Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN


KESEHATAN FRAKTUR

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2

Dosen Pembimbing:

1. Ns. Martha K. Silalahi, S.Kep M.Kep


2. Ns. Seven Sitorus, S.Kep. M.Kep., Sp.KMB
3. Ns. Ilah Muhafilah S.kp, M.Kes

Disusun oleh: KELOMPOK

1. Sanabilah Yasmin ( 1032161010 )


2. Liza Ika Wulandari ( 1032161002 )

FAKULTAS KESEHATANI JURUSAN S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN

2018

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”Penyakit Fraktur” makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran Keperawatan Medikal Bedah. Kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan pada waktunya.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi teman-teman dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua. Akhirnya kami berharap semoga tuhan memberikan
bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah. Amiiin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 10 September 2018

kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................2

1.1 Latar Belakang……...........................................................................................................2

1.2 Tujuan……………............................................................................................................3

BAB II Pembahasan.......................................................................................................................4

2.1 Definisi……………...........................................................................................................4

2.2 Klasifikasi…………..........................................................................................................4

2.3 Etiologi……………...........................................................................................................6

2.4 Patoflodiagram…………...................................................................................................7

2.5 Manifestasi Klinis………................................................................................................10

2.6 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................11

2.7 Penatalaksanaan………...................................................................................................11

2.8 Komplikasi………...........................................................................................................12

2.9 Asuhan Keperawatan.......................................................................................................14

BAB III PENUTUP......................................................................................................................17

Pendidikan kesehatan..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur merupakan ancaman potensial maupun actual terhadap intergritas


seseorang, sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang
dapat menimbulkan respon berupa nyeri.

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun, biasanya berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau
luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang tua,
wanita lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki berkaitan dengan
perubahan hormon pada saat menopause sehingga meningkatkan insiden
osteoporosis.

WHO mencatat tahun 2009 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan, dan sekitar 2 juta orang mengalami kecelakaan
fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur
khususnya ekstremitas atas dan bawah diperkirakan jumlahnya sekitar 46,2% dari
insiden kecelakaan yang terjadi, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja
atau dewasa muda. Setiap tahunnya di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang
mengalami fraktur.

Hasil penelitian Kilbourne et al di Baltimore (2008) dalam Nasrullah


(2011). Tentang analisis penanganan emergensi pasien trauma dibagian ortopedi
Rumah Sakit Umum Lahore terhadap 1.289 pasien, didapatkan jumlah khasus
fraktur tertutup sebanyak 915 (71%) pasien.

2
Dan berdasarkan data RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, jumlah
pasien fraktur ekstremitas tertutup pada tahun 2009 sebanyak 369 orang, tahun
2010 sebanyak 409 orang, dan tahun 2011 sebanyak 418 orang.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah, yaitu untuk mengetahui lebih spesifik


mengenai penyakit fraktur.

3
BAB II
Pembahasan

2.1 Definisi
Fraktur adalah gangguan dari konstinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu
menunjukkan otot atau ligmen yang robek, saraf yang putus, atau pembulu darah yang
pecah yang dapat menjadi komplikasi pemulihan klien.

2.2 Klasifikasi

Keparahan dari fraktur biasanya tergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur
tersebut. Jika ambang fraktur tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang hanya retak dan
bukan patah. Jika gaya ekstrem, seperti pada tabrakan mobil atau luka tembak, tulang dapat
hancur berkeping-keping. Jika tulang patah sehingga ada fragmen fraktur yang menebus
keluar kulit atau ada luka luar yang memenestrasi hingga tulang yang patah, fraktur ini disebut
fraktur terbuka. Tipe fraktur ini umunya serius, karena begitu kulit telah terbuka, maka dapat
terjadi inkesi di luka dan tulang.

Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe fraktur
yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi. Misalnya, klien dapat
mengalami fraktur compound, transversal dari femur dista. Memahami gaya yang diperlukan
untuk menciptakan berbagai tipe fraktur akan sangan membantu. Misalnya, tulang femur
orang dewasa tidak mudah patah. Sehingga jika ada klien dewasa datang dengan femur yang
patah, maka harus dilakukan pengkajian cedera lain dengan mengkaji penyebab fraktur.

Metode klasifikasi paling sederhana adalah berdasarkan pada apakah fraktur tertutup
atau terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh di atas lokasi cedera, sedangkan
fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit di atas cedera tulang. Keursakan jaringan dapat
sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya.

 Derajat 1. Luka kurang dari 1 cm: kontaminasi minimal.


 Derajat 2. Luka lebih dari 1 cm: kontaminasi sedang.

4
 Derajar 3. Luka melebihi 6 hingga 8 cm: ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, dan tendon, dan kontaminasi banyak. Oleh karena luka
berhubungan dengan dunia luar, risiko infeksi harus segera dikenali dan
ditangani.
 Tipe Fraktur yang umum terjadi :
1. Pecah: Dicirikan oleh tulang yang pecah berkeping-keping, sering terjadi pada ujung
tulang atau vertebra.
2. Kominutif: Terdapat lebih dari satu garis fraktur, lebih dari dua fragmen tulang,
fragmen dapat terputir atau hancur.
3. Komplet: Patah melintang di satu bagian tulang, membaginya menjadi fragmen-
fragmen yang terpisah, sering kali bergeser.
4. Tergeser: Fragmen-fragmen berada pada posisi tidak normal diposisi fraktur.
5. Inkomplet: Trejadi hanya pada satu sisi korteks tulang, biasanya tidak bergeser.
6. Linear: Garis fraktur masih utuh, fraktur akibat gaya minior atau yang sedang
mengenai langsung pada tulang.
7. Longitudinal: Garis fraktur memanjang pada sumbu longitudinal tulang.
8. Tidak Bergeser: Fragmen masih lurus pada lokasi fraktur.
9. Oblik: Garis fraktur terjadi pada kurang lebih sudut 45° pada sumbu longitudinal
tulang.
10. Spiral: Garis fraktur terjadi akibat gaya puntaran, membentuk suatu spiral yang
mengelilingi tulang.
11. Stelata: Garis fraktur menyebar dari satu titik pusat.
12. Transversal: Garis fraktur terjadi pada sudut 90° pada sumbu longitudinal tulang.
13. Avulasi: Fragmen-fragmen tulang terlempar dari badan tulang pada lokasi perlekatan
ligamen atau tendon.
14. Greenstick: Fraktur inkomplet dimana satu sisi korteks tulang patah dan sisi lain
melekuk tetapi masih utuh.
15. Impaksi: Fraktur teleskopi, dengan satu fragmen terdorong kedalam fragmen lain.
16. Kompresi: Tulang melekuk dan akhirnya retak karena gaya beban yang besar
terhadap sumbu longitudinalnya.
17. Colles: Fraktur pada ujung radius distal, fragmen distal tergeser ke arah deviasi
medial dan dorsal.

5
18. Pott: Fraktur fibula distal, mengganggu artikulasi libio fibular dengan buruk, sebagian
maleolus (mata kaki) medial dapat terlepas karena ruptur, dari ligamen lateral
internal.

2.3 Etiologi

Etiologi Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat
tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu
ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat
bervariasi, sebagai bergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Seorang klien dengan
gangguan metabolik tulang, seperti osteoporosis, dapat mengalami faktur dari trauma
minor karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah ada sebelumnya. Fraktur dapat
terjadi karena gaya secara langsung, seperti saat sebuah benda bergerak menghantam suatu
area tubuh diatas tulang. Gaya juga dapat terjadi secara tidak langsung, seperti ketika suatu
kontraksi kuat dari otot menekan tulang (Faktor Ekstrinsik). Selain itu, tekanan dan
kelelahan dapat menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan tulang menahan gaya
mekanikal (Faktor Intrinsik).

Dua tipe tulang juga merespon beban dengan cara berbeda. Tulang kortikal, lapisan
luar yang ringkas dan mampu menoleransi beban di sepanjang sumbunya (longitudinal)
lebih kuat dibandingkan jika beban menembus tulang. Tulang kanselus atau spons
(cancellous, spongy) merupakan materi tulang bagian dalam yang lebih padat. Tulang ini
mengandung bentuk-bentuk serta rongga seperti sarang laba-laba yang terisi oleh susum
merah yang membuatnya mampu menyerap gaya lebih baik dibandingkan tulang kortikal.
Penonjolan tulang, disebut trabekula, memisahkan ruangan-ruangan dan tersusun di
sepanjang garis tekanan, sehingga membuat tulang kanselus lebih kuat.

Predisposisi fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis seperti osteopenia
(misalnya, karena penggunaan steroid atau sindroma Cushing) atau osteogenesis
imperfekta (penyakit kongenital tulang yang dicirikan oleh gangguan produksi kolagen
oleh osteoblas). Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Neoplasma juga dapat
melemahkan tulang dan berperan pada fraktur. Kehilangan estrogen pasca menopause dan
malnutrisi protein juga menyebabkan penurunan masa tulang serta meningkatkan risiko
fraktur. Bagi orang dengan tulang yang sehat, fraktur dapat terjadi akibat aktivitas, hobi
risiko-tinggi atau aktivitas terkait pekerjaan (misalnya, bermain papan seluncur, panjat

6
tebing, dan lain-lain). Korban-korban kekerasan dalam rumah tangga juga sering dirawat
karena cedera traumatik.

2.4 Patoflodiagram

7
Patoflow Fraktur

Trauma Langsung Trauma Tidak Kondisi Patologi


Langsung

Tekanan Pada Tulang


Tulang Rapuh

Ekstrinsik Intrinsik
Tidak Bisa Menahan BB

Tidak mampu
meredam energi besar

Fraktur

Fraktur terbuka Fraktur Tertutup

Laserasi Kulit
Pergeseran Spasme Otot
Fragmen Tulang

Putus
Vena/Arteri Deformitas Peningkatan Tekanan
8 Kapiler
Pendarahan Gangguan Fungsi
Pelepasan Histamin
Ekstermitas

Kehilangan Volume
Cairan Protein Plasma Hilang

Edema

Penekanan Pembuluh
Darah

9
2.5 ManifestasiKlinis
Manifestasi Klinis Diabetes Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan
manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
Beberapa fraktur sering langsung tampak jelas: beberapa lainnya terdeteksi hanya
dengan rontgen (sinar-x).
Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut:
1. Deformitas. Pembekakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rational, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur
dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan. Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis). Memar terjadi karena perdarahan sybkutan pada lokasi
fraktur.
4. Spasme otot. Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntary sebenarnya
berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari
fragmen fraktur.
5. Nyeri. Jika klien secara neurologis masih bai, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur; itensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing
klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur tidak diimobilisasi.
Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau
cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan. Ketegangan di atas lokasi fraktur dusebabkan oleh cedera yang
terjadi.
7. Kehilangan fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan
fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit-lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi. Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari
bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan
sensasi dari suara derita.
9. Perubahan neurovascular. Cedera neurovakular terjadi akibat kerusakan saraf
perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.

10
10. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan rontgen: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma.
 Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur; juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
 Arteriogram: Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
 Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (homokonsentrasi) atau
menurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah
trauma.
 Kreatinin: Trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klirens ginjal.
 Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple, atau cedera hati.

2.7 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur meliputu:

1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti memanipulasi tulang untuk mengembalikan kelurusan,
posisi, dan Panjang dengan mengembalikan fragmen tulang menjadi dekat,
untuk mengurangi tekanan atau tarikan pada saraf dan pembuluh darah.
Reduksi atau bisa disebut bone setting biasanya sangat menyakitkan, maka
dibutuhkan anastesi lokal atau umum.
a. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.

2. Imobilisasi

11
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu
imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur
adalah sekitar 3 bulan.
3. Gips: Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk
tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gipsa dalah :
a. Immobilisasi dan penyangga fraktur.
b. Istirahatkan dan stabilisasi.
c. Mengurangiaktifitas.
d. Membuatcetakantubuh orthotic.

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :

a. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.


b. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
c. Jangan pernah memasukkan benda asing kedalam gips/menggaruk.
d. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

2.8 Komplikasi

Komplikasi fraktur bergantung pada jenis cedera, usia klien dan adanya masalah
kesehatanlainnya, dan penggunaan obat yang mempengaruhi perderahan seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID.

1. Cedera Saraf
Fregmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Seperti adanya pucat dan tungkai yang sakit teraba
dingin, perubahan kemampuan klien untuk menggerakan jari atau tungkainya,
paratesia, atau adanya keluhan nyeri meningkat.
2. Sindroma Kompartemen
Dimana otot pada tungkai atas atau bawah dilapisi jaringan fasia yang keras dan
tidak elastis. Kondisi ini disebabkan karena gangguan sirkulasi yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas.
Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabkan pelepasan histamin oleh otot-otot
yang tertekan, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi.

12
3. Kontraktur Volkman
Suatu deformitas tungkai akibat sindroma kompartemen yang tak tertangani.
Tekanan terus menerus yang menyebabkan iskemik, kemudian otot perlahan
digantikan oleh fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Volkman bisa terjadi pada
fraktur siku dan lengan bawah atau karena perban atau gips yang terlalu ketat yang
dapat menyebabkan deformitas kaku secara permanen.
4. Sindroma Emboli Lemak
Sindrom emboli lemak adalah sebuah proses dimana jaringan lemak masuk
kedalam aliran darah yang ditandai dengan gejala klinis berupa sesak napas,
demam, ruamptekie, gangguan neurologis, gangguan pada ginjal. Indsiden tertinggi
terjadi setelah fraktur dari tulang Panjang, seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula,
dan panggul.
5. Trombosis Vena dalam dan Emboli Paru
Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) adalah penggumpalan darah
yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam. Dan dapat menyebar hingga
keparu-paru. DVT yang menyerangparu-paru ini dapat menyumbat separuh atau
seluruh bagian dari arteri paru dan menyebabkan timbulnya komplikasi berbahaya
bernama emboli paru (pulmonary embolism/PE).
6. Infeksi
Infeksi menjadi penyebab morbiditas pada klien dengan fraktur. Pathogen dapat
mengkontaminasi fraktur terbuka saat cedera atau dapat masuk saat prosedur
bedah.
7. Sindorma Gips
Sindorma gips hanya terjadi pada gips spika badan. Diaman duo denum tertekan
antara arteri mesenterika superior dibagian depan dan aourtaserta badan vertebral
di bagian belakang, yang menyebabkan penurunan aliran darah yang dapat
menyebabkan perdarahan dan nekrosisusus.
8. Artritis Traumatik (Kaku Sendi)
Imobilasi jangka Panjang dapat menyebabkan kontraktu rsendi, pergeseran
ligament, atau atrofiotot.

13
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Identitas klien. Meliputi: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, agama, suku, tanggal, dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosa medis.
2. Keluhan utama. Klien meminta pertolongan karena nyeri, dan deformitas pada
daerah trauma.
3. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat
kecelakaan lalulintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industry. Pengkajian
yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas.
4. Masalah penggunaan obat-obatan. Perawat perlu menanyakan kepada klien
masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan pengguanaan obat-obatan alcohol.
5. Riwayat penyakit dahulu. Perawat perlu menanyakan adanya riwayat penyakit
degenerative pada tulang belakang, seperti osteoporosis, dan osteoarthritis yang
memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang. Dan penggunaan
obat-obatan.
6. Pengkajian psikospiritual. Pengkajian mengenai mekanisme koping yang
digunakan klien, diperlukan untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya.
7. Pemeriksaan fisik. Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhanklien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang tearah dan
dihubungkan dengan keluhan klien.

Tanda-Tanda Vital

1. Pernafasan. Perubahan sistem pernafasan bergantung pada gradasi blok saraf


parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernafasan) dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma
pada tulang.
2. Kardiovaskuler. Pemeriksaan kardiovaskuler: tekanan darah menurun,
bradikardia, berdebar-debar, pusing, ektremitas dingin atau pucat.
3. Persyarafan. Meliputi: tingkat kesadaran, pemeriksaan fungsi selebral,
pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan reflek, pemeriksaan sensorik.
4. Perkemihan. Meliputi: warna, jumlah, dan karakteristik urine.

14
5. Pencernaan. Pemeriksaan ronggamulut, dengan menilai ada tidaknya lesi pada
mulut atau perubahan pada lidah, dapat menunjukan adanya dehidrasi.
6. Musculoskletal. Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada
ketinggian terjadinya trauma.

2. Diagnosis
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
2) Kerusakan intergritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
3) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi,
restriktif (imobilisasi).

3. Intervensi
1)

Nyeri Akut NOC NIC


Definisi : Pengalaman sensori  Pain level  Lakukan pengkajian nyeri secara
dan emosional yang tidak  Pain control komperhensif
menyenangkan yang muncul  Comfort level  Observasireaksi nonverbal dan
akibat kerusakan jaringan yang Kriteria Hasil : ketidak nyamanan
actual atau potensial atau  Mampu mengontrol nyeri  Ajarkan tentang teknik non
digambarkan dalam hal  Melaporkan bahwa nyeri farmakologi
kerusakan. berkurang  Berikan analgesic untuk
 Mampu mengenali nyeri mengurangi nyeri
(skala, intensitas,  Tingkatkan istirahat
frekuensi dan tanda  Monitor vital sign sebelum dan
nyeri) sesudah pemberianan algesik
 Menyatakan rasa nyaman pertama kali
setelah nyeri berkurang. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala

15
2)

Kerusakan integritas kulit NOC NIC


Definisi : Perubahan /
gangguan epidermis / dermis.  Tissue integrity : skin - Anjurkan Jaga kulit agar tetap
and mucous bersih dan kering
 Membranes - Anjurkan klien menggunakan
 Hemodyalisakses pakaian yang longgar
- Mobilisasi klien (ubahs etiap 2
Kriteria hasil
jam sekali)
 Integritas kulit yang
- Monitor status nutrisi klien
baik dapat
dipertahankan
 Perfusi jaringan baik
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembapan kulit.

3)

Hambatan mobilitas fisik NOC NIC

Definisi : Keterbatasan pada - Monitor vital sign


 Mobility level
pergerakan fisik secara mandiri sebelum/sesudahl atihan
 Self care
ataupun terarah. - Bantu klien menggunakan
 Transfer performance
tongakat
Kriteria hasil
- Latih klien dalam pemenuhan
 Klien meninggkat
kelutuhan ADL secara mandiri
dalam aktivits fisik
 Memperagakan
penggunaan alat
 Bantu untuk mobilisasi

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras
pada tulang.Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan
bermotor.

Fraktur di klasifikasikan menjadi 2 yaitu, fraktur terbuka dengan cirri memiliki


robekan di atas tulang cedera dan fraktur tertutup dengan kulit utuh di area tulang cedera.
Beberapa kejadian fraktur mempunyai tipe fraktur yang umum terjadi tergantung dari gaya
yang menyebabkan terjadinya fraktur.

17
Pendidikan kesehatan

Pokok Bahasan : Penyakit Fraktur


Sub Pokok Bahasan : Penyuluhan tentang Fraktur dan cara penanganannya
Hari / Tanggal : Kamis, 13 September 2018
Waktu : 40 menit
Tempat : Universitas MH Thamrin
Sasaran : Pasien dan Keluarga
Penyuluh : 2 dari mahasisawa Universitas MH Thamrin

I.    Tujuan
Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan mahasiswa dapat mengetahui tentang penyebab dan penatalaksaan
penyakit Fraktur

II. Tujuan Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan pekerja dapat:
1. Menyebutkan pengertian tentang penyakit Fraktur
2.  Menyebutkan jenis penyakit Fraktur
3. Menyebutkan penyebab penyakit Fraktur
4. Menyebutkan penatalaksaan penyakut Fraktur

III.   Sub Topik
1. Pengertian tentang penyakit Fraktur
2. Pengertian jenis penyakit Fraktur
3. Penyebab penyakit Fraktur
4. Penatalaksanaan Fraktur

18
IV.       Metode
1.                  Presentasi
2.                  Tanya jawab

V.        Media
LCD power point

19
Matriks Kegiatan

No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta


Pembukaan : • Menjawab salam
• Memberi salam • Mendengarkan dan
1. 5 menit • Menjelaskan tujuan pembelajaran. memperhatikan
• Menyebutkan materi / pokok bahasan yang
akan disampaikan
Pelaksanaan :
Menjelaskan materi penyuluhan secara
berurutan dan teratur.
Materi :
•  Menyimak dan
2. 15 menit 1. Pengertian tentang penyakit Diabetes melitus
memperhatikan
2. Jenis penyakit diabetes mellitus
3. Penyebab diabetes mellitus
4. Pencegahan penyakit diabetes mellitus

Evaluasi :
•  Bertanya dan
Meminta kepada bapak/ibu menjelaskan atau
3. 15 menit menjawab
menyebutkan kembali
pertanyaan.

Penutup :
4. 5 menit Mengucapkan terima kasih dan mengucapkan Menjawab soal
salam.

20
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Amin Huda. 20015.NANDA & NIC-NOC. Jakarta: Mediaction

Brunner and Suddarth.2008. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 2.Jakarta: EGC

Potter and Perry. 2010. Fundamental Keperawatan. Buku 3 Edisi 7. Jakarta:


SalembaMedika

Joyce M.Black and Jane Hokanson. 2014. KeperawatanMedikalBedah. Buku1 Edisi 8.


Jakarta: SalembaMedika

Devi, M., Rosnani. ,&Sosya, M.S. (2012). PemberianKompresdinginterhadapnyeri pada


pasien fraktur ekstremitastertutup di IGD RSMH Palembang tahun 2012.
JurnalKedokteran dan Kesehatan. 2(3), 253-260.

Marilynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan:


pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC

21

Anda mungkin juga menyukai