hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi dan
bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan glisin atau taurin dan
diekskresi ke dalam empedu. Sekresi empedu membutuhkan aktivitas hepatosit
(sumber empedu primer) dan kolangiosit yang terletak sepanjang
duktulus empedu. Produksi empedu perhari berkisar 500 – 600 mL.4

Asam empedu mempunyai kegunaan seperti deterjen dalam mengemulsi


lemak, membantu kerja enzim pankreas dan penyerapan lemak
intraluminal. Asam empedu primer dapat dialirkan ke duodenum akibat stimulus
fisiologis oleh hormon kolesistokinin (CCK) (meskipun terdapat juga
peranan persarafan parasimpatis), dimana kadar hormon ini dapat
meningkat sebagai tanggapan terhadap diet asam amino rantai panjang
dan karbohidrat. Adapun efek kolesistokinin diantaranya (1) kontraksi
kandung empedu (2) penurunan resistensi sfingster Oddi (3) peningkatan sekresi
empedu hati (4) meningkatkan aliran cairan empedu ke duodenum.4

Asam empedu primer yang telah sekresikan ke duodenum akan


direabsorpsi kembali di ileum terminalis kemudian memasuki aliran darah portal

10
dan diambil cepat oleh hepatosit, dikonjugasi ulang dan disekresi ulang ke dalam
empedu (sirkulasi enterohepatik). Sekitar ± 20% empedu intestinal tidak
direabsorpsi di ileum, yang kemudian dikonjugasi oleh bakteri kolon menjadi
asam empedu sekunder yakni deoksikolat dan litokolat dan ± 50%
akan direabsorpsi kembali.4

3.3. Faktor Risiko/Etiologi dan Patogenesis

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah


stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung
empedu.5

Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)


sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus).5

Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan


empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu
menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia
dan nekrosis dinding kandung empedu (Gambar 2). Meskipun begitu, mekanisme
pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut,
sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang
dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan
cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan
supurasi.4

Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50


sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak
dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies
Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies
Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme – organisme
tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan,
perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya

11
nekrosis dinding kandung empedu.4,5

Gambar 2 : Patofisiologi kolesistitis akut


(Sumber : www.wikisurgery.comimages99204.3_acute_cholecystitis.jpg)

Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko


terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan
dengan trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode
pascapersalinan yang menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi
pembedahan besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain
yang mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu
yang mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi
bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau
Vibrio cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus
mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya
(sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis, aktinomises).5

12
Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang
mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu
tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi
untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari cairan
empedu.5

3.4. Tanda dan Gejala Klinis

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik
perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan
suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang
– kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung
sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung
dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi
kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan
yang sembuh spontan.2,3

Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan


penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami
anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan
gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan
fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi.
Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang
tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta
kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi
terhenti (tanda Murphy).2,3

Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan


peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas
sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus
paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen
biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20%
kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila

13
konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra
hepatik.2,3

Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda
dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.2,3

Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan


dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien
dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun
sebelumnya tidak terdapat tanda – tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien
sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda – tanda kolesistitis akut
yang jelas sebelumnya.2,3

3.5. Diagnosis Banding

Keterlambatan penegakkan diagnosis kolesistitis akut, dapat menyebabkan


peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien. Pada pasien – pasien yang
dirawat di ICU, kecurigaan terhadap timbulnya kolestitis akut akalkulus harus
dipertimbangkan bila telah terdapat tanda dan gejala, hal ini untuk mencegah
terjadinya perburukan kondisi pasien.2,3

Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba – tiba, perlu
dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di
bawah diafragma seperti appendiks yang retrosekal, sumbatan usus,
perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut, pielonefritis dan infark miokard.
Pada wanita hamil kemungkinannya dapat preeklampsia, appendisitis dan
kolelitiasis. Pemeriksaan lebih lanjut dan penanganan harus dilakukan segera
karena dapat mengancam nyawa ibu dan bayi.2,3

3.6. Diagnosis

Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas


dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas,
demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis
yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan

14
pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang
dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien
mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari
lima kali lipat).6,7,8

Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan


kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada
kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
pielonefritis.6,7,8

Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan


menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi
kandung empedu dipertimbangkan.6,7,8

Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat


memberikan konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus
kandung empedu tanpa visualisasi kandung empedu.6,7,8

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut.


Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak (Gambar 3).6,7,8

Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu


bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis
akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu
porselain) menunjukkan adanya keganasan pada kandung empedu Pada
pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding.6,7,8

Kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan
dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di USG yang
pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan
dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy.
Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis.6,7,8

15
Gambar 3 : Foto polos abdomen, tampak batu – batu empedu berukuran
kecil9
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)

Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan


MRI dilaporkan lebih besar dari 95% (Gambar 4). Pada kolesistitis
akut dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu
lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan lapisan
mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan CT – scan dapat memperlihatkan
adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak
terlihat pada pemeriksaan USG.9

16
Gambar 4 : CT – scan abdomen, tampak batu – batu empedu dan penebalan
dinding kandung empedu.9
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 96n


Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik
ini tidak mudah (Gambar 5). Normalnya gambaran kandung empedu, duktus
biliaris komunis dan duodenum terlihat dalam 30-45 menit setelah penyuntikan
zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya
gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau
scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.9

17
Gambar 5 : Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah
45 menit. Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam
30menit9
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)

Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP) dapat


digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan terdapat batu
empedu di duktus biliaris komunis pada pasien yang beresiko tinggi menjalani
laparaskopi kolesistektomi.9

Pada pemeriksaan histologi, terdapat edema dan tanda – tanda kongesti


pada jaringan. Gambaran kolesistitis akut biasanya serupa dengan
gambaran kolesistitis kronik dimana terdapat fibrosis, pendataran mukosa dan sel
– sel inflamasi seperti neutrofil. Terdapat gambaran herniasi dari lapisan mukosa
yang disebut dengan sinus Rokitansky-Aschoff. Pada kasus – kasus
lanjut dapat ditemukan gangren dan perforasi.9

3.7. Tatalaksana

3.7.1. Terapi konservatif

18
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis
akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit
sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk istirahat total,
perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi
elektrolit obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik.
Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah
komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan
ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan
kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep.
faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik
kombinasi.7,8

Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam


dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole
dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus – kasus
yang sudah lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat
mual dan muntah dapat diberikan anti – emetik atau dipasang nasogastrik tube.
Pemberian CCK secara intravena dapat membantu merangsang
pengosongan kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih lanjut.
Pasien – pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi yang hendak
dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan tanda – tanda vital yang
stabil, tidak terdapat tanda – tanda obstruksi pada hasil laboratorium dan USG,
penyakit – penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah
terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti
Levofloxasin 1 x 500 mg PO dan Metronidazol 2 x 500 mg PO, anti-emetik dan
analgesik yang sesuai.7,8

3.7.2. Terapi bedah

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan,

19
apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 – 8 minggu
setelah terapi konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 %
kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini
menyatakan, timbul gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat
dihindarkan dan lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya
daat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini
akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi
lebih sulit karena proses infalamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan
anatomi.7,8

Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu


dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi
kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau perforasi. Pada
kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak
berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau ancaman
komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24
sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada
pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi yang
tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk
(1) pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki resiko besar bila
dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih
meragukan (Wilson E, et al, 2010). Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi
pilihan bagi sebagian besar pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra
kesehatan, angka mortalitas untuk kolesistektomi darurat mendekati 3 %,
sementara resiko mortalitas untuk kolesistektomi elektif atau dini mendekati 0,5
% pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu saja, resiko operasi meningkat
seiring dengan adanya penyakit pada organ lain akibat usia dan dengan adanya
komplikasi jangka pendek atau jangka panjang penyakit kandung empedu. Pada
pasien kolesistitis yang sakit berat atau keadaan umumnya lemah dapat dilakukan
kolesistektomi dan drainase selang terhadap kandung empedu.
Kolesistektomi elektif kemudian dapat dilakukan pada lain waktu. Sejak
diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia ada

20
awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat – pusat bedah digestif.
Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90% dari seluruh
kolesitektomi. Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional menurut
Ibrahim A. dkk, sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar
dalam mengenali duktus sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%),
perdarahan dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai
pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahan, kebocoran
empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan kolesistektomi laparoskopik ini
sekalipun invasive mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca
operasi. Menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek
lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien (Siddiqui T, et
al, 2008). Pada wanita hamil, laparaskopi kolesistektomi terbukti aman dilakukan
pada semua trimester.7,8

Adapun beberapa kontraindikasi dari laparoskopi kolesistektomi


diantaranya adalah:

- Resiko tinggi terhadap anestesi umum


- Tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abeses, fistula, dan
peritonitis
- Batu empedu yang besar atau dicurigai keganasan
- Penyakit hati terminal dengan hipertensi portal dan gangguan sitem
pembukan darah7,8

3.8. Komplikasi kolesistitis

3.8.1.Empiema dan hidrops

Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan


kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi
empedu yang tersumbat tersebut disertai kuman – kuman pembentuk
pus. Biasanya terjadi pada pasien laki - laki dengan kolesistitis akut akalkulus dan
juga menderita diabetes mellitus. Gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam
tinggi, nyeri kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis berat dan sering keadaan

21
umum lemah. Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis
gram negatif dan/atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat
disertai perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis
dicurigai,2,3,10

Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat


sumbatan berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus
besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara
progresif mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan transudat
jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel – sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan
fisis sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari
kuadran kanan atas menuju fossa iliaka kanan. Pasien hidrops kandung empedu
sering tetap asimtomatik, walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik juga
dapat terjadi. Kolesistektomi diindikasikan, karena dapat timbul komplikasi
empiema, perforasi atau gangren.2,3,10

3.8.2. Gangren dan perforasi

Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis


jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi
berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi
yang menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan
predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada
kolesistitis kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses. 2,3,10

Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri
pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan
abses. Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi
pasien yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses
2,3,10

Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian


sekitar 30%, Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri

22
kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami
dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata (Chiu HH, et al,
2009). 2,3,10

3.8.3. Pembentukan fistula dan ileus batu empedu

Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung


empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan perlekatan. Fistula
dalam duodenum sering disertai oleh fistula yang melibatkan fleksura hepatica
kolon, lambung atau duodenum, dinding abdomen dan pelvis ginjal. Fistula
enterik biliaris “bisu/tenang” yang secara klinis terjadi sebagai
komplikasi kolesistitis kronik pernah ditemukan pada 5 % pasien yang
menjalani kolesistektomi.2,3,10

Fistula kolesistoenterik asimtomatik mungkin kadang didiagnosis dengan


temuan gas dalam percabangan biliaris pada foto polos abdomen. Pemeriksaan
kontras barium atau endoskopi saluran makanan bagian atas atau kolon mungkin
memperlihatkan fistula, tetapi kolesistografi oral akan hampir tidak
pernah menyebabkan opasifikasi baik kandung empedu atau saluran fistula.
Terapi pada pasien simtomatik biasanya terdiri dari kolesistektomi,
eksplorasi duktus koledokus dan penutupan saluran fistula.2,3,10

Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik


yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen usus.
Batu tersebut biasanya memasuki duodenum melalui fistula
kolesistoenterik pada tingkat tersebut. Tempat obstruksi oleh batu empedu yang
terjepit biasanya pada katup ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih
proksimal berkaliber normal. Sebagian besar pasien tidak memberikan
riwayat baik gejala traktus biliaris sebelumnya maupun keluhan kolesistitis
akut yang sugestif atau fistulisasi.2,3,10

Batu yang berdiameter lebih besar dari 2,5 cm dipikirkan


member kecenderungan pembentukan fistula oleh erosi bertahap melalui fundus
kandung empedu. Pemastian diagnostik ada kalanya mungkin ditemukan

23
foto polos abdomen (misalnya obstruksi usus-kecil dengan gas dalam
percabangan biliaris dan batu empedu ektopik berkalsifikasi) atau menyertai
rangkaian gastrointestinal atas (fistula kolesistoduodenum dengan obstruksi usus
kecil pada katup ileosekal). Laparotomi dini diindikasikan dengan enterolitotomi
dan palpasi usus kecil yang lebih proksimal dan kandung empedu yang teliti
untuk menyingkirkan batu lainnya.2,3,10

3.8.4. Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porselin.

Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung


empedu dalam konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan pengendapan kalsium
dan opasifikasi empedu yang difus dan tidak jelas atau efek pelapis pada
rontgenografi polos abdomen. Apa yang disebut empedu limau atau susu empedu
secara klinis biasanya tidak berbahaya, tetapi kolesistektomi dianjurkan karena
empedu limau sering timbul pada kandung empedu yang hidropik. Sedangkan
kandung empedu porselin terjadi karena deposit garam kalsium dalam dinding
kandung empedu yang mengalami radang secara kronik, mungkin
dideteksi pada foto polos abdomen. Kolesistektomi dianjurkan pada semua
pasien dengan kandung empedu porselin karena pada kasus presentase tinggi
temuan ini tampak terkait dengan perkembangan karsinoma kandung empedu.2,3,10

3.9. Komplikasi pascakolesistektomi

3.9.1. Komplikasi dini

Komplikasi dini setelah kolesistektomi adalah atelektasis dan gangguan


paru lainnya, pembentukan abses (sering subfrenik), perdarahan eksterna dan
interna, fistula biliaris enterik dan kebocoran empedu. Ikterus mungkin
mengisyaratkan absorpsi empedu dari suatu sumber intraabdomen akibat
kebocoran empedu atau sumbatan mekanis duktus koledokus oleh batu, bekuan
darah intraduktus atau tekanan ekstrinsik. Untuk mengurangi insidensi komplikasi
dini tersebut secara rutin dilakukan kolangiografi intraoperatif sewaktu
kolesistektomi.2,3,10

Secara keseluruhan, kolesistektomi merupakan operasi yang sangat

24
berhasil yang menghasilkan kesembuhan lengkap atau hampir lengkap atas gejala
pada 75 sampai 90 persen pasien. Penyebab paling sering pada gejala
pascakolesistektomi yang menetap adalah adanya gangguan ekstrabiliaris yang
tidak diketahui (misalnya esofagitis refluks, ulkus peptikum, sindrom
pascagastrektomi, pankreatitis atau sindroma usus iritabel). Namun, pada sebagian
kecil pasien terdapat gangguan duktus kandung empedu ekstrahepatik
yang menyebabkan gejala persisten. Apa yang disebut sebagai sindroma
pascakolesistektomi mungkin disebabkan oleh (1) striktura biliaris, (2)
batu empedu yang tertahan (3) sindroma tunggal (stump) duktus sistikus (4)
stenosis atau diskinesia sfingster Oddi atau (5) gastritis atau diare akibat garam
empedu.2,3,10

3.9.2. Sindroma tunggal duktus sistikus

Tanpa batu yang tampak secara kolangiografik, gejala kelainan mirip kolik
biliaris atau kolestitis pada pasien pascakolesistektomi ini sering diperkirakan
disebabkan oleh gangguan pada sisa duktus sistikus yang panjang (>1
cm) (sindroma tunggal duktus sistikus). Namun, penelitian yang cermat
memperlihatkan bahwa keluhan pascakolesistektomi pada hampir semua pasien
yang kompleks gejalanya semula diduga timbul akibat adanya tunggal duktus
sistikus yang panjang juga dapat disebabkan oleh sebab lain. Dengan demikian,
perlu dilakukan pemeriksaan cermat mengenai faktor lain yang menyebabkan
gejala pascakolesistektomi sebelum menyatakannya sebagai sindroma tunggal
duktus sistikus.2,3,10

3.9.3. Katarsis dan gastritis akibat garam empedu

Pasien pascakolesistektomi mungkin mempunyai gejala dan tanda


gastritis, yang dihubungkan dengan refluks empedu duodenogastrik. Namun, data
kuat yang menghubungkan peningkatan insidensi gastritis empedu
dengan pembedahan penyingkiran kandung empedu tidak cukup. Demikian pula,
kejadian diare responsif – kolestiramin pada sejumlah kecil pasien yang

25
menyertai kolesistektomi dihubungkan dengan perubahan sirkulasi kandung
empedu enterohepatik.2,3,10

3.10. Prognosis

Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala


dapat terlihat dalam 1 – 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan
spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula,
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang – kadang kolesistitis akut berkembang secara
cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati
atau peritonitis umum pada 10 – 15% kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian
dapat mencapai 50 – 60%. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
yang adekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus
memiliki angka mortalitas sebesar 10 – 50%. Tindakan bedah pada pasien tua
(>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan
banyak timbul komplikasi pasca bedah.2,3,10

BAB IV
ANALISIS MASALAH

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas kurang lebih
6 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri perut kanan atas,
nyeri dirasakan selama kurang lebih 2 jam, hilang timbul, rasa seperti

26
ditusuk-tusuk, nyeri menjalar ke punggung, tidak dipengaruhi makanan/
aktivitas, benjolan di perut (-), riwayat trauma (-), mual (+), muntah (-),
demam (+), suhu tidak terlalu tinggi, hilang timbul. keluarga pasien juga
mengatakan mata pasien tampak kuning. BAK berwarna seperti teh (+)
sebanyak 1 gelas belimbing setiap kali BAB, BAB menurun (+). Pasien
merupakan rujukan dari RS Nurdin Hamzah dan di beritahu bahwa ada
batu di kandung empedu. Pasien membawa hasil USG dari RS Nurdin
Hamzah.
Dari keluhan di atas, pasien didiagnosa menderita kolesistitis akut dengan
keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah yaitu perut di
sebelah kanan atas dan menjalar hingga ke punggung. Keluhan tersebut dapat
memburuk secara progresif. Kadang–kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau
skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat
ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi
yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Untuk
penyebab kolesistitis yang dialami pasien, bisa dicurigai adanya kolelitiasis
karena penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). Selain itu, pasien juga memenuhi 3 faktor risiko
untuk terjadinya kolelitiasis yaitu female, fourty, fertile. Penumpukan bilirubin
juga ditunjukkan oleh adanya ikterus dan mual. BAK berwarna seperti teh (+)
menunjukkan adanya obstruksi ikterus post hepatika yang salah satu penyebabnya
adalah kolelitiasis. Diagnosis banding kasus ini adalah pankreatiti akut, dan
keganasan caput pankreas. Untuk menyingkirkan diagnosis banding tersebut,
dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang lebih lanjut. Pankreatitis akut
akan bermanifestasi pada nyeri perut yang biasanya di regio epigastrium, demam
(+), nyeri alih (+), leukositosis, namun tidak mengalami ikterik dan perubahan
BAB dan BAK. Sementara, keganasan caput pankreas disingkirkan karena tidak
adanya penurunan berat badan yang drastis.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat sklera ikterik. Selain itu, kuadran kanan
atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Inspirasi dalam atau

27
batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri
dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy). Pada pemeriksaan lab
didapatkan peningkatan bilirubin direk. Dari pemeriksaan fisik dan laboratorium
mendukung diagnosis kolesistitis.
Untuk terapi non-farmakologis, pasien diminta untuk menjalani diet
rendah lemak dan menurunkan berat badan. Hal ini disebabkan rasa nyeri tersebut
timbul karena nyeri oleh ketegangan (distension pain) oleh kontraksi pada
kandung empedu karena ada blok pada duktus sistikus. Pada pasien yang
mengkonsumsi makanan berlemak, maka kandung empedu akan berkontraksi
untuk melepaskan cairan empedu masuk ke dalam intestin untuk membantu
metabolisme lemak. Sumbatan di duktus sistikus mengakibatkan obstruksi
sehingga kandung empedu yang sudah mengalami peradangan pada kasus
(kolesistitis) terus menerus berkontraksi menimbulkan rasa nyeri oleh ujung-ujung
saraf yang terdapat pada dinding kandung empedu (N. Frenikus dan N.
Splangnikus) diteruskan ke spinal cord. Untuk terapi farmakologis, diberikan
IVFD RL gtt 20x/menit, spasminal 3x1tab, inj. ketorolac 15mg/ml 3x1,
omeprazole tab 20mg 1x1.

BAB V
KESIMPULAN

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut


dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan

28
dan demam. Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-
duanyaPenyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis
akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan,
takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat
beradasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari
nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat
sugestif.Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien
dengan kolesistitis.
Pengobatan berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan
ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga
atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV.
Kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan pada
pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi kolesistitis akut.
Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat
terlihat dalam 1 – 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan
didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,
fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi

DAFTAR PUSTAKA

1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi


I,Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Edisikeempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

29
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 477-478.
2. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary
Colic in Emergency Medicine. [Diakses pada: 1 Juni 2011]. Diunduh
dari:http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.
3. Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 19 Juli
2018]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/171886-
overview.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit
vol 1. Edisi keempat. Jakarta: EGC, 1994.
5. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis.
[Diakses pada: 19 Juli 2018]. http://emedicine.medscape.com/article/1876
45-overview.
6. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M
etal. Background: Tokyo guidelines for the management of acute
cholangitisand cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p.
1-10.
7. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and
treatment.Cleveland Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.
8. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et
al.Flowchart for the diagnosis and treatment of acute cholangitis
andcholecystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery
14;2007. p. 27-34.
9. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging.
[Diakses pada: 19 Juli 2018]. Diunduh dari:http://emedicine.medscape.co
m/article/365698-overview.
10. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358
(26);2008.

30

Anda mungkin juga menyukai