Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TENTANG
BUPATI BOMBANA,
- 1-
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2034);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi
dan Kabupaten Kolaka Utara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4339);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembar
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
- 2-
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2013 - 2033.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Ruang adalah wadah yang meliputi
ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur
ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-
pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
- 3-
5. Penataan ruang adalah suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
6. Perencanaan tata ruang adalah suatu
proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi
penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
7. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya.
8. Pengendalian pemanfaatan ruang
adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
9. Rencana tata ruang adalah hasil
perencanaan tata ruang.
10. Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRWK adalah rencana tata
ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten yang merupakan
penjabaran rencana tata ruang wilayah provinsi, yang berisi tujuan,
kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten, rencana
struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah
kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
11. Wilayah adalah ruang yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
12. Kawasan adalah wilayah yang memiliki
fungsi utama lindung atau budidaya.
13. Kawasan lindung adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
14. Kawasan budidaya adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan
sumberdaya buatan.
15. Kawasan perdesaan adalah wilayah
yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan
sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial
dan kegiatan ekonomi.
16. Kawasan perkotaan adalah wilayah
yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan
ekonomi.
- 4-
17. Kawasan agropolitan adalah kawasan
yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan
sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam
tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan
hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
18. Kawasan minapolitan adalah suatu
bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari
sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan,
pelayanan jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
19. Kawasan peruntukan pertambangan
adalah wilayah yang memiliki sumberdaya bahan galian yang berwujud
padat, cair dan gas berdasarkan peta atau data geologi dan merupakan
tempat dilaksanakan seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca
tambang baik di wilayah darat maupun perairan serta tidak dibatasi
oleh wilayah administrasi.
20. Kawasan Pertahanan Negara adalah
wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk
kepentingan pertahanan.
21. Kawasan strategis nasional adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
22. Kawasan strategis provinsi adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi,
sosial, budaya dan/atau lingkungan.
23. Kawasan strategis kabupaten adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
24. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah Ibukota
Kecamatan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten
atau beberapa kecamatan.
25. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah
pusat kegiatan yang dipromosikan untuk dikemudian hari ditetapkan
sebagai PKL dengan persyaratan pusat kegiatan tersebut merupakan
kota-kota yang telah memenuhi persyaratan sebagai Pusat Pelayanan
Kawasan (PPK).
26. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah Ibukota
Kecamatan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan
atau beberapa desa.
27. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antardesa.
- 5-
28. Masyarakat adalah orang,
perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat,
korporasi dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
29. Peran masyarakat adalah partisipasi
aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
30. Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc
yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan mempunyai fungsi
membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
31. Daerah adalah Kabupaten Bombana.
32. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah.
33. Bupati adalah Bupati Bombana.
34. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 2
Tujuan penataan ruang daerah adalah mewujudkan Kabupaten Bombana
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang didukung oleh
pengembangan sektor pertanian dalam arti luas, pertambangan, kelautan dan
perikanan serta pariwisata agar menjadi daerah yang maju, mandiri dan
sejahtera.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3
Kebijakan yang ditempuh untuk mewujudkan penataan ruang daerah terdiri
atas :
a. pengembangan sistem pusat pelayanan perkotaan dan pusat pelayanan
desa secara hirarki;
b. peningkatan kualitas pelayanan dasar dalam rangka pemerataan
pelayanan masyarakat;
- 6-
c. pengembangan sistem agropolitan dan minapolitan untuk
meningkatkan hasil produksi dan produktifitas pertanian dalam arti
luas;
d. pemantapan fungsi hutan;
e. pengembangan kawasan pertambangan yang ramah lingkungan;
f. pengembangan potensi kelautan dan perikanan;
g. pengembangan kawasan pariwisata; dan
h. peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4
(1) Strategi pengembangan sistem pusat pelayanan perkotaan dan
pusat pelayanan desa secara hirarki sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a, terdiri atas :
a. mengembangkan sistem pusat permukiman perkotaan sesuai
hierarki;
b. memeratakan pembangunan dan mendorong pertumbuhan wilayah
di seluruh daerah;
c. mengembangkan sistem pusat permukiman perdesaan dengan
membentuk pusat pelayanan desa secara berhierarki;
d. meningkatkan skala pelayanan pusat permukiman perdesaan; dan
e. memantapkan hubungan desa dan kota melalui pemantapan sistem
agropolitan dan minapolitan.
(2) Strategi peningkatan kualitas pelayanan dasar dalam rangka
pemerataan pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 huruf b, terdiri atas:
a. mengembangkan jaringan jalan guna mendukung sistem perkotaan
dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan di seluruh wilayah;
b. mengembangkan infrastruktur dasar guna mendukung
pertumbuhan wilayah yang terintegrasi;
c. mengembangkan sistem angkutan umum melalui interkoneksi moda
angkutan guna pemerataan penyebaran penumpang, barang dan
jasa ke seluruh wilayah kabupaten;
d. mengoptimalkan pembangkit listrik dengan energi terbarukan dan
pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik ;
e. meningkatkan jangkauan pelayanan telekomunikasi;
f. meningkatkan sistem jaringan sumberdaya air; dan
g. meningkatkan sistem sarana dan prasarana pengelolaan
lingkungan.
(3) Strategi pengembangan sistem agropolitan dan minapolitan untuk
meningkatkan hasil produksi dan produktifitas pertanian dan
perikanan dalam arti luas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
c, terdiri atas :
a. menetapkan kawasan agropolitan dan minapolitan;
- 7-
b. mengembangkan sistem agropolitan dan minapolitan dengan
memperhatikan daya dukung dan kondisi lingkungan setempat;
c. mengembangkan kawasan perkebunan, perikanan yang produktif
dan ramah lingkungan;
d. menetapkan dan mengembangkan kawasan peruntukan industri
berbasis pertanian dan perikanan;
e. meningkatkan produksi sektor peternakan melalui penyediaan bibit
unggul, pengembangan pakan ternak dan kesehatan ternak serta
pengembangan jaringan pemasaran; dan
f. meningkatkan dan mengembangkan sistem pascapanen dan
transportasi hasil pertanian dan perikanan.
(4) Strategi pemantapan fungsi hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas:
a. memantapkan kawasan hutan;
b. memantapkan fungsi kawasan hutan sesuai dengan keputusan
menteri kehutanan;
c. mengoptimalkan pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu
secara berkelanjutan; dan
d. meningkatkan perlindungan terhadap fungsi ekosistem hutan dan
keragaman hayati.
(5) Strategi pengembangan kawasan pertambangan yang
ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e,
terdiri atas:
a. menetapkan wilayah pertambangan;
b. mengembangkan sistem pengelolaan pertambangan secara lestari
dan berkelanjutan; dan
c. pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berdasarkan
azas:
1. manfaat, keadilan, dan keseimbangan;
2. keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
3. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;
4. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
5. menerapkan metode pertambangan yang baik dan benar; dan
6. peningkatan nilai tambah.
d. melarang perambahan kawasan hutan terutama pada kawasan
konservasi;
e. mengembangkan jaringan energi melalui:
1. peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik guna
keberlangsungan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
2. peningkatan transmisi listrik untuk menghubungkan dengan
jaringan interkoneksi, menghubungkan antara pusat
pembangkitan dengan pusat-pusat beban, serta menyalurkan
daya listrik ke permukiman-permukiman di wilayah kabupaten;
3. peningkatan jaringan distribusi minyak dan gas bumi untuk
mendukung pertumbuhan perekonomian daerah; dan
4. mendorong pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan
untuk mendukung diversifikasi energi.
f. mengembangkan infrastruktur minyak dan gas bumi melalui:
- 8-
1. dimungkinkan pembangunan stasiun bahan bakar gas (SPBG)
untuk melayani angkutan umum, meningkatkan konservasi
energi dari bahan bakar minyak (BBM) menjadi bahan bakar gas
(BBG);
2. tempat penyimpanan minyak/gas;
3. stasiun pengisian bahan bakar minyak (SPBU), SPBG, dan
SPBE; dan
4. menata ruang kawasan sekitar depo bahan bakar minyak.
g. memanfaatkan hasil pertambangan secara optimal dan
berkelanjutan.
(6) Strategi pengembangan potensi kelautan dan perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, terdiri atas:
a. menetapkan kawasan minapolitan dan kawasan konservasi untuk
perlindungan terhadap sumber bibit udang;
b. mengembangkan fasilitas pembenihan ikan dan udang untuk
mendukung ketersediaan bibit dan sistem pengayaan kawasan
perikanan;
c. mengembangkan sarana dan prasarana perikanan tangkap;
d. mengembangkan budidaya perikanan melalui sistem keramba; dan
e. mendorong peningkatan investasi budidaya dan pengolahan
perikanan.
(7) Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang ramah lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, terdiri atas:
a. mengembangkan obyek wisata;
b. mengembangkan kawasan wisata pesisir;
c. membentuk zona wisata dengan disertai pengembangan paket
wisata; dan
d. meningkatkan sarana dan prasarana wisata yang ada di masing-
masing objek wisata.
(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan
untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf h, terdiri atas :
a. mendukung penetapan kawasan pertahanan dan keamanan;
b. mengembangan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di
sekitar kawasan pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan
dengan kawasan budidaya terbangun; dan
d. menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten di daerah terdiri atas :
- 9-
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 6
(1) Pusat-pusat kegiatan di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. PKL;
b. PKLp;
c. PPK; dan
d. PPL.
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kasipute di
Kecamatan Rumbia.
(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Sikeli di
Kecamatan Kabaena Barat.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Boepinang di Kecamatan Poleang;
b. Waemputang di Kecamatan Poleang Selatan;
c. Dongkala di Kecamatan Kabaena Timur; dan
d. Bambaea di Kecamatan Poleang Timur.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Poea di Kecamatan Rumbia Tengah;
b. Lora di Kecamatan Mataoleo;
c. Lantari di Kecamatan Lantari Jaya;
d. Taubonto di Kecamatan Rarowatu;
e. Aneka Marga di Kecamatan Rarowatu Utara;
f. Kolombi Matausu di Kecamatan Matausu;
g. Tongkoseng di Kecamatan Tontonunu;
h. Rakadua di Kecamatan Poleang Barat;
i.Toburi di Kecamatan Poleang Utara;
j.Mulaeno di Kecamatan Poleang Tengah;
k. Larete di Kecamatan Poleang Tenggara;
l.Masaloka di Kecamatan Masaloka Raya;
m. Teomokole di Kecamatan Kabaena;
n. Tedubara di Kecamatan Kabaena Utara;
o. Batuawu di Kecamatan Kabaena Selatan;
p. Lengora di Kecamatan Kabaena Tengah; dan
q. Baliara di Kecamatan Kabaena Barat.
(6) Rincian pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
- 10-
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7
Sistem jaringan prasarana utama di daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf a, terdiri atas :
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan meliputi jalan, jaringan
prasarana lalu lintas dan jaringan pelayanan lalu lintas; dan
b. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. jaringan jalan primer terdiri atas :
1. jaringan jalan kolektor primer satu (JKP-1) meliputi ruas jalan
Batas Kabupaten Kolaka/Kabupaten Bombana – Boepinang,
Boepinang – Bambaea, Bambaea – Simpang Kasipute dan
Kasipute – Batas Kabupaten Konawe Selatan/Kabupaten
Bombana;
2. jaringan jalan lokal primer meliputi ruas jalan Taubonto –
Wumbubangka, Hukaea – Wumbubangka, Rau Rau –
Wumbubangka, Rau Rau – Tahi Ite, Tahi Ite – Tongkoseng,
Aneka Marga – Wumbubangka, Aneka Marga – Lombakasih,
Lombakasih – Lantari, Lampata – Lora, Lora – Pelabuhan, Lora –
Larete, Pomontoro – Laloa, Liano – Lamoare, Larete – Liano
(Tapoahi), Larete – Bambaea, Bambaea – Mambo, Rompu Rompu
– Teppoe, Teppoe – Tampabulu, Teppoe (Laeya) – Tampabulu,
Toburi – Tampabulu, Toburi – Karya Baru (sungai), Tampabulu –
Tongkoseng, Tongkoseng – Tongkoseng (Pangi-Pangi),
Tongkoseng (Pangi-Pangi) – Matausu, Mulaeno – Tongkoseng,
Mualeno – Pokurumba, Kastarib – Pokurumba, Rakadua –
Pokurumba, Teomokole – Sikeli, Tedubara – Sikeli, Teomokole –
Pongkalaero, Teomokole – Enano, Enano – Tangkeno, Tangkeno –
Balo, Tangkeno – Tedubara, Tedubara – Pising, Tedubara –
Sangia Makmur, Sangia Makmur – Baliara, Rahantari – Baliara,
Lantari – Langkadue, Rakadua – Babamolingku, Matausu –
Batas Kabupaten dan Sikeli – Teomokole – Dongkala; dan
3. jaringan jalan lingkungan primer meliputi ruas jalan Taubonto
(SD) – Taubonto, Taubonto – Taubonto, Hukaea – Hukaea,
- 11-
Hukaea – Pelabuhan, Lombakasih – Lombakasih, Rompu Rompu
– Rompu Rompu, Waemputang – Waemputang, Batu Putih –
Batu Putih (Pulo Soppe), Boepinang – Pelabuhan, Lameo –
Meong, Toari (Bombana) – Bulumanai, Toari (Bombana) –
Babamolingku, Baliara – Baliara (Subar), Baliara – Baliara
(Tanjung Melati), Balo - Balo (Lengora Pantai), Balo – Dongkala
(Pelabuhan), Lantari – Lantari, Rakadua – Balasari, Balasari –
Tanah Lapang, Batu Putih – Pelabuhan Paria, Poleandro –
Mulaeno, Beli-Beli – Tontonunu, Waemputang – Tj. Poleang
Selatan, Paria – Salulemo, Bambaea – Bambaea, Camppa Bukue
– Boasing, Pokurumba – Salosa, Pokurumba – Gambere, Ari Ari
Labbae – Kastarib, Poros Desa Pabbiring dan ruas jalan Pangi
Pangi – Torondi.
b. jaringan jalan sekunder terdiri atas :
1. jaringan jalan arteri sekunder yaitu Jalan Yos Sudarso;
2. jaringan jalan lokal sekunder meliputi Jalan Tina Orima, Jalan
Jenderal Sudirman, Jalan Diponegoro, Jalan Imam Bonjol, Jalan
Mentobu, Jalan D.I. Panjaitan, Jalan Ki Hajar Dewantoro, Jalan
Mesjid Raya, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jalan Sultan
Hasanuddin, Jalan Pattimura, Jalan Wolter Monginsidi, Jalan
Poea I, Jalan Poea II, Jalan Poea III, Jalan Lampusui, Jalan Poea
IV, Jalan Poea V, Jalan Sangkona, Jalan Lantawonua, Jalan
Lameroro I, Jalan Lameroro II, Jalan Lameroro III, Jalan
Lameroro IV, Jalan Lameroro V, Jalan Ring Road I, Jalan Ring
Road II, Jalan Ring Road III, Jalan Lampusui I, Jalan Sangkona,
Jalan Diponegoro (lanjutan), Jalan Atikurrahman dan ruas jalan
Poea – Lampata; dan
3. jaringan jalan lingkungan sekunder meliputi Jalan R.A Kartini,
Jalan Amir Subair, Jalan Tedens, Jalan Pelabuhan, Jalan Imam
Palewai, Jalan Bandeng, Jalan Lure, Jalan Tembang, Jalan
Pekuburan, Jalan Unsultra, Jalan Teratai, Jalan Cendrawasih,
Jalan Garuda, Jalan Merdeka, Jalan Elang, Jalan Gereja, Jalan
Rusa, Jalan Beruang, Jalan Anoa, Jalan Banteng, Jalan PKPS
BBM, Jalan Gersamata, Jalan Sangkona II, Jalan Mentobu,
Jalan Lampusui II – Bay Pass, Jalan SMK Rumbia, Jalan Poros
Sangkona, Jalan Poros Lantawonua, Jalan Sangkona –
Lantawonua, Jalan Lingkar Pasar dan Jalan Irigasi.
4. rencana Jaringan Jalan Lokal Sekunder meliputi Jalan CBD
Lampopala, Jalan CBD Sangkona, Jalan CBD Lameroro, Jalan
Bay Pass Kasipute dan Jalan Ring Road Poea - Lameroro.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. terminal penumpang yaitu
1. rencana terminal penumpang tipe A di Kecamatan Lantari Jaya;
2. rencana terminal penumpang tipe B di Desa Tapuahi Kecamatan
Rumbia Tengah; dan
3. rencana terminal penumpang tipe C di Kecamatan Poleang,
Poleang Timur, Poleang Barat, Kabaena Barat dan Kabaena
Timur;
- 12-
b. rencana terminal barang terdiri atas:
1. terminal barang Tanjung Lakeni di Kecamatan Rumbia Tengah;
2. terminal barang Boepinang di Kecamatan Poleang;
3. terminal barang Dongkala di Kecamatan Kabaena Timur;
4. terminal barang Paria di Kecamatan Poleang Tengah dan Poleang
Selatan; dan
5. terminal barang di Pising Kecamatan Kabaena Utara.
c. rencana pengujian kendaraan bermotor di Kecamatan Rumbia.
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri atas :
a. jaringan trayek angkutan orang terdiri atas :
1. trayek angkutan penumpang antar kota dalam provinsi terdiri
atas :
a) Tapuahi – Lantari - Terminal Baruga (Kota Kendari);
b) Bambaea - Lantari - Terminal Baruga (Kota Kendari);
c) Boepinang - Lantari - Terminal Baruga (Kota Kendari);
d) Boepinang – Pomalaa (Kabupaten Kolaka);
e) Bambaea – Pomalaa (Kabupaten Kolaka);
f) Tapuahi – Pomalaa (Kabupaten Kolaka);
g) Tapuahi – Terminal Rate-Rate (Kabupaten Kolaka Timur);
dan
h) Tapuahi – Pinanggo (Kabupaten Kolaka Timur).
2. trayek angkutan perkotaan yaitu Tapuahi – Lantari;
3. trayek angkutan perdesaan terdiri atas:
a) Tapuahi – Boepinang;
b) Tapuahi – Toburi;
c) Tapuahi – Lantari Jaya;
d) Bambaea – Boepinang;
e) Toari – Bambaea; dan
f) Toari – Boepinang.
4. trayek angkutan jalan perintis yaitu Batuawu - Teomokole –
Dongkala.
b. jaringan lintas angkutan barang terdiri atas:
1. Tapuahi – Kendari; dan
2. rencana trayek Tapuahi – Boepinang – Kolaka.
(5) Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. pelabuhan penyeberangan terdiri atas:
1. Pelabuhan Penyeberangan Sikeli di Kecamatan
Kabaena Barat;
2. Pelabuhan Penyeberangan Dongkala di Kecamatan
Kabaena Timur; dan
3. Pelabuhan Penyeberangan Kampung Baru di
Kecamatan Rumbia Tengah.
4. rencana Pelabuhan Penyeberangan Puulemo di
Kecamatan Poleang Timur;
5. rencana Pelabuhan Penyeberangan Tanjung Pising
di Kecamatan Kabaena Utara; dan
- 13-
b. lintas penyeberangan terdiri atas :
1. lintas penyeberangan antarprovinsi pada perairan Teluk Bone
antara Pelabuhan Penyeberangan Sikeli – Pelabuhan
Penyeberangan Bira (Provinsi Sulawesi Selatan);
2. lintas penyeberangan antarkabupaten/kota pada perairan Selat
Muna antara Pelabuhan Penyeberangan Dongkala - Pelabuhan
Penyeberangan Mawasangka (Kabupaten Buton);
3. lintas penyeberangan antarkabupaten/kota pada perairan Selat
Buton dan Selat Muna antara Pelabuhan Penyeberangan
Dongkala - Pelabuhan Penyeberangan Baubau (Kota Baubau);
4. lintas penyeberangan antarkabupaten/kota pada perairan Selat
Buton dan Selat Muna antara Pelabuhan Pelabuhan
Penyeberangan Kampung Baru – Pelabuhan Penyeberangan
Dongkala - Penyeberangan Baubau;
5. rencana lintas penyeberangan antarkabupaten/kota pada
perairan Selat Muna antara Pelabuhan Pelabuhan
Penyeberangan Kampung Baru – rencana Pelabuhan
Penyeberangan Pajala (Kabupaten Muna);
6. rencana lintas penyeberangan antarkabupaten/kota pada
perairan Selat Muna antara Pelabuhan Pelabuhan
Penyeberangan Kampung Baru – rencana Pelabuhan
Penyeberangan Tondasi (Kabupaten Muna);
7. rencana lintas penyeberangan dalam kabupaten pada perairan
Selat Kabaena antara rencana Pelabuhan Penyeberangan
Puulemo – rencana Pelabuhan Penyeberangan Tanjung Pising.
(6) Rincian sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran III – VI yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b, terdiri atas :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. jaringan trayek.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. pelabuhan pengumpan terdiri atas:
1. Pelabuhan Sikeli di Kecamatan Kabaena Barat;
2. Pelabuhan Boepinang di Kecamatan Poleang;
3. Pelabuhan Kasipute di Kecamatan Rumbia;
4. Pelabuhan Dongkala di Kecamatan Kabaena Timur;
5. rencana Pelabuhan Paria di Kecamatan Poleang Tengah; dan
6. rencana Pelabuhan Tanjung Lakeni Kecamatan Rumbia Tengah.
b. dermaga pelayaran rakyat terdiri atas :
1. Dermaga Pising di Kecamatan Kabaena Utara;
2. Dermaga Malandahi di Kecamatan Kabaena Utara;
- 14-
3. Dermaga Toli-Toli di Kecamatan Kabaena Timur;
4. Dermaga Pongkalaero di Kecamatan Kabaena Selatan;
5. Dermaga Batuawu di Kecamatan Kabaena Selatan;
6. Dermaga Masaloka di Kecamatan Masaloka Raya;
7. Dermaga Lora di Kecamatan Mataoleo;
8. Dermaga Paria di Kecamatan Poleang Tengah;
9. Dermaga Larete di Kecamatan Poleang Tenggara;
10. Dermaga Puulemo di Kecamatan Poleang Timur;
11. Dermaga Bambaea di Kecamatan Poleang Timur;
12. Dermaga Palimae di Kecamatan Poleang;
13. Dermaga Toari di Kecamatan Poleang Barat;
14. Dermaga Batu Sampe di Kecamatan Mataoleo; dan
15. Dermaga Kampung Baru di Kecamatan Rumbia Tengah.
c. terminal khusus terdiri atas :
1. terminal khusus pertambangan terdiri atas :
a) terminal khusus di Tapuhaka Kecamatan Kabaena Timur;
b) terminal khusus di Malapulu Kecamatan Kabaena Selatan;
c) terminal khusus di Watukule Kecamatan Kabaena Selatan;
d) rencana terminal khusus Pongkalaero di Kecamatan Kabaena
Selatan; dan
e) rencana terminal khusus Malandahi di Kecamatan Kabaena
Utara.
f) rencana terminal khusus pertambangan di Lengora Pantai
Kecamatan Kabaena Tengah.
g) rencana terminal khusus pertambangan di Kecamatan
Poleang Barat; dan
2. rencana terminal khusus peti kemas di Teluk Paria Kecamatan
Poleang dan Poleang Selatan;
3. rencana terminal khusus Pertamina di Teluk Paria Kecamatan
Poleang dan Poleang Selatan; dan
4. rencana terminal khusus pendukung PLTU di Kecamatan
Poleang Selatan;
(3) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas :
a. jaringan trayek nasional terdiri :
1. Pelabuhan Boepinang – Pelabuhan Bajoe (Provinsi Sulawesi
Selatan); dan
2. Pelabuhan Sikeli – Pelabuhan Bira (Provinsi Sulawesi Selatan);
3. Rencana trayek nasional melalui Pelabuhan Paria; dan
4. Rencana trayek nasional melalui Pelabuhan Tanjung Lakeni.
b. jaringan trayek regional terdiri atas:
1. Pelabuhan Kasipute – Pelabuhan Jembatan Batu (Kota Baubau);
2. Pelabuhan Kasipute – Pelabuhan Pajala (Kabupaten Muna); dan
3. Dermaga Kampung Baru – Pelabuhan Pajala (Kabupaten Muna).
4. Pelabuhan Boepinang – Pelabuhan Jembatan Batu (Kota
Baubau);
5. Pelabuhan Sikeli – Pelabuhan Jembatan Batu (Kota Baubau);
6. Pelabuhan Dongkala – Pelabuhan Talaga (Kabupaten Buton);
- 15-
7. Pelabuhan Dongkala - Pelabuhan Mawasangka (Kabupaten
Buton);
8. Pelabuhan Dongkala - Pelabuhan Jembatan Batu (Kota Baubau);
c. jaringan trayek lokal/pelayaran rakyat terdiri atas:
1. Pelabuhan Dongkala - Pelabuhan Kasipute;
2. Pelabuhan Kasipute - Pelabuhan Sikeli;
3. Pelabuhan Boepinang - Pelabuhan Sikeli;
4. Pelabuhan Kasipute - Dermaga Masaloka; dan
5. Dermaga Lora – Pelabuhan Kasipute.
(4) Rincian sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf c, terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, yaitu rencana bandar udara perintis di Kecamatan Kabaena Utara.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) terdiri atas :
1. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;
2. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
3. kawasan di bawah permukaan transisi;
4. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
5. kawasan di bawah permukaan kerucut; dan
6. kawasan di bawah permukaan horizontal luar.
b. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan.
(4) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
diatur lebih lanjut dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Rincian sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 11
- 16-
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumberdaya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 12
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a,
terdiri atas :
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdiri atas :
1. PLTD terdapat di Kecamatan Rarowatu, Poleang Timur, Poleang
Selatan, Kabaena Barat dan Kabaena Timur; dan
2. PLTD Listrik Desa (Lisdes) terdapat di Kecamatan Rumbia,
Mataoleo, Masaloka Raya, Rarowatu, Lantari Jaya, Poleang
Utara, Poleang Timur, Poleang Tenggara, Poleang Tengah,
Poleang Barat, Poleang, Tontonunu, Matausu, Kabaena Barat,
Kabaena Utara dan Kabaena Tengah.
b. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terdiri atas :
1. PLTS Terpusat terdapat di Kecamatan Mataoleo, Masaloka Raya,
Lantari Jaya, Kabaena Timur dan Kabaena Barat; dan
2. PLTS Tersebar untuk kebutuhan listrik darurat di desa-desa
yang belum terjangkau pelayanan listrik terdapat di setiap
kecamatan kecuali Kecamatan Rumbia, Poleang, Poleang
Tengah, Poleang Utara dan Kabaena Timur;
c. rencana Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di
Desa Enano Kecamatan Kabaena Tengah, Desa Tirongkotua
Kecamatan Kabaena, Desa Pomontoro Kecamatan Mataoleo, Sungai
Lawaea di Kecamatan Rarowatu, dan Air terjun Sangkona di
Kecamatan Rumbia;
d. rencana Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di
Pajjongang Desa Waemputtang Kecamatan Poleang Selatan; dan
e. rencana pengembangan potensi pembangkit tenaga listrik
pada Air Terjun Amotipa di Kecamatan Poleang Utara.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, merupakan pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik terdiri
atas :
a. Gardu Induk terdapat di Kecamatan Rumbia;
b. rencana jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) yang
melintasi Kecamatan Rumbia, Poleang dan Lantari Jaya; dan
- 17-
c. jaringan Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) terdapat di setiap
kecamatan kecuali Kecamatan Masaloka Raya, Matausu, Kabaena
Tengah dan Kabaena Timur.
(4) Rincian sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 13
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel;
b. sistem jaringan nirkabel; dan
c. sistem jaringan satelit.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. jaringan mikro digital di wilayah Kabupaten Bombana; dan
b. Stasiun Telepon Otomat (STO) yaitu STO Kasipute di Kecamatan
Rumbia.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas :
a. jaringan seluler diarahkan pada pengembangan menara
telekomunikasi bersama yang menjangkau seluruh daerah dengan
menara Base Transceiver Station (BTS) eksisting terdapat di :
1. Kelurahan Boeara dan Kelurahan Boepinang di Kecamatan
Poleang;
2. Desa Rakadua dan Desa Ranokomea di Kecamatan Poleang
Barat;
3. Desa Paria di Kecamatan Poleang Tengah;
4. Desa Waemputtang dan Desa Laea di Kecamatan Poleang
Selatan;
5. Kelurahan Bambaea dan Desa Biru di Kecamatan Poleang
Timur;
6. Desa Rompu-Rompu, Desa Tampabulu dan Desa Toburi di
Kecamatan Poleang Utara;
7. Kelurahan Taubonto, Desa Tahiite, Desa Rau-Rau, dan Desa
Ladumpi Kecamatan Rarowatu;
8. Kelurahan Kasipute di Kecamatan Rumbia;
9. Kelurahan Lauru di Kecamatan Rumbia Tengah;
10. Desa Marampuka di Kecamatan Poleang Tenggara;
11. Desa Lantari dan lokasi pertambangan Panca Logam Makmur
Kecamatan Lantari Jaya;
12. Desa Baliara di Kecamatan Kabaena Barat;
13. Kelurahan Rahampuu di Kecamatan Kabaena;
14. Kelurahan Dongkala di Kecamatan Kabaena Timur;
- 18-
15. BTS AHB di Desa Pongkalaero dan Desa Batuawu di Kecamatan
Kabaena Selatan;
16. Desa Masaloka di Kecamatan Masaloka Raya;
17. Desa Lora di Kecamatan Mataoleo; dan
18. Desa Tangkeno di Kecamatan Kabaena Tengah.
b. sistem jaringan stasiun radio lokal direncanakan siarannya
menjangkau hingga ke seluruh pelosok perdesaan dengan stasiun
pemancar RRI terdapat di Kelurahan Lameroro Kecamatan Rumbia;
dan
c. sistem jaringan stasiun televisi lokal direncanakan siarannya
menjangkau ke seluruh daerah dengan rencana stasiun pemancar
TVRI pada Kawasan Pajjongang di Desa Waemputtang Kecamatan
Poleang Selatan.
(4) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
teraplikasi dalam bentuk pengembangan jaringan internet dan
telekomunikasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan dan pengaturan lokasi
pembangunan menara bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, akan diatur dalam Peraturan Bupati.
(6) Rincian sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumberdaya Air
Pasal 14
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf c, terdiri atas :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. jaringan irigasi;
d. jaringan air baku;
e. sistem pengendali banjir; dan
f. sistem pengamanan pantai.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek konservasi
sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian
daya rusak air secara terpadu dengan memperhatikan arahan pola dan
rencana pengelolaan sumberdaya air di wilayah sungai.
(3) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. WS lintas provinsi yaitu WS Towari-Lasusua dengan DAS dalam
daerah meliputi DAS Towari; dan
b. WS lintas kabupaten terdiri atas :
1. WS Poleang - Roraya dengan DAS dalam daerah meliputi DAS
Mandumandula, DAS Kandawo, DAS Jawi jawi, DAS Uemato,
- 19-
DAS Lampopalala, DAS Langkowala, DAS Boule, DAS Langkapa,
DAS Lantawonua, DAS Kasipute, DAS Wakata, DAS Lora, DAS
Tappoahai, DAS Oombu, DAS Rambaha, DAS Laru, DAS
Pontolarua, DAS Duria, DAS Marampuka, DAS Teroa, DAS
Larete, DAS Pulutari, DAS Puulemo, DAS Sumpangsalo, DAS
Bambaeya, DAS Tosui, DAS Poleang, DAS Laea, DAS Boeasina,
DAS Waemputang, DAS Wamia, DAS Kalibaru, DAS Paria dan
DAS Soreang; dan
2. WS Muna dengan DAS dalam daerah meliputi DAS Malandahi
Laut, DAS Ranolano, DAS Pekoyaa, DAS Onemoto, DAS
Mangiwang, DAS Tanjung Mangiwang, DAS Boepapa, DAS Rano,
DAS Keume, DAS Lenggora, DAS Talabassi, DAS Dahu-dahu,
DAS Waru, DAS Belulupi, DAS Kalumpa, DAS Kalimbunga, DAS
Walaende, DAS Sangalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS Sangia,
DAS Lapulu, DAS Bengko, DAS Labengko, DAS Buhuuwa, DAS
Ngutuna, DAS Kalari, DAS Kalaero, DAS Wawodewa, DAS
Pongkalaero, DAS Puunima, DAS Rarahua, DAS Langkema, DAS
Neko Bura-Bura, DAS Lakampula, DAS Baliara, DAS
Katalaposu, DAS Sangiang, DAS Omaleate, DAS Pamali, DAS
Pikaloa, DAS Buntia, DAS Napo, DAS Bolea, DAS Takenoea, DAS
Dudu, DAS Malandahi, DAS Eja, DAS Baleara, DAS Talinga, DAS
Mataha, DAS Sagori, DAS Bungiolo dan DAS Damalawa.
(4) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri atas :
a. CAT dalam satu kabupaten yaitu CAT Waemputang yang terdapat di
Kecamatan Poleang Selatan, Poleang Timur dan Poleang Utara; dan
b. CAT lintas kabupaten meliputi :
1. CAT Ewolangka yang terdapat di Kecamatan Poleang Barat,
Poleang dan Tontonunu serta Kabupaten Kolaka; dan
2. CAT Tinanggea yang terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
Rarowatu Utara serta Kabupaten Konawe Selatan.
(5) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri
atas :
a. Daerah Irigasi (DI) terdiri atas :
1. DI kewenangan pemerintah provinsi yaitu DI Poleang ditetapkan
seluas 2.531 (dua ribu lima ratus tiga puluh satu) hektar yang
terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan merupakan irigasi
teknis; dan
2. DI kewenangan pemerintah kabupaten terdiri atas :
a) DI Batulasa ditetapkan seluas 250 (dua ratus lima puluh)
hektar yang terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan
merupakan irigasi semi teknis;
b) DI Kasipute ditetapkan seluas 673 (enam ratus tujuh puluh
tiga) yang terdapat di Kecamatan Rumbia dan merupakan
irigasi teknis;
c) DI Langkowala ditetapkan seluas 639 (enam ratus tiga puluh
sembilan) yang terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
merupakan irigasi semi teknis;
- 20-
d) DI Taubonto ditetapkan seluas 296 (dua ratus sembilan
puluh enam) hektar yang terdapat di Kecamatan Taubonto
dan merupakan irigasi teknis;
e) DI Toburi ditetapkan seluas 379 (tiga ratus tujuh puluh
sembilan) hektar yang terdapat di Kecamatan Poleang Utara
dan merupakan irigasi semi teknis; dan
f) DI kabupaten lainnya terdiri atas :
1) DI Lausu terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
merupakan irigasi semi teknis;
2) DI Langkaida terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi semi teknis;
3) Embung Laaho terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara
dan merupakan irigasi semi teknis;
4) DI Tongkoseng I terdapat di Kecamatan Tontonunu dan
merupakan irigasi semi teknis;
5) DI Tongkoseng II terdapat di Kecamatan Tontonunu dan
merupakan irigasi semi teknis;
6) DI Lameroro I terdapat di Kecamatan Rumbia dan
merupakan irigasi desa;
7) DI Lameroro II terdapat di Kecamatan Rumbia dan
merupakan irigasi desa;
8) DI Lantawonua terdapat di Kecamatan Rumbia dan
merupakan irigasi desa;
9) DI Sangkona terdapat di Kecamatan Rumbia dan
merupakan irigasi desa;
10) DI Poea I terdapat di Kecamatan Rumbia Tengah dan
merupakan irigasi desa;
11) DI Poea II terdapat di Kecamatan Rumbia Tengah dan
merupakan irigasi desa;
12) DI Lora terdapat di Kecamatan Mataoleo dan merupakan
irigasi desa;
13) DI Pomontoro terdapat di Kecamatan Mataoleo dan
merupakan irigasi desa;
14) DI Samp’aee terdapat di Kecamatan Mataoleo dan
merupakan irigasi desa;
15) DI Waru-waru terdapat di Kecamatan Mataoleo dan
merupakan irigasi desa;
16) DI Lamoare terdapat di Kecamatan Mataoleo dan
merupakan irigasi desa;
17) DI Sangia terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
18) DI Olola terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
19) DI Mataee terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
20) DI Lepo-lepo terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
21) DI Sampantarica terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
- 21-
22) DI Laemolori terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
23) DI Tetehaka terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
24) DI Tampate terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
25) DI Lerementa terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
26) DI Wambay terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
27) DI Lamoronene terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
28) DI Lauru Gunung terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
29) DI Kapila terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
30) DI Kabumbu terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
31) DI Sawai I terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
32) DI Sawai II terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
33) DI Tenang-Tengu terdapat di Kecamatan Rarowatu dan
merupakan irigasi desa;
34) DI Tembe terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara dan
merupakan irigasi desa;
35) DI Puulore terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara dan
merupakan irigasi desa;
36) DI Lampobulu terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara
dan merupakan irigasi desa;
37) DI Lasangi terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara dan
merupakan irigasi desa;
38) DI Laaho terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara dan
merupakan irigasi desa;
39) DI Merta Sari terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara dan
merupakan irigasi desa;
40) DI Lantari Kanan terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara
dan merupakan irigasi desa;
41) DI Lampadena terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara
dan merupakan irigasi desa;
42) DI Lebo terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
merupakan irigasi desa;
43) DI Lantari terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
merupakan irigasi desa;
44) DI Puurodo terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
merupakan irigasi desa;
45) DI Wice terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
merupakan irigasi desa;
- 22-
46) DI Swakarsa terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
merupakan irigasi desa;
47) DI Tosui terdapat di Kecamatan Poleang Timur dan
merupakan irigasi desa;
48) DI Papi terdapat di Kecamatan Poleang Timur dan
merupakan irigasi desa;
49) DI Opali terdapat di Kecamatan Poleang Timur dan
merupakan irigasi desa;
50) DI Teppoe terdapat di Kecamatan Poleang Timur dan
merupakan irigasi desa;
51) DI Pangi-Pangi di Kecamatan Poleang Timur dan
merupakan irigasi desa;
52) DI Rompu-Rompu terdapat di Kecamatan Poleang Utara
dan merupakan irigasi desa;
53) DI Lengori terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan
merupakan irigasi desa;
54) DI Lemboea I terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan
merupakan irigasi desa;
55) DI Lemboe II terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan
merupakan irigasi desa;
56) DI Tingke terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan
merupakan irigasi desa;
57) DI Tampabulu terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan
merupakan irigasi desa;
58) DI Polewali terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan
merupakan irigasi desa;
59) DI Kapu-Kapura terdapat di Kecamatan Poleang Utara
dan merupakan irigasi desa;
60) DI Bangko-Bangko terdapat di Kecamatan Poleang Utara
dan merupakan irigasi desa;
61) DI Rambaha terdapat di Kecamatan Poleang Tenggara
dan merupakan irigasi desa;
62) DI Toari terdapat di Kecamatan Poleang Barat dan
merupakan irigasi desa.
63) DI Tedubara terdapat di Kecamatan Kabaena Utara dan
merupakan irigasi desa; dan
64) DI Enano terdapat di Kecamatan Kabaena Tengah dan
merupakan irigasi desa.
b. rehabilitasi, pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi yang
ada;
c. pengembangan DI pada seluruh daerah potensial yang memiliki
lahan pertanian yang ditujukan untuk mendukung ketahanan
pangan dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan; dan
d. membatasi konversi alih fungsi daerah irigasi teknis dan setengah
teknis menjadi kegiatan budidaya lainnya.
(6) Jaringan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri
atas :
- 23-
a. pengembangan prasarana bendung, bendungan dan waduk dalam
rangka penyediaan air baku terdiri atas :
1. bendung terdiri atas :
a) bendung eksisting terdapat pada Sungai Lausu dan Sungai
Langkoala di Kecamatan Lantari Jaya, Sungai Kasipute di
Kecamatan Rumbia, Sungai Laaho di Kecamatan Rarowatu
Utara, Sungai Tongkoseng di Kecamatan Tontonunu, Sungai
Hambawa di Kecamatan Mataoleo, Sungai Mata Ee di
Kecamatan Rarowatu, Sungai Toburi dan Sungai Batulasa di
Kecamatan Poleang Utara, dan Sungai Poleang di Kecamatan
Poleang Barat; dan
b) rencana bendung Sungai Eea di Desa Toburi Kecamatan
Poleang Utara dan Sungai Lakambula di Kecamatan Kabaena
Barat.
2. rencana bendungan pada Sungai Malapulu di Desa Pongkalaero
Kecamatan Kabaena Selatan; dan
3. rencana waduk di Kecamatan Matausu dan Tontonunu.
b. rencana pengembangan jaringan sumber air baku mengutamakan
air permukaan dengan keterpaduan air tanah; dan
c. pengembangan prasarana jaringan air minum pada lokasi air baku
potensial dan pusat-pusat permukiman di seluruh kecamatan
meliputi intake air baku, jaringan perpipaan air minum, saluran
perpipaan air baku dan instalasi pengolahan air minum.
(7) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, terdiri atas :
a. kegiatan pembangunan, rehabilitasi serta operasional dan
pemeliharaan saluran drainase, prasarana dan sarana pengendali
banjir;
b. rencana normalisasi sungai pada sungai rawan banjir di Sungai
Amotipa, Sungai Mambo, Sungai Wambarema, Sungai Tetehaka,
Sungai Poea, Sungai Paria, Sungai Poleang, Sungai Lantari, Sungai
Langkowala, Sungai Boepinang, Sungai Palimae, Sungai Rarontole,
Sungai Langori, Sungai Lampusui I, Sungai Lampusui II, Sungai
Kasipute, Sungai Lora, Sungai Lakambula, Sungai Lampomeia,
Sungai Godam dan Sungai Lantawonua;
c. bronjong sungai tersebar di Sungai Poleang, Sungai Tontonunu,
Sungai Pamontoro, Sungai Lora, Sungai Lampusui dan Sungai
Langkowala; dan
d. rencana sumur resapan di Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah,
Poleang dan Poleang Utara;
e. reboisasi di Kecamatan Rarowatu Utara, Rarowatu dan Lantari Jaya;
f. rencana pembuatan kanal dari Kelurahan Lameroro Kecamatan
Rumbia sampai dengan Kelurahan Poea Kecamatan Rumbia Tengah;
dan
g. rencana penghijauan sempadan sungai di Desa Lantawonua
Kecamatan Rumbia, Kelurahan Poea dan Desa Tapuahi di
- 24-
Kecamatan Rumbia Tengah dan beberapa desa di Kecamatan
Mataoleo.
(8) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f, meliputi kegiatan pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan
prasarana dan sarana pengaman pantai terdiri atas :
a. rencana talud pada pesisir pantai di Kecamatan Kabaena Barat,
Kabaena Timur, Kabaena Tengah, Kabaena Utara, Kabaena,
Poleang, Poleang Selatan dan Rumbia;
b. rencana bangunan pemecah gelombang di Kecamatan Kabaena
Timur, Kabaena Barat, Poleang Tenggara, Poleang Selatan, Poleang
Barat, Masaloka Raya dan Mataoleo; dan
c. rencana rehabilitasi kawasan mangrove pada Kawasan Mangrove
Pasaerapua di Kecamatan Lantari Jaya seluas 8 (delapan) hektar,
Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Poleang Selatan dan Poleang
Barat.
(9) Rincian sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 15
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf d, terdiri atas :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan air limbah;
c. sistem jaringan air minum;
d. sistem jaringan drainase; dan
e. jalur evakuasi bencana.
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. sistem penampungan awal individu di setiap lingkungan yang
terdapat di setiap desa/kelurahan;
b. Tempat Penampungan Sementara (TPS) terdapat di Kecamatan
Rumbia, Rumbia Tengah, Poleang, Poleang Timur dan Kabaena;
c. rencana Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) dengan sistem
pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill) di Kecamatan
Rarowatu Utara dengan konsep 3R (reduce-reuse-recycle) di sekitar
wilayah sumber sampah serta melakukan pengolahan sampah dan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); dan
d. rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan
bergerak dan tidak bergerak di setiap kecamatan.
(3) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri atas:
- 25-
a. sistem pembuangan air limbah setempat secara individual terdapat
pada kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di seluruh
daerah;
b. rencana sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara
kolektif melalui jaringan pengumpul, diolah dan dibuang secara
terpusat di Kecamatan Rumbia dan Rumbia Tengah;
c. rencana Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Kecamatan
Rarowatu Utara; dan
d. pengelolaan limbah cair non domestik berupa rencana Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Sakit Umum Daerah,
pertambangan dan industri besar.
(4) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, terdiri atas:
a. jaringan perpipaan terdiri atas :
1. PDAM Bombana di Kelurahan Lauru Kecamatan Rumbia Tengah
dengan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Langkapa bersumber dari
Sungai Langkapa dan melayani Kecamatan Rumbia dan Rumbia
Tengah;
2. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Ibukota Bombana
terdapat di Kecamatan Rumbia, bersumber dari Air Terjun
Sangkona dan Sungai Langkapa serta melayani perkotaan
Rumbia;
3. SPAM IKK Bambaea terdapat di Desa Mambo Kecamatan Poleang
Timur, bersumber dari Sungai Mambo, memiliki instalasi
bangunan Intake, wilayah pelayanan eksisting di Kecamatan
Poleang Timur yaitu di Desa Mambo, Teppoe dan Kelurahan
Bambaea serta rencana wilayah pelayanan menjangkau
beberapa desa di Kecamatan Poleang Utara, Tontonunu dan
Poleang Tenggara;
4. SPAM IKK Tongkoseng terdapat di Desa Tongkoseng Kecamatan
Tontonunu, bersumber dari mata air di Desa Tongkoseng,
memiliki instalasi bangunan intake, wilayah pelayanan eksisting
di Desa Tongkoseng Kecamatan Tontonunu dan direncanakan
menjangkau seluruh Kecamatan Tontonunu;
5. SPAM IKK Toburi terdapat di Desa Toburi Kecamatan Poleang
Utara, bersumber dari Air Terjun Amotipa di Desa Toburi
Kecamatan Poleang Utara memiliki instalasi bangunan intake,
wilayah pelayanan eksisting di Desa Toburi Kecamatan Poleang
Utara dan direncanakan menjangkau seluruh Kecamatan
Poleang Utara dan beberapa desa di Kecamatan Tontonunu;
6. SPAM IKK Rakadua terdapat di Desa Rakadua Kecamatan
Poleang Barat, bersumber dari mata air di Desa Rakadua,
memiliki instalasi bangunan intake dan melayani beberapa desa
di Kecamatan Poleang Barat;
7. SPAM IKK Sikeli terdapat di Desa Sikeli Kecamatan Kabaena
Barat, bersumber dari Sungai Lakambula dan melayani
beberapa desa di Kecamatan Kabaena, Kabaena Barat dan
Kabaena Utara;
- 26-
8. SPAM IKK Kabaena Tengah terdapat di Desa Enano Kecamatan
Kabaena Tengah, bersumber dari Sungai Tarawuna dan
melayani beberapa desa di Kecamatan Kabaena Tengah dan
Kabaena Utara; dan
9. SPAM IKK Poleang terdapat Kelurahan Boepinang Kecamatan
Poleang, bersumber dari Sungai Poleang dan melayani beberapa
desa di Kecamatan Poleang, Poleang Tengah dan Poleang
Selatan.
b. jaringan non perpipaan yaitu pemanfaatan sumber air baku untuk
air minum secara langsung dari :
1. sumur dalam di Kecamatan Kabaena Selatan, Mataoleo,
Masaloka Raya, Matausu, Poleang Selatan, Poleang Utara, dan
Poleang Tenggara;
2. sumur dangkal di setiap kecamatan;
3. mata air yaitu Mata Air Gunung Jupa dan Mata Air Gunung
Kahar di Kecamatan Poleang;
4. sungai yang terdapat di wilayah Kabupaten Bombana;
5. air terjun yaitu Air Terjun Sangkona di Desa Lantawonua
Kecamatan Rumbia, Air Terjun Amotipa di Desa Toburi
Kecamatan Poleang Utara dan Air Terjun Tandopano di Desa
Tangkeno Kecamatan Kabaena Tengah;
6. rencana pengadaan air bersih dan penampungan air hujan di
Kecamatan Masaloka Raya sebagai wilayah yang tidak
mempunyai sumber air bersih.
c. SPAM di kabupaten dipadukan dengan sistem jaringan sumberdaya
air untuk menjamin ketersediaan air baku;
d. perluasan jaringan pelayanan di seluruh kecamatan;
e. penekanan penurunan kehilangan air pada sistem perpipaan sesuai
standar pelayanan bidang air minum; dan
f. mengembangkan dan mengintegrasikan jaringan sumber air baku
untuk air minum dan jaringan air limbah.
(5) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi :
a. drainase primer yaitu sungai-sungai beserta anak sungainya yang
tersebar pada DAS dalam daerah meliputi DAS Towari, DAS
Mandumandula, DAS Kandawo, DAS Jawi jawi, DAS Uemato, DAS
Lampopalala, DAS Langkowala, DAS Boule, DAS Langkapa, DAS
Lantawonua, DAS Kasipute, DAS Wakata, DAS Lora, DAS
Tappoahai, DAS Oombu, DAS Rambaha, DAS Laru, DAS Pontolarua,
DAS Duria, DAS Marampuka, DAS Teroa, DAS Larete, DAS Pulutari,
DAS Puulemo, DAS Sumpangsalo, DAS Bambaeya, DAS Tosui, DAS
Poleang, DAS Laea, DAS Boeasina, DAS Waemputang, DAS Wamia,
DAS Kalibaru, DAS Paria, DAS Soreang, DAS Malandahi, DAS
Ranolano, DAS Pekoyaa, DAS Onemoto, DAS Mangiwang, DAS
Tanjung Mangiwang, DAS Boepapa, DAS Rano, DAS Keume, DAS
Lenggora, DAS Talabassi, DAS Dahu-dahu, DAS Waru, DAS
Belulupi, DAS Kalumpa, DAS Kalimbunga, DAS Walaende, DAS
Sangalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS Sangia, DAS Lapulu, DAS
- 27-
Bengko, DAS Labengko, DAS Buhuuwa, DAS Ngutuna, DAS Kalari,
DAS Kalaero, DAS Wawodewa, DAS Pongkalaero, DAS Puunima,
DAS Rarahua, DAS Langkema, DAS Neko Bura-Bura, DAS
Lakampula, DAS Baliara, DAS Katalaposu, DAS Sangiang, DAS
Omaleate, DAS Pamali, DAS Pikaloa, DAS Buntia, DAS Napo, DAS
Bolea, DAS Takenoea, DAS Dudu, DAS Malandahi, DAS Eja, DAS
Baleara, DAS Talinga, DAS Mataha, DAS Sagori, DAS Bungiolo dan
DAS Damalawa;
b. drainase sekunder meliputi drainase yang bermuara pada drainase
primer di setiap kecamatan;
c. drainase tersier meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan dan
jalan lingkungan menuju drainase sekunder di setiap kecamatan;
d. operasional dan pemeliharaan saluran pembuangan permukiman;
e. perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase
perkotaan dengan rehabilitasi dan pemeliharaan saluran; dan
f. penyusunan rencana induk drainase perkotaan.
(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
merupakan rencana jalur evakuasi yang relatif aman, terdekat dan
mudah dijangkau melalui ruas jalan arteri, kolektor, lokal dan
lingkungan dan/atau jalur khusus menuju ruang evakuasi bencana.
(7) Rincian sistem jaringan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi rencana kawasan
lindung dan kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 17
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1),
terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
- 28-
e. kawasan lindung geologi; dan
f. kawasan lindung lainnya.
(2) Rincian kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 18
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf a, ditetapkan seluas 48.579 (empat puluh delapan ribu lima ratus
tujuh puluh sembilan) hektar yang terdapat di Kecamatan Rarowatu,
Rumbia, Rumbia Tengah, Mataoleo, Poleang Tenggara, Poleang Timur,
Poleang Utara, Tontonunu, Kabaena Selatan, Kabaena, Kabaena Tengah,
Kabaena Timur, Kabaena Barat dan Kabaena Utara.
Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 19
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai; dan
c. ruang terbuka hijau.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat pada sepanjang pantai di Kecamatan Lantari Jaya, Rarowatu
Utara, Rumbia, Rumbia Tengah, Masaloka Raya, Mataoleo, Poleang
Tenggara, Poleang Timur, Poleang Selatan, Poleang Tengah, Poleang,
Poleang Barat dan setiap kecamatan di Pulau Kabaena, dengan
ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; dan
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di sepanjang sungai-sungai utama beserta anak sungainya
pada DAS dalam daerah meliputi DAS Towari, DAS Mandumandula,
DAS Kandawo, DAS Jawi jawi, DAS Uemato, DAS Lampopalala, DAS
Langkowala, DAS Boule, DAS Langkapa, DAS Lantawonua, DAS
Kasipute, DAS Wakata, DAS Lora, DAS Tappoahai, DAS Oombu, DAS
Rambaha, DAS Laru, DAS Pontolarua, DAS Duria, DAS Marampuka,
DAS Teroa, DAS Larete, DAS Pulutari, DAS Puulemo, DAS
Sumpangsalo, DAS Bambaeya, DAS Tosui, DAS Poleang, DAS Laea,
DAS Boeasina, DAS Waemputang, DAS Wamia, DAS Kalibaru, DAS
Paria, DAS Soreang, DAS Malandahi, DAS Ranolano, DAS Pekoyaa, DAS
Onemoto, DAS Mangiwang, DAS Tanjung Mangiwang, DAS Boepapa,
- 29-
DAS Rano, DAS Keume, DAS Lenggora, DAS Talabassi, DAS Dahu-
dahu, DAS Waru, DAS Belulupi, DAS Kalumpa, DAS Kalimbunga, DAS
Walaende, DAS Sangalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS Sangia, DAS
Lapulu, DAS Bengko, DAS Labengko, DAS Buhuuwa, DAS Ngutuna,
DAS Kalari, DAS Kalaero, DAS Wawodewa, DAS Pongkalaero, DAS
Puunima, DAS Rarahua, DAS Langkema, DAS Neko Bura-Bura, DAS
Lakampula, DAS Baliara, DAS Katalaposu, DAS Sangiang, DAS
Omaleate, DAS Pamali, DAS Pikaloa, DAS Buntia, DAS Napo, DAS
Bolea, DAS Takenoea, DAS Dudu, DAS Malandahi, DAS Eja, DAS
Baleara, DAS Talinga, DAS Mataha, DAS Sagori, DAS Bungiolo dan DAS
Damalawa, dengan ketentuan:
a. garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditentukan:
1. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
2. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20
(dua puluh) meter; dan
3. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.
b. garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan terdiri atas:
1. garis sempadan pada sungai besar dengan luas DAS lebih besar
dari 500 (lima ratus) kilometer persegi, tidak bertanggul di luar
kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100
(seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang
alur sungai; dan
2. garis sempadan pada sungai kecil dengan luas DAS kurang dari
atau sama dengan 500 (lima ratus) kilometer persegi, tidak
bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit
50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai.
c. garis sempadan pada sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi
luar kaki tanggul sepanjang alur sungai; dan
d. garis sempadan pada sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan
ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki
tanggul sepanjang alur sungai.
(4) Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
yaitu Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP) ditetapkan paling sedikit
30 (tiga puluh) persen dari luas kawasan perkotaan terdiri atas :
a. RTHP eksisting terdiri atas:
1. RTH taman kota meliputi taman kota di Kelurahan Kasipute
Kecamatan Rumbia dan Kelurahan Lauru Kecamatan Rumbia
Tengah;
- 30-
2. Lapangan terbuka meliputi Lapangan A. Rifai di Kelurahan
Kasipute Kecamatan Rumbia, Lapangan Lameroro di Kelurahan
Lameroro Kecamatan Rumbia, Lapangan Merdeka di Kelurahan
Boepinang Kecamatan Poleang, Lapangan Rahampuu di
Kelurahan Rahampuu Kecamatan Kabaena, Lapangan Bambaea
di Kelurahan Bambaea Kecamatan Poleang Timur, dan Lapangan
Kampung Baru di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Rumbia
Tengah.
3. RTH Pemakaman meliputi Tempat Pemakaman Umum (TPU) di
Desa Lantawua Kecamatan Rarowatu Utara;
4. RTH sempadan pantai terdapat pada kawasan mangrove di
Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah dan Poleang; dan
5. RTH sempadan sungai terdapat pada sepanjang Sungai Doule di
Kecamatan Rumbia dan Sungai Langkapa di Kecamatan
Rumbia.
Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 20
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan taman nasional; dan
b. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
yaitu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang merupakan
kawasan Hutan Konservasi/Kawasan Suaka Alam ditetapkan seluas
44.160 (empat puluh empat ribu seratus enam puluh) hektar yang
terdapat di Kecamatan Lantari Jaya, Rarowatu Utara dan Matausu.
(3) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, merupakan cagar budaya kabupaten terdiri atas:
a. situs Bunker Jepang di Pajjongang Kecamatan Poleang Selatan;
b. situs Makam Raja Sangia Dowo di Desa Toburi Kecamatan Poleang
Utara;
c. situs Makam Raja Tongki Pu’u Wonua di Kecamatan Kabaena;
d. situs Makam Raja Pandita di Desa Rahadopi Kecamatan Kabaena;
e. situs Makam Sangia Pewua’a di Kecamatan Tontonunu;
- 31-
f. situs Rumah Adat Mornene/Rahawatu di Kelurahan Taubonto
Kecamatan Rarowatu;
g. situs Tugu Brimob di Kelurahan Kasipute Kecamatan Rumbia;
h. situs benda cagar budaya dalam Goa Watuburi di Kecamatan
Kabaena Tengah;
i. situs Kapal Karam VOC di Perairan Pulau Sagori Kecamatan
Kabaena Barat;
j. situs kapal perang Jepang yang karam di Perairan Kecamatan
Mataoleo dan Poleang Selatan;
k. Benteng Tuntuntari di Kecamatan Kabaena Tengah;
l. Benteng Watuwui di Kecamatan Kabaena Selatan;
m. Benteng Tirongkotua di Kecamatan Kabaena;
n. Benteng Matarapa di Kecamatan Kabaena;
o. Benteng Tangkeno di Kecamatan Kabaena Tengah;
p. Benteng Wasauri di Kecamatan Kabaena Tengah;
q. Benteng Tawulagi di Kecamatan Kabaena Tengah;
r. Benteng Doule di Kecamatan Kabaena Tengah; dan
s. Benteng Ewolangka di Kecamatan Kabaena Tengah.
Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 21
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan banjir; dan
c. kawasan rawan gelombang pasang;
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdapat di seluruh kecamatan.
(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Rarowatu, Rarowatu
Utara, Lantari Jaya, Tontonunu dan Kabaena Barat
(4) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, terdapat pada sepanjang pesisir pantai di Kecamatan
Kabaena Timur, Kabaena Selatan, Poleang Tenggara dan Masaloka
Raya.
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 22
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(1) huruf e, terdiri atas :
a. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas :
- 32-
a. kawasan rawan gerakan tanah terdiri atas :
1. zona kerentanan menengah terdapat di Kecamatan Tontonunu,
Rarowatu Utara, Rarowatu, Rumbia, Rumbia Tengah, Mataoleo,
Poleang, Poleang Tenggara, Poleang Timur, Poleang Utara,
Poleang Barat, Kabaena Utara, Kabaena Tengah, Kabaena
Selatan, Kabaena dan Kabaena Barat; dan
2. zona kerentanan rendah terdapat di :
a) seluruh wilayah Kecamatan Lantari Jaya, Matausu dan
Kabaena Timur; dan
b) sebagian wilayah Kecamatan Rarowatu Utara, Rarowatu,
Rumbia, Rumbia Tengah, Mataoleo, Poleang Tenggara,
Poleang Timur, Poleang Selatan, Poleang Utara, Poleang
Tengah, Poleang, Poleang Barat, Tontonunu, Kabaena Utara,
Kabaena Tengah, Kabaena Selatan, Kabaena dan Kabaena
Barat.
Paragraf 6
- 33-
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 23
Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf f, yaitu kawasan perlindungan terumbu karang yang terdapat pada
wilayah perairan laut di :
a. Pulau Sagori Kecamatan Kabaena Selatan; dan
b. Kecamatan Kabaena Barat, Poleang Selatan, Poleang, Poleang Barat,
Poleang Tenggara, Mataoleo, Rumbia Tengah dan Masaloka Raya.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 24
(1) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1),
terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.
(2) Rincian kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 25
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap; dan
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, ditetapkan seluas 24.473 (dua puluh empat ribu empat ratus
tujuh puluh tiga) hektar yang terdapat di Kecamatan Rarowatu, Poleang
Utara, Poleang Timur, Kabaena Tengah, Kabaena Timur dan Kabaena
Selatan.
- 34-
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, ditetapkan seluas 81.823 (delapan puluh satu ribu delapan
ratus dua puluh tiga) hektar yang terdapat di Kecamatan Lantari Jaya,
Poleang Barat, Matausu, Tontonunu, Poleang Utara, Kabaena Tengah
dan Kabaena Utara.
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, ditetapkan seluas 8.285 (delapan ribu dua ratus
delapan puluh lima) hektar yang terdapat di Kecamatan Poleang
Tenggara dan Mataoleo.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan holtikultura;
c. kawasan peruntukan perkebunan;
d. kawasan peruntukan peternakan;
e. kawasan agropolitan; dan
f. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
(2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan tanaman pangan lahan basah terdiri atas :
1. rencana kawasan peruntukan tanaman pangan lahan basah
pada DI seluas 13.518 (tiga belas ribu lima ratus delapan belas)
hektar yang terdapat di Kecamatan Mataoleo, Rarowatu,
Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang Timur, Poleang Utara,
Poleang Tenggara, Poleang Barat, Tontonunu, Kabaena Utara,
Kabaena Tengah dan Matausu; dan
2. lahan sawah eksisting seluas 12.255 (dua belas ribu dua ratus
lima puluh lima) hektar yang terdapat di Kecamatan Poleang
Timur, Poleang Utara, Poleang Tenggara, Lantari Jaya, Mataoleo,
Rumbia, Rarowatu, Rarowatu Utara, Tontonunu, Kabaena Utara,
Kabaena Tengah, Kabaena Timur, Rumbia Tengah dan Matausu.
b. kawasan peruntukan tanaman pangan lahan kering dengan
komoditi padi ladang dan palawija yang terdapat di setiap
kecamatan kecuali Kecamatan Masaloka, Rumbia dan Rumbia
Tengah.
(3) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
- 35-
a. kawasan tanaman sayuran terdapat di Kecamatan
Rumbia Tengah, Rarowatu Utara dan Lantari Jaya; dan
b. kawasan tanaman buah-buahan terdiri atas :
1. kawasan tanaman Pisang terdapat di Kecamatan Poleang,
Poleang Barat, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang
Tenggara, Poleang Timur, Tontonunu, Matausu, Kabaena,
Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Utara, Kabaena
Selatan dan Kabaena Tengah;
2. kawasan tanaman Nangka terdapat di Kecamatan Poleang Barat,
Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara Kabaena,
Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Utara, Kabaena
Selatan dan Kabaena Tengah;
3. kawasan tanaman Durian terdapat di Kecamatan Poleang dan
Poleang Utara;
4. kawasan tanaman Jeruk terdapat di Kecamatan Poleang Barat,
Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Kabaena,
Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Utara, Kabaena
Selatan dan Kabaena Tengah; dan
5. kawasan tanaman Mangga terdapat di Kecamatan Poleang Barat,
Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Matausu,
Poleang, Kabaena, Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena
Utara, Kabaena Selatan dan Kabaena Tengah.
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdapat di setiap kecamatan terdiri atas:
a. perkebunan kelapa sawit terdapat di Kecamatan Poleang Barat,
Tontonunu, Matausu dan Lantari Jaya;
b. perkebunan Jambu Mete terdapat di Kecamatan Lantari Jaya,
Poleang Barat, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara,
Poleang, Tontonunu, Matausu, Kabaena, Kabaena Barat, Kabaena
Timur, Kabaena Utara, Kabaena Selatan dan Kabaena Tengah;
c. perkebunan Kakao terdapat di Kecamatan Poleang Barat, Poleang
Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Matausu, Poleang,
Tontonunu, Poleang Tengah, dan Poleang Timur;
d. perkebunan Kelapa Dalam terdapat di Kecamatan Poleang Barat,
Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang,
Tontonunu, Poleang Timur, Kabaena, Kabaena Barat, Kabaena
Timur, Kabaena Utara, Kabaena Selatan dan Kabaena Tengah;
e. perkebunan Kelapa Hibrida terdapat di Kecamatan Poleang Barat,
Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang Timur,
Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Kabaena, Kabaena Barat,
Kabaena Timur, Kabaena Utara, Kabaena Selatan dan Kabaena
Tengah;
f. perkebunan Kopi terdapat di Kecamatan Poleang Barat, Poleang
Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Kabaena, Kabaena Barat,
Kabaena Timur, Kabaena Utara, Kabaena Selatan dan Kabaena
Tengah;
g. perkebunan Cengkeh terdapat di Kecamatan Poleang, Poleang Barat,
Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Matausu,
- 36-
Kabaena, Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Utara, Kabaena
Selatan dan Kabaena Tengah;
h. perkebunan Aren terdapat di Kecamatan Poleang Barat, Poleang
Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Kabaena, Kabaena Barat,
Kabaena Timur, Kabaena Utara, Kabaena Selatan dan Kabaena
Tengah; dan
i. perkebunan Lada terdapat di Kecamatan di Kecamatan Poleang
Barat, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Matausu,
Kabaena, Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Utara, Kabaena
Selatan dan Kabaena Tengah.
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan peternakan direncanakan pada lokasi
kawasan penggembalaan ternak terdiri atas :
1. Lokasi Kawasan Penggembalaan Ternak Padang Balanteo seluas
11.000 (sebelas ribu) hektar di Desa Tinabite Kecamatan Lantari
Jaya;
2. Lokasi Kawasan Penggembalaan Ternak Padang Totole seluas
7.000 (tujuh ribu) hektar di Desa Wambarema Kecamatan
Poleang Utara;
3. Lokasi Kawasan Penggembalaan Ternak Padang Pajjongang
seluas 11.500 (sebelas ribu lima ratus) hektar di Desa
Waemputang Kecamatan Poleang Selatan;
4. Lokasi Kawasan Penggembalaan Ternak Padang Babamolingku
seluas 1.000 (seribu) hektar di Kecamatan Poleang Barat; dan
5. Lokasi Kawasan Penggembalaan Ternak Padang Goma seluas
3.000 (tiga ribu) hektar di Desa Tedubara Kecamatan Kabaena
Utara.
b. komoditi ternak terdiri atas :
1. ternak besar terdiri atas :
a) ternak sapi terdapat di setiap kecamatan kecuali Kecamatan
Masaloka Raya dengan sentra pengembangan terdapat di
Kecamatan Lantari Jaya dan Poleang Barat;
b) ternak kerbau terdapat di setiap kecamatan kecuali
Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Masaloka Raya,
Poleang Timur dan Kabaena Barat dengan sentra
pengembangan terdapat di Kecamatan Poleang Selatan dan
Poleang Barat; dan
c) ternak kuda terdapat di setiap kecamatan kecuali Kecamatan
Rumbia, Rumbia Tengah, Masaloka Raya, Rarowatu dan
Kabaena dengan sentra pengembangan terdapat di
Kecamatan Poleang Barat, Poleang Selatan dan Poleang.
2. ternak kecil terdiri atas :
a) ternak kambing terdapat di setiap kecamatan dengan
rencana sentra pengembangan di Kecamatan Mataoleo,
Masaloka Raya, Kabaena Timur dan Rarowatu Utara;
- 37-
b) ternak domba terdapat di Kecamatan Kabaena Timur dan
Kabaena Tengah; dan
c) ternak babi terdapat di Kecamatan Lantari Jaya, Rarowatu
Utara dan Poleang Utara.
3. ternak unggas terdiri atas itik dan ayam yang terdapat di setiap
kecamatan dengan sentra pengembangan terdapat di Kecamatan
Rumbia, Rumbia Tengah, Rarowatu, Poleang Timur dan Poleang.
(6) Kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
ditetapkan di Kecamatan Lantari Jaya.
(7) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f, terdiri atas lahan beririgasi, lahan tidak beririgasi
dan lahan cadangan pertanian yang selanjutnya ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan perikanan budidaya;
c. kawasan minapolitan; dan
d. kawasan pulau-pulau kecil.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap terdapat pada wilayah
pesisir dan laut di Kecamatan Poleang Timur, Poleang Selatan,
Poleang Tenggara, Rarowatu Utara, Rumbia, Mataoleo, Kepulauan
Masaloka Raya, Rumbia Tengah dan Lantari Jaya, dengan
kewenangan pengelolaan wilayah laut kabupaten dari 0 (nol) sampai
dengan 4 (empat) mil; dan
b. sarana dan prasarana perikanan tangkap terdiri atas :
1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) eksisting terdapat di Kelurahan
Boepinang Kecamatan Poleang dan Kelurahan Kampung Baru
Kecamatan Rumbia Tengah; dan
2. rencana Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) pada TPI eksisting di
Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang dan Kelurahan
Kampung Baru Kecamatan Rumbia Tengah.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. budidaya laut terdiri atas:
1. komoditi budidaya laut terdiri atas :
a) budidaya rumput laut di Kecamatan Masaloka Raya,
Kabaena Timur, Kabaena Barat, Poleang Timur, Poleang
- 38-
Tenggara, Poleang Selatan, Poleang, Rumbia Tengah, Poleang
Barat, Kabaena Utara, dan Kabaena Selatan;
b) budidaya teripang di Kecamatan Kabaena Tengah;
c) budidaya ikan laut di Kecamatan Kecamatan Masaloka Raya,
Rumbia Tengah, Kabaena Tengah, Kabaena Barat, Kabaena
Utara, Poleang, Poleang Tengah, Poleang Selatan dan Poleang
Barat; dan
d) budidaya udang di Kecamatan Poleang Timur, Rarowatu
Utara dan Rumbia.
2. sarana dan prasarana budidaya laut yaitu Balai Benih Udang di
Desa Puulemo Kecamatan Poleang Timur.
b. budidaya air tawar terdapat di Kecamatan Poleang, Poleang Utara
dan Rarowatu; dan
c. budidaya air payau yaitu kawasan potensi pengembangan tambak
terdapat di Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Rarowatu Utara,
Lantari Jaya, Poleang Timur, Poleang Selatan, Poleang Tenggara,
Poleang, Poleang Barat, Poleang Tengah, Kabaena dan Kabaena
Barat.
(4) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat di Kecamatan Poleang dengan basis pengembangan terdiri
atas:
a. kawasan minapolitan berbasis budidaya air payau (tambak) di
Kecamatan Poleang Timur;
b. kawasan minapolitan berbasis budidaya laut di Kecamatan
Masaloka Raya; dan
c. kawasan minapolitan berbasis perikanan tangkap di Kecamatan
Poleang Tenggara.
(5) Kawasan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, terdiri atas:
a. pulau-pulau kecil berpenghuni meliputi Pulau Masaloka Tengah,
Pulau Kabaena, Pulau Masaloka, Pulau Malangke, Pulau Mangata,
Pulau Masudu, Pulau Tambako, Pulau Sagori, Pulau Kafano, Pulau
Bangko Darat, Pulau Bembe dan Pulau Baliara; dan
b. pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni meliputi Pulau Kambing,
Pulau Tabako, Pulau Basa, Pulau Kacang, Pulau Mataha, Pulau
Damawa Besar, Pulau Damawa Kecil, Pulau Pangata, Pulau Talinga,
Pulau Hantu, Pulau Galusa, Pulau Dudu Kecil, Pulau Dudu Besar
Pulau Jere, Pulau Dahudahu dan Pulau Wali.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil di Kabupaten Bombana.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 28
- 39-
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. Wilayah Pertambangan (WP) terdiri atas :
1. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP); dan
2. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
b. Wilayah Kerja Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
(WKP MIGAS).
(2) Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a angka 1, direncanakan seluas 191.534,88 (seratus sembilan
puluh satu ribu lima ratus tiga puluh empat koma delapan puluh
delapan) hektar dengan komoditas terdiri atas:
a. mineral logam terdiri atas :
1. Kromit Placer terdapat di Kecamatan Kabaena Selatan,
Kecamatan Kabaena Utara, Kabaena Tengah dan Kabaena
Timur;
2. Nikel Laterit terdapat di Pulau Kabaena; dan
3. Emas Placer terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara, Poleang
Utara, Rarowatu, Poleang Timur, Matausu, Rarowatu Utara,
Rumbia, Poleang Tenggara, Mataoleo, Tontonunu, Kabaena
Tengah dan Kabaena Utara.
b. mineral non logam dan batuan terdiri atas :
1. Batu Gamping terdapat di Desa Enano Kecamatan Kabaena
Tengah, Desa Toari Kecamatan Poleang Barat dan Desa
Tampawulu Kecamatan Poleang Utara;
2. Pasir Kuarsa terdapat di Desa Gambere Kecamatan Poleang
Barat dan Desa Waemputang Kecamatan Poleang Selatan;
3. Lempung terdapat di Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang,
Desa Laea Kecamatan Poleang Selatan dan Desa Mulaeno di
Kecamatan Poleang Tengah;
4. Marmer terdapat di Dusun Sampalakambula Kecamatan
Poleang, Desa Tirongkotua Kecamatan Kabaena, Desa Enano
Kecamatan Kabaena Tengah, Desa Ranokomea Kecamatan
Poleang Barat dan Desa Lengora Kecamatan Kabaena; dan
5. Peridotit terdapat di Kelurahan Dongkala Kecamatan Kabaena
Timur.
(3) Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b angka 2, direncanakan seluas 613,43 (enam ratus tiga belas
koma empat puluh tiga) hektar yang terdapat di Kecamatan Rarowatu,
Lantari Jaya, Rumbia, Kabaena Timur, Kabaena Tengah, Poleang
Selatan, Poleang Tengah, dan Poleang.
(4) Wilayah Kerja Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (WKP MIGAS)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. rencana Blok Kolaka – Bombana (Bone Bay Block) seluas 4.991
(empat ribu sembilan ratus sembilan puluh satu) kilometer persegi
yang terdapat di perairan Teluk Bone; dan
b. rencana Blok Kabaena (Bone Bay II Block) seluas 8.832 (delapan
ribu delapan ratus tiga puluh dua) kilometer persegi yang terdapat
- 40-
di perairan Teluk Bone bagian barat dan bagian selatan Pulau
Kabaena.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri besar; dan
b. kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, merupakan kawasan industri terdiri atas :
a. rencana kawasan industri pengolahan perikanan di Desa Tapuahi
Kecamatan Rumbia Tengah;
b. rencana kawasan industri pertambangan di Desa Lora Kecamatan
Mataoleo dengan wilayah pelayanan lintas kabupaten mencakup
Kabupaten Bombana dan Konawe Selatan; dan
c. rencana kawasan industri pertambangan berupa industri
pengolahan nikel di Malapulu Desa Pongkalaero Kecamatan
Kabaena Selatan dan di Kecamatan Kabaena Utara.
(3) Kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan terdiri atas:
1. industri pengolahan padi terdapat di Kecamatan Lantari Jaya
dan Poleang Timur;
2. industri pengolahan jagung terdapat di Kecamatan Lantari Jaya;
dan
3. industri pengolahan kacang kedelai yaitu pembuatan tempe,
tahu dan susu kedelai terdapat di Kecamatan Lantari Jaya dan
Rarowatu Utara.
b. industri pengolahan hasil perkebunan terdiri atas:
1. industri pengolahan kakao yaitu pengeringan kakao terdapat di
Kecamatan Poleang Barat;
2. industri pengolahan kelapa terdiri atas :
a) industri kopra terdapat di Kecamatan Poleang dan Poleang
Barat;
b) industri pembuatan minyak kelapa terdapat di Kecamatan
Poleang dan Poleang Barat; dan
c) industri makanan olahan terdapat di Kecamatan Kabaena.
3. industri pengolahan enau yaitu pembuatan gula aren terdapat di
Kecamatan Kabaena Tengah dan Kabaena;
4. industri pengolahan kopi terdapat di Kecamatan Kabaena; dan
5. industri pengolahan pisang dan durian yaitu industri makanan
olahan berupa Dompo di Kecamatan Poleang.
c. industri pengolahan hasil laut terdiri atas:
1. industri pengolahan rumput laut dengan sentra pengembangan
terdapat di Kecamatan Poleang dan Poleang Timur; dan
- 41-
2. industri pengolahan perikanan berupa industri makanan olahan
meliputi ikan kering, ikan asap, kerupuk ikan, abon ikan, baso
ikan dan terasi udang yang sebagian besar terdapat di
Kecamatan Kabaena dan Masaloka Raya.
d. industri pengolahan hasil hutan terdiri atas:
1. industri pengolahan rotan meliputi industri anyaman rotan
terdapat di Kecamatan Poleang Utara dan industri pengolahan
rotan mentah terdapat di Kecamatan Kabaena Tengah;
2. industri pengolahan bambu yaitu industri meubel bambu
terdapat di Kecamatan Rarowatu Utara;
3. industri pengolahan hasil lebah madu terdapat di Kecamatan
Kabaena Tengah;
4. industri pengolahan kayu terdiri atas :
a) industri penggergajian kayu terdapat di setiap kecamatan;
b) industri meubel terdapat di Kecamatan Rumbia; dan
c) industri pembuatan kapal kayu rakyat terdapat di
Kecamatan Masaloka Raya dan Kabaena Barat.
5. industri pengolahan air minum yaitu rencana industri air
minum dalam kemasan di Kecamatan Rumbia, Poleang, Poleang
Timur, Poleang Barat dan Kabaena Tengah.
e. industri pengolahan hasil pertambangan terdiri atas:
1. industri pengolahan batu pecah (split) terdapat di Kecamatan
Rarowatu, Rarowatu Utara, Rumbia, Poleang, Poleang Barat dan
Pulau Kabaena;
2. industri pengolahan tanah liat terdiri atas:
a) industri batu bata merah terdapat di Desa Ladumpi
Kecamatan Rarowatu, Desa Lantowonua Kecamatan Lantari
Jaya dan Desa Mulaeno Kecamatan Poleang Tengah; dan
b) industri gerabah terdapat di Kecamatan Rarowatu.
3. industri kerajinan batu permata di Kecamatan Kabaena Selatan.
f. industri pengolahan hasil peternakan terdiri atas:
1. industri penyemakan kulit hewan terdapat di Kecamatan
Poleang Barat dan Lantari Jaya; dan
2. industri pengolahan makanan terdiri atas :
a) industri pengolahan daging terdapat di Kecamatan Rumbia;
dan
b) industri pembuatan telur asin terdapat di Kecamatan
Rumbia.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) huruf f, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata alam laut/bahari;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam pegunungan/hutan;
c. kawasan peruntukan pariwisata sejarah dan budaya; dan
- 42-
d. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam laut/bahari sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Pantai Tapuahi di Kecamatan Rumbia Tengah;
b. Pantai Tabako di Kecamatan Mataoleo;
c. Pantai Rahwana di Kecamatan Mataoleo;
d. Pantai Purano di Kecamatan Kabaena Selatan;
e. Pantai Nirwana di Kecamatan Poleang;
f. Pantai Toari di Kecamatan Poleang Barat;
g. Pantai Pajjongang di Kecamatan Poleang Selatan; dan
h. wisata bahari di Pulau Sagori, Pulau Masudu, Pulau Hantu, Pulau
Mataha, Pulau Basah, Pulau Bembe, Pulau Mangata, Pulau
Canggoreng dan Pulau Malangke.
- 43-
b. rencana areal atraksi pacuan kuda di Padang Pajjongang Kecamatan
Poleang Selatan dan Padang Goma di Kecamatan Kabaena Utara;
c. rencana bangunan Rumah Adat Moronene pada Perkampungan
Hukaeya Lama di Kecamatan Lantari Jaya dan Kecamatan
Rarowatu;
d. rencana pembangunan museum di Kelurahan Taubonto Kecamatan
Rarowatu dan Desa Tangkeno di Kecamatan Kabaena Tengah;
e. rencana Taman Mini Wonua Bombana di Kecamatan Rumbia;
f. rencana Anjungan Gembira dan taman kota di Kelurahan Kasipute
Kecamatan Rumbia dan Kelurahan Lauru Kecamatan Rumbia
Tengah; dan
g. Tugu Gembira di Kecamatan Rumbia.
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (1) huruf g, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perdesaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perkotaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. permukiman perdesaan di dataran tinggi yang berbasis kegiatan
perkebunan terdapat di Kecamatan Kabaena Tengah, Kabaena dan
Kabaena Utara;
b. permukiman perdesaan di dataran rendah yang berbasis kegiatan
pertanian terdapat di setiap kecamatan kecuali Kecamatan
Masaloka Raya;
c. permukiman transmigrasi terdiri atas :
1. Satuan Permukiman (SP) 1 di Desa Lantari Kecamatan Lantari
Jaya;
2. SP 2 di Desa Lombakasi Kecamatan
Lantari Jaya;
3. SP 3 di Desa Aneka Marga Kecamatan
Rarowatu Utara;
4. Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Lengora Pantai di
Kecamatan Kabaena Tengah;
5. UPT Lebota di Kecamatan Kabaena
Utara; dan
6. pencadangan areal lokasi transmigrasi seluas 472 (empat ratus
tujuh puluh dua) hektar di Desa Hambawa Kecamatan Mataoleo.
d. permukiman pantai terdiri atas :
1. permukiman perdesaan pada pesisir pantai yang terdapat di
setiap kecamatan kecuali Kecamatan Matausu, Tontonunu,
Poleang Utara dan Rarowatu; dan
- 44-
2. perkampungan Bajo meliputi Perkampungan Bajo Sikeli di
Kecamatan Kabaena Barat dan Perkampungan Bajo Poleang di
Kecamatan Poleang.
(3) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. kawasan permukiman perkotaan didominasi oleh kegiatan non
pertanian yang terdapat pada kawasan perkotaan di :
1. Kecamatan Rumbia;
2. Lauru, Poea dan dan Kampung Baru di Kecamatan Rumbia
Tengah;
3. Boepinang dan Boepinang Barat di Kecamatan Poleang; dan
4. Sikeli di Kecamatan Kabaena Barat.
b. permukiman perkotaan kepadatan tinggi yang diarahkan pada
pembangunan perumahan vertikal terdapat di :
1. pusat kota di Kecamatan Rumbia; dan
2. rencana Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Ibukota
Kabupaten Bombana.
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) huruf h, yaitu :
a. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;
b. kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan; dan
c. kawasan peruntukan ruang evakuasi bencana.
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan eks Militer TNI di Pajjongang Kecamatan Poleang
Selatan;
b. Komando Distrik Militer (KODIM) di Kecamatan Rumbia;
c. Komando Rayon Militer (KORAMIL) di setiap kecamatan;
d. Kepolisian Resor (POLRES) di Kecamatan Rumbia; dan
e. Kepolisian Sektor (POLSEK) di setiap kecamatan.
(3) Kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, yaitu kawasan perkantoran pemerintahan
kabupaten di Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah dan Poleang Selatan.
(4) Kawasan peruntukan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, merupakan rencana penyediaan ruang evakuasi
bencana yang relatif aman dan dekat, mudah dijangkau serta
memudahkan proses evakuasi terdiri atas :
a. ruang evakuasi bencana gerakan tanah pada zona kerentanan
menengah berupa penyediaan ruang terbuka yang terdapat di :
- 45-
1. Lapangan Lameroro di Kecamatan Rumbia untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Rumbia
dan Rarowatu;
2. Lapangan A. Rifai di Kecamatan Rumbia untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Rumbia
Tengah dan Kelurahan Kasipute serta Doule di Kecamatan
Rumbia;
3. Desa Aneka Marga Kecamatan Rarowatu Utara untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Desa Wumbubangka
Kecamatan Rarowatu Utara;
4. Desa Toburi Kecamatan Poleang Utara untuk melayani evakuasi
dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Poleang Utara dan
Desa Rau-rau Kecamatan Rarowatu;
5. Kelurahan Bambaea Kecamatan Poleang Timur untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Poleang
Timur, Desa Rompu-rompu Kecamatan Poleang Utara dan Desa
Larete Kecamatan Poleang Tenggara;
6. Desa Marampuka Kecamatan Poleang Tenggara untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Poleang
Tenggara;
7. Desa Lora Kecamatan Mataoleo untuk melayani evakuasi dari
kawasan rawan bencana di Kecamatan Mataoleo;
8. Desa Rakadua Kecamatan Poleang Barat untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Poleang
Barat;
9. Desa Lameo-meong Kecamatan Poleang Barat untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Poleang;
10. Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Poleang;
11. Desa Tongkoseng Kecamatan Tontonunu untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan
Tontonunu;
12. Kelurahan Rahampuu Kecamatan Kabaena untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Kabaena
dan sekitar Desa Langkema Kecamatan Kabaena Selatan;
13. Desa Batuawu Kecamatan Kabaena Selatan untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di sekitar Desa Baliara
Kecamatan Kabaena Selatan;
14. Desa Tedubara Kecamatan Kabaena Utara untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Kabaena
Barat, Kabaena Utara dan sekitar Desa Lengora Kecamatan
Kabaena Tengah; dan
15. Desa Balo Kecamatan Kabaena Timur untuk melayani evakuasi
dari kawasan rawan bencana di sekitar Desa Enano Kecamatan
Kabaena Tengah.
b. ruang evakuasi bencana tsunami berupa penyediaan ruang terbuka
di dataran tinggi yang terdapat di:
- 46-
1. Desa Bulumanai Kecamatan Poleang Barat untuk melayani
evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Poleang
Barat;
2. Desa Pokurumba Kecamatan Poleang untuk melayani evakuasi
dari kawasan rawan bencana di Kecamatan Poleang; dan
3. Lapangan Pajjongang Kecamatan Poleang Selatan untuk
melayani evakuasi dari kawasan rawan bencana di Kecamatan
Poleang Tengah dan Poleang Selatan.
c. ruang evakuasi bencana banjir berupa penyediaan ruang terbuka di
dataran yang lebih tinggi dan/atau memanfaatkan sarana dan
prasarana umum yang terdapat di Kecamatan Rumbia, Rumbia
Tengah, Rarowatu, Kabaena Barat, Rarowatu Utara, Lantari Jaya,
dan Tontonunu.
Pasal 33
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32 dapat dilaksanakan
apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak
melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah
mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya
mengkoordinasikan penataan ruang di daerah.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN
Pasal 34
(1) Kawasan strategis di daerah terdiri atas :
a. Kawasan Strategis Nasional;
b. Kawasan Strategis Provinsi; dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 35
Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
huruf a, yaitu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang merupakan
kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup.
Pasal 36
Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
huruf b, yaitu Pusat Kawasan Industri Pertambangan (PKIP) Kabaena –
Torobulu - Wawonii (KARONI) berpusat di Lora Kecamatan Mataoleo dengan
- 47-
wilayah pelayanan mencakup Kabupaten Bombana, Konawe Selatan dan
Konawe Kepulauan yang merupakan kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 37
(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan nilai strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya;
dan
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan strategis pertambangan berpusat di Kecamatan Kabaena
Selatan;
b. kawasan agropolitan di Kecamatan Lantari Jaya dan Poleang Timur;
dan
c. kawasan minapolitan di Kecamatan Poleang.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu kawasan Desa
Wisata Tangkeno di Kecamatan Kabaena Tengah.
(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu
kawasan perlindungan lokal dan pariwisata perairan Pulau Sagori.
(5) Rincian kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
sampai dengan Pasal 37 tercantum dalam Lampiran XVII yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 38
(1) Untuk operasionalisasi RTRWK Bombana disusun Rencana Rinci Tata
Ruang berupa Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 39
(1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada
rencana struktur ruang dan pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui
penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta
perkiraan pendanaannya.
- 48-
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima
tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran XVIII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, investasi swasta dan kerjasama pendanaan.
(3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. ketentuan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 42
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai pedoman
bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem
prasarana nasional dan wilayah terdiri atas :
- 49-
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi;
4. kawasan sekitar prasarana sumberdaya air; dan
5. kawasan sekitar prasarana pengelolaan lingkungan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam
Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 43
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2)
huruf b, merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang dengan mengacu pada rencana tata
ruang dan peraturan zonasi.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), terdiri atas :
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a – d
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Paragraf 1
Umum
Pasal 45
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 ayat (2) huruf c, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam
pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan yang didorong pengembangannya.
(3) Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan
yang dibatasi pengembangannya.
- 50-
Pasal 46
(1) Insentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam
wilayah kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya.
(2) Insentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum.
(3) Disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam
wilayah kabupaten dan kepada pemerintah lainnya.
(4) Disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum.
Paragraf 2
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif
Pasal 47
(1) Insentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam
wilayah kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dapat berupa :
a. pemberian kompensasi dari pemerintah daerah penerima manfaat
kepada daerah pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh
daerah penerima manfaat;
b. kompensasi pemberian penyediaan sarana dan prasarana;
c. kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh pemerintah daerah penerima manfaat kepada
investor yang berasal dari daerah pemberi manfaat; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.
(2) Pengaturan mekanisme pemberian insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 48
(1) Insentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. pengurangan retribusi;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
h. kemudahan perizinan.
(2) Mekanisme pemberian insentif yang berasal dari pemerintah daerah
kabupaten diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Pengaturan mekanisme pemberian insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 3
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Disinsentif
- 51-
Pasal 49
(1) Disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam
wilayah kabupaten dan kepada pemerintah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dapat berupa :
a. pengajuan pemberian kompensasi dari pemerintah daerah pemberi
manfaat kepada daerah penerima manfaat;
b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
c. persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pemerintah daerah pemberi manfaat
kepada investor yang berasal dari daerah penerima manfaat.
(2) Mekanisme pemberian disinsentif dari pemerintah daerah kepada
pemerintah daerah lainnya diatur berdasarkan kesepakatan bersama
antarpemerintah daerah yang bersangkutan.
(3) Pengaturan mekanisme pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 50
(1) Disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) dapat berupa:
a. kewajiban memberi kompensasi;
b. pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah;
c. kewajiban memberi imbalan;
d. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
e. pensyaratan khusus dalam perizinan.
(2) Mekanisme pemberian disinsentif yang berasal dari pemerintah daerah
kabupaten diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Pengaturan mekanisme pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Kelima
Ketentuan Sanksi
Pasal 51
(1) Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf
d, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi
administratif kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran di
bidang penataan ruang.
(2) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
- 52-
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik
umum.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Pasal 52
(1) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang
tidak sesuai dengan peruntukannya;
b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang
sesuai peruntukannya; dan/atau
c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang
tidak sesuai peruntukannya.
(2) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (2) huruf b, meliputi :
a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan; dan/atau
b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang
tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
(3) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (2) huruf c, meliputi :
a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah
ditentukan;
c. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar
hijau;
d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan;
e. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan;
dan/atau
f. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai
dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang.
(4) Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan
perundang-undangan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (2) huruf d, meliputi:
- 53-
a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ dan
sumberdaya alam serta prasarana publik;
b. menutup akses terhadap sumber air;
c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana;
dan/atau
f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang
berwenang.
Pasal 53
Kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang
yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 55
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan
kerjasama lintas sektor/antardaerah bidang penataan ruang dibentuk
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Keputusan Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan ruang mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 56
Dalam penataan ruang setiap orang berhak untuk :
- 54-
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata
ruang kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan termasuk tata letak
dan tata bangunan;
c. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat
berwenang; dan
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 57
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
d. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
e. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
f. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 58
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dilaksanakan dengan mematuhi
dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan
penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi dan
struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang
yang serasi, selaras dan seimbang.
Bagian Ketiga
- 55-
Peran Masyarakat
Pasal 59
Peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan pada tahap:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 60
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf a,
dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau
kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah
pembangunan wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. melakukan kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 61
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf b,
dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. bekerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e. menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya
alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 62
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf c,
dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai arahan dan/atau peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
- 56-
c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam
hal menemukan dengan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
Pasal 63
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara
langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disampaikan kepada Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
(4) Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 64
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan
ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :
a. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan dan sesuai dengan Peraturan
Daerah ini tetap berlaku sampai jangka waktu masa izin pemanfaatan
berakhir;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, maka izin
tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan dan pemanfaatan
ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, maka dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan pemanfaatan
ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini, maka izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak.
- 57-
c. setiap pemanfaatan ruang yang sesuai dengan Peraturan Daerah ini,
maka akan dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
Pasal 66
(1) Jangka waktu RTRWK Bombana berlaku untuk 20 (dua puluh) tahun
dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan dan/atau perubahan batas wilayah yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRWK Bombana
dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika
internal wilayah.
(4) Peraturan Daerah tentang RTRWK Bombana Tahun 2013 -2033
dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan
terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum
disepakati pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, Rencana dan
Album Peta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disesuaikan dengan
peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan Menteri
Kehutanan.
Pasal 67
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Bombana Nomor 8 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bombana Tahun 2008 - 2027 (Lembaran Daerah
Kabupaten Bombana Tahun 2008 Nomor 8) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 68
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Bombana.
Ditetapkan di Rumbia
pada tanggal
BUPATI BOMBANA,
- 58-
H. TAFDIL
Diundangkan di Rumbia
pada tanggal.........................
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BOMBANA,
H. RUSTAM SUPENDY
- 59-