Anda di halaman 1dari 32

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Endapan Nikel


Dalam proses terbentuknya endapan nikel terbagi dalam dua tipe pembentukan
endapan yang berbeda. Pertama adalah endapan bijih nikel sulfida dan yang
kedua adalah endapan bijih nikel laterit (Edwards &Athkinson, 1986).

3.1.1 Endapan Bijih Nikel Laterit


Menurut Golightly (1979), endapan nikel laterit berasal dari batuan beku yang
kaya akan mineral olivin seperti batuan peridotit dan dunit. Nikel ini dihasilkan
dari hasil pelapukan mineral olivin atau serpentin sebagai komposisi mineral
utama dari batuan tersebut, atau bahkan magnetit yang mengandung nikel.
Jumlah kandungan nikel yang paling tinggi ditemukan dalam mineral
olivinyang mana berkisar 0,3 % nikel.
Peranan dari iklim daerah tersingkapnya batuan ultrabasa sangat berpengaruh
besar dalam proses pembentukan bijih nikel. Iklim yang sangat baik dalam
pembentukan endapan mineral jenis ini adalah iklim tropis. Selain itu kontrol
struktur geologi juga menjadi peran yang tidak kalah pentingnya. Dengan
intensitas struktur geologi yang berkembang (sesar mendatar ataupun sesar
naik) maka akan memudahkan lolosnya (masuknya) air kedalam pori-pori
batuan. Hal tersebut yang mempercepat terjadinya pelapukan pada batuan
ultrabasa.
Pelapukan yang terjadi pada batuan tersebut adalah pelapukan kimiawi, dimana
unsur dari batuan yang berat jenisnya tinggi akan terendapkan di bagian bawah
cekungan. Sedangkan yang mempunyai berat jenis ringan akan terlarutkan dan
terbawa atau tertransport oleh air ke cekungan yang baru (berada di atas).

15
Tabel 3.1 Mineral Bijih Nikel yang Penting (Sukandarrumidi, 2009)
Nama Mineral Sewnyawa Kimia Kadar Ni(%)
Niccolit NiAs 43,9
Millerit NiS 64,6
Pentlandit (FeNi) S 40,0
Gernierit (Ni, Mg) 6,4

16
(Sumber Elias, 2001)
Gambar 3.1 Profil nikel laterit pada iklim tropis

Endapan nikel laterit yang mengandung nikel dan besi dihasilkan dari proses
pelapukan batuan ultramafik yang kaya akan mineral olivin dengan kandungan
nikel sebesar 0,3 – 0,4% (Golightly, 1981). Batuan ultramafik pembawa
endapan nikel laterit tersebut biasanya terdapat sebagai ofiolit yang berasosiasi
dengan serpentinit, gabro, amfibolit, baturijang dan foraminifera mudstone yang
mencirikan kondisi laut dalam. Ofiolit adalah susunan batuan ultramafik dan
mafik yang terdiri dari beberapa susun dan secara vertikal dari bawah ke atas
dimulai dari kompleks ultramafik, kompleks gabro, kompleks korok lembaran,
dan kompleks vulkanik (Coleman 1977). Dalam mempelajari nikel laterit
diperlukan pengetahun tentang mineral yang berasosiasi dengan nikel laterit dan
batuan induk penghasil penghasil nikel laterit.
3.1.2 Pelapukan
Istilah laterit berasal dari bahasa latin ”later” yang berarti bata (membentuk
bongkah-bongkah seperti bata yang berwarna merah bata) (Guilbert dan park,
1986) dalam Waheed 2001. Laterit adalah tanah residual hasil dari pelapukan
kimia batuan pada permukaan bumi, dimana mineral – mineral asli yang tidak
stabil terhadap kehadiran air akan larut atau terurai dan membentuk mineral
baru yang lebih stabil (Elias, 2002). Menurut Waheed (2001) proses lateritisasi
adalah proses pelapukan secara kimiawi yangakan mengakibatkan pengkayaan
sekunder pada unsur - unsur tertentu dan menghasilkan endapan yang bernilai
ekonomis seperti endapan nikel dan bauksit. Proses laterisasi biasanya
berkembang pada daerah yang beriklim tropis hingga sub – tropis dengan curah
hujan yang relatif tinggi (1500 – 2500 mm/tahun).
Proses laterisasi dimulai dari infiltrasi air hujan yang bersifat asam masukdalam
zona retakan batuan dan akan melarutkan mineral yang mudah larut padabatuan
dasar. Mineral dengan berat jenis tinggi akan tertinggal di permukaansehingga
mengalami pengkayaan residu. Sedangkan mineral lain yang bersifatmobile

17
akan terlarutkan ke bawah dan membentuk suatu zona akumulasi
denganpengkayaan supergen (Golightly, 1981).
Menurut Waheed (2002) ada 4 faktor utama yang mempengaruhi sifat fisik dan
kimia pada batuan yaitu:
a. Peleburan / melting (pada tempat yang bertemperatur tinggi).
b. Perubahan bentuk / metamorfisme (temperatur tinggi/tekanan/sejumlah zat-
zat kimia).
c. Perubahan hidrotermal (keterdapatan fluida pada temperatur yang
tingi).
d. Pelapukan/weathering (sebagian besar dipengaruhi oleh temperatur dan
tekanan).
Pelapukan adalah proses perubahan fisik dan kimia pada batuan atau mineral
yang terjadi di atau dekat permukaan (eksogen). Proses alterasi yang bekerja
pada saat pembentukan mineral dan batuan pada fase baru adalah terjadinya
proses kesetimbangan akibat aktivitas kelembaban, suhu dan unsur biologi.

Istilah pelapukan digunakan pada proses perubahan batuan yang terjadi oleh
faktor-faktor dalam bumi yang mengakibatkan rusaknya struktur dan komposisi
asli dari batuan. Proses-proses yang terjadi seperti peleburan (melting),
metamorfisme dan alterasi hidrothermal.Pelapukan dapat terbentuk melalui 2
cara (Waheed, 2005), yaitu:
1. Pelapukan Mekanis
Pelapukan mekanis umumnya disebabkan oleh perubahan suhu yang kontras,
tekanan, penetrasi akar tanaman (Ollier, 1969). Pelapukan mekanis dinamakan
pula pelapukan fisika atau di disintegrasi batuan, yaitu merubah ukuran batuan
atau partikel batuan menjadi semakin kecil, sehingga luas permukaan batuan
yang mengalami kontak dengan agen-agen proses lateritisasi menjadi semakin
luas tanpa mengubah struktur kimianya.
2. Pelapukan Kimia
Merupakan pelapukan yang menghancurkan masa batuan yang disertai

18
perubahan struktur kimiawinya.Proses dimana batuan bereaksi dengan agen-
agen atmosfer, hidrosfer dan aktivitas biologi untuk membentuk fase mineral
yang lebih stabil. Pelapukan kimia terjadi dalam 4 proses:
a. Hidrolisis: oksigen (O2), karbondioksida (CO2), airtanah, mineral-mineral asam
yang terlarut dalam batuan dan menghancurkan struktur kristal.
b. Oksidasi dan reduksi: merupakan proses yang akan membentuk mineral-
mineral oksida akibat reaksi antara mineral dengan oksigen, atau jika
mengikutsertakan air akan menjadi mineral hidroksida. Umumnya ditunjukkan
dengan hadirnya besi oksida atau hidroksida, dicirikan oleh warna batuan dan
tanah menjadi merah atau kuning, dan kadang-kadang tertutup oleh humus.
c. Hidrasi: merupakan proses penyerapan molekul-molekul air oleh mineral,
sehingga membentuk mineral hidrous atau reaksi dengan sejumlah air pada ion
hidroksil ke bentuk mineral yang baru. Contoh : hematit menjadi limonit.
d. Pelarutan: merupakan tahap awal dari proses pelapukan kimia. Proses ini terjadi
pada saat adanya aliran air baik di permukaan atau dalam batuan. Pelarutan
dapat berupa presipitasi kimiawi yang akan merubah volume dan meningkatkan
pelapukan fisika.

3.1.3. Penyebaran Horizontal Laterit


Penyebaran horizontal Ni tergantung dari arah aliran air tanah yang sangat
dipengaruhi oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak dari
daerah-daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng, yang mana
sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang mengalir ke zona
pelindian atau zona tempat fluktuasi air tanah berlangsung (Hasanudin dkk,
1992). Tempat-tempat yang banyak mengandung rekahan-rekahan, Ni akan
terjebak dan terakumulasi di tempat-tempat yang dalam sesuai dengan
rekahan-rekahan yang ada, sedangkan pada lereng dengan kemiringan landai
sampai sedang merupakan tempat pengayaan nikel (Hasanudin dkk, 1992).
Pada dasarnya proses pelindian ini dapat dikelompokan, yaitu proses pelindian
utama yang berlangsung secara horizontal di zona pelindian dan proses

19
pelindian yang berlangsung secara vertikal yang meliputi proses pelindian
celah di zona saprolit serta proses pelindian yang terjadi di waktu musim
penghujan di zona limonit (Golightly, 1979).

(Sumber Golightly, 1979 dalam Hasanuddin dkk, 1992).


Gambar 3.2 Penampang tegak endapan nikel laterit

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat sebaran secara horizontal endapan


lateritik (Golightly, 1979), yaitu:
a. Topografi / morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, sehingga
endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaan topografi
sehingga tidak terangkut semua oleh proses erosi ataupun ketidakstabilan
lereng.
b. Adanya proses pelapukan yang relatif merata walaupun berbeda tingkat
intensitasnya, sehingga endapan lateritik terbentuk dan tersebar secara merata.
c. Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk mengurangi tingkat
intensitas erosi endapan laterit, sehingga endapan laterit tersebut relatif tidak
terganggu.

20
(Sumber After Mcfarlene, 1976 dalam Elias M, 2001).
Gambar 3.3 Akumulasi Laterit.

3.1.4. Genesa Endapan Nikel Laterit


Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral
pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa)
silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut
endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi
sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami
proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses
erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis
besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa.
Tubuh endapan nikel laterit terbentuk setelah tubuh batuan beku yang
tersingkap di permukaan dan mengalami pelapukan secara terus - menerus
yang mengakikbatan batuan menjadi rentan terhadap proses pencucian
(Prijono, 1977).
Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit,
serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksin,
magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 %

21
nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik
(Boldt, 1967).
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan
silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan
lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses
laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam
Nushantara 2002).
Sedangkan menurut Evans (1993), endapan nikel residual terbentuk karena
tingginya intensitas pelapukan kimia batuan yang mengandung Ni di daerah
tropis, batuan tersebut adalah peridotit, serpentinit, dan beberapa batuan
lainnya. Batuan-batuan tersebut mineral utamanya adalah grup olivin, grup
serpentin, dan grup piroksen dengan Ni sebagai unsur asesoris. Serpentinisasi
peridotit akan merubah olivin menjadi serpentin dan akan membentuk
mineral pembawa Ni berupa garnierit.
Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfir dan terkayakan kembali
oleh material-material organik di permukaan meresap ke bawah permukaan
tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah terjadi dan
mempercepat proses pelapukan dan proses pencucian, unsur-unsur alkali
tanah yang berupa Mg dan Ca akan dipindahkan sebagai bikarbonat oleh air
permukaan yang bersifat asam Sementara silika terlarut dan tertransport
sebagai larutan koloid (Prijono, 1977),atau dapat dikatakan bahwa air tanah
yang kaya CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh-tumbuhan, akan
menghancurkan olivin. Penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika
ke dalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel-
partikel silika yang submikroskopis. Di dalam larutan, besi akan bersenyawa
dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan
ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral-mineral seperti karat
yaitu goetit (FeO(OH)), hematit (Fe2O3) dalam jumlah kecil. Jadi, besi oksida
mengendap dekat dengan permukaan tanah.

22
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan
silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan
lembab dan membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses
laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose. I979 dalam Nushantara.
2002).
Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi. akan menyebabkan unsur Fe,
Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral–
mineral oksida/hidroksida, seperti limonit, hematit, goetit dan sebagainya
(Hasanuddin dkk, 1992). Pada proses pelapukan lebih lanjut Magnesium
(Mg), Silika (Si) dan Nikel (Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air
masih bersifat asam. Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan
batuan dan tanah, maka zat-zat tersebut akan cenderung mengendap dengan
membentuk mineral Ni-magnesium hidrosilicate yang disebut mineral
garnierit (Ni,Mg)SiO3nH2O dan mineral nickelliferous phyllosilicates (Boldt.
1967). Akibat pengkayaan sekunder ini, zona bijih nikel silikat terbentuk di
antara zona paling atas yang telah mengalami pencucian dan batuan peridotit
segar. Zona bijih dicirikan oleh tingginya kandungan nikel, magnesia. Silika
dan bongkah-bongkah residual dari peridotit yang terlapukkan dan
terserpentinisasi sebagian (Nushantara, 2002).
Endapan nikel laterit terbentuk dari hasil pelapukan dan erosi pada
periode waktu yang lama dalam batuan ultramafik yang kandungan nikelnya
tinggi. Proses pelapukan sangat dipengaruhi iklim. Pada daerah beriklim
tropis perombakan Si sangat cepat, sehingga pembentukan endapan mineral
Ni juga berlangsung cepat terutama pada musim hujan, air hujan banyak
membawa agen-agen pelarut sehingga perombakan silika pada batuan induk
akan lebih besar jika dibandingkan dengan saat musim kering intensitas
pelapukan mekanisnya lebih tinggi.

23
(Sumber Kadarusman, 2003)
Gambar 3.4Genesa Pembentukan Profil Laterit
3.2 Pengertian Pertambanagan
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi,studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan paska
tambang.
Mineral adalah senyawaan-organik yang terbentuk dialam,yang memiliki sifat
fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungan nya yang
membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.Batubara adalah
endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa
tumbuh-tumbuhan.
Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa
bijih atau batuan,di luar panas bumi,minyak dangas bumi,serta air
tanah.Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang
terdapat didalam bumi,termasuk bitumen padat,gambut, dan batuan aspal.
Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau
nikel laterit yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan

24
umum,eksplorasi,studikelayakan,konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan,serta pascatambang
3.3 Pengertian Alat Mekanis
Secara umum alat mekanis merupakan alat yang digunakan untuk membantu
manusia dalam melakukan suatu pekerjaan pertambangan maupun kontruksi.
Tujuan dari penggunaan alat-alat berat tersebut adalah untuk memudahkan
manusia dalam mengerjakan pekerjaannya, sehingga hasil yang diharapkan
dapat tercapai dengan mudah dengan waktu relatif lebih singkat.

3.3.1 Pengertian Excavator


Excavator backhoe adalah sebuah jenis alat berat yang terdiri dari mesin diatas
roda khusus yang dilengkapi dengan lengan (arm) dan alat pengeruk (bucket)
yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan yang berat berupa penggalian
dan pemuatan tanah yang tidak bisa dilakukan secara langsun oleh tangan
manusia.
Cara Kerja Backhoe Sebelum mulai bekerja dengan backhoe sebaiknya kita
pelajari lebih dahulu kemampuan alat seperti yang diberikan oleh pabrik
pembuatnya, terutama mengenai jarak jangkauan, tinggi maksimal pembuangan
dan dalamnya galian yang mampu dicapai, karena kemampuan angkat alat ini
tidak banyak berpengaruh terhadap kemampuan standar alatnya. Untuk mulai
menggali dengan backhoe bucket dijulurkan ke depan ke tempat galian, bila
bucket sudah pada posisi yang diinginkan lalu bucket diayun ke bawah seperti
dicangkulkan, kemudian lengan bucket diputar ke arah alatnya. Setelah bucket
terisi penuh lalu diangkat dari tempat penggalian dan dilakukan swing, dan
pembuangan material hasil galian dapat dilakukan ke truk atau tempat yang lain.
Adapun produksi yang dihasilkan oleh alat gali muat bergantung pada
beberapa faktor, yaitu :
a. Keadaan material yang dikerjakan.
b. Pengaruh sudut putar boom pengeruk terhadap target produksi.
c. Pengaruh kondisi kerja terhadap produksi alat dan Pengalaman operator.

25
Gambar di bawah ini menujukan cara kerja alat mekanis yaitu alat gali dan
muat excavator dan shovel.

Gambar 3.5 Excavator PC200

26
Berikut ini merupakan spesifikasi teknis PC200

Boom size (m) & type 5700 Heavy Duty


Arm size (m) & type 2900 Heavy Duty
Bucket size – KGA standard GP (m3) 0.97
Arm crowd force – ISO (kgf) 11,000
Bucket crowd force – ISO (kgf) 15,200
Digging depth – maximum (mm) 6,620
Digging reach – maximum (mm) 9,875
Maximum reach @ ground level (mm) 9,700
Swing radius (mm) 2,750
Related information Komatsu Genuine Attachments
available include a dynamic
cast quick hitch and selection
of bucket solutions.

3.3.2 Pengertian alat mekanis dump truck


Alat angkut yang umum digunakan yaitu dump truck karena lebih fleksibel,
artinya dapat dipakai untuk mengangkut bermacam-macam material dengan berat
muatan yang berubah-ubah. Tenriajeng, A.T, (2003) mengemukakan dump truck
digunakan untuk memindahkan material pada jarak menengah sampai jarak jauh
(500 meter atau lebih). Dump Truck merupakan alat angkut yang memberikan biaya
pengangkutan yang relatif murah karena memiliki mobilitas yang tinggi dan
kapasitas cukup besar. Produktivitas dari truck tergantung dari kapasitas muatan dan
jumlah putaran yang dapat dilakukan dalam satu jam berkaitan dengan cycle time.
Cycle time dari truck memiliki empat komponen utama yaitu waktu maneuver muat,
waktu muat, waktu angkut, waktu manuuver tumpah, waktu tumpah, dan waktu
kembali (Peurifoy, R.L, 2006).

27
Gambar.3.6 Dump Truck Hino

Berikut ini merupakan spesifikasi teknis Dump Truck


Merk : Hino
Type : 500
 Kapasitas
 Kapasitas Bak : 23 ton
 Kecepatan Maksimum : 87 km/jam
 RPM at max torque : 1.500 rpm
 RPM at max power : 2.500 rpm

28
 Berat
 Berat kosong : 9.872 Kg
 Distribusi
 Depan : 2.891 kg
 Belakang : 6.981 kg
 Berat kotor : 26.000 kg
 Tenaga Penggerak
 Tenaga maksimum : 256 bhp
 Direct injektion : 7684 cc
 Kapasitas tangki bahan bakar : 200 liter
 Jenis bahan bakar : Diesel (solar)
 Roda
 Depan : 11.00-20.16 PR x 2
 Belakang : 11.00-20.16 PR x 4
 Dimensi
 Panjang bak : 6.350 mm
 Lebar bak : 2.500 mm
 Tinggi keselurahan : 3.370 mm
 Jarak antara kedua roda : 1.885 mm
 Jarak bamper depan ke as roda depan : 1.255 mm

3.4 Produktivitas Alat Mekanis


Aktivitas produksi alat-alat mekanis pada penambangan endapan bijih, tahapan
kegiatannya terdiri dari pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan.
Penggunaan alat-alat mekanis pada setiap tahap kegiatan memerlukan
pertimbangan yang matang, oleh karena itu kemampuan produksi pada setiap
tahap akan memengaruhi tahap kegiatan selanjutnya, bahkan seluruh rangkaian
kegiatan penambangan. Begitu juga dengan pemilihan jenis dan kapasitas

29
produksi alat yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan target produksi
yang ingin dicapai.
3.5 Penggalian/Pembongkaran
Penggalian/pembongkaran adalah pekerjaan yang dilakukan untuk menggali
endapan bijih nikel dari suatu lubang yang diperkirakan mengandung bijih nikel
dengan kadar yang di inginkan, setelah penggalian bijih nikel dilakukan
kemudian dilakukan penumpukan untuk memudahkan pemuatan pada alat
angkut, pada proses penggalian digunakan alat mekanis jenis excavator.

3.6 Penilaian Kombinasi Peralatan


Penilaian kombinasi untuk alat muat dan alat angkut bertujuan untuk mencapai
sasaran produksi mulai tingkat pemakaian dan penggunaan alat yang efisien.
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian kombinasi peralatan adalah
kesesuain karasteristik antara masing – masing peralatan dengan keadaan
medan kerjanya. Untuk mengkombinasikan alat muat dan alat angkut, perlu
diperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
3.6.1 Penyesuaian karateristik alat angkut antara lain meliputui :
a. Penyesuaian tinggi letak pembongkaran (Dumping Height)
alat muat dengan tinggi bak DumpTruck (Loading Height).
b. Penyesuain antara lebar (Bucket Width) dari alat muat dengan
panjang bak DumpTruck (Body Length).
3.6.2 Penyesuaian antara peralatan dengan medan kerjanya sebagai berikut:
a. Penyesuaian antara ruang alai-alat yang dikombinasikan dengan luas tempat
kerja yang tersedia.
b. Penyesuaian antara Dump truck dengan jarak pengangkutan.
c. Penyesuain Dump Truck dengan tempat pembongkaran.

3.7 Definisi Produktivitas


Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai perbandingan
antara luaran (output) dengan masukan (input). Menurut Herjanto, produktivitas

30
merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya
diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal.
Produktivitas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu industri
dalam menghasilkan barang atau jasa. Sehingga semakin tinggi
perbandingannya, berarti semakin tinggi produk yang dihasilkan. Ukuran-
ukuran produktivitas bisa bervariasi, tergantung pada aspek-aspek output atau
input yang digunakan sebagai agregat dasar, misalnya: indeks produktivitas
buruh, produktivitas biaya langsung, produktivitas biaya total, produktivitas
energi, produktivitas bahan mentah, dan lain-lain
3.7.1 Sistem Penambangan
Pengertian Tambang Terbuka (surface mining) yaitu suatu sistem atau metode
penambangan yang seluruh aktifitasnya berhubungan langsung dengan atmosfer
atau udara luar. (Irwandi Arif, 2000).
Secara umum metode penambangan terbuka yang sering digunakan dalam
aktifitas penambangan adalah sebagai berikut :
1. Open Pit
Disebut Open Pit apabila penambangannya dilakukan dari permukaan yang
relatif mendatar menuju ke arah bawah dimana endapan bijih tersebut berada.
2. Open Cut
Disebut Open Cut apabila penggalian endapan bijih dilakukan pada suatu
lereng bukit
3.7.2 Kegiatan Penambangan
1. Tahapan – Tahapan Penambangan
Adapun tahapan – tahapan penambangan yang dilakukan di PT. Sinar Jaya Sultra
Utama Sebagai berikut :
a. Land clearing

Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam kegiatan penambangan. Land

clearing dilakukan untuk pembersihan lahan yang disertai dengan pembabatan

31
pepohonan pada daerah yang akan ditambang dengan menggunakan alat-alat

mekanis seperti Excavator Volvo PC300 dan Hitachi PC300 yang digunakan

untuk menebang pepohonan sedangkan Dozer D85ESS, Excavator Volvo PC300

dan Hitachi PC300 digunakan dalam pembuatan jalan tambang.

Sumber: Arham.b 2020


Gambar 3.7:Proses land clearing
b. Overburden Stripping

Tahap selanjutnya setelah land clearing adalah pengupasan lapisan tanah


penutup. Pada proses pengupasan lapisan tanah penutup, material tersebut
dibuang ke daerah bekas penambangan atau diangkut ke tempat pembuangan
(disposal area), dimana lapisan top soil yang telah diambil akan digunakan
pada tahapan reklamasi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya
dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan.

32
Sumber: Arham.b (2020)
Gambar 3.8.Disposal Area
c. Ore Getting

Kegiatan ore getting yang dilakukan pada di blok B PT Sinar Jaya Sultra
Utama dikontrol oleh divisi produksi. Divisi Produksi bertugas mengatur ore
getting, ore loading, dan loading point. Selanjutnya grade control (divisi
produksi) akan melakukan koordinasi dengan satuan kerja stockpile (divisi
QC) dalam hal mengatur lokasi tempat mengangkut ore yang telah dilakukan
ore getting dan siap untuk dihauling. Alat mekanis yang digunakan dalam
ore getting yaitu excavator Komatsu PC200, sedangkan untuk ore loading
dilakukan oleh Hitachi PC300,untuk diangkut dengan dump truck Hino 500
FM260 JD 10 menuju stockpile/stockyard.

33
Sumber: Arham.b (2020)

Gambar 3.9.Kegiatan Ore Getting

d. Hauling (Pengangkutan)

Ore yang telah didapatkan akan diangkut menuju stockpile/stockyard


maupun ke tongkang menggunakan Hino 500 FM260 JD. Ore yang berada di
stockpile akan diambil untuk dianalisis lebih lanjut oleh divisi Quality
Control agar kadar dari nikel tersebut dapat diketahui.

34
Sumber: Arham.b(2020)

Gambar 3.10. Kegiatan Hauling

e. barging

barging merupakan tahapan akhir dalam prosese produksi menuju tahap


pengolahan, dimana semua ore yang masuk kedalam tahapan ini berada pada
kadar yang ttelah di tetapkan oleh perusahaan, Artinya bahan galian yang
memiliki kadar rendah di bawah yang telah di tetapkan oleh perusahaan harus
di blending terlebih dahulu dengan kadar yang lebih tinggi segingga jika di
rata-ratakan dapat mencapai kadar dapat mencapai kadar market dan tonase
yang diinginkan.

35
Sumber: Arham.b(2020)

Gambar 3.11: Kegiatan barging

3.7.3 Penggunaan Alat Mekanis


Pemilihan suatu alat itu bukan berdasarkan atas besarnya produksi atau
kapasitas alat tersebut, tetapi didasarkan pada ongkos termurah untuk tiap
satuan volume atau per tonnya.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memilih suatu alat yang akan
digunakan adalah : Penggunaannya untuk tujuan tertentu, nilai/harga alat, umur
ekonomis alat (umur dimana apabila dioperasikan sudah tidak memberikan
keuntungan lagi), dan nilai akhir/sisa alat bila umur ekonomisnya sudah habis.
Pada penambangan bijih nikel di blok B PT. Sinar Jaya Sultra Utama
menggunakan alat-alat mekanis untuk pembongkaran (breaking) dari batuan
induknya, untuk pemuatan dan pengangkutan bijih nikel dari front
penambangan.
1. Kemampuan Produksi Alat Muat excavator
Kemampuan produksi alat muat Excavator dapat dirumuskan (Prodjosumarto P.,
1993) sebagai berikut:

Kb x Ff x Ef x Sf x D x 60menit /jam
CT
Dimana : P = Produksi alat gali (m3 / jam)

36
Kb = Kapasitas bucket (m3)
Sf = Swell factor (%)
Ff = Fill factor (%)
Ef = Efisiensi Kerja (%)
Ct = Cycle time (menit)
D = Density
2. Kemampuan Produksi Alat Angkut Dump Truck
Alat angkut yang digunakan adalah Dump Truck dengan produksinya dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (Prodjosumarto P., 1993) sebagai
berikut :
KT (kapasitas truck) = NxKBxFfxD
KP ( kapasitas produksi) = (KTx60xEf/Ct)

Dimana : N = baket/rit
Kb = Kapasitas bucket (m3)
Sf = Swell factor (%)
Ef = Efisiensi Kerja (%)
Ct = Cycle time (menit)
D = Dencity
3.7.4 Keserasian Kerja alat muat dan alat angkut
Keserasian kerja (match factor) merupakan suatu faktor penting yang
digunakan dalam penentuan jumlah alat angkut atau alat gali muat, agar terjadi
singkronisasi kerja. Apabila jumlah alat gali muat sesuai dengan alat angkut,
akan tercapai efektifitas kerja yang optimal.
Untuk menghitung jumlah truck dapat dihitung berdasarkan data waktu edar
tanpa komponen waktu tunggu (Prodjosumarto P., 1993). Sebagai berikut :

Cta

Na = ……………………………………persamaan (3)
ctm

37
Dimana : na = jumlah alat angkut
cta = waktu edar alat angkut
ctm = waktu pemuatan
Keseimbangan atau sinkronisasi kerja antara truck dan alat muat, misalnya
power shovel atau loader, dapat diukur dengan menggunakan faktor
keseimbangan atau match factor (MF) yang dirumuskan sebagai berikut :
Nx Na x CTm
MF = …………………………… persamaan (4)
Nm x CTa

Dimana : Na = jumlah alat angkut


Nm = jumlah alat muat
CTm = waktu edar alat angkut
CTa = waktu edar alat muat
N = jumlah baket per rit

Bila dari hasil perhitungan ternyata :


a) Faktor keserasian = 1, maka jumlah alat angkut dan alat muat seimbang atau
sinkron, hampir dipastikan tidak ada waktu tunggu. Alat muat dan alat angkut
sama-sama sibuk.
b) Faktor keserasian < 1, maka jumlah alat angkut kurang, akibatnya alat muat
banyak menunggu, sementara alat angkut sibuk. (alat muat menunggu)
c) Faktor keserasian > 1, maka jumlah alat angkut lebih, sehingga muncul waktu
tunggu dimuat untuk alat angkut, sementara alat muat sibuk. (alat angkut banyak
yang menunggu)
3.7.5 Perhitungan Jumlah Alat Mekanis
Untuk menghitung jumlah alat mekanis yang dibutuhkan, dapat menggunakan
rumus (Prodjosumarto P., 1993) sebagai berikut :

38
Target Produksi Perbulan
Jumlah Alat = Produksi Alat Perbulan .…… ………………Persamaan
(5)

3.7.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Alat Mekanis


Produksi alat-alat mekanis secara teoritis merupakan kemampuan produksi alat
yang masih mungkin dicapai oleh alat tersebut. Namun pada kenyataannya hal
ini sangat sukar dicapai, oleh karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan
alat tersebut tidak dapat berproduksi secara maksimal, baik oleh kondisi
material, kondisi alat, maupun kondisi alam.
1. Faktor Pengembangan (sweel Factor)
Faktor pengembangan merupakan pemindahan volume material dari keadaan
semula yang terkonsolidasi dengan baik sebagai akibat adanya pembongkaran
atau penggalian, maka semakin banyak ruang yang kosong dan terisi udara
diantara butir-butir material tersebut. Pendekatan yang biasa digunakan untuk
menghitung faktor pengembangan suatu material adalah sebagai berikut :
Volume Insitu
SF = VolumeLose x 100% atau
Density Loose
SF = Densiti Insitu x 100% ……….. .…. persamaan (6)
2. Faktor Pengisian (fill Factor)
Faktor pengisian merupakan perbandingan antara kapasitas nyata suatu alat
dengan kapasitas teoritis alat tersebut.Besarnya faktor pengisian suatu alat muat
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran butir material, kondisi
material, dan jumlah stok material yang sedang dikerjakan (angle of refuse),
serta keterampilan dan pengalaman operator.
Untuk bucket faktor dapat dilihat dari table berikut ini :

39
Tabel 3.2: Faktor Bucket Alat Muat
Jenis pekerjaan Kondisi kerja Faktor bucket
Ringan Menggali dan memuat dari stock room
dan stockpile atau material yang telah 1.0  – 0.8
dikeruk oleh Excavator lain yang tidak
membutuhkan daya gali dan dapat dimuat
munjung.
Sedang Menggali dan memuat dari stock room
atau stockpile, dengan kondisi tanah yang 0.8 – 0.6
sulit digali dan dikeruk akan tetapi dapat
dimuat hampir munjung
Agak sulit Menggali dan memuat batu pecah, tanah
liat yang keras, pasir dan kerikil yang 0.6 – 0.5
telah dikumpulkan, sulit mengisi bucket
dengan material tersebut.
Sulit Bongkahan batu besar dengan bentuk
tidak teratur dengan banyak rongga 0.5 – 0.4
diantaranya.
(Sumber :Partanto Prodjosumarto, 2005/rochmanhadi1992)

Untuk menentukan besarnya factor pengisian dapat dihitung dengan


menggunakan 2 cara, yaitu :
a. Metode Perhitungan
Metode perhitungan ini biasanya dilakukan perhitungan langsung dilapangan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kapasitas nyata
FF = Kapasitas teoritis x 100 % …………......…Persamaan (7)
b. Metode Caterpillar
Untuk menentukan “Fill Factor” (faktor pengisian) dari bucket alat muat
digunakan metode Caterpillar, yaitu dengan cara pengamatan dan perbandingan

40
langsung pada saat kegiatan pemuatan sedang berlangsung. Persentase pengisian
bucket alat muat dijelaskan pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.12: Cara Penentuan Fill Factor


Sumber : Rochmahandi, 1992
3. Waktu Edar (Cycle Teme)
Cycle Time adalah waktu yang di butuhkan oleh alat mekanis untuk melakukan
kegiatan daur produksi

a. Waktu Edar (Cycle Time) alat Muat meliputi :


1) Digging Time (waktu menggali), yaitu waktu yang digunakan untuk
menggali dan memut material.
2) Loaded Swing Time (waktu putar dalam keadana terisi), yaitu waktu yang di
mana memutar bucket dalam keadaan terisi oleh material.
3) Dumping Time (waktu menumpah), yaitu waktu yang dimana digunakan
pada saat menumpah material kedalam dump truk
4) Empty Swing Time (waktu kembali kosong), yaitu waktu yang dimana
digunakan untuk memutar bucket dalam keadaan kosong guna pengisisan
kembali.

Jadi untuk menghitung cycle time alat muat dapat dirumuskan :


CT = T1 + T2 + T3 + T4....................................... perasamaan(9)
Dimana :

41
CT = Cycle time alat muat
T1 = Waktu menggali
T2 = Waktu swing isi
T3 = Waktu menumpah
T4 = Waktu swing kosong

b. Waktu Edar (cycle Time) Alat Angkut


1) Manuver for loading Time adalah waktu yang di gunakan untuk mengambil
posisi ketika akan di lakukan Loading (pemuatan).
2) Loading Time (waktu muat), adalah Waktu yang di butuhkan untuk proses
pemuatan dari alat Muat (excavator) ke alat angkut (Dump Truck).
3) Hauling Time (waktu angkut), yaitu waktu yang digunakan oleh sebuah
Dump Truck untuk mengangkut material setelah proses pemuatan.
4) Manuver for Dumping Time adalah waktu yang di gunakan oleh Dump truck
ketika akan melakukan Dumping (Tumpah) di Stock yard atau EFO.
5) Dumping Time adalah waktu yang digunakan untuk menumpahkan material
Jadi untuk menghitung cycle time alat angkut dapat dirumuskan :
CT = T1 + T2 + T3 + T4 + T5 + T6.........................................Persamaan(10)
Dimana :
CT = Cycle time alat angkut
T1 = Waktu Mengisi
T2 = Waktu Mengangkut
T3 = Waktu Manuver Tumpah
T4 = Waktu Dumping
T5 = Waktu Kembali Kosong
T6 = Waktu Manuver Muat
(Sumber :Partanto Prodjosumarto, 2005/rochmanhadi1992)

42
3.7.7 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja merupakan elemen produksi yang harus diperhitungkan dalam
upaya mendapatkan harga produksi alat persatuan waktu yang akurat Efisiensi
kerja merupakan perbandingan antara waktu kerja efektif dengan waktu
produktif dalam suatu shift.
Sebagian besar efisiensi kerja diarahkan pada operator yaitu orang yang
menjalankan atau mengoperasikan unit alat.Walaupun demikian apabila
ternyata efisiensi kerja rendah belum tentu disebabkan oleh kemalasan operator
yang bersangkutan, tetapi juga faktor-faktor lain yang tidak dapat dihindari
seperti cuaca, kerusakan mendadak, dan kondisi fisik peralatan.
Dalam perhitungan efisiensi kerja ada dua komponen waktu yang harus
diperhatikan :
a. Waktu produktif ; yaitu waktu yang digunakan alat untuk berproduksi
sampai akhir operasi. Dalam waktu produktif terdapat beberapa variabel waktu
meliputi :
1) Waktu efektif yaitu waktu yang benar-benar digunakan alat untuk
berproduksi.
2) Waktu delay (waktu hambatan) yang terdiri dari melumasi kendaraan,
mereparasi yang aus, cek alat dan memanaskan alat, memindahkan ke
tempat lain, keperluan operator, isi bahan bakar dangangguan cuaca.
3) Waktu repair yaitu waktu perbaikan pada saat jam operasi berlangsung.
4) Waktu stand bay yaitu jam yang tidak dipakai pada hal alat tidak rusak
sedang tambang dalam keadaan beroperasi.
b. Waktu non produktif yaitu waktu yang tersedia dalam satu shift tetapi tidak
digunakan untuk berproduksi. Waktu non produktif meliputi : waktu istirahat,
waktu persiapan gilir awal/akhir shift.
Untuk mengetahui besarnya efisiensi kerja dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :

43
Waktu efektif
Efisiensi Kerja = Total Waktu Kerja x 100% ………………
Persamaan(11)

3.7.8 Efektivitas Alat Mekanis


Efektifitas kerja merupakan tingkat keberhasilan suatu alat dalam menggunakan
waktu kerja yang tersedia. Efektivitas kerja akan dipengaruhi oleh kondisi
mekanis peralatan, kondisi fisik dan efisiensi operatornya. Untuk menentukan
efektifitas kerja digunakan pendekatan sebagai berikut :

a. Mechanichal Availability
Merupakan cara untuk mengetahui tingkat kemampuan alat untuk beroperasi
yang dipengaruhi oleh faktor mekanis, seperti ban kempes dan kebocoran oli
hidrolik. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
W
MA = W +R x 100 % ………Persamaan(12)
b. Physical Availibility
Merupakan kemampuan kerja dari suatu alat yang dipengaruhi oleh, misalnya
cuaca dan kemampuan operator. Persamaan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
W+S
PA = W +R + S x 100 % …………Persamaan(13)
c. Use of Availability
Merupakan faktor yang menunjukkan tingkat pemakaian dari suatu alat dalam
kondisi siap pakai. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
W
UA = W +S x 100 % ………….Persamaan(14)
d. Effective Utilization

44
Menunjukan berapa persen waktu yamg digunakan oleh suatu alat untuk
beroperasi dalam suatu kegiatan kerja atau produksi. Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
W
EU = W +R+S x 100 % .…………Persamaan(15)
(Sumber :Partanto Prodjosumarto, 2005/rochmanhadi1992)
3.8 Perencanaan Produksi
3.8.1 Arti dan Pentignya Perencanaan Produksi
Menurut Nasution (2003), perencanaan produksi adalah salah satu sarana
manajemen dengan mengatur penggunaan resource (faktor-faktor produksi),
proses, sampai output yang dihasilkan dapat berjalan dengan efektif dan
efisien. Adapun kegunaan atau pentingnya diadakan suatu rencana adalah
sebagai berikut (Gitosudarmono, 1998) :
a. Suatu perencanaan meliputi usaha untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan, maka perencanaan dapat membedakan arah bagi setiap
kegiatan produksi dengan jelas.
b. Dengan formulasi tujuan yang hendak dicapai koreksi-koreksi terhadap
penyimpangan dari tujuan dapat diketahui seawal mungkin.
c. Memudahkan pelaksanaan kegiatan untuk mengidentifikasikan
hambatanhambatan yang mungkin timbul.
d. Menghindarkan pertumbuhan dan perkembangan yang tak terkendali.
3.8.2 Faktor-Faktor dalam Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang terdapat
dalam perusahaan maupun diluar perusahaan. adapun faktor-faktor dalam
perencanaan produksi, antara lain :
1. Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam lingkup
perusahaan misalnya kepuasan pemimpin, modal, kapasitas mesin,
produktivitas tenaga kerja, kemampuan penyediaan bahan.
2. Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar perusahaan
misalnya kebijakan pemerintah, permintaan pasar.

45
3.8.3 Tujuan Perencanaan Produksi
Adapun tujuan diadakannya perencanaan produksi adalah sebagai
berikut (Assauri, 1980):

Untuk mencapai tingkat atau level keuntungan (profit) yang tertentu,


misalnya berapa hasil (output) yang di produksi supaya dapat mencapai
tingkat atau level profit yang diinginkan dan tingkat presentase tertentu
dari keuntungan terhadap penjualan (sales) yang diinginkan.

1. Untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil dan output perusahaan ini
tetap mempunyai bagian pasar tertentu.
2. Untuk mengusahakan supaya perusahaan dapat berproduksi pada tingkat
efektif dan efisiensi tertentu.
3. Untuk mempertahankan pekerjaan dan kesempatan kerja yang sudah ada
tetap pada tingkatnya dan berkembang.
4. Menggunakan sebaik-baiknya (efisien) fasilitas yang ada pada perusahaan.

46

Anda mungkin juga menyukai